Abstrak
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Medebewind
1. Definisi Desentralisasi
Sebagai konsep, desentralisasi tumbuh dan berkembang seiring
dengan tuntutan dan kebutuhan negara demorkasi sejak lama. Konsep
desentralisasi baru banyak diperdebatkan, khususnya di negara-negara
sedang berkembang pada tahun 1950-an. Pada periode ini dapat dikatakan
sebagai “gelombang” pertama konsep desentralisasi telah mendapat
perhatian khusus, dan telah diartikulasikan sebagai konsep yang paling
relevan untuk memperkuat dan memberdayakan penyelenggaraan
pemerintahan lokal. (Mustanir, Yasin, et al., 2018)
Gelombang kedua gerkana desentralisasi, utamanya di negara-negara
sedang berkembang adalah pada akhir tahun 1970-an. Desentralisasi adalah
asas penyelenggaraan pemerintahan yang dipertentangkan dengan
sentralisasi. Desentralisasi menghasilkan pemerintahan lokal, disana
terjadi “...a superior government – one encompassing a large
jurisdiction – assigns responsibility, authority, or function to „lower‟
govenment unit – one cencompassing a smaller jurisdiction – that is
assumed to have some degree of authonomy.” (Ibrahim et al., 2020)
Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang
memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kewenangan yang
diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal),
merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan
sentralisasi. Namun perbedaan konsep yang jelas ini menjadi remang-
remang tatkala diterapkan dalam dinamika pemerintahan yang sebenarnya.
Aneka bentuk desentralisasi pada dasarnya dapat dibedakan menurut
tingkat peralihan kewenangan. Kewenangan untuk merencanakan,
memutuskan, dan mengatur dari pemerintahan pusat ke lembaga-lembaga
yang lain. Ada empat bentuk utama desentralisasi, yaitu (1) dekonsentrasi,
(2) delegasi ke lembaga-lembaga semi-otonom atau antar daerah, (3)
pelimpahan kewenangan (devolusi) ke pemerintah daerah, dan (4)
peralihan fungsi dari lembaga-lembaga negara ke lembaga swadaya
masyarakat. (Jamal et al., 2020)
2. Definisi Dekonsentrasi
Definisi dekonsentrasi adalah diartikan sebagai pelimpahan
sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota
sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. (Sapri, S.,
Mustanir, A., Ibrahim, M., Adnan, A. A., Wirfandi, 2019)
Dekonsentrasi (Belanda: deconcentratie, Prancis: déconcentration)
adalah sebuah kegiatan penyerahan berbagai urusan
dari pemerintahan pusat kepada badan-badan lain. Sumber lain
menjelaskan bahwa dekonsentrasi itu merupakan pelimpahan wewenang
dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Hal ini tercantum di dalam
Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Kemudian ketika sudah diterima oleh
badan-badan lain yang telah diberi wewenang oleh pemerintah maka
ketika badan-badan itu melakukan pelaksanaan tugasnya harus menuruti
segala petunjuk pemerintah pusat dan bertanggung jawab kepadanya.
(Ahmad Mustanir1, Hariyanti Hamid2, 2019)
Dekonsentrasi sebenarnya berasas sentralisasi (pemusatan)
berlawanan dengan desentralisasi. Sistem ini banyak dipakai
di Prancis.[1] Di Indonesia terutama dijalankan di kalangan inspektorat-
inspektorat perpajakan, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. (Andi
Uceng, 2019)
Di Indonesia Penyelenggaraan Dekonsentrasi ini diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2001 yang
berisi tentang pembagian wilayah dan wewenang yang harus dijalankan
oleh badan-badan dari pemerintahan tersebut. Dalam peraturan ini tentang
wilayah dan wewenang Gubernur berbunyi: Provinsi mempunyai
kedudukan sebagai Daerah otonom sekaligus adalah Wilayah administrasi
yaitu Wilayah kerja Gubernur untuk melaksanakan fungsi-fungsi
kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. (Mustanir & Rusdi, 2019)
Berkaitan dengan itu maka Kepala daerah Otonom disebut
Gubernur yang berfungsi pula selaku Kepala Wilayah Administrasi dan
sekaligus sebagai wakil Pemerintah. Gubernur selain pelaksana asas
desentralisasi juga melaksanakan asas dekonsentrasi. Besaran dan isi
dekonsentrasi harus mempunyai sifat dekat dengan
kepentingan masyarakat dan bermakna sebagai upaya mempertahankan
dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan pemberdayaan,
menumbuhkan prakarsa, dan kreativitas masyarakat serta
kesadaran nasional. (Siriattakul et al., 2019)
Oleh sebab itu Gubernur memegang peranan yang sangat penting
sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping
itu pertimbangan dan tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu:
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,
pengelolaan pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum;
b. Terpeliharanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya
dalam sistem administrasi negara;
c. Terpeliharanya keserasian pelaksanaan pembangunan nasional;
d. Terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Definisi Medebewind
Arti medebewind atau zelfbestuur merupakan pemberian
kemungkinan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk meminta
bantuan kepada pemerintah daerah lainnya. (Fitrah et al., 2021)
Mengutip dari jurnal bertajuk Urgensi Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan dalam Menjamin Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Anajeng Esri Edhi Maharani,
medebewind dapat dilakukan hanya kepada pemerintah dengan tingkatan
yang lebih rendah. (Sulaeman et al., 2019)
Di Indonesia, medebewind dikenal dengan tugas pembantuan yang
biasa ditujukan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Tujuannya
untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat dan daerah. Bagir Manan (2004) dalam jurnal tersebut
menjelaskan, urusan rumah tangga yang dibantu dalam tugas pembantuan
hanya mencakup tata cara penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Sedangkan substansinya tetap berada pada satuan pemerintahan yang
dibantu. (Rappang & Sulawesi, 2017)
Pemberian medebewind dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan,
dan pelayanan umum.Tugas pembantuan dilakukan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hal itu sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) NKRI 1945. (Akhmad et al., 2006)
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah juga menegaskannya. Pengaturan dalam undang-
undang yang sama merupakan amanah pengaturan mengenai pemerintahan
daerah dalam konstitusi. Tidak jarang masyarakat Indonesia juga keliru
membedakan medebewind atau tugas bantuan dengan dekonsentrasi.
(Surya Adi Tama & Wirama, 2020)
Menurut jurnal Urgensi Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan dalam Menjamin Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia oleh Anajeng Esri Edhi Maharani, tugas pembantuan adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain.
Kewajibannya yakni melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas pembantuan kepada pihak yang menugaskan. (Mustanir,
Hamid, et al., 2020)
Penyelenggaraan medebewind memberikan konsekuensi terhadap
pengaturan pendanaan. Semua urusan pemerintahan yang sudah
diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah harus didanai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah harus didanai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui bagian anggaran
kementerian atau lembaga. (Mustanir & Jusman, 2016)
Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN dan
dilaksanakan oleh daerah maupun desa. Itu mencakup semua penerimaan
dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Pendanaan
tugas pembantuan membiayai kegiatan yang bersifat fisik dan ditujukan
kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala daerah otonom. (Kholifah
R & Mustanir, 2019)
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud,
2014:55-56). Dalam penelitian ini penulis hendak meniliti perihal urgensi
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam menjamin keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat penelitian ini adalah sifat penelitian
yang bersifat preskriptif. (Ahmad mustanir, monalisa ibrahim, Muhammad rusdi,
2016)
Pendekatan penelitian yang dipakai penulis dalam penulisan hukum ini
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pustaka. Pendekatan
undang-undang digunakan untuk melakukan telaah terhadap UUD NRI 1945, UU
No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah oleh UU No.
9 Tahun 2015. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan
sekunder yang berkaitan dengan Hukum Tata Negara. (Mustanir, Ali, et al., 2020)
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan.
Selanjutnya teknis analisis bahan hukumnya mengunakan metode deduktif yang
berpangkal dari premis mayor berupa pengaturan mengenai otonomi daerah dan
asas-asasnya dalam negara kesatuan Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD
NRI 1945 maupun undang-undang pemerintahan daerah. Dan diajukan premis
minor yaitu relevansi antara asas-asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan dalam menjaga keutuhan, kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan
(conclusio) apakah asas-asas tersebut memiliki urgensi atau manfaat bagi
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Mustanir & Yasin, 2018)
6. Saran
Bahwa untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang telah memproklamasikan sebagai negara kesatuan yang bentuknya tidak
dapat diubah, otonomi daerah harus didasarkan pada desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan. Jangan sampai yang muncul justru kuatnya sentralisasi
atau justru kuatnya desentralisasi tanpa pengawasan.
7. Daftar Pustaka
Ar, A. A., Mustanir, A., Syarifuddin, H., Jabbar, A., Sellang, K., Rais, M., Razak,
R., Ibrahim, M., & Ali, A. (2021). SIPIL NEGARA KABUPATEN
SIDENRENG RAPPANG. 2(1).
Fitrah, N., Mustanir, A., Akbari, M. S., Ramdana, R., Jisam, J., Nisa, N. A., Qalbi,
N., Febriani, A. F., Irmawati, I., Resky S., M. A., & Ilham, I. (2021).
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemetaan Swadaya Dengan Pemanfaatan
Teknologi Informasi Dalam Tata Kelola Potensi Desa. SELAPARANG Jurnal
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 5(1), 337.
Ibrahim, M., Mustanir, A., Astinah Adnan, A., & Alizah P, N. (2020). Pengaruh
Manajemen Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Terhadap Peningkatan
Partisipasi Masyarakat Di Desa Bila Riase Kecamatan Pitu Riase Kebupaten
Sidenreng Rappang. Movere Journal, 2(2), 56–62.
Jamal, Y., Mustanir, A., & Latif, A. (2020). Penerapan Prinsip Good Governance
Terhadap Aparatur Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Ciro-Ciroe
Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal
Ilmiah Pemerintahan, 8(3), 207–212.
Kholifah R, E., & Mustanir, A. (2019). Food Policy and Its Impact on Local Food.
October, 27–38.
Latif, A., Mustanir, A., & ir. (2019). Buku Kepemimpinan Adam Irwan 2020.pdf (p.
154).
Latif, A., Mustanir, A., & Irwan, I. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Partisipasi Masyarakat Pada Perencanaan Pembangunan. JAKPP (Jurnal
Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik), 144–164.
Mustanir, A., Ali, A., Yasin, A., & Budiman, B. (2020). Transect on Participatory
Development Planning in Sidenreng Rappang Regency. 250–254.
Mustanir, A., Dema, H., Syarifuddin, H., Meity, K., & Wulandari, S. (2018).
Pengaruh Motivasi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan di
Kelurahan Lalebata Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Jurnal Ilmiah Clean Government (JCG), 2(1), 27–39.
Mustanir, A., Fitriani, S., Adri, K., Nurnawati, A. A., & Goso, G. (2020).
Sinergitas Peran Pemerintah Desa dan Partisipasi Masyarakat Terhadap
Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang (The Synergy
of Village Government’s Role and Community Participation in the Process
of Development Planning in Sidenreng Rappang D. Journal of Government
Science (GovSci), 2020(2), 84–108.
Mustanir, A., & Jaya, I. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Politik
Terhadap Perilaku Pemilih Towani Tolotang Di Kecamatan Maritengngae
Kabupaten Sidenreng Rappang. Jurnal Politik Profetik, 4(1), 84–97.
Mustanir, A., Jermsittiparsert, K., Ali, A., Hermansyah, S., & Sakinah, S. (2020).
Village Head Leadership and Bureaucratic Model Towards Good
Governance in Sidenreng Rappang.
Mustanir, A., Justira, N., Sellang, K., & Muchtar, A. I. (2018). Democratic Model
On Decision-Making At Deliberations Of Development Planning.
International Conference on Government Leadership and Social Science
(ICOGLASS). Demanding Governance Accountability and Promoting
Democratic Leadership for Public Welfare Achievement, April, 110 – 115.
Mustanir, A., & Rusdi, M. (2019). Participatory Rural Appraisal (PRA) Sebagai
Sarana Dakwah Muhammadiyah Pada Perencanaan Pembangunan di
Kabupaten Sidenreng Rappang. Prosiding Konferensi Nasional Ke-8
Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah
(APPPTMA), 467–475.
Mustanir, A., Samad, Z., Jabbar, A., Ibrahim, M., & Juniati, J. (2019).
Kepemimpinan Lurah Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Di Kelurahan
Lautang Benteng Kabupaten Sidenreng Rappang. Journal of Social Politics
and Governance (JSPG), 1(2), 99–118.
Mustanir, A., Yasin, A., Irwan, & Rusdi, M. (2018). Potret Irisan Bumi Desa
Tonrong Rijang Dalam Transect Pada Perencanaan Pembangunan Partisipatif.
Jurnal.Unigal, 4(4), 1–14.
Rappang, M., & Sulawesi, S. (2017). IAPA 2017 IAPA 2017-Towards Open
Goverment: Finding The Whole-Goverment Approach Participatory Rural
Appraisal As The Participatory Planning Method Of Development Planning.
78–84.
Sapri, S., Mustanir, A., Ibrahim, M., Adnan, A. A., Wirfandi, W. (2019). Peranan
Camat dan Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Di Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang. MODERAT:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(2), 33–48.
Siriattakul, P., Jermsittiparsert, K., & Mustanir, A. (2019). What Determine the
Organizational Citizenship Behavior in Indonesian Agriculture
Manufacturing Firms? International Journal of Psychosocial Rehabilitation,
23(4), 778-`792.
Surya Adi Tama, P., & Wirama, D. G. (2020). Akuntabilitas Pemerintah Desa
dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa. E-Jurnal Akuntansi, 30(1), 73.