Anda di halaman 1dari 9

Kelompok 2:

 Ferly F. Kodoati (18061104066)


 Sepdion Mangimbo (18061104054)
 Agnes V. Tumanduk (18061104060)
 Ferly F. Kodoati (18061104066)
 Reilin O. Mare (18061104104)
 Delia S Mamangkey (18061104096)
 Reilin O. Mare (18061104104)
 Sahril Mahmud (18061104184)
 Ecclessia Gampamole (18061104194)
SISTEM DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH PERAN EKSEKUTIF DAN
LEGISLATIF DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak
sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada era reformasi dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi masing-masing
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia sampai
saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masih ditemukan
banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baik dari kelengkapan regulasi, kesiapan pemerintah
daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri.
Terlepas dari itu semua, desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi suatu keniscayaan
dengan mempertimbangkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia yang telah
menegaskan hal tersebut. Dengan demikian, menjadi lebih berharga kemudian meninjau
kembali pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi dan otonomi ke depan.
Dengan keterbatasan yang ada, tulisan ini pada intinya mencoba merumuskan agenda tersebut.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara
sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat
khusus.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga memiliki kedudukan yang strategis dalam pengelolaan
keuangan negara. Hal ini berkaitan erat dengan salah satu fungsi DPR, yakni fungsi anggaran
yang didalamnya terdapat hak budget DPR. Apalagi Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 setelah
perubahan, tegas menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Ketentuan ini menggariskan bahwa yang dimaksud APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan
negara, bentuk hukumnya adalah undang-undang. Bentuk hukum undang-undang inilah yang
membuat DPR terlibat dalam penyusunan APBN sebagai pengelolaan keuangan negara.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan desentralisasi?
b. Apakah yang dimaksud dengan Otonomi Daerah?
c. Bagaimana hubungan desentralisasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?
d. Apakah dampak adanya Otonomi Daerah di Indonesia?
e. Apakah Peran eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan keuangan negara?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini agar penulis lebih mengetahui secara mendalam
bahwa Desentralisasi memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia
dalam upaya menciptakan dan meningkatkan pembangunan suatu bangsa. Dan penulis mengerti
apa yang menjadi peran pihak eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan keuangan negara.
Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Pengelolaan Keuangan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pengertian Desentralisasi
Secara formal, berdasar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah oleh Pemerintah kepada
Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Manfaat Desentralisasi
Para pakar-pakar menyimpulkan bahwa melalui desentralisasi tugas-tugas pemerintahan dan
pembangunan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1) Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan.
a. Efisiensi
Melalui desentralisasi, kesejahteraan masyarakat di daerah diharapkanakan lebih cepat
terwujud karena pemerintah daerah akan lebih cepat dan fleksibel untuk bertindak atas
respon perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat di daerah. Desentralisasi juga lebih
melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan ketimbang menunggu keputusan
dari pemerintah pusat sehingga kehidupan demokrasi lebih terwujud, lebih memberi ruang
untuk berkreasi dan berinovasi, dan menghasilkan semangat kerja, komitmen dan
produktivitas yang lebih tinggi.
b. Efektivitas
Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat didaerah akan lebih cepat
mengetahui situasi dan masalah sehingga dapat mencarikan jawaban bagi pemecahan
masalah yang ada. Hal ini artinya harus dibarengi dengan penerapan manajemen partisipasi,
yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan masalah.
2) Memungkinkan melakukan inovasi
Dengan diberikannya kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri, secara tidak langsung akan mendorong mereka untuk menggali potensi-potensi baru
yang dapat mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan dan pembangunan sehari-hari terutama
dari sisi ekonomi serta penciptaaniklim pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat
sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah
3) Meningkatkan motivasi moral, komitmen dan produktivitas
Melalui desentralisasi, aparat pemerintah daerah diharapkan akan meningkatkan kesadaran moral
untuk memelihara kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat, kemudian akan timbul
suatu komitmen dalam diri mereka bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah
dipercayakan kepada mereka, serta bagaimana menunjukan hasil-hasil pelaksanaan urusan
melalui tingkat produktivitas yang mereka miliki.
 Tujuan Desentralisasi
Terdapat 3 (tiga) tujuan desentralisasi , yaitu:
a. yang pertama tujuan politik, untuk menciptakan suprastruktur dan infrastruktur politik yang
demokratis dan berbasis pada kedaulatan rakyat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan
kepala daerah, dan legislatif secara langsung oleh rakyat.
b. Selanjutnya yaitu tujuan administrasi, agar pemerintahan daerah yang dipimpin oleh kepala
daerah dan bermitra dengan DPRD dapat menjalankan fungsinya untuk memaksimalkan nilai
4E yakni efektifitas, efisiensi, equity (kesetaraan), dan ekonomi.
c. Terakhir yaitu tujuan sosial ekonomi, berupaya untuk mewujudkan pendayagunaan modal
sosial, modal intelektual dan modal finansial masyarakat sehingga dapat tercipta kondisi
kesejahteraan masyarakat secara luas

 Kategori Desentralisasi
Rondinelli (1989) mengklasifikasikan desentralisasi berdasarkan tujuannya menjadi empat
bentuk, yaitu desentralisasi politik, desentralisasi fiskal, desentralisasi pasar, dan desentralisasi
administratif.
(1) Desentralisasi politik, digunakan oleh pakar ilmu politik yang menaruh perhatian besar di
bidang demokratisasi dan masyarakat sipil untuk mengidentifikasi transfer kewenangan
pengambilan keputusan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah atau kepada masyarakat
atau kepada lembaga perwakilan rakyat.
(2) Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk menganalisis dan
melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui mekanisme pasar yang sensitif
terhadap keinginan dan melalui desentralisasi pasar barang-barang dan pelayanan publik
diproduksi oleh perusahaan kecil dan menengah, kelompok masyarakat, koperasi, dan
asosiasi swasta sukarela. desentralisasi ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab
yang berkaitan sektor publik ke sektor swasta.
(3) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan pakar
administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi kewenangan serta fungsi-
fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit pemerintah non pusat (sub-national
government). Desentralisasi administratif, memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi,
delegasi dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif
dan efisien
(4) Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali
berbagai sumber dana, meliputi pembiayaan mandiri, dan pemulihan biaya dalam pelayanan
publik, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bukan pajak secara
lebih tepat, transfer dana ke daerah, utamanya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) secara lebih adil, kewenangan daerah untuk melakukan
pinjaman berdasar kebutuhan daerah.

2. Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Suwandi, filosofi dari otonomi daerah adalah (i) eksistensi pemerintah daerah dibuat
untuk menciptakan kesejahteraan secara demokratis; (ii) setiap kewenangan yang diserahkan ke
daerah harus mampu menciptakan kesejahteraan dan demokrasi; (iii) kesejahteraan dicapai
melalui pelayanan publik; (iv) pelayanan pubik dapat bersifat pelayanan dasar maupun bersifat
pengembangan sektor unggulan

 Faktor-faktor yang mendukung Otonomi Daerah


Esensi Otonomi Daerah adalah berkembangnya Daerah dengan kemandirian yang mampu
mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan,
sesuai dengan konsep-konsep otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Faktor-faktor
yang mendukung otonomi Daerah antara lain :
a. Sumber Daya Manusia;
b. Kemampuan Keuangan Daerah;
c. Sarana dan Prasarana;
d. Organisasi dan Manajemen.
Hal ini sesuai dengan Kaho (1988) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan otonomi Daerah adalah :
a. Manusia pelaksananya harus baik ;
b. Keuangan harus cukup dan baik ;
c. Peralatannya harus cukup dan baik ;
d. Organisasi dan Manajemen harus baik.
Sedangkan kriteria keberhasilan Daerah Otonom untuk mengurus rumah tangganya sendiri yaitu:
a. Kemampuan Struktur organisasinya, yaitu Pemerintah Daerah menampung segala aktifitas
dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggungjawabnya.  Jumlah unit-unit beserta
macamnya cukup mencerminkan kebutuhan pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab
yang cukup jelas;
b. Kemampuan aparatur Pemerintah, yaitu aparatur Pemerintah Daerah mampu menjalankan
tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga Daerah, keahlian, moral disiplin dan
kejujuran serta saling menunjang tercapainya tujuan;
c. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat, dengan struktur organisasi dan kelincahan
aparatur Pemerintah tetap dituntut agar rakyat mau berperan serta dalam kegiatan
pembangunan;
d. Kemampuan keuangan Daerah, semua kegiatan untuk mencapai tujuan pasti membutuhkan
biaya.  Sehingga Pemerintah Daerah perlu memikirkan biaya untuk semua kegiatan sebagai
pelaksanaan pengaturan rumah tangganya.  Hal ini memerlukan sumber-sumber pendapatan
Daerah atau sebagian mendapat subsidi dari Pemerintah atasannya.   
 
3. Hubungan otonomi daerah dengan desentralisasi dan dekonsentrasi
1) Hubungan Otonomi Daerah dengan Desentralisasi
Penyerahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom bermakna
peralihan kewenangan secara delegasi, lazim disebut delegation of authority. Dengan demikian,
pemberi delegasi kehilangan kewenangan itu, semua beralih kepada penerima delegasi.Berbeda
ketika pelimpahan wewenang secara mandatum, pemberi mandat atau mandator tidak kehilangan
kewenangan dimaksud. Mandataris bertindak untuk dan atas nama mandator. Sebagai
konsekuensinya bahwasanya pemerintah pusat kehilangan kewenangan dimaksud. Semua beralih
menjadi tanggungjawab daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat, Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 menetapkan, bahwasanya urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat
meliputi a. politik luar negeri, b. pertahanan, c. keamanan, d. yustisi, e. moneter dan fiskal, f.
agama.
Robert Reinow dalam buku Introduction to Government, mengatakan bahwa ada 2 (dua) alasan
pokok dari kebijaksanaan membentuk pemerintahan di daerah.Pertama, membangun kebiasaan
agar rakyat memutuskan sendiri sebagian kepentingannya yang berkaitan langsung dengan
kedaerahan.Kedua, memberi kesempatan kepada masing-masing komunitas yang mempunyai
tuntutan yang bermacam-macam untuk membuat aturan-aturan dan programnya sendiri. Menurut
Bagir Manan, dasar-dasar hubungan antara pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi ada 4
(empat) macam, yaitu:
1) Dasar-dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara.
2) Dasar pemeliharaan dan pengambangan prinsip-prinsip pemerintahan asli.
3) Dasar kebhinekaan.
4) Dasar negara hukum.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah
di Indonesia, yakni;
 Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti
kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan
terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan;
 Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah
diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi sebagai konsep
perwujudan otonomi daerah di bidang ketatanegaraan.
Berdasarkan dua nilai dasar tersebut, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang dianut di
Indonesia adalah:
 Nyata, bahwa otonomi daerah secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi
obyektif di daerah;
 Bertanggungjawab, bahwa pemberian otonomi daerah harus diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air;
 Dinamis, bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah selalu menjadi sarana dan dorongan
untuk lebih baik dan lebih maju.

4. Peran eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan keuangan negara


1) Pengelolaan Keuangan Negara
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2006: Pengelolaan Keuangan
Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan
kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan negara merupakan aspek terpenting dalam proses penyelenggaraan negara. Proses
pembangunan tidak akan berjalan lancar apabila keuangan negara terganggu atau tidak stabil.
Wujud pengelolaan keuangan negara tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). APBN disusun oleh pemerintah dan dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan dari DPD.
2) Peran eksekutif dalam pengelolaan keuangan negara
Pada Pasal (3) ayat (1) UU RI No. 17 Tahun 2003 menjelaskan bahwa: Keuangan Negara
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Menurut Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara: Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara dipegang oleh presiden selaku kepala pemerintahan.
Namun presiden tidak berkeja sendiri, presiden dibantu oleh lembaga-lembaga negara yang lain.
Menurut Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara, kekuasaan yang dimiliki oleh presiden memiliki arti:
 Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
 Dikuasakan kepada menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau
pengguna barang kementerian negara atau lembaga yang dipimpimnya.
 Diserahkan kepada gubernur, bupati, atau wali kota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
 Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

3) Peran legislatif dalam pengelolaan keuangan negara


 Hak budget DPR dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Hak budget DPR dalam pengelolaan keuangan negara memiliki kedudukan yang strategis. Hal
ini terkadang dilupakan karena menganggap pengelolaan keuangan negara hanyalah domain
eksekutif saja. Padahal legislatif juga memiliki peran yang cukup signifikan.
Berikut Landasan hukum keuangan negara tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945, yang
menentukan sebagai berikut:
 Ayat (1): Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 Ayat (2): Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan
oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
Dewan Perwakilan Daerah.
 Ayat (3): Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Terkait dengan keuangan negara, maka dalam rangka mewujudkan good governance
penyelenggaraan pemerintah negara guna mendukung keinginan untuk menciptakan pemerintah
yang bersih, akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan Negara, DPR memiliki
fungsi-fungsi dalam hal ini diatur dalam pasal 20 A ayat (1) UUD 1945, menyatakan bahwa DPR
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Sehubungan hal ini, maka
DPR tentunya mempunyai fungsi dan kewenangan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), sekaligus mengawasi pelaksanaannya. Hal ini tentunya menarik untuk
ditelaah lebih lanjut, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menjawab permasalahan yang
terkait dengan kedudukan DPR dalam penetapan dan pengawasan APBN.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kedudukan yang strategis dalam pengelolaan
keuangan negara. Hal ini berkaitan erat dengan salah satu fungsi DPR1 , yakni fungsi anggaran
yang didalamnya terdapat hak budget DPR. Apalagi Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 setelah
perubahan, tegas menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai
wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Ketentuan ini menggariskan bahwa yang dimaksud APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan
negara, bentuk hukumnya adalah undang-undang. Bentuk hukum undang-undang inilah yang
membuat DPR terlibat dalam penyusunan APBN sebagai pengelolaan keuangan negara.
Perumusan Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 Setelah Perubahan sendiri masih mengandung kritik,
terutama pemaknaan APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara yang dianggap kurang
tepat apabila dilihat dari aspek filosofi anggaran. Hal ini dikarenakan pada dasarnya APBN
bukan sekedar perwujudan pengelolaan keuangan negara. Akan tetapi mempunyai makna yang
lebih dalam lagi, yakni merupakan wujud kedaulatan rakyat, yang tercermin dari hak budget
DPR.
Lebih lanjut berkaitan dengan keterlibatan DPR atau hak budget DPR dalam penyusunan APBN
adalah ketentuan Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 Setelah Perubahan, bahwa Rancangan undang-
undang anggaran pendapatan dan belanja negara (sering disebut RAPBN) diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). Ketentuan pasal ini menunjukkan hanya Presidenlah yang memiliki kewenangan
mengajukan RUU APBN. Dengan demikian, posisi Presidenlah yang aktif untuk menentukan
pengelolaan keuangan negara dalam RUU APBN, sementara DPR hanya bersifat pasif menerima
saja.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Konstitusi, sebagai dasar dari segala peraturan perundang-
undangan, menghendaki adanya otonomi daerah secara tegas sebagaimana disebut dalam
penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Untuk
melaksanakan otonomi daerah sendiri terdapat beberapa cara dalam melaksanakannya, antara
lain adalah dengan menggunakan konsep desentralisasi dan dekonsentrasi.
Desentralisasi sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah, adalah penyerahan wewenang oleh
badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara
mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan
dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu. Manfaat dari desentralisasi
sendiri adalah untuk mengefisiensikan dan mengefektifkan pelaksanaan tugas pemerintah,
memungkinkan terjadinya inovasi pada perangkat pelaksana tugas pemerintahan / aparatur
negara, serta meningkatkan pula motivasi moral, komitmen dan produktivitas dari perangkat
pelaksana tugas pemerintah / aparatur negara. Dalam hal bentuk, desentralisasi sebagaimana
disebutkan dalam definisinya, berbentuk penyerahan wewenang bermakna sebagai suatu
peralihan kewenangan secara delegasi, atau lazim disebut delegation of authority.Dengan
demikian, pemberi delegasi kehilangan kewendangan itu, semua beralih kepada penerima
delegasi.Dilihat dari pembiayaannya, kegiatan desentralisasi dibiayai oleh Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah.Hal ini karena urusan pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan
pemerintah daerah bukan menjadi kewenangan pemerintah pusat lagi, maka wajar bila
pembiayaannya berasal dari daerah itu sendiri.Setelah desentralisasi dilaksanakan, diharapkan
terciptanya suprastruktur dan infrastruktur politik yang demokratik berbasis pada kedaulatan
rakyat, terciptanya pemerintahan daerah yang efektif, efisien, setara, dan terciptanya
kesejahteraan masyarakat secara luas dan merata.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara dipegang oleh presiden selaku kepala pemerintahan.
Namun presiden tidak berkeja sendiri, presiden dibantu oleh lembaga-lembaga negara yang lain.
Peran parlemen khususnya DPR dalam pengelolaan keuangan negara yang berbentuk APBN
juga sangatlah strategis. Peran tersebut melekat dalam rangka menjalankan salah satu fungsi
DPR yakni fungsi anggaran yang didalamnya termuat hak budget DPR. Hak budget DPR
tersebut merupakan derivasi kedaulatan rakyat, sehingga kedudukan DPR lebih tinggi dalam
pembahasan RAPBN dibandingkan dengan Pemerintah (Presiden). Dalam sistem konstitusi
Indonesia, hak budget DPR tersebut terlihat dalam bentuk memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap RAPBN yang diajukan Presiden. Dengan demikian final say
atas proposal RAPBN ada ditangan DPR, disinilah letak kedudukan DPR yang tinggi tersebut.
Hak budget DPR dalam pengelolaan keuangan negara, selain dalam bentuk persetujuan atau
tidak persetujuan terhadap RAPBN yang diajukan Presiden, dalam sistem pengelolaan keuangan
negara, meliputi juga pengawasan atas pelaksanaan APBN serta memberikan penilaian terhadap
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN oleh pemerintah tersebut. Hal ini menunjukkan hak
budget DPR dalam pengelolaan keuangan negara sangatlah luas, mulai dari hulu sampai hilir
dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu, DPR pun diberikan kewenangan pembahasan
yang cukup detil dalam satuan unit organisasi, fungsi dan program
2. DAFTAR PUSTAKA
Regulasi
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR-RI/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah
3. UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
4. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
5. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
6. UU RI Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
7. UU RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Website
 Karen Evieta Putri, Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, diakses pada http://alsaindonesia.org/site/desentralisasi-dan-
otonomi-daerah-dalam-negara-kesatuan-republik-indonesia/
 Oswar Mungkasa, 2012. Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia : Konsep,
Pencapaian, dan Agenda kedepandari
http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indonesia_
Konsep_Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan
 Direktorat Otonomi Daerah, Bappenas. Pemetaan dan Evaluasi EfektivitasRegulasi
Sektoral dan Desentralisasi terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.Info Kajian Bappenas
Vol. 8 No. 2 Desember 2011 http://otda.bappenas.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=121%3Alaporan-kegiatan-direktorat-otonomi-
daerah-bappenas&catid=1%3Alatest-news&lang=in
 Cahya Dicky Pratama, Keuangan Negara: Definisi dan Mekanisme Pengelolaan
Keuangan Negara. Diakses pada
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/01/153601169/keuangan-negara-definisi-
dan-mekanisme-pengelolaan.
Mei Susanto, Universitas Padjajaran, Hak budget dpr dalam pengelolaan keuangan
negara. Diakses pada
https://www.researchgate.net/publication/332342698_HAK_BUDGET_DPR_DALAM_
PENGELOLAAN_KEUANGAN_NEGARA

Anda mungkin juga menyukai