Disusun oleh:
- Najwa Fazzahra Bakary (L1B022068)
- Naufal Athallah Syah Ramadhan (L1B022070)
- Nazila Endang Lidiastuti (L1B022072)
- Niza Ervia Seftiawati (L1B022074)
- Nur Shofia Ardita (L1B022076)
- Nyoman Ayu Arini (L1B022078)
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………… ii
1.4 Devolusi……….............................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1. Mengenal apa itu politik lokal Indonesia
2. Memahami desentralisasi dalam kekuasaan, politik, otonomi daerah dan devosi.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.1 Desentralisasi
Dalam kajian ini, desentralisasi dimaknai lebih dari itu. Hal ini perlu dikedepankan sekadar
untuk membuka nuasa persoalan yang melekat dalam proses tersebut. Ada persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi agar proses pelimpahan kewenangan tersebut masuk akal dan
realistis untuk dilakukan. Disamping itu, pelimpahan kewenangan yang berlangsung juga
memiliki implikasi baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
1
1
JURNAL DESENTRALISASI Volume 8 No. 5, 2010
Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya
kepada Pemerintah.
Tekad untuk melakukan desentralisasi telah ditambatkan dalam bentuk Undang undang yang
dibuat menyusul runtuhnya legitimasi pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998. Kebijakan
desentralisasi ini dikemas dalam Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Pemberlakuan Undang-undang ini diikuti dengan perubahan pola pendanaan
pemerintahan daerah sebagaimana dimuat oleh Undang-undang yang mengatur Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Desentralisasi sebagai sebuah konsep atau format tata pemerintahan ternyata sarat dengan
kontroversi. Meskipun sudah berhasil secara resmi diundangkan, substansinya tidak pernah
secara bulat disepakati. Itulah sebabnya, fase implementasi akhimya berkembang menjadi
fase reformulasi. Kedua, ketidaksepakatan (dissensus) bisa kita temukan dari segi
kedalamannya (derajat)
2
Merely Grindle, The Politics of Implementation in Developing Countries,
Asas Desentralisasi3
1. Meningkatkan Efektivitas
Penerapan asas desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di semua daerah. Jadi, pemerintahd daerah tidak perlu menunggu
arahan langsung dari pemerintah pusat untuk menangani atau mengatasi masalah
tertentu.
2. Memperpendek Birokrasi
Proses birokrasi dapat berjalan lebih singkat, serta dapat memangkas tahapan-tahapan
prosedural sehingga sistem pemerintahan dapat berjalan lebih efisien.
3. Meringangkan Pemerintah Pusat
Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah dapat meringankan pekerjaan
pemerintah pusat dalam berbagai hal.
3
Asas Desentralisasi dan Tugas Pembantuan Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Untung Dwi
Hananto
4. Kemajuan Daerah dapat Merata
Dengan menerapkan asas desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih memerhatikan
kemajuan daerahnya masing-masing. Diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih
diperhatikan serta lebih berkembang.
Selain kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dari penerapan asas desentralisasi dalam
pemerintahan:
Saat ini, Indonesia menganut desentralisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, yang
mana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus
daerah otonomnya send
Dengan berlakunya sistem desentralisasi ini, diharapkan dapat membuka peluang dan wadah
yang semakin luas bagi partisipasi masyarakat untuk turut terlibat dalam berdemokrasi.
2. Desentralisasi Fiskal
Bidang fiskal juga menganut sistem manajemen desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal mengatur keuangan daerah
dan pemungutan pajak, di luar pajak pusat.
Di Indonesia sendiri, bidang fiskal menganut sistem desentralisasi secara resmi sejak tahun
2001 hingga kini. Pemerintah pusat melimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah
dalam hal pengelolaan keuangan daerah serta pungutan pajak.
Dengan penerapan asas ini, diharapkan dapat lebih menyukseskan pembangunan daerah serta
meningkatkan kualitas layanan publik pada tiap daerah. Tidak hanya itu, desentralisasi fiskal
diharapkan dapat menjaga kesinambungan kebijakan fiskal secara makro.
A. Political educationseducation
Pendidikan politik adalah pemberian pendidikan untuk mencapai aktualisasi diri dari
individu dalam kedudukannya sebagai warga negara. Dua konsep utama dalam
pendidikan politik adalah pendidikan dan politik. Salah satu tujuan dari pendidikan
politik adalah kaderisasi partai politik
A. Political Equality
Kesetaraan politik adalah keadaan ketika para anggota masyarakat berada pada
kedudukan yang setara dalam hal kekuasaan atau pengaruh politik.
B. Local Accountability
C. Local Responsiveness
Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa.
Dimana praktik otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dilakukan revisi atau perubahan
sehingga bergeser ke Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hingga yang terakhir Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi dari kondisi daerah daerah di Indonesia.
Indonesia saat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan dalam mewujudkan sistem
pemerintahan yang demokratis dan tidak sentralistik serta otoritarian dan terkonsep dalam
otonomi daerah. Dimana salah satunya daerah diberikan kewenangan dan sumber keuangan
baru untuk mendorong proses pembangunan di daerah masing masing yang selanjutnya akan
mendorong proses pembangunan nasional.4²
Otonomi daerah adalah subsistem besar dari sistem yang lebih besar yaitu sistem
pemerintahan nasional. Sebagai subsistem besar eksistensinya menjadi sangat penting kecuali
jika ia dianggap sebagai bagian dari subsistem kecil yang bisa dikesampingkan untuk
sementara waktu. Keberadaan pasal 18 UUD 1945 yang mengatur tentang otonomi
menunjukan bahwa ia merupakan subsistem besar dalam sistem pemerintahan Indonesia.5
Seiring dengan perkembangan aturan perundang undangan yang berkaitan dengan otonomi
daerah masih terlihat adanya permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Hal ini dapat terlihat seperti munculnya raja raja kecil di daerah,
tidak dianggap perlunya lagi konsultasi dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan konflik kepentingan antara
kepentingan nasional dan daerah. Masalah lain adalah ketimpangan antar daerah, dimana
pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat serta masih banyaknya
korupsi yang terjadi pada penyelenggaraan pemerintahan atas anggaran yang seharusnya
untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh adalah tindakan korupsi yang dilakukan oleh
kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota yang masih menghiasi pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menurut Kaho (2004:80) Suatu daerah dikatakan sebagai daerah otonom apabila memiliki
atribut atribut sebagai berikut:
1. Mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah; urusan rumah
tangga daerah ini merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke
daerah.
2. Urusan rumah tangga daerah diatur dan diurus/diselenggarakan atas inisiatif/prakarsa
atas kebijaksanaan pemerintahan daerah
3. Untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat yang
mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
4. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan rumah tangga daerahnya.
1.4 Devolusil
Devolusi bermakna pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat
kepada pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal, atau negara
bagian
Menurut Roondinelli devolusi sendiri sering diartikan scagai wujud kongkret dari
desentralisasi politik, adapun ciri ciri pokoknya antara lain :
1. Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
2. Pemerintah ini harus memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan
kewenangan hukum berhak dan berhak menjalankan fungsi fungsi publik dan
politiknya
3. Pemerintah lokal harus diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup
untuk menggal sumber sumber yang diperlukan untuk menjalankan semua fungsi
fungsinya.
4. Perlu mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi, dalam arti ini akan
dipersiapkan olch masyarakat lokal sebagai organisasi yang menyediakan
pelayanan
5. Devolusi mensyaratkan adanya hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan serta koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Ciri-ciri devolusi
1. Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
2. Memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan kewenangan hukum
dan berhak menjalankan fungsi -fungsi publik dan politiknya
3. Diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup untuk
4. Menggali sumber-sumber untuk menjalankan semua fungsi fungsinya.
5. Mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi.
6. Mensyaratkan adanya hubungan timbal balik.
Di sisi lain, juga terdapat Bawaslu Aceh sebagai representasi Bawaslu RI di daerah. Adanya
dua lembaga pengawas pemilu di Aceh seringkali dinilai bermasalah karena terdapat dua
lembaga pengawas pemilu sekaligus. Dualisme kelembagaan pengawas ini muncul
dikarenakan adanya perbedaan landasan hukum pembentukan masing-masing lembaga itu.
Panwaslih dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Acehyang diberi tugas hanya terbatas dalam mengawasi pemilihan kepala daerah di Aceh,
sedangkan Bawaslu dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum, yang kewenangannya mengawasi pemilihan presiden/wakil presiden serta
pemilihan anggota legislatif. Sementara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga
turut merapkannya kebijakan desentralisasi asimetris, kehadiran lembaga penyelenggara
pemilu di daerah tersebut dikecualikan dalam pemilihan Gubernur. Artinya, baik KPU
Provinsi dan Bawaslu Provinsi DIY hanya berwenang dalam menyelenggarakan pemilihan
Bupati dan Walikota.
Provinsi Papua. Lembaga pemilu di Papua tidak memiliki tugas serupa dengan lembaga
penyelenggara di daerah otonomi khusus lainnya. Hal ini dikarenakan pemilihan kepala
daerah yang berlangsung di Papua berlangsung dengan menggunakan sistem noken, yakni
suatu sistem pemilihan tradisional Papua, dengan cara suara pemilih diletakkan dalam
kantung-kantung yang sudah berisi nama calon. Biasanya, sudah ada kesepakatan antara
kepala suku dan masyarakat tentang kantong mana yang akan diisi oleh pemilih. Ada dua
model yang sering dipakai, yaitu bigman (suara diserahkan) dan diwakilkan kepada ketua
adat. Penjelasan di atas menunjukkan betapa kehadiran lembaga penyelenggara pemilu di
daerah otonomi khusus diatur beragam. Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berlaku secara umum tanpa adanya pembatasan
kewenangan tertentu yang disebutkan berlaku bagi lembaga penyelenggara pemilu di daerah.
Hal ini selaras dengan prinsip bahwasanya meskipun suatu daerah diberikan derajat otonomi
yang berbeda dengan daerah lain, kewenangan menyelenggarakan pemilu bukanlah
merupakan bagian dari keistimewaan atau kekhususan suatu daerah otonomi. Hal ini selaras
dengan bunyi Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUDNRI 1945) yang menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, Konstitusi telah
mengamanahkan bahwa struktur lembaga pemilihan umum di Indonesia adalah lembaga yang
bersifat nasional, di mana segala peraturan yang terkait dengan lembaga tersebut juga berlaku
secara nasional. Ketentuan dalam Konstitusi pula yang membuat Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwasanya penyelenggaraan pemilu bukanlah merupakan kekhususan dan
keistimewaan suatu daerah otonomi khusus.
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
4. Penerapan Desentralisasi
Political educations
Povide training in political leadership
Create political stability
Political equality
Local accountability
Local responsiveness
6. Otonomi Daerah
Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
8. Devolusi
Bermakna pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat
kepada pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal, atau
negara bagian
9. Ciri-ciri Devolusi
Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
Memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan kewenangan
hukum dan berhak menjalankan fungsi -fungsi publik dan politiknya
Diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup untuk
menggali sumber-sumber untuk menjalankan semua fungsi fungsinya.
Mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi.
Mensyaratkan adanya hubungan timbal balik
Pemilihan kepala daerah hanya terjadi untuk pemilihan gubernur dan wakil
gubernur saja.
Syarat perolehan suara untuk terpilih dalam pemilihan gubernur dan wakil
gubernur
Andi Gadjong, Agussalim. 2007. Pemerintahan Daerah : Kajian Politik dan Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia
Prianto, Budhy. 2021. Desentralisasi Penyediaan Pelayanan Kesehatan. Malang: Media Nusa
Creative
Asas Desentralisasi dan Tugas Pembantuan Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, Untung Dwi Hananto