Anda di halaman 1dari 20

POLITIK LOKAL INDONESIA

Disusun oleh:
- Najwa Fazzahra Bakary (L1B022068)
- Naufal Athallah Syah Ramadhan (L1B022070)
- Nazila Endang Lidiastuti (L1B022072)
- Niza Ervia Seftiawati (L1B022074)
- Nur Shofia Ardita (L1B022076)
- Nyoman Ayu Arini (L1B022078)

MATA KULIAH DASAR-DASAR ILMU POLITIK


PRODI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………… i

KATA PENGANTAR……………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………...

1.1 Latar Belakang ………………………………………...

1.2 Tujuan ………………………………........................

BAB 2 PEMBAHASAN …………………………………………

1.1 Desentralisasi Kekuasaan ………...................

1.2 Desentralisasi Politik…..................................

1.3 Otonomi Daerah...........................................

1.4 Devolusi……….............................................

BAB 3 PENUTUP ………………………………………………

1.1 Kesimpulan ……………………………………………………

1.2 Daftar Pustaka............................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perubahan dramatis dalam perpolitikan Indonesia sejak kejatuhan rezim Soeharto telah
memberikan ruang bagi demokrasi yang sesungguhnya. Politik lokal menjadi lebih
terbuka dan menjadi penentu pembangunan di daerah. Ditemukan perubahan-perubahan
apa saja yang terjadi. Menyimpulkan bahwa kekuasaan penguasa orde baru sebelum
reformasi telah memperkuatnya perpolitikan oleh elit lokal di tingkat daerah yang
menghasilkan dua hal penting dalam perpolitikan lokal. Pertama, kendali politik di
tingkat lokal yang dipimpin oleh elit yang merupakan kolaborasi dari penguasa pusat dan
lokal; dan kedua, munculnya orang-orang kuat di daerah. Setelah masa reformasi,
kolaborasi antara elit pusat dan lokal pun menghilang, namun justru meningkatkan
memperkuat penguasa-penguasa lokal. Sehingga pemerintahan demokratis oleh rakyat
yang sesunggunya ditingkat lokal tidak benar-benar tercapai. Kata kunci: politik lokal,
polisentrisme, orang kuat lokal, otonomi, redistricting.

1.2 TUJUAN
1. Mengenal apa itu politik lokal Indonesia
2. Memahami desentralisasi dalam kekuasaan, politik, otonomi daerah dan devosi.
BAB 2

PEMBAHASAN

1.1 Desentralisasi

1999-2009: Dekade Desentralisasi. Dalam wacana administratis, termasuk yang dirumuskan


dalam naskah perundang undangan, desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan¹. Memang,
elemen penting dalam desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan, tapi reduksi makna
desentralisasi sekedar sebagai pelimpahan kewenangan memiliki implikasi buruk dalam
pencapaian misi desentralisasi itu sendiri. Bukan hanya spirit yang seharusnya merasuki
proses desentralisasi tidak diaktualisasikan, muara dari desentralisasi juga tidak diperhatikan
pihak yang melimpahkan kewenangan (pemerintah nasional) maupun yang menerima
limpahan kewenangan (pemerintah daerah). Melalui proses desentralisasi format
pemerintahan negeri ini diharapkan bersifat desentralistis; mengandalkan kekuatan lokal
untuk mengatasi masalah-masalah nasional di setiap lokalitas. Desentralisasi dikatakan
berhasil manakala telah terbakukan format tatakelola pemerintahan baru, dimana eksponen
nasional berperan memfasilitasi dan mengkerangkai upaya untuk mengaktualisasi setiap
potensi lokal dalam suatu sinergi; dan ekponen lokal justru memiliki kinerja optimal sesuai
dengan konteks Indonesia yang sangat beragam.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, desentralisasi adalah


penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kajian ini, desentralisasi dimaknai lebih dari itu. Hal ini perlu dikedepankan sekadar
untuk membuka nuasa persoalan yang melekat dalam proses tersebut. Ada persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi agar proses pelimpahan kewenangan tersebut masuk akal dan
realistis untuk dilakukan. Disamping itu, pelimpahan kewenangan yang berlangsung juga
memiliki implikasi baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
1

 Pasal 1 Undang-undang no. 22 tahun 1999

1
JURNAL DESENTRALISASI Volume 8 No. 5, 2010
Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya
kepada Pemerintah.

 Pasal 1 Undang-undang no. 32 tahun 2004

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi


kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Desentralisasi adalah transformasi penyelenggaraan pemerintahan dari format yang


sentralistis (serba pusat) menjadi desentralistis (serba daerah).

Tekad untuk melakukan desentralisasi telah ditambatkan dalam bentuk Undang undang yang
dibuat menyusul runtuhnya legitimasi pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998. Kebijakan
desentralisasi ini dikemas dalam Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Pemberlakuan Undang-undang ini diikuti dengan perubahan pola pendanaan
pemerintahan daerah sebagaimana dimuat oleh Undang-undang yang mengatur Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Belum lagi tuntas Undang-undang tersebut diimplementasikan, proses revisi Undang-undang


telah dipersiapkan. Pada tahun 2004, hanya tiga tahun setelah UU 22/1999 efektif
diberlakukan pada tahun 2001, dikukuhkanlah undang-undang baru yang menggantikannya;
yakni Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.2 Revisi Undang-
undang tentang pemerintahan daerah inipun terus berlanjut sampai sekarang. Pengaturan
tentang pemilihan kepala daerah akan diwadahi dengan undang-undang tersendiri, sedangkan
pengaturan tentang desa juga akan diwadahi dalam suatu undang-undang tersendiri.

Desentralisasi sebagai sebuah konsep atau format tata pemerintahan ternyata sarat dengan
kontroversi. Meskipun sudah berhasil secara resmi diundangkan, substansinya tidak pernah
secara bulat disepakati. Itulah sebabnya, fase implementasi akhimya berkembang menjadi
fase reformulasi. Kedua, ketidaksepakatan (dissensus) bisa kita temukan dari segi
kedalamannya (derajat)

2
Merely Grindle, The Politics of Implementation in Developing Countries,
Asas Desentralisasi3

Asas desentralisasi selanjutnya diklasifikasikan menjadi empat hal, yaitu:

1. Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan.


Dalam bernegara, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dalam sistem negara kesaturan Republik Indonesia
2. Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan.
Desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan dan kewenangan dari pusat kepada
daerah dimana kewenangan yang bersifat otonom diberi kewenangan dapat
melaksanakan pemerintahanya sendiri tanpa intervensi dari pusat.
3. Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, perencanaan, pemberian kekuasaan
dan wewenang.
4. Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah
pemerintahan.

Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi

Penerapan pengelolaan secara desentralisasi diyakini memiliki kelebihan dan kekurangannya


tersendiri.

Berikut ini kelebihan menerapkan asas desentralisasi dalam pemerintahan:

1. Meningkatkan Efektivitas
Penerapan asas desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di semua daerah. Jadi, pemerintahd daerah tidak perlu menunggu
arahan langsung dari pemerintah pusat untuk menangani atau mengatasi masalah
tertentu.
2. Memperpendek Birokrasi
Proses birokrasi dapat berjalan lebih singkat, serta dapat memangkas tahapan-tahapan
prosedural sehingga sistem pemerintahan dapat berjalan lebih efisien.
3. Meringangkan Pemerintah Pusat
Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah dapat meringankan pekerjaan
pemerintah pusat dalam berbagai hal.
3
Asas Desentralisasi dan Tugas Pembantuan Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Untung Dwi
Hananto
4. Kemajuan Daerah dapat Merata
Dengan menerapkan asas desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih memerhatikan
kemajuan daerahnya masing-masing. Diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih
diperhatikan serta lebih berkembang.

Selain kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dari penerapan asas desentralisasi dalam
pemerintahan:

1. Mengurangi Peran Pemerintah Pusat


Karena sudah dikelola oleh pemerintah daerah, peran pemerintah pusat dapat
berkurang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
2. Mendorong Pemahaman Kedaerahan
Asas desentralisasi dapat memicu paham keaderahaan yang kuat dan ini dapat
mengancam keutuhan nasional.
3. Perbedaan Kebijakan Tiap Daerah
Karena memegang wewenang sendiri, tiap-tiap pemerintah daerah dapat memiliki
kebijakannya tersendiri dan berbeda dengan daerah lainnya.

Penerapan Sistem Desentralisasi

Daerah-daerah yang bisa menjalankan desentralisasi fiskalnya hanyalah daerah yang


memiliki potensi sumber daya alam melimpah atau daerah yang berkarakteristik perkotaan
besar. Contohnya adalah Kabupaten Aceh Utara yang kaya akan minyak dan gas

1. Desentralisasi Pemerintahan Daerah

Saat ini, Indonesia menganut desentralisasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, yang
mana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus
daerah otonomnya send

iri, sesuai dengan sistem negara yang berlaku.

Dengan berlakunya sistem desentralisasi ini, diharapkan dapat membuka peluang dan wadah
yang semakin luas bagi partisipasi masyarakat untuk turut terlibat dalam berdemokrasi.

2. Desentralisasi Fiskal
Bidang fiskal juga menganut sistem manajemen desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang
fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal mengatur keuangan daerah
dan pemungutan pajak, di luar pajak pusat.

Desentralisasi dalam Bidang Fiskal

Di Indonesia sendiri, bidang fiskal menganut sistem desentralisasi secara resmi sejak tahun
2001 hingga kini. Pemerintah pusat melimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah
dalam hal pengelolaan keuangan daerah serta pungutan pajak.

Dengan penerapan asas ini, diharapkan dapat lebih menyukseskan pembangunan daerah serta
meningkatkan kualitas layanan publik pada tiap daerah. Tidak hanya itu, desentralisasi fiskal
diharapkan dapat menjaga kesinambungan kebijakan fiskal secara makro.

1.2 Desentralisasi Politik

Desentralisasi Politik, desentralisasi yang berkaitan dengan peningkatan kekuasaan kepada


penduduk dan perwakilan politik mereka dalam pembuatan keputusan publik. (Repository
Universitas Brawijaya)

TUJUAN UTAMA DESENTRALISASI POLITIK⁴

 Menurut pemerintah pusat

A. Political educationseducation

Pendidikan politik adalah pemberian pendidikan untuk mencapai aktualisasi diri dari
individu dalam kedudukannya sebagai warga negara. Dua konsep utama dalam
pendidikan politik adalah pendidikan dan politik. Salah satu tujuan dari pendidikan
politik adalah kaderisasi partai politik

B. Povide training in political leadership

Pengembangan kepemimpinan sendiri, diartikan sebagai sebuah upaya perluasan


kapasitas seseorang untuk menjadi efektif dalam peran dan proses kepemimpinan
yang diembannya (McCauley, 2008).

C. Create political stability


Stabilitas politik adalah bagian dari dasar penyusunan strategi kehidupan bernegara
dan bermasyarakat di Indonesia. Penataan di bidang politik memiliki implikasi
terhadap kehidupan ekonomi.

 Menurut Pemerintah Daerah

A. Political Equality

Kesetaraan politik adalah keadaan ketika para anggota masyarakat berada pada
kedudukan yang setara dalam hal kekuasaan atau pengaruh politik.

B. Local Accountability

Dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa


yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang
bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggungjawabannya. (bpka.jogjaprov)

C. Local Responsiveness

Responsivitas lokal (local responsiveness) adalah strategi global yang mementingkan


tanggapan terhadap pasar dan kebutuhan lokal. (Kamus bisnis)

1.3 Otonomi Daerah

Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa.
Dimana praktik otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dilakukan revisi atau perubahan
sehingga bergeser ke Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hingga yang terakhir Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi dari kondisi daerah daerah di Indonesia.
Indonesia saat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan dalam mewujudkan sistem
pemerintahan yang demokratis dan tidak sentralistik serta otoritarian dan terkonsep dalam
otonomi daerah. Dimana salah satunya daerah diberikan kewenangan dan sumber keuangan
baru untuk mendorong proses pembangunan di daerah masing masing yang selanjutnya akan
mendorong proses pembangunan nasional.4²

Otonomi daerah adalah subsistem besar dari sistem yang lebih besar yaitu sistem
pemerintahan nasional. Sebagai subsistem besar eksistensinya menjadi sangat penting kecuali
jika ia dianggap sebagai bagian dari subsistem kecil yang bisa dikesampingkan untuk
sementara waktu. Keberadaan pasal 18 UUD 1945 yang mengatur tentang otonomi
menunjukan bahwa ia merupakan subsistem besar dalam sistem pemerintahan Indonesia.5

Pada prinsipnya otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang


sebelumnya tersentralisasi oleh pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi kekuasaan
pemerintah pusat dialihkan ke pemerintahan daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud
pergeseran kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh
Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak daerah
ketingkat pusat sejak ditetapkannya kebijakan otonomi daerah arus kekuasaan bergerak
sebaliknya yaitu dari pusat ke daerah.

Seiring dengan perkembangan aturan perundang undangan yang berkaitan dengan otonomi
daerah masih terlihat adanya permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Hal ini dapat terlihat seperti munculnya raja raja kecil di daerah,
tidak dianggap perlunya lagi konsultasi dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan konflik kepentingan antara
kepentingan nasional dan daerah. Masalah lain adalah ketimpangan antar daerah, dimana
pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat serta masih banyaknya
korupsi yang terjadi pada penyelenggaraan pemerintahan atas anggaran yang seharusnya
untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh adalah tindakan korupsi yang dilakukan oleh
kepala daerah baik gubernur, bupati dan walikota yang masih menghiasi pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Tujuan dari otonomi daerah ialah:

1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


4
Andi Gadjong, Agussalim. 2007. Pemerintahan Daerah : Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia
5
Prianto, Budhy. 2021. Desentralisasi Penyediaan Pelayanan Kesehatan. Malang: Media
Nusa Creative
2. Pengembangan kehidupan demokrasi
3. Keadilan nasional.
4. Pemerataan wilayah daerah
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Menurut Kaho (2004:80) Suatu daerah dikatakan sebagai daerah otonom apabila memiliki
atribut atribut sebagai berikut:

1. Mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah; urusan rumah
tangga daerah ini merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke
daerah.
2. Urusan rumah tangga daerah diatur dan diurus/diselenggarakan atas inisiatif/prakarsa
atas kebijaksanaan pemerintahan daerah
3. Untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat yang
mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
4. Mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan rumah tangga daerahnya.

1.4 Devolusil

Devolusi bermakna pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat
kepada pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal, atau negara
bagian

Menurut Roondinelli devolusi sendiri sering diartikan scagai wujud kongkret dari
desentralisasi politik, adapun ciri ciri pokoknya antara lain :

1. Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
2. Pemerintah ini harus memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan
kewenangan hukum berhak dan berhak menjalankan fungsi fungsi publik dan
politiknya
3. Pemerintah lokal harus diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup
untuk menggal sumber sumber yang diperlukan untuk menjalankan semua fungsi
fungsinya.
4. Perlu mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi, dalam arti ini akan
dipersiapkan olch masyarakat lokal sebagai organisasi yang menyediakan
pelayanan
5. Devolusi mensyaratkan adanya hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan serta koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

Ciri-ciri devolusi

1. Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
2. Memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan kewenangan hukum
dan berhak menjalankan fungsi -fungsi publik dan politiknya
3. Diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup untuk
4. Menggali sumber-sumber untuk menjalankan semua fungsi fungsinya.
5. Mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi.
6. Mensyaratkan adanya hubungan timbal balik.

Diterapkannya konsep desentralisasi asimetris di Indonesia menyebabkan perbedaan


kewenangan dan kekhususan yang dimiliki oleh satu daerah dengan daerah lain. Perbedaan
ini pula yang di Indonesia melahirkan daerah otonomi khusus, daerah istimewa, dan daerah
khusus. Bagi lembaga penyelenggara pemilu, adanya perbedaan itu berdampak pada
kewenangan yang dimiliki masingmasing lembaga itu. Lembaga penyelenggara pemilu di
Aceh misalnya, dikenal dengan nama KIP (Komisi Independen Pemilihan) yang di daerah
lain disebut dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, di mana secara hierarki sama-
sama berada di bawah KPU RI. Sementara lembaga pengawas pemilu di Aceh disebut dengan
Panwaslih (Panitia Pengawas Pemilihan) yang di daerah lain dikenal dengan Bawaslu
Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota, tetapi secara bersama-sama tetap menginduk pada
Bawaslu RI.

Di sisi lain, juga terdapat Bawaslu Aceh sebagai representasi Bawaslu RI di daerah. Adanya
dua lembaga pengawas pemilu di Aceh seringkali dinilai bermasalah karena terdapat dua
lembaga pengawas pemilu sekaligus. Dualisme kelembagaan pengawas ini muncul
dikarenakan adanya perbedaan landasan hukum pembentukan masing-masing lembaga itu.
Panwaslih dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Acehyang diberi tugas hanya terbatas dalam mengawasi pemilihan kepala daerah di Aceh,
sedangkan Bawaslu dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum, yang kewenangannya mengawasi pemilihan presiden/wakil presiden serta
pemilihan anggota legislatif. Sementara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga
turut merapkannya kebijakan desentralisasi asimetris, kehadiran lembaga penyelenggara
pemilu di daerah tersebut dikecualikan dalam pemilihan Gubernur. Artinya, baik KPU
Provinsi dan Bawaslu Provinsi DIY hanya berwenang dalam menyelenggarakan pemilihan
Bupati dan Walikota.

Sebaliknya, di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), kewenangan lembaga


penyelenggara pemilu di daerah tersebut hanya terbatas dalam pemilihan Gubernur/Wakil
Gubernur, sedang untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota tidak
dilakukan secara langsung, ketentuan tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.Kondisi berbeda juga dialami
oleh lembaga penyelenggara di

Provinsi Papua. Lembaga pemilu di Papua tidak memiliki tugas serupa dengan lembaga
penyelenggara di daerah otonomi khusus lainnya. Hal ini dikarenakan pemilihan kepala
daerah yang berlangsung di Papua berlangsung dengan menggunakan sistem noken, yakni
suatu sistem pemilihan tradisional Papua, dengan cara suara pemilih diletakkan dalam
kantung-kantung yang sudah berisi nama calon. Biasanya, sudah ada kesepakatan antara
kepala suku dan masyarakat tentang kantong mana yang akan diisi oleh pemilih. Ada dua
model yang sering dipakai, yaitu bigman (suara diserahkan) dan diwakilkan kepada ketua
adat. Penjelasan di atas menunjukkan betapa kehadiran lembaga penyelenggara pemilu di
daerah otonomi khusus diatur beragam. Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berlaku secara umum tanpa adanya pembatasan
kewenangan tertentu yang disebutkan berlaku bagi lembaga penyelenggara pemilu di daerah.
Hal ini selaras dengan prinsip bahwasanya meskipun suatu daerah diberikan derajat otonomi
yang berbeda dengan daerah lain, kewenangan menyelenggarakan pemilu bukanlah
merupakan bagian dari keistimewaan atau kekhususan suatu daerah otonomi. Hal ini selaras
dengan bunyi Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUDNRI 1945) yang menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, Konstitusi telah
mengamanahkan bahwa struktur lembaga pemilihan umum di Indonesia adalah lembaga yang
bersifat nasional, di mana segala peraturan yang terkait dengan lembaga tersebut juga berlaku
secara nasional. Ketentuan dalam Konstitusi pula yang membuat Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwasanya penyelenggaraan pemilu bukanlah merupakan kekhususan dan
keistimewaan suatu daerah otonomi khusus.

Dalam prakteknya, terjadi penyelewengan terhadap ketentuan di atas. Praktek di Aceh


misalnya, Panwaslih Provinsi Aceh, yang di daerah lain dikenal dengan Bawaslu Provinsi,
hanya berwenang mengawasi pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif (rezim
pemilu), sedangkan Panwaslih Aceh mengawasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Padahal, tidak ada pembedaan demikian dalam UU Pemilu maupun UU Pemilukada
(Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi
UndangUndang). Pembedaan itu justru terjadi karena ada UU lain yang mengatur hal
berbeda. Khusus pelaksanaan pemilu di Aceh diatur dalam dua UU sekaligus; UUPA dan UU
Pemilu. Akibatnya, banyak terjadi perselisihan antarkedua lembaga itu dalam melaksanakan
kewenangannya yang ikut memengaruhi hubungan antarkedua lembaga tersebut. Sementara
di DIY, yang Gubernurnya tidak dipilih secara langsung, melainkan melalui proses penetapan
oleh DPRD DIY juga memunculkan problematika lain, yakni mengenai hubungan antara
KPU Provinsi DIY dengan DPRD DIY dalam pemilihan Gubernur. Begitu pula dengan
lembaga penyelenggaraan pemilu di DKI Jakarta serta di Papua yang menggunakan sistem
noken. Artinya, masingmasing lembaga di daerah otonom khusus itu memiliki pola hubungan
yang berbeda yang tercipta akibat adanya aturan khusus yang mengatur hal-hal di luar aturan
yang umum. Sehingga pola hubungan dan kewenangan yang tercipta pun berbeda. Meskipun
demikian, tentu terdapat kesamaan dalam penyelenggaraan pemilu di daerah otonomi khusus
di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, desentralisasi adalah


penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Asas Desentralisasi
 Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan.
 Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan.
 Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, perencanaan, pemberian
kekuasaan dan wewenang.
 Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah
pemerintahan.
3. Tujuan Desentralisasi
Mendorong pemerintahan lokal untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan politik
aparatur pemerintah dan masyarakat untuk mempertahankan integrasi nasional.
Tujuan desentralisasi ini adalahn‘berdasarkan kebebasan ide’ yang penting untuk
membangun demokratisasi pemerintahan lokal sebagai prasyarat untuk melaksanakan
demokratisasi dalam tingkatan nasional’

4. Penerapan Desentralisasi

Daerah-daerah yang bisa menjalankan desentralisasi fiskalnya hanyalah daerah yang


memiliki potensi sumber daya alam melimpah atau daerah yang berkarakteristik
perkotaan besar. Contohnya adalah Kabupaten Aceh Utara yang kaya akan minyak
dan gas.

5. Tujuan Desentralisasi Politik

Menurut pemerintah pusat

 Political educations
 Povide training in political leadership
 Create political stability

Menurut pemerintah Desa

 Political equality
 Local accountability
 Local responsiveness

6. Otonomi Daerah

Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

7. Tujuan Otonomi Daerah

 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


 Pengembangan kehidupan demokrasi
 Keadilan nasional.
 Pemerataan wilayah daerah
 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah
dalam rangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

8. Devolusi

Bermakna pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat dari suatu negara berdaulat
kepada pemerintah pada tingkat subnasional, seperti tingkat regional, lokal, atau
negara bagian

9. Ciri-ciri Devolusi

 Diberikan otonomi penuh dan kebebasan tertentu kepada pemerintah lokal serta
kontrol yang relatif kecil dari pemerintah pusat kepadanya
 Memiliki wilayah dan kewenangan hukum dan menjalankan kewenangan
hukum dan berhak menjalankan fungsi -fungsi publik dan politiknya
 Diberikan corporate status dan kekuasaan yang cukup untuk
 menggali sumber-sumber untuk menjalankan semua fungsi fungsinya.
 Mengembangkan pemerintah lokal sebagai institusi.
 Mensyaratkan adanya hubungan timbal balik

10. Daerah Khusus: DKI Jakarta

 Pemilihan kepala daerah hanya terjadi untuk pemilihan gubernur dan wakil
gubernur saja.
 Syarat perolehan suara untuk terpilih dalam pemilihan gubernur dan wakil
gubernur

Daerah non Khusus

 Pemilihan kepala daerah terjadi di semua tingkatan.


 Tidak ada putaran kedua meskipun tidak terdapat pasangan calon yang
memperoleh suara lebih dari 50%

Daerah khsusus: DI Yogyakarta

 Syarat menjadi gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono,


sedangkan untuk menjadi wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Adipati Paku
Alam.

Daerah non khsusus

 Syarat menjadi gubernur dan wakil gurbenur adalah memenangkan pemilu di


daerah terkait

Daerah khusus: DI Aceh

 Nomenklatur penamaan penyelenggaraan pemilihan umum tidak dinamai KPU,


melainkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) untuk tingkat Provinsi serta
Kabupaten/Kota.
 Wajib menjalankan syariat Islam serta lolos uji membaca Al-Qur'an

Daerah non khusus


 Penyelenggarab pemilu tetap dilaksanakan oleh KPU
 Tidak ada persyaratan terkait agama tertentu

Daerah khsus: Papua

 Calon kepala daerah harus merupakan orang Papua

Daerah non khusus

 Calon kepala daerah tidak harus merupakan putra daerah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Grasindo. 2017. UUD 1945 & Amandemennya. Jakarta : PT Grasindo

Andi Gadjong, Agussalim. 2007. Pemerintahan Daerah : Kajian Politik dan Hukum. Bogor:
Ghalia Indonesia

Prianto, Budhy. 2021. Desentralisasi Penyediaan Pelayanan Kesehatan. Malang: Media Nusa
Creative

Asas Desentralisasi dan Tugas Pembantuan Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, Untung Dwi Hananto

Anda mungkin juga menyukai