Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara.

Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan
tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan
pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.

Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada
Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan
oleh Pemerintah pusat.

Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah
dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda,
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan
dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah
dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

2.2 Implementasi Pemerintah Daerah

Pemahaman tentang implementasi dapat dihubungkan dengan suatu peratuiran atau


kebijakan yang berorientasi pada kepentingan khalayak ramai atau masyarakat. Suatu kebijakan
akan terlihat kemanfaatannya apabila telah dilakukan implementasi terhadap kebijakan tersebut.
Implementasi merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses perencanaan peraturan
atau kebijakan, dan adapun pengertian implementasi tersebut adalah sebagai berikut ;

Menurut Oktasari (2015:1340), Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement
yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

1
melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut
dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah
dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi menurut teori Jones (Mulyadi, 2015:45): “Those Activities directed toward
putting a program into effect” (proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya),
sedangkan menurut Horn dan Meter: “Those actions by public and private individual (or group)
that are achievement or objectives set forth in prior policy” (tindakan yang dilakukan
pemerintah).

Implementasi kebijakan publik memiliki beberapa model yang menjadi acuan dalam
merancang dan melaksanakan kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan akan mempengaruhi
terhadap unsur-unsur yang terlibat didalamnya, baik aparatur maupun masyarakat. Adapun
model-model implementasi kebijakan publik yang telah adalah secara teori adalah sebagai
berikut.

Menurut Matland (Hamdi, 2014:98), literatur mengenai implementasi kebijakan secara


umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (top-down)
dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok dengan pendekatan top-
down melihat perancang kebijakan sebagai aktor sentral dalam implementasi kebijakan.

Kelompok top-down juga memusatkan perhatiannya faktor-faktor yang dapat


dimanipulasi pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat makro. Kelompok bottom-up
menekankan pada dua hal, yakni kelompok-kelompok sasaran dan para penyedia layanan.
Kelompok bottom-up berfokus pada variabel yang bersifat mikro. Kemudian muncul kelompok
yang ketiga, yang mencoba menyerasikan kedua kelompok tersebut dengan fokus pada aspek
ambigius dan konflik dari implementasi kebijakan.

Dalam perspektif kelompok yang ketiga adanya empat paradigma implementasi kebijakan, yakni
seperti berikut:
1. Konflik rendah-ambigiutas rendah (implementasi administratif).
2. Konflik tinggi-ambigiutas rendah (implementasi politis).
3. Konflik tinggi-ambigiutas tinggi (implementasi simbolik).
4. Konflik rendah-ambigiutas tinggi (implementasi eksperimental).

2.3 Desentralisasi Pemerintah Daerah

Sedangkan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, desentralisasi adalah


penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.

 Perbedaan Sentralisasi dan Desentralisasi

Desentralisasi dan sentralisasi, keduanya merupakan metode pengelolaan kewenangan dalam


suatu organisasi. Namun, baik keduanya merupakan metode yang berbeda. Jika desentralisasi

2
memberikan kewenangan dari manajemen teratas kepada manajemen bawah, sentralisasi
merupakan pengelolaan kewenangan secara terpusat.

Lebih lengkapnya, berikut ini pengertian dan perbedaan antara sentraliasi dan desentralisasi:
 Sentralisasi: Memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil pengelola atau yang
berada di posisi teratas dalam suatu struktur organisasi. Dalam bernegara, sentralisasi
adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesaturan Republik Indonesia.
 Desentralisasi: Penberian kewenangan dari pengelola teratas dalam suatu struktur
organisasi kepada pengelola-pengelola yang lebih rendah. Dalam bernegara,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam sistem
negara kesaturan Republik Indonesia.

 Tujuan Asas Desentralisasi


Tujuan umum pengelolaan dengan asas desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan
efektivitas dan produktivitas dalam pencapaian tujuan organisasi. Tidak hanya itu, pemberian
kewenangan dari atas ke bawah ini juga diharapkan dapat membentuk delegasi yang mampu
mengambil keputusan secara mandiri.
Asas desentralisasi dibagi menjadi empat hal, di antaranya:
1. Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan.
2. Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan.
3. Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, perencanaan, pemberian kekuasaan dan
wewenang.
4. Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan dalam pemerintahan.

Secara umum, pendelegasian wewenang dalam desentrallisasi berlangsung antara pihak di


posisi tertinggi dalam suatu struktur organisasi dengan pihak-pihak yang berada di bawahnya.
Misalnya, antara lembaga otonom di pusat dengan lembaga otonom daerah.

 Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi


Penerapan pengelolaan secara desentralisasi diyakini memiliki kelebihan dan kekurangannya
tersendiri. 

Berikut ini kelebihan menerapkan asas desentralisasi dalam pemerintahan:


1. Meningkatkan Efektivitas
Penerapan asas desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di semua daerah. Jadi, pemerintahd daerah tidak perlu menunggu arahan langsung
dari pemerintah pusat untuk menangani atau mengatasi masalah tertentu.
2. Memperpendek Birokrasi
Proses birokrasi dapat berjalan lebih singkat, serta dapat memangkas tahapan-tahapan prosedural
sehingga sistem pemerintahan dapat berjalan lebih efisien. 

3
3. Meringangkan Pemerintah Pusat
Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah dapat meringankan pekerjaan pemerintah pusat
dalam berbagai hal.
4. Kemajuan Daerah dapat Merata
Dengan menerapkan asas desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih memerhatikan kemajuan
daerahnya masing-masing. Diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih diperhatikan serta
lebih berkembang.

Selain kelebihan, berikut ini adalah kekurangan dari penerapan asas desentralisasi dalam
pemerintahan:
a. Mengurangi Peran Pemerintah Pusat
Karena sudah dikelola oleh pemerintah daerah, peran pemerintah pusat dapat berkurang dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
b. Mendorong Pemahaman Kedaerahan
Asas desentralisasi dapat memicu paham keaderahaan yang kuat dan ini dapat mengancam
keutuhan nasional.
c. Perbedaan Kebijakan Tiap Daerah
Karena memegang wewenang sendiri, tiap-tiap pemerintah daerah dapat memiliki kebijakannya
tersendiri dan berbeda dengan daerah lainnya.

2.1 APBD Pemeritah Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana penerimaan dan
pengeluaran pada pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang ditetapkan dengan
peraturan daerah.
Fungsi APBD menurut PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah antara
lain:
1.     Otorisasi
APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja di tahun berkenaan
2.     Perencanaan
APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
berkenaan
3.     Pengawasan
APBD menjadi pedoman untuk menilai kesesuaian antara kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4.     Alokasi
APBD diarahkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan agar dapat mengurangu
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5.     Distribusi
Kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6.     Stabilisasi

4
APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.

APBD bertujuan untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran yang dilaksanakan oleh
pemerintah daerah selama satu tahun anggaran yang memiliki struktur berikut:
1.     Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.
Pendapatan Daerah terdiri dari:
a.    Pendapatan Asli Daerah meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah
yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah.
b.   Pendapatan transfer meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alikasi khusus
fisik dan non fisik, dana insentif daerah, dana desa.[
c.    Lain-lain Pendapatan yang sah terdiri atas pendapatan hibah, bantuan keuangan dan
pendapatan lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan
2.     Belanja Daerah adalah semua kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih dalam periode waktu berkenaan
Belanja daerah terdiri dari :
a.    Belanja Operasi meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja bunga,
belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan sosial.
b.   Belanja Modal meliputi belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan serta aset tetap lainnya.
c.    Belanja Tidak Terduga
d.   Belanja Transfer meliputi belanja bagi hasil dan belanja bantuan keuangan.
3.     Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Pembiayaan daerah terdiri dari:
a.    Penerimaan pembiayaan meliputi SiLPA, pencairan dana cadangan, hasil penjualan
kekayaan yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali
pemberian pinjaman daerah dan penerimaan pembiayaan lainnya.
b.   Pengeluaran pembiayaan daerah meliputi pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh
tempo, penyertaan modal daerah, pembentukan dana cadangan, pemberian pinjaman
daerah dan pengeluaran pembiayaan lainnya.

5
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peraturan Daerah dibentuk oleh DPRD bersama Gubernur pada daerah Propinsi dan pada
Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota, sesuai
dengan mekanisme yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk dibahas
bersama dan untuk mendapat persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah sebelum
disahkan menjadi Peraturan Daerah.

2. Kerangka Dasar Peraturan Perundang-Undangan mencakup tiga dasar atau landasan, yaitu
Landasan Filosofis, yaiitu perundangundangan dihasilkan, mempunyai landasan filosofis
(filisofische groundslag) dan apabila rumusannya atau norma-normanya mendapatkan
pembenaran (rechtvaardiging) dan dikaji secara filosofis. maka undang-undang tersebut
mempunyai alasan yang dapat dibenarkan.Kemudian Landasan Sosiologis; suatu
perundangundangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis (sociologische groundslog)
apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum
masyarakat., dan Landasan Yuridis; (rechtground) atau disebut juga 119 Pembentukan, Peraturan
Daerah, Peraturan Perundang-Undangan dengan landasan hukum adalah dasar yang terdapat
dalam ketentuanketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya.

3. Materi Muatan Peraturan Daerah Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam
rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan, dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturanperundangundangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

6
DAFTAR PUSTAKA

Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan,Dasar, Jenis dan Teknk Membuatnya, Bina Aksara,


Jakarta, 1987.
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Cet . Kedua, FH Ull Press, Yogyakarta 2004.
,_______,Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia,Cetakan 1, Indonesia Hill, Co, Jakarta,
1999.
_______,Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum U11, Yogyakarta, 2001.
Dahlan Thaib, Tata Cara Mengaplikasikan Peraturan Perundangundangan, (Makalah) FH-Ulf.
Yogyakarta, 2003.
Hamid Attamimi S.A, Peranan Keputusan Presiders Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara, Disertasi Program Pasca Sarjana Univ. Indonesia, Jakarta, 1990.
Irawan Soejito, Membuat Undang-Undang, Liberty, Yogyakarta, 1988.
Maria Farida Indrati Soeprapto, Masalah-masalah yang terkait dengan Peraturan Perundang-
undangan Indonesia setelah Amandemen UUD, (Makalah ) FH UII, Yogyakarta, 2003.
Maria Farida Indrawati, IlmuPerundang-undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, U1,
Jakarta, 1996.
Padmo Wahyono dalam Ronny Sautma Hotma Bako, Pengantar Pembentukan UndangUndang
RI, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Pembentukan, Peraturan Daerah, Peraturan Perundang-
Undangan 120
Ramly Asshiddigie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Pusat Studi HTN FHUI,
Jakarta, 2004.
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar
Maju, Bandung, 1998.
Satjipto Rahardjo, Peranan dan Kedudukan Asas-Asas Hukum dalam Kerangka Hukum
Nasional, (Makalah) FH, Universitas Indonesia, 2000.
Syaukani, Affan Gaffar dan M.Ryass Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka
Pelajar Kedasama dengan PUSKAP, Yogyakarta, 2002.

Anda mungkin juga menyukai