PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, yang artinya negara
Indonesia sebagai suatu kesatuan utuh negara yang terdiri dari wilayah provinsi,
kabupaten dan kota. Pembagian menjadi daerah-daerah tersebut tidak mengakibatkan
terjadinya pembagian kedaulatan atau dengan kata lain tidak ada Negara lain di dalam
wilayah Republik Indonesia. Pembagian tersebut hanya pada sistem pemerintahannya,
sehingga menjadi satuan pemerintahan nasional (pusat) dan satuan pemerintahan sub
nasional (daerah), yaitu provinsi dan kabupaten dan kota.[1]
Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan, dengan dikeluarkannya Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberi kewenangan yang
besar kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan daerah
(Peraturan Daerah) dan bukan merupakan suatu kedaulatan tersendiri seperti dalam
sistem federal. Asas desentralisasi berfungsi untuk mengakomodasi keanekaragaman
masyarakat, sehingga terwujud variasi struktur dan politik untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat setempat.[2]
Pada dasarnya, suatu daerah dapat disebut otonom bila memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut:
1. Sebagai suatu zelfstandigestaats rechtelijke organisatie yang dicerminkan
pada keuangan, pembiayaan dan dimilikinya Dinas Daerah.
2. Dari sisi hukum: adalah badan hukum (rechtspersoon), sehingga memiliki
kuasa untuk melakukan tindakan-tindakan mengenai
kekayaan (vermogensrecht), kekuasaan hukum (rechtsbevoegd) dan dapat
bertindak (handelingsbekwaam).
3. Sebagai badan hukum dapat dituntut dan menuntut pihak lain dipengadilan,
memiliki anggaran sendiri dengan rekening yang terpisah dari rekening
Pemerintah Pusat, memiliki wewenang untuk mengalokasikan sumber-
sumber yang substansial.
4. Mengemban multifungsi yang merupakan pembeda utama antara daerah
otonom dengan lembaga yang terbentuk dalam rangka desentralisasi
fungsional.
5. Penyelenggara desentralisasi adalah Pemerintah Pusat. Dalam menjalankan
kewenangannya tersebut, yang dapat dilakukan oleh suatu daerah otonom
adalah menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan. Kewenangan tersebut
merupakan kekuasaan formal yang dimiliki oleh daerah yang melingkupi
wilayah dan orang yang menjadi sasaran wewenang (domain of power) dan
bidang-bidang kehidupan yang terliput dalam wewenangnya (scope of
power) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan peraturan perundang-
undangan.
Daerah semakin gencar untuk menuntut ruang kekuasaan yang lebih besar dengan
mengajukan pemekaran daerah dan otonomi khusus sebagai bagian proses politik dan
pembagian kekuasaan elite politik di tingkat lokal. Disentralisasi dan otonomi daerah
diharapkan menjadi instrumen pemersatu bangsa, malah dewasa ini menimbulkan begitu
banyak efek negatif, dimulai dari konflik horizontal sampai pada banyaknya kasus
korupsi yang menjerat kepala daerah. Terkhusus kasus korupsi kepala daerah. Prinsip
disentralisasi melalui pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah atau sering disebut otonomi daerah seharusnya mampu mendekatkan masyarakat
dengan pemimpinnya namun demikian ternyata dimaknai hanya sebagai pelimpahan
kewenangan yang berakibat munculnya raja-raja baru di daerah. Oleh karena itu
disentralisasi dan otonomi daerah malah kerap disebut sebagai disentralisasi korupsi
akibat perpindahan locus penyelewenangan kekuasaan dari pusat ke daerah.[4] Oleh
karena itu menarik bagi penulis dalam penulisan makalah ini mengangkat judul
“Pelaksanaan Desentralisasi Asimetris Dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
B. RUMUSAN MASALAH
C. METODE PENULISAN
Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan
kepustakaan yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku, diktat-dikta
dan literatur-literatur serta informasi lainnya yang berhubungan dengan penulisan
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Negara kita sejak awal sebelum merdeka, melalui para pendiri bangsa sudah
menyepakati atau melakukan konsensus yang dituangkan dalam ideologi bangsa
Indonesia yakni Pancasila, dasar negara Indonesia ialah Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam hal ini bentuk negara Indonesia yang dipilih dan disepakati ialah negara kesatuan.
Dalam negara kesatuan tidak ada negara dalam negara melainkan yang ada ialah
pemerintahan daerah, oleh karena itu para pendiri bangsa, sejak awal sepakat akan
adanya daerah-daerah besar dan kecil serta hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa. Dalam perkembangannya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) menggunakan sistem desentralisasi dan otonomi daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam desentralisasi terdapat desentralisasi
simetris dan asimetris, yang dalam perkembangannya merupakan solusi untuk
menghargai dan menghormati keragaman daerah.
Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralization) merupakan desentralisasi
luas mencakup desentralisasi politik, ekonomi, fiskal, dan administrasi, namun tidak
harus seragam untuk semua wilayah negara, mempertimbangkan kekhususan masing-
masing daerah. Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralization) adalah
pemberlakuan kewenangan khusus pada wilayah‐wilayah tertentu dalam suatu negara,
yang dianggap sebagai alternatif untuk menyelesaikan pelbagai permasalahan hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penerapan kebijakan desentralisasi
asimetris (assymetric decentralization) atau otonomi asimetris (assymetric
authonomy), merupakan sebuah manifestasi dari usaha pemberlakuan istimewa.
Konsep tersebut sebenarnya sudah mulai dijalankan, yaitu dengan adanya
beberapa daerah berotonomi khusus seperti Provinsi Papua, Pemerintahan Aceh, DKI
Jakarta dan yang terakhir Provinsi DIY. Keempat provinsi ini secara legal formal sudah
memperoleh pengakuan dari negara. Inti desentralisasi asimetris adalah terbukanya ruang
gerak implementasi dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan pemerintahan di luar
ketentuan umum dan khusus. Titik berat desentralisasi asimetris terletak di provinsi,
karena level kabupaten dan kota sudah cukup terakomodasi dalam perundangan
pemerintahan daerah selama ini. Dalam hal ini bisa dilihat dari beberapa Undang-Undang
Istimewa atau khusus di bawah ini :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY
Dalam konsideran UU tersebut, negara berlandaskan pada UUD NRI 1945 yang
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Serta dinyatakan pula bahwa
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah
mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berperan dan memberikan
sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dasar filosofis, historis, sosiologis dan yuridis tentang
keistimewaan DIY sudah tertampung dalam UU No. 13 tahun 2012.
Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (1) : dinyatakan yang dimaksud DIY ialah
daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 1 ayat (1) ini
menunjukkan negara menerapkan desentralisasi asimetris dimana dinyatakan dalam pasal
tersebut provinsi DIY memiliki keistimewaan. Keistimewaan dalam Pasal 1 ayat (2)
adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan
hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.
Kemudian yang menarik selanjutnya ialah negara mengakui kerajaan yang
memang sejak dulu, sebelum merdeka sudah ada di Yogyakarta yang terdiri dari
Kesultanan dan Pakualaman. Hal ini dinyatakan dalam pasal 1 ayat (4) : Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kasultanan, adalah warisan budaya
bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Ngarsa Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing
Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya disebut Sultan
Hamengku Buwono.Pasal 1 ayat (5) : Kadipaten Pakualaman, selanjutnya disebut
Kadipaten, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan
dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam, selanjutnya disebut
Adipati Paku Alam. Desentralisasi asimetris dalam hal ini terlaksana dimana negara
mengakui dan menghormati Kesultanan dan Pakualaman yang ada di Yogyakarta.
Hal penting desentralisasi asimetris dalam UU No. 13 Tahun 2012 ini terdapat
pada 5 (lima) permasalahan pokok yakni: a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan,
tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, b. Kelembagaan Pemerintah
Daerah DIY, c. Kebudayaan, d. Pertanahan, e. Tata ruang.
a. Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
Perihal ini diatur dalam Pasal 18-29 UU No. 13 Tahun 2012. Persyaratan
istimewa dalam UU Keistimewaan DIY untuk menjadi gubernur dan wakil
gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon
Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil
Gubernur. Kemudian untuk pemilihannya tidak melalui pemilihan langsung oleh
rakyat (pilkada) melainkan penetapan oleh DPRD DIY kemudian hasil
penetapan diusulkan pada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan
pengesahan penetapan. Kemudian Presiden Republik Indonesia mengesahkan
penetapan dan melantik Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur DIY dan
Adipati Paku Alam sebagai Wakil Gubernur DIY selama 5 (lima) tahun, namun
tidak terikat dengan 2 (dua ) kali periodisasi masa jabatan.
b. Kelembagaan
Kelembagaan diatur dalam pasal 30 ayat (1) yang menyatakan
: Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat
berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli. Ketentuan
mengenai penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais.
c. Kebudayaan
Kebudayaan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) : Kewenangan kebudayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk
memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang
berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi
luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY. Ketentuan mengenai pelaksanaan
kewenangan kebudayaan diatur dalam perdais.
d. Pertanahan
Pertanahan di atur dalam Pasal 32 :
(1) Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan
Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum.
(2) Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang
mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan.
(3) Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang
mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten.
(4) Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang
terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.
(5) Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan
tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya
pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
e. Tata Ruang
Tata Ruang diatur dalam Pasal 34 :
(1) Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e terbatas pada pengelolaan
dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.
(2) Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kasultanan dan Kadipaten menetapkan kerangka umum kebijakan tata ruang
tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY.
(3) Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah
Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
memperhatikan tata ruang nasional dan tata ruang DIY.
Salah satu keistimewaan lain yang dimiliki oleh Provinsi DIY dan berbeda dari
pemerintahan daerah lainnnya ialah terdapat perdais (peraturan daerah istimewa) selain
perda (peraturan daerah), Pergub (peraturan gubernur) dan Kepgub (Keputusan
Gubernur). Di mana dalam perdais, Gubernur DIY mendayagunakan nilai-nilai, norma,
adat-istiadat dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat dan memperhatikan
masukan dari masyarakat DIY. Dari ulasan diatas dapat dinyatakan bahwa desentralisasi
asimetris telah dilakukan pemerintah atau negara pada provinsi DIY. Secara legal formal
tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan DIY, titik tekan
keistimewaannya terdapat dalam 5 (lima) hal yakni pengisian jabatan Gubernur dan
Wakil Gubernur, kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang yang disesuiakan
dengan keingina rakyat atau masyarakat DIY itu sendiri.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralization) merupakan desentralisasi
luas mencakup desentralisasi politik, ekonomi, fiskal, dan administrasi, namun tidak
harus seragam untuk semua wilayah negara, mempertimbangkan kekhususan masing-
masing daerah. Inti desentralisasi asimetris adalah terbukanya ruang gerak implementasi
dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan pemerintahan di luar ketentuan umum. Jika
dilihat dari keempat (4) Undang-Undang kehususan dan keistimewaan dalam Provinsi
DIY, DKI, Aceh dan Papua telah menggambarkan penerapan desentralisasi asimetris.
DIY memiliki pengaturan yang khas pada tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas,
dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY,
kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. DKI memiliki kekhususan karena berkedudukan
sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga memiliki tugas, hak,
kewajiban dan tanggung jawab terterntu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aceh
memiliki pengaturan yang khusus mengenai penyelenggaran kehidupan beragama,
kehidupan adat, penyelenggaraan pendidikan dan peran ulama dalam penetapan
kebijakan Daerah serta pemberdayaan perekonomian Aceh. Papua memiliki pengaturan
yang khusus mengenai bidang pemerintahan, perekonomian dan hak masyarakat dan hak
asasi manusia.
B. Saran