DISUSUN OLEH :
NUR TAKHMID QALBU S
NPP : 31.0800
KELAS : E-5
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dalam bentuk dan isinya yang belum pasti sempurna.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan, petunjuk dan
pedoman bagi para pembacanya.
Dalam penulisan makalah ini ,saya masih banyak merasa kekurangan baik pada
penulisan maupun dari materinya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
diperlukan untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………i
Daftar Isi………………...……………………………………………………….………ii
Bab I : Pendahuluan………………………………………………………………….…..1
A.Latar Belakang………………………………………………………………...………1
B.Rumusan Masalah……………………………………………………………………..3
C.Tujuan…………………………………………………………………………………3
Bab II : Pembahasan………………………………………………………….………….4
A.Kesimpulan………………………………………………………………………......18
B.Saran……………………………………………………………………...………….18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
1
DPR dan disahkan oleh Pemerintah pada tahun 2014 dikenal dengan UU
No.23/2014, dilengkapi dengan lampiran yang menjelaskan secara jelas pembagian
tanggung jawab antara semua tingkat pemerintahan. Hal inilah yang memberikan
kepastian kepada masyarakat dan pemerintah daerah mengenai tanggung jawab
mereka.
2
kesejahteraan masyarakat daerah, administrasi dan manajemen pemerintahan
daerah. Administrasi dan manajemen pemerintahan daerah yang lebih baik adalah
menjadi tujuan utama. Di bawah skema desentralisasi, instrumen dasar yang
penting, yaitu tanggung jawab, sumber daya manusia (pejabat administrasi, guru
dan kesehatan pekerja) dan transfer keuangan sudah masuk ke tangan pemerintah
daerah. Kepala Daerah bertanggung jawab untuk mengelola semua dana transfer
daerah ini untuk pemberdayaan ekonomi daerah. Hal ini untuk menunjukkan bahwa
otoritas ekonomi pada dasarnya juga sudah didesentralisasikan kepada daerah.
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa desentralisasi Indonesia pada
dasarnya bertumpu pada empat pilar utama yaitu: (1) Politik, (2) Masalah Fiskal,
(3) Administrasi dan (4) Desentralisasi Ekonomi. (Kementerian Keuangan RI,
2008)
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Otonomi daerah adalah sebuah sistem atau kewenangan yang dimiliki daerah.
Otonomi daerah ini bertujuan untuk mengembangkan daerah serta isi di dalam
daerah tersebut. Di negara Indonesia ini, otonomi daerah sudah diterapkan.Tujuan
dari penerapannya adalah untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut. Otonomi daerah ini membuat pemerintah daerah dapat melakukan
pengembangan pada daerah-daerahnya tersebut.
Kata otonomi berasal dari kata “autos” yang memiliki arti “sendiri”, kata kedua
berasal dari kata “nomos” yang memiliki arti “Aturan”.Berdasarkan etimologi
otonomi memiliki arti pengaturan sendiri, memerintah sendiri atau mengatur.
Otonomi daerah dan daerah otonom adalah dua hal yang berbeda. Dalam makna
sempit, otonomi memiliki arti mandiri.Dalam makna luas memiliki arti
berdaya. Maka dari itu, otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah.
Kemandirian tersebut berkaitan dengan pembuatan dan keputusan mengenai hal-
hal penting yang ada di daerahnya sendiri.
Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa otonomi daerah adalah sebuah
kewenangan otonomi daerah. Kewenangan tersebut untuk mengatur serta mengurus
kepentingan masyarakat setempatnya. Hal ini didasari oleh pelaksanaannya sendiri,
dan berdasarkan aspirasi dari masyarakat.Otonomi daerah berjalan sesuai dengan
peraturan undang-undang. Sedangkan arti dari daerah otonomi adalah sebuah
kesatuan masyarakat hukum. Kesatuan tersebut memiliki batas daerah
tertentu.Daerah tersebut memiliki wewenang untuk mengatur daerahnya. Selain itu,
terdapat pula wewenang untuk mengurus kepentingan masyarakatnya. Hal ini juga
4
didasari oleh aspirasi masyarakat di dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ada salah satu hal yang menjadi aspek penting dari otonomi daerah. Hal
tersebut adalah pemberdayaan masyarakat. Hal ini akan membuat mereka memiliki
hak untuk berpartisipasi.Seperti dalam proses perencanaan, proses pelaksanaan,
proses penggerakan dan proses pengawasan. Proses-proses tersebut akan terjadi
dalam pengelolaan pemerintah daerah. Hal tersebut digunakan dalam penggunaan
sumber daya pengelola serta memberi pelayanan yang prima kepada public atau
masyarakat.
5
g. Bertujuan untuk menumbuhkan prakarsa sekaligus kreativitas. Serta
meningkatkan peran masyarakat dan mengembangkan peran juga fungsi
dari pihak DPRD.
6
Tujuan-tujuan yang akan dicapai menurut prinsip otonomi yang
bertanggung jawab adalah mampu dan dapat memberdayakan daerahnya masing-
masing. Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat
yang luas
a. Asas Desentralisasi
Asas desentralisasi adalah sebuah penyerahan wewenang. Penyerahan
tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah. Pemerintah
daerah memiliki wewenang untuk mengurus daerahnya tersebut secara mandiri. Hal
ini berdasarkan dari asas otonom.
b. Asas Dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah sebagian urusan dari pemerintahan yang menjadi
wewenang pemerintah pusat pada gubernur. Hal tersebut karena gubernur adalah
wakil dari pemerintah pusat.Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat pada instansi
vertikal di sebuah wilayah tertentu, dan/atau pada gubernur dan walikota atau
bupati sebagai penanggung jawab dari urusan pemerintahan umum.
c. Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah
kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah provinsi.
7
Adapun landasan atau dasar hukum dari penerapan otonomi daerah adalah
sebagai berikut:
a. Undang Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen ke-2, terdiri dari: Pasal 18
Ayat 1 sampai 7, Pasal 18 A ayat 1 dan 2 dan Pasal 18 B ayat 1 dan 2.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan
Otonomi Daerah.
c. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
d. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
e. Undang Undang No. 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Daerah dan Pusat
8
1.Desentralisasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Secara historis desentralisasi pemerintahan di Indonesia telah diikuti
dengan desentralisasi fiscal. Atau dengan kata lain pelimpahan urusan
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah dilengkapi
dengan kewenangan anggaran. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, diperlukan ukuran kuantitatif
desentralisasi fiskal.
9
bagian dan daerah termasuk hibah dari pemerintah lain; iii) indikator otonomi,
didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan asli daerah dengan total
pendapatannya. Indikator ini terbagi menjadi dua, yaitu pendapatan termasuk hibah
dan tidak termasuk hibah; dan iv) indikator produksi-pendapatan, yang mewakili
ukuran desentralisasi yang menggabungkan baik bagi hasil maupun bagi
pengeluaran.
Rasio yang digunakan oleh Akai dan Sakata (2002) dikembangkan lebih
lanjut oleh Martinez-Vazquez dan Timofeev (2010) yang disebut sebagai “rasio
komposit”. Martinez mengakui bahwa terkadang satu indikator diperlukan untuk
menunjukkan meski hanya sekilas, tren desentralisasi fiskal. Meski diakuinya juga
desentralisasi tidak mungkin hanya dilihat dari satu aspek saja, dengan indikator
komposit, kita bisa mencoba mengukur lebih dari satu aspek, bukan hanya satu sisi
pendapatan atau pengeluaran. Pengukuran ini pada dasarnya merupakan kombinasi
dari rasio pendapatan dan pengeluaran. Dalam ukuran ini, rasio komposit akan lebih
besar jika desentralisasi pendapatan lebih tinggi, tetap konstan. Sebaliknya, rasio
komposit akan lebih tinggi jika desentralisasi pengeluaran lebih tinggi, menjaga
desentralisasi pendapatan tetap konstan.
Hal ini tentu sejalan dengan pendapat Oates (2005, dikutip dalam Gemmell
et al., 2013) bahwa desentralisasi fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian kebijakan desentralisasi pemerintahan yang diiringi
desentralisasi fiscal telah mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
10
2.Kesejahteraan Daerah dan APBD
Cara lain untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang menurut definisi UNDP, adalah ringkasan
ukuran pencapaian rata-rata dalam dimensi kunci pembangunan manusia: Umur
Panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup sehat. IPM adalah rata-
rata geometrik dari indeks yang dinormalisasi untuk masing-masing dari tiga
dimensi ini. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perubahan IPM antara lain
capaian pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas umum yang baik, seperti
pendidikan dan kesehatan.
11
Tren Pertumbuhan IPM 2010-2021
12
Namun, ada beberapa pemimpin lokal yang gagal mengelola ekonomi lokal
mereka karena membuat peraturan daerah yang rumit, sehingga menghambat iklim
investasi di daerah. Investor telah pindah dari daerah tersebut, dan ini
memperlambat laju pertumbuhan ekonomi di daerah. Analisis regresi sederhana
pada provinsi data investasi telah membuktikan bahwa daerah “pro-bisnis” dapat
menarik lebih banyak investasi. Provinsi dengan peraturan yang tidak rumit dan
berbelit belit umumnya lebih menarik untuk investasi. Seperti yang dirangkum
dalam Gambar 2, ada beberapa faktor positif yang mempengaruhi aliran investasi
ke provinsi, seperti ukuran ekonomi, jumlah penduduk dan pajak daerah. Di sisi
lain, ada juga faktor negatif yang mempengaruhi masuknya investasi, seperti
ketersediaan infrastruktur (jalan dan listrik) dan sejumlah peraturan yang
menghambat. Memahami akan dampak negatif dari peraturan daerah yang
menghambat investasi maka undang-undang lama tentang pajak lokal dan retribusi
telah dicabut, dan diganti dengan UU No.28/20009 dan terakhir Undang Undang
ini juga dicabut dan dimasukkan menjadi bagian dari Undang Undang Perimbangan
Kuangan Pusat dan Daerah yakni Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang
mengadopsi metode daftar positif; yang berarti bahwa pemerintah daerah
diperbolehkan memungut pajak dan retribusi, hanya jika hal itu diatur dalam
hukum.
13
10 Provinsi dengan Realisasi Investasi PMDN Terbesar Tahun 2021
3.Desentralisasi Asimetris
Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) adalah
pemberlakuan/transfer kewenangan khusus yang hanya diberikan pada daerah
daerah tertentu dalam suatu negara, yang dianggap sebagai alternatif untuk
menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, dalam konteks Indonesia dalam rangka menjaga eksistensi daerah dalam
NKRI. Desentralisasi asimetris mencakup desentralisasi politik, ekonomi, fiskal,
dan administrasi, namun tidak harus seragam untuk semua wilayah negara, dengan
mempertimbangkan kekhususan masing-masing daerah. Hal ini berbeda dengan
desentralisasi simetris, di mana kebijakannya tidak membeda-bedakan daerah
konstituen.
14
kebutuhan yang sangat berbeda dari orang lain sebagai akibat dari perbedaan etnis,
bahasa atau budaya. Di Indonesia, meskipun bentuk negara adalah Kesatuan, empat
provinsi diberi keistimewaan status otonomi; yaitu Aceh, Jakarta, Yogyakarta, dan
Papua. Setiap provinsi memiliki undang-undang status khusus sendiri yang
menetapkan derajatnya otonomi khusus. Setiap provinsi telah diberikan dana
otonomi khusus, sesuai dengan keunikannya. Untuk menghindari pemberian status
khusus kepada setiap provinsi, kebijakan desentralisasi asimetris perlu
diimplementasikan secara berbeda. Keunikan daerah diakui bukan sebagai individu
pengobatan, bukan sebagai pengobatan berkerumun. Kluster ini dapat digunakan
sebagai kriteria tambahan untuk mengalokasikan hibah tujuan umum. Sebagai
contoh, daerah dapat dibedakan berdasarkan kebutuhan perkotaan dan pedesaan.
Ini menyiratkan tujuan umum dari hibah bisa berbeda antara perkotaan dan daerah
pedesaan.
5.Disparitas Wilayah
Fenomena ketimpangan wilayah adalah bukan hal baru bagi Indonesia.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, distribusi PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) tidak banyak berubah sejak tahun 1970, dimana porsi terbesar dari
PDRB dinikmati oleh wilayah Jawa. mungkinkah ini karena perbedaan lokasi
produksi untuk industri di Indonesia. Sebagian besar basis produksi, yang biasanya
menciptakan nilai tambah lebih, tetap terletak di Jawa dan Sumatera. Untuk
mengurangi disparitas regional, harus ada perubahan dalam struktur ekonomi
wilayah di luar Jawa dan Sumatera. Pemerintah harus mengambil tindakan afirmatif
untuk mengembangkan lebih banyak industri di luar Jawa. Harus ada strategi
“catch-up” untuk wilayah di luar Jawa dan Sumatera. Ketersediaan infrastruktur,
seperti rel kereta api, pelabuhan dan listrik, di luar Jawa dan Sumatera, bisa
merangsang perekonomian daerah dinamis. Kebijakan desentralisasi fiskal dapat
membantu pembangunan infrastruktur yang lebih baik luar Jawa dan Sumatera,
dirumuskan melalui hibah khusus DAK (Dana Alokasi Khusus).
15
Regional GDP Distribution
Sumber: BPS
16
Undang Cipta Kerja yang menarik kembali hampir semua kewenangan perijinan
dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat walaupun undang undang tersebut
digugat oleh masyarakat melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
17
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari kajian diatas ,dapat diambil kesimpulan bahwa otonomi daerah adalah
sebuah sistem atau kewenangan yang dimiliki daerah. Otonomi daerah ini bertujuan
untuk mengembangkan daerah serta isi di dalam daerah tersebut. Keberadaan
otonomi menghasilkan desentralisasi yang di Indonesia sendiri saat ini disebut
sebagai desentralisasi big bang yang melahirkan banyak sekali perubahan dalam
sistem dan tata kelola pemerintahan. Dalam hal ini,banyak sekali perubahan yang
harus dievaluasi sehingga kemudian perubahan yang tercipta tidak melenceng dari
bentuk perencanaan dan tujuan awal dari otonomi serta desentralisasi tersebut agar
kemudian apa yang menjadi target tersebut dapat tercapai di masa depan.
B.Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Hofman, B. and K. Kaiser, 2002. “The Making of the Big Bang and its Aftermath:
A Political Economy Perspective”, Paper Presented at the Conference ‘Can
Decentralization Helpf Rebuild Indonesia?’. Atlanta: Georgia State University.
Keuleers, P., 2002. The role of the Governor and of the provincial
administration: Comparative experiences, UNDP.
Available at: http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/Decentralization/Q%201.4%20-
%20UNDP%20-%20role_of_the_governor_020902.pdf.
iii