Nim : 213210024
Mk : H Pemerintahan Pusat Dan Daerah
RESUME
“Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”
A. Asas Dekonsentrasi
Salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang pernah
diberlakukan di Indonesia dalam sejarah penyelenggaraan peerintahan daerah
adalah Asas Dekonsentrasi, selain dari dua asas lainnya yakni asas desentralisasi
dan asas tugas pembantuan. Pada masa pemerintahan orde baru dengan diber-
lakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, asas dekonsentrasi juga merupakan salah satu dari tiga
asas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam Undang-Undang produk orde
baru ini keberadaan dari asas dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah yakni dengan “mensejalankan” asas dekonsentrasi dengan asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“pemerintah pusat dan pemeritahan daerah mempunyai hubungan yang sangat
erat. Dalam hubungannya dengan tugas pemerintahan, pemerintah pusat dapat
menyerahkan urusan-urusan kepada daerah secara dekonsentrasi, yaitu urusan-
urusan pemerintahan yang diserahkannya ini tetap menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat”.Diadakannya asas dekonsentrasi ini dikarenakan adanya
beberapa alasan, seperti dinyatakan Rosidin bahwa:
“latar belakang diadakannya sistem dekonsentrasi ialah tidak semua urusan
pemerintah pusat dapat diserahkan kepada pemerintah daerah menurut asas
desentralisasi.
Pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi ini diantaranya
adalah:
1. Meningkatkan efi sienasi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,
pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum.
2. Terpeliharanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam
sistem administrasi negara.
3. Terpeliharanya keserasian pelaksanaan pembangunan nasional.
4. Terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
dalam Sukarna menyatakan bahwa; ”Beberapa dogma pada teori dan konsep
demokrasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, adalah sebagai berikut:
1 Dogma pertama ialah; suatu individu dan hak-hak suci yang dimilikinyanya
dalam kehidupan masyarakat tertentu harus dapat senantiasa “dijunjung tinggi”
oleh semua unsur masyarakat, dengan kondisi seperti ini tentu tidak boleh
merusak hak-hak itu sendiri.
2 Dogma kedua ialah; sebuah kekuasaan pada hakekatnya “berasal dari rakyat”.
Pada hakekatnya sekelompok penguasa hanya menjadi delegasinya/utusannya,
kekuasaannya juga dapat ditarik kembali pada setiap waktu yang diperlukan
oleh rakyat itu sendiri.
Menurut Wikipedia, The Free Encyclopediadalam Sadu Wasistiono dan Wiyoso
dinyatakan bahwa;
“Pada hakekatnya suatu negara dapat disebut sebagai Negara demokrasi,
sebuah Negara harus dapat memenuhi kelima gambaran di atas, yakni;
1 Adanya sistem penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat “kompetitif”
(fair play) untuk mengisi berbagai jabatan-jabatan publik atau jabatan poltik
dan pemerintahan, baik jabatan tingkat pemerintahan nasional maupun jabatan
sampai pada tingkat pemerintahan sub tingkat nasional.
2 Dalam negara dengan sistem demokrasi pada umumnya akan ada sistem
kebebasan pers, penegakkan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
negara serta adanya pengawasan terhadap militer oleh kekuasaan sipil.
Akankah perubahan demokrasi Indonesia menuju “demokrasi yang beku”
( frozen democracy) seperti dinyatakan Sorensen (dalam kata pengantar buku
Markoff yang dikutip Heru Nugroho, dengan ciri-ciri:
1 Sempoyongan ekonominya baik pada tingkat nasional maupun lokal;
2 Berhentinya proses pembentukan masyarakat warga (civil society);
3 Konsolidasi sosial-politik yang tidak pernah mecapai soliditas namun
cenderung semu;
4 Penyelesaian-penyelesaian terkait dengan masalah-masalah bidang sosial-
politik-hukum yang tidak pernah tuntas yang diwariskan oleh rejim-rejim
pendahulu
Perkembangan keberadaan dan kedudukan lembaga DPRD pada beberapa UU
tentang Pemerintahan Daerah sebelumnya yang pernah diberlakukan dalam
penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah di Indonesia, dinyatakan Sadu
Wasistiono dan Wiyoso (2009), bahwa;
1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, memberikan peranan lebih dominan pada pemerintah daerah
(Executive Heavy).
2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,
memberikan peranan lebih dominan kepada DPRD (Legislative Heavy).
3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
memberikan peranan yangberimbang antara susunan pemerintahan (pusat,
provinsi, kabupaten/Kota) sebagai keseimbangan antara Kepala Daerah dengan
DPRD sebagai keseimbangan secara horisontal. (Equilebrium Decentralization).
Desentralisasi merupakan suatu tuntutan yang bersifat universal, bahkan pada
negara yang begitu kecil baik luas wilayahnya maupun jumlah penduduknya juga
menuntut adanya tugas dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sejumlah
urusan pemerintahan agar mereka dapat ikut serta menyelenggarakan pemerintahan
lokal sesuai dengan karakteristik dari daerah yang bersangkutan. Yang menjadi
pertanyaan disini adalah prinsip otonomi daerah yang seluas-luasnya yang
bagaimanakah yang dikehendaki dan dinginkan oleh UUD RI Tahun 1945?
Setidak-tidaknya terdapat dua tulisan mengenai perkembangan dari kebijakan
desentralisasi di Indonesia. Dalam hal ini kebijakan tentang otonomi daerah
sekurang-kurangnya mengandung adanya sembilan dimensi, yaitu;
1 Sumber otonomi daerah,
2 Tipe desentralisasi yang diadopsi,
3 Pembagian kewenangan pusat dan daerah,
4 Lingkup otonomi daerah,
5. Keuangan daerah,
6. Persyaratan dan prosedur pembentukan daerah otonom,
7. Satuan kerja perangkat daerah dan kepegawaian,
8. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dan
9. Pengawasan daerah.
ada beberapa alasan atau pertimbangan bagi unsur pemerintah (pusat) untuk
dapat menyerahkan atau memberikan sebagian kewenangannya kepada unsur
pemerintah daerah, alasan-alasan pelimpahan kewenangan tersebut diantaranya
adalah:
1 Dilihat dari sudut pandang politik sebagai suatu permainan kekuasaan (game
teori), desentralisasi dimaksudkan untuk dapat mencegah terjadinya
penumpukkan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya tentu akan
dapat menimbulkan sistem tirani atau bahkan dapat terjadinya kolusi.
2 Dalam bidang politik, dalam suatu proses penyelenggaraan asas desentralisasi
dianggap sebagai suatu proses dari tindakan pendemokrasian, untuk menarik
rakyat agar ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan melatih diri
dalam mempergunakan hak-hak demokrasinya.
3 Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, maka alasan untuk mengadakan
atau membentuk pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata
untuk dapat mencapai suatu pemerintahan yang lebih efi sisen dan efektif dalam
penyelenggaraan berbagai fungsinya.
C. Efisiensi dan Efektivitas Pelaksanaan Tugas Pemerintahan
1. efisiensi
Melalui suatu sistem pendelegasian kewenangan/urusan dan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan. Maka pemerintah tidak mesti terlibat langsung
sebagaimana di dalam tugas yang terlalu bersifat sentralistis. Dalam hal ini suatu
peghematan pembiayaan akan dapat terus dilakukan bilamana pemerintah pusat
tidak mesti selalu melaksanakan tugas-tugasnya secara langsung di daerah.
2. efektivitas.
Pelaksanaan asas desentralisasi, sebagai ujung tombak unsur pemerintahan
daerah yaitu aparat-aparat pemerintah di daerah akan lebih cepat untyuk dapat
mengetahui tentang situasi dan masalah serta berupaya untuk mencarikan
jawaban pemecahan permasalahannya.
3. memungkinkan melakukan inovasi
Dengan diberikannya kepercayaan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka secara tidak langsung
akan dapat mendorong mereka (daerah) untuk dapat menggali potensi-potensi
baru yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan urusan pemerintahan dan
pembangunan sehari-hari terutama dari sisi potensi ekonomi serta menciptakan
bentuk metode pelayanan yang dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat daerah setempat.
4. meningkatkan motivasi moral, komitmen, dan produktivitas.
Melalui penerapan asas desentralisasi pada suatu negara, maka aparat
pemerintah daerah diharapkan akan dapat meningkatkan “kesadaran moral” untuk
senantiasa memelihara kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat
tersebut, kemudian timbul komitmen dalam diri mereka bagaimana melaksanakan
urusan-urusan yang dipercayakan pada mereka, serta bagaimana Desentralisasi
lazim dibagi menjadi dua macam, yakni:
1 Dekonsentrasi (deconsentration) atau ambtelijke decentralisatie, adalah
pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara pada tingkat lebih atas
kepada bahawannya guna melancarkan terhadap pelaksanaan tugas
pemerintahan. Dalam bentuk desentralisasi semacam ini rakyat tidak
diikutsertakan.
2 Desentralisasi ketatanegaraan (staatskundige decentalistie) atau desentralisasi
politik adalah pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan
(regelende en bestuurende bevoegheid) kepada daerah- daerah otonom di
dalam lingkungannya. Dalam bentuk desentralisasi politik seperti ini, maka
rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu (perwakilan) dapat
ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Desentralisasi
ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi dua macam:
Desentralisasi teritorial (territoriale decentralisatie), yaitu suatu bentuk
pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerah masing-masing sesuai dengan prinmsip otonom.
Desentralisasi fungsional ( functionele decentralisatie), merupakan suatu
bentuk Desentralisasi lazim dibagi menjadi dua macam, yakni:
Dekonsentrasi (deconsentration) atau ambtelijke decentralisatie,
adalah pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara pada
tingkat lebih atas kepada bahawannya guna melancarkan terhadap
pelaksanaan tugas pemerintahan. Dalam bentuk desentralisasi
semacam ini rakyat tidak diikutsertakan.
Desentralisasi ketatanegaraan (staatskundige decentalistie) atau
desentralisasi politik adalah pelimpahan kekuasaan perundangan dan
pemerintahan (regelende en bestuurende bevoegheid) kepada daerah-
daerah otonom di dalam lingkungannya. Dalam bentuk desentralisasi
politik seperti ini, maka rakyat dengan mempergunakan saluran-
saluran tertentu (perwakilan) dapat ikut serta dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi
dua macam:
Desentralisasi teritorial (territoriale decentralisatie), yaitu suatu
bentuk pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah masing-masing sesuai dengan prinmsip
otonom.
Desentralisasi fungsional ( functionele decentralisatie),
merupakan suatu bentuk
Tujuan dari pemberian otonomi daerah itu sendiri adalah sebagai berikut;
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik;
2. Pengembangan kehidupan demokrasi;
3. Distribusi pelayanan publik yang semakin baik, merata dan adil;
4. Denghormatan terhadap budaya lokal; dan
5. Perhatian atas potensi dan keanekaragaman daerah.