Npm : 11.19.066
Fakultas : Hukum A ( Semester 4 )
Mata Kuliah : Hukum Pemerintahan Daerah
Dosen : Otom Mustomi, S.H., M.H.
2. Pertimbangan apakah yang diberikan oleh pemerintah kepda Daerah yang akan
membentuk daerah atau pisah dari daerah Kabupaten/Kota atau Provinsi jelskan dan
sebutkan faktor-faktor pendukungnya? Perkembangan Otonomi Daerah sudah
dicetuskan sejak awal kemerdekaan, coba jelaskan perkembangan Otonomi Daerah
pada periode tahun 1945 sampai dengan periode tahun 2015. Undang-Undang Nomor
berapa saja pada tahun tersebut diundangkan mengenai Otonomi Daerah ? Hal-hal apa
saja yang diatur dalam Undang-Undang Pemda tahun 2015 dan UU Pilkada Tahun 2015
tersebut jelaskan.
• Faktor – faktor yang memengaruhi adanya pemisahan atau penggabungan:
1. adanya luas wilayah yg sulit di jangkau
2. Adanya jumlah penduduk perwilayah
3. Agar terjadi pemerataan pendapatan
4. Pembagian pemerintahan dari masing masing wilayah
5 . berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah
6. Lebih focus untuk membangun wilayah nya masing masing
Era Jepang
Meski hanya dalam waktu 3,5 tahun (1941-1945) ternyata Pemerintah Jepang
banyak melakukan perubahan yang cukup fundamental.
Pembagian daerah pada masa Jepang jauh lebih terperinci ketimbang
pembagian di era Belanda. Awal mula masuk ke Indonesia, Jepang membagi
daerah bekas jajahan Belanda menjadi tiga wilayah kekuasaan.
Wilayah tersebut yaitu Sumatera di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan
kedudukan di Jakarta, serta wilayah timur, seperti Sulawesi, Kalimantan, Sunda
Kecil, dan Maluku.
Di Jawa, Jepang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah dalam beberapa
bagian, dikenal dengan sebutan Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) dibagi
dalam Ken (kabupaten) dan Si (kota).
Orde Lama
Untuk menyusun kembali Pemerintahan Daerah di Indonesia, sementara
pemerintah mengeluarkan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan
Presiden tahun 1960.Peraturan tersebut mengatur tentang Pemerintahan Daerah.
Di Era Orde Lama, Indonesia hanya mengenal satu jenis daerah otonomi.
Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tiga tingkat daerah, yaitu: Kotaraya,
Kotamadya dan Kotapraja
Orde Baru
Pada era ini secara tegas menyebutkan ada dua tingkat daerah Otonom, yaitu
Daerah Tingkat I dan Darah Tingkat II. Selama Orde Baru berlangsung,
pemerintah pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah sebagai
pengejawantahan dari pelaksanaan tanggung jawab pemerintah pusat.
Era Reformasi
Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan dua kebijakan tentang
otonomi daerah, yaitu:
•UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
•UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
Dalam perkembangannya, kebijakan otonomi melalui undang-undang tersebut
dinilai baik dari segi kebijakan maupun implementasinya.
Otonomi daerah di Era Reformasi menjadi jawaban dari persoalan otonomi
daerah di Era Orde Baru. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi
Administrasif, dan Desentralisasi Ekonomi.
Undang-Undang Nomor berapa saja pada tahun tersebut diundangkan mengenai
Otonomi Daerah ?
1.UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
2.UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Kuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
3.UU No 32 Tahun 2004
Bupati – DPR_______
|________________|
Sekretariat Dewan Sekretariat DPRD
|
Badan dan Dinas
|
Kantor, Kecamatan dan Desa
Untuk pemilihan anggota dewan memang di lakukan secara langsung sesuai
undamg undang .Bahwa anggaran yg digunakan sangat besar walau di lakukan
setiap 5 tahun sekali karena itullah negara demokrasi.
4. Pertimbangan apakah yang diberikan oleh pemerintah kepda Daerah yang akan
membentuk daerah atau pisah dari daerah Kabupaten/Kota atau Provinsi jelskan dan
sebutkan faktor-faktor pendukungnya?
• Faktor – faktor yang memengaruhi adanya pemisahan atau penggabungan:
1. adanya luas wilayah yg sulit di jangkau
2. Adanya jumlah penduduk perwilayah
3. Agar terjadi pemerataan pendapatan
4. Pembagian pemerintahan dari masing masing wilayah
5 . berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah
6. Lebih focus untuk membangun wilayah nya masing masing
Berkaitan dengan pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014
menentukan bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau
daerah kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau
penggabungan bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1(satu) daerah
provinsi menjadi satu daerah.
5. Buatkanlah secara analisis makalah saudara yang sudah dipresentasikan melalui daring
atau zoom
• Analisis Makalah
Judul : Pemilihan Kepala Daerah
Nama Penyusun Makalah : Devi Nurmala Sari, Salwa, Wullan dan Mariam
Tujuan Penulisan : Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada
mata kuliah hukum pemerintahan daerah dan ingin lebih mengetahui dan
mengkaji tentang hukum pemerinttahan daerah serta untuk mengetahui
pengertian dari pilkada, asas – asas pilkada di Indonesia, keunggulan dan
kelemahan pilkada dan untuk mengetahui bagaimana pemilihan kepala daerah
secara demokratis menurut pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
Pemaknaan Singkat tentang Isi Makalah : Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah atau biasa disebut dengan Pilkada atau Pemilukada adalah
Pemilihan Umum untuk memilih pasangan calon Kepala Daerah yang diusulkan
oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan parpol dan perseorangan. Pilkada
(Pemilihan Kepala Daerah) merupakan sebuah pemilihan yang dilakukan secara
langsung oleh para penduduk daerah administratif setempat yang telah
memenuhi persyaratan.
Undang-undang pemilu era reformasi telah menetapkan secara
konsisten enam asas pemilu, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil. Termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu
sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 angka 1 pasal 2 menetapkan hal
yang sama frasa langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil tanpa ditambah
dan dikurangi.
Dengan memahami jiwa yang terkandung dalam ketentuan Pasal 18 ayat
(4) UUD 1945 dan dihubungkan dengan pembahasan sebagaimana diuraikan di
atas, sesungguhnya dapat diketahui bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD
1945 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah tidaklah
menekankan pada “cara” pemilihan itu dilakukan, yaitu dengan sistem langsung
atau sistem perwakilan, namun yang menjadi penegasan dari ketentuan Pasal 18
ayat (4) UUD 1945 adalah “proses” pemilihan, yaitu bahwa pemilihan kepala
daerah harus dilakukan secara demokratis.
Penyimpulan ini didasarkan pada dua hal, yaitu: pertama, di Indonesia
dikenal dan diakui adanya daerah-daerah otonom yang bersifat khusus dan
istimewa yang diatur dalam UUD 1945. Kekhususan dan keistimewaan ini pada
pokoknya dapat pula diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerahnya,
misalnya dengan mekanisme pemilihan dengan sistem perwakilan. Kedua,
sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Dalam Negeri menggagas kebijakan pemilihan gubernur dengan
sistem pemilihan melalui perwakilan oleh DPRD Provinsi.
Bahwa kebijakan politik pemerintah dan DPRD melalui Undangundang
Nomor 32 Tahun 2004 yang selanjutnya diubah dengan Undangundang Nomor
12 Tahun 2008 menentukan bahwa pemilihan kepala daerah adalah pemilihan
yang dilakukan secara langsung sesungguhnya harus dipandang sebagai politik
hukum pemilihan kepala daerah.