Anda di halaman 1dari 15

NAMA : FANI LUSIANA

NIM : 2001113665
NO. ABSEN : 32
MATA KULIAH : PEMERINTAHAN NASIONAL
KELAS : IP-B
JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN

TUGAS INDIVIDU
 RESUME JURNAL
I. DATA JURNAL
- Judul Jurnal : Hakikat Otonomi Daerah Dalam Sistem Ketatanegaraan di
Indonesia.
- Penulis Jurnal : Roy Marthen Moonti
- Vol. Tahun Terbit : Vol. 19 No. 2 November 2017
- Jumlah Halaman : 12 Lembar

II. HASIL RESUME


Hakikat Otonomi Daerah Dalam Sistem
Ketatanegaraan di Indonesia
Roy Marthen Moonti.
Otonomi Daerah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang, yang dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah pada dasarnya merupakan
upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui perataan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat.
1) Asas-Asas Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuklah daerah-daerah
yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang diatur kemudian
dalam undang-undang. Pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional dan
pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahan daerah. Dalam hubungan inilah
pemerintah pusat perlu melaksanakan pembagian kekuasaan kepada pemerintah daerah,
melalui desentralisasi.
Sebagai salah satu sendi negara yang demokratis (democratische-rechtsstaat),
desentralisasi merupakan pilihan yang tepat dalam rangka menjawab berbagai persoalan yang
dihadapi negara dan bangsa, pada masa sekarang dan yang akan datang. Dalam
kenyataannya, desentralisasi merupakan antitesa dari sentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan.
Amrah Muslimin dalam Agus Santoso membedakan tiga bentuk desentralisasi, yaitu
desentralisasi politik, desentralisasi fungsional dan desentralisasi kebudayaan. Irawan Soejito
membagi bentuk desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional dan desentralisasi
administrasi lazim disebut dengan dekonsentrasi. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan sebagian
kewenangan pemerintah pusat kepada alat perlengkapan atau organnya sendiri di daerah.
Desentralisasi dalam arti ketatanegaraan, adalah pelimpahan kekuasaan pemerintahan
dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri (daerah otonomi).
Desentralisasi adalah cara atau sistem untuk mewujudkan asas demokrasi yang memberikan
kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan negara. Dengan demikian,
maka desentralisasi dapat dibagi dua macam, yaitu :
1. Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkat yang
lebih diatas kepada yang lebih dibawah guna melancarkan pekerjaan di dalam
melaksanakan tugas pemerintahan, misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang
menteri kepada gubernur.
2. Desentralisasi ketatanegaraan atau disebut juga desentralisasi politik, yaitu pelimpahan
kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah- daerah otonom di
dalam lingkungannya. Didalam desentralisasi politik, rakyat dengan mempergunakan
saluran tertentu ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing-
masing.
Desentralisasi ketatanegaraan dapat dibagi lagi dalam dua macam yaitu:
a. Desentralisasi territorial, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah masing-masing.
b. Desentralisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
satu atau beberapa kepentingan tertentu. Di dalam desentralisasi semacam ini,
dikehendaki agar kepentingan-kepentingan tertentu diselenggarakan oleh golongan yang
bersangkutan sendiri.
Sebagai konsekuensi pelaksanaan asas desentralisasi menciptakan local self government,
dan dekonsentrasi menciptakan local state government atau field administration.
Pemerintahan daerah adalah hal yang universal, karena terdapat beberapa ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan rumah tangga sendiri, sehingga
berupa urusan-urusan tersebut ditegaskan secara terperinci.
2. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat perlengkapan yang
seluruhnya bukan terdiri dari pada pejabat pusat tetapi pegawai pemerintah daerah.
3. Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas dasar inisiatif atau
kebijaksanaan sendiri.
4. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang mengurus rumah tangga
sendiri adalah hubungan pengawasan saja.
5. Seluruh penyelenggaraannya pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui sistem desentralisasi yang berintikan pada


otonomi yang merupakan syarat mutlak di dalam negara demokrasi. Lebih tegas lagi
dikatakan bahwa desentralisasi bukan sekedar pemencaran wewenang (spretiding van
bevoegdheid), tetapi juga mengandung pembagian kekuasaan (scheiding van machten) untuk
mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan negara antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Hal itu disebabkan desentralisasi senantiasa berkaitan dengan
status mandiri atau otonom, sehingga setiap pembicaraan mengenai desentralisasi akan selalu
dipersamakan dengan otonomi.
Desentralisasi adalah pemberian otonomi kepada masyarakat dalam wilayah tertentu.
Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan bukan saja tatanan administrasi negara.
Sebagai tatanan ketatanegaraan, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan
susunan organisasi negara.
Otonomi dan demokrasi merupakan satu kesatuan semangat sebagai bentuk
pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai penentu yang utama dalam negara. Apabila
ditinjau dari mekanisme, otonomi daerah dalam negara kesatuan diberikan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Hal itu berbeda dengan otonomi daerah di negara federal,
karena di sini otonomi daerah telah melekat pada negara-negara bagian. Dengan demikian,
urusan yang dimiliki oleh pemerintah federal pada hakikatnya adalah urusan yang diserahkan
oleh negara bagian. Menurut penulis mengenai pemerintah melaksanakan desentralisasi
kekuasaan, disebabkan karena adanya alasan-alasan yang mendasar pada kondisi ideal yang
diinginkan, sekaligus memberikan landasan filosofis untuk penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai sistem pemerintahan yang dianut oleh negara kesatuan seperti Indonesia.
Adapun alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralisasi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja, yang pada akhirnya dapat
menimbulkan tirani;
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri
dalam mempergunakan hak-hak demokrasi;
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah
adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang
dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan
kepada daerah.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya
ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk,
kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan
tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka untuk mewujudkan hal tersebut, tidak mungkin
pelayanan terhadap rakyatnya terpusat pada satu pemerintahan (Pemerintah pusat), tetapi
harus didistribusikan pada penyelenggara pemerintahan di daerah. Karena itu, untuk melayani
dan mewujudkan tujuannya, dibentuklah daerah-daerah sebagaimana di atur dalam Pasal 18,
Pasal 18A, Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945.
Otonomi yang diselenggarakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang mendasarinya, yaitu :
a. Keragaman bangsa Indonesia dengan sifat-sifat istimewa pada berbagai golongan, tidak
memungkinkan pemerintahan diselenggarakan secara seragam;
b. Wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan luas dengan segala pembawaan masing-
masing memerlukan cara-cara penyelenggaraan yang sesuai dengan keadaan dan sifat-
sifat dari berbagai pulau tersebut;
c. Desa dan berbagai persekutuan hukum merupakan salah satu sendi yang ingin
dipertahankan dalam susunan pemerintahan Negara;
d. Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 menghendaki susunan pemerintahan yang
demokratis. Desentralisasi adalah salah satu cara mewujudkan tatanan demokrasi
tersebut;
e. Efesiensi dan efektivitas merupakan salah satu ukuran keberhasilan organisasi. Dengan
membagi-bagi penyelenggaraan pemerintahan dalam satuan-satuan yang lebih kecil,
efesiensi dan efektivitas tersebut dapat tercapai.
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, daerah otonom dibagi pada tiga
pola daerah, yaitu provinsi, kabupaten dan kota. Disamping sebagai daerah otonom, provinsi
ditetapkan sebagai daerah administratif dalam rangka desentralisasi. Karena itu, gubernur
memiliki peranan ganda, yaitu gubernur sebagai kepala daerah, dan perangkat/wakil
pemerintah pusat. Hal ini tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 2 ayat (1), Pasal
3 ayat (1), dan Pasal 2 ayat (1).
Secara prinsipil ada dua hal yang tercakup dalam otonomi, yaitu hak, wewenang untuk
memanajemen daerah dan tanggung jawab terhadap kegagalan dalam memanajemen
daerahnya. Sementara daerah dalam arti local state government, adalah pemerintah di daerah
yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi,
pemerintahan daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang
memajukan daerah, tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan
pertanggungjawaban publik serta kepada pemerintah pusat sebagai konsekuensi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Desentralisasi
Tujuan utama desentralisasi adalah : (a) tujuan politik yang ditujukan untuk menyalurkan
partisipasi politik di tingkat daerah untuk terwujudnya stabilitas politik nasional; (b) tujuan
ekonomi, yaitu untuk menjamin bahwa pembangunan akan dilaksanakan secara efektif dan
efesien di daerah-daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial.
Desentralisasi, adalah istilah yang luas dan selalu menyangkut persoalan kekuatan
(power). Umumnya dihubungkan dengan pendelegasian atau penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah, atau kepada lembaga-lembaga pemerintah di
daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan di daerah.
3) Dekonsentrasi
Latar belakang diadakannya sistem dekonsentrasi, adalah tidak semua urusan pemerintah
pusat dapat diserahkan pada urusan pemerintah daerah menurut asas desentralisasi.
Pertimbangan dan tujuan diselenggarakan asas dekonstrasi ini adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggraan pemerintahan, pengelolaan
pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum;
b. Memelihara komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem
administrasi Negara;
c. Memelihara keserasian pelaksanaan pembangunan nasional;
d. Memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan atau wilayah atau
kepala instansi vertikal tingkat atasnya pada pejabat-pejabat di daerah yang meliputi sebagai
berikut :
(1) Pelimpahan wewenang dari aparatur pemerintah yang lebih tingkatannya ke aparatur lain
dalam satu tingkatan pemerintahan disebut dekonsentrasi horizontal.
(2) Pelimpahan wewenang dari pemerintah atau dari aparatur pemerintah yang lebih tinggi
tingkatannya ke aparatur lain dalam tingkatan pemerintahan yang lebih rendah disebut
dekonsentrasi vertikal.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (9) menjelaskan bahwa
dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada
gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
Dengan demikian, dekonsentrasi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan
daerah dalam hal ini provinsi diberi wewenang, karena kedudukannya sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah.
4) Tugas Pembantuan
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (11) bahwa tugas pembantuan, adalah
penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, atau dari pemerintah daerah
provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah provinsi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hakikat tugas pembantuan adalah sebagai
berikut :
a. Membantu menjalankan urusan pemerintahan dalam tahap implementasi kebijakan yang
bersifat operasional.
b. Urusan pemerintah yang dapat ditugas pembantuan, adalah yang menjadi kewenangan
dari institusi yang menugaskannya.
c. Kewenangan yang dapat ditugas pembantuan, adalah kewenangan yang bersifat atributif,
sedangkan kewenangan yang bersifat delegatif tidak dapat ditugas pembantuan pada
institusi lain. Kewenangan atributif, adalah kewenangan yang melekat pada satuan
pemerintahan atas dasar peraturan perundang-undangan yang membentuknya. Adapun
kewenangan delegasi, adalah kewenangan yang didelegasikan dari satuan pemerintah
yang lebih tinggi kepada satuan pemerintah yang lebih rendah. Kewenangan delegatif
tidak dapat didelegasikan kepada pemerintah lainnya, karena bukan kewenangan yang
melekat pada satuan pemerintah yang bersangkutan.
d. Urusan pemerintah yang ditugas pembantuan tetap menjadi kewenangan dari institusi
yang menugaskannya;
e. Kebijakan, strategi, pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia
disediakan oleh institusi yang menugaskannya.
f. Kegiatan operasional diserahkan sepenuhnya pada institusi yang diberi penugasan sesuai
dengan situasi, kondisi, serta kemampuannya.
g. Institusi yang menerima penugasan diwajibkan melaporkan dan mempertanggung
jawabkan mengenai urusan pemerintahan yang dikerjakannya kepada institusi yang
menugaskan.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas
Pembantuan, maka maksud dan tujuan di adakannya tugas pembantuan, adalah meningkatkan
efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, serta
pelayanan umum. Begitu juga untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan
permasalahan serta membantu pengembangan pembangunan bagi daerah dan desa.
TUGAS UTS
 BUKTIKAN BAHWA LEMBAGA NEGARA DPR, DPD, DPRD, PRESIDEN,
GUBERNUR, DAN WALIKOTA SUDAH DIBENTUK BERDASARKAN PRINSIP
DEMOKRASI (KEDAULATAN RAKYAT), SESUAI DENGAN TERLAKSANANYA
PASAL 1 AYAT 2.
Sebelum amandemen, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menentukan "kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR." Konsekuensi dari pasal ini telah
menempatkan MPR sebagai organ negara yang super body dan merupakan lembaga tertinggi
dalam negara. Oleh karena itu, peran rakyat dalam proses penyelenggaraan negara hanya
diperlukan pada saat Pemilu yang dilakukan setiap lima tahun sekali guna mengisi lembaga
MPR, DPR dan DPRD. Dengan kata lain, setelah Pemilu selesai suara rakyat tak terdengar,
karena segala kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat cukup ditangani oleh MPR,
DPR dan DPRD. Jadi, konsep kedaulatan ada ditangan rakyat hanya dipraktekkan setengah
hati.
Dalam Perubahan UUD 1945, pemahaman konsep tentang kedaulatan rakyat di atas
mengalami perubahan yang fundamental. Perubahan konsep kedaulatan rakyat ini,
dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen sbb. : "Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD". Konsekuensi dari Pasal 1 ayat (2) ini adalah
bahwa MPR tidak lagi memiliki kedudukan yang ekslusif sebagai satu-satunya instansi
pelaku dan pelaksana kedaulatan rakyat. Pelaksana kedaulatan rakyat adalah rakyat itu sendiri
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan UUD. Dengan demikian, antara kedaulatan rakyat
dan hukum ditempatkan sejajar dan berdampingan sehingga menegaskan dianutnya prinsip
"consti-tutional democracy" yang pada pokoknya tidak lain adalah "Negara demokrasi yang
berdasar atas hukum atau negara hukum yang demokratis".
Hal ini telah terbukti dengan adanya pelaksanaan Pemilu, lembaga-lembaga tersebut
dibentuk untuk mewakili rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, segala proses
didalamnya juga melibatkan rakyat, seperti rakyat ikut serta dalam pembentukan, pemilihan,
dan pengawasan. Itu artinya lembaga tersebut sudah dibentuk berdasarkan prinsip demokrasi
(kedaulatan rakyat). Yang dimaksud pemilihan secara demokratis itu, dipilih langsung oleh
rakyat, karena untuk mengimplementasikan kedaulatan rakyat sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
UUD 1945 setelah amandemen banyak memberikan pengaturan mengenai pemilihan
umum sebagai implementasi dari kedaulatan rakyat mulai dari pemilihan umum anggota
legislatif, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sampai pada pemilihan kepala
daerah. Pengaturan mengenai pemilihan pimpinan lembaga negara maupun pada tingkat
daerah memberikan bukti nyata bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi sebagai hukum
dasar tertulis yang sangat demokratis. Salah satu perubahan ketatanegaraan pada tingkat lokal
atau daerah adalah tentang pengisian jabatan Kepala Daerah. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
menyatakan bahwa: “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 merupakan perubahan menuju sebuah kondisi
yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya tentang pengaturan kekuasaan tertinggi,
bahwa pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Pemikiran baru terhadap
pelaksana kedaulatan dalam UUD 1945 juga sekaligus diikuti dengan perubahan cara rakyat
memberikan mandat terhadap penyelenggara negara. Mandat yang diberikan rakyat kepada
penyelenggara kekuasaan negara seperti DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden semuanya
dipilih secara langsung melalui pemilihan umum.
 KLIPING YANG BERKAITAN DENGAN PEMILU DAN PILKADA DI
INDONESIA, SERTA BERIKAN KOMENTAR.
1) PEMILU
Perludem menyoroti wacana pemilu
nasional dan pilkada yang akan dilakukan
pada 2024. Anggota Dewan Pembina
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem) Titi Anggraini berpendapat hal
ini bisa menimbulkan kekacauan dalam
tata kelola pemilu di Tanah Air. Titi
memberikan gambaran meskipun pemilu
dan pilkada diselenggarakan ditahun yang
sama dalam hari yang berbeda, maka akan
berbentrokan. Dia menambahkan, ada
baiknya pemilu dan pilkada dilakukan
sesuai siklus awal, yakni pada tahun yang
berbeda. Diketahui sebelumnya, Perludem
berpandangan pemilihan kepala daerah
(pilkada) lebih baik diadakan pada 2022 atau 2023, bukan bersamaan dengan pileg atau
pilpres pada 2024. Perludem beralasan ada sejumlah dampak yang bisa timbul jika
pilpres, pileg, dan pilkada dilaksanakan secara bersamaan pada 2024.
Komentar : Menurut saya, pendapat dari bu Titi Anggraini salah satu dari Perludem
benar, karena apabila pemilu dan pilkada pada tahun mendatang dijadwalkan dalam
tahun yang sama itu akan kurang efektif, banyak dampak yang akan ditimbulkan dalam
pelaksanaan tersebut. Seperti wacana yang akan datang yaitu pelaksanaan pemilu dan
pilkada dibulan yang berbeda, misalnya saja di bulan April dan Mei, di bulan itu juga
tahapan pilkada memasuki pemungutan data pemilih dan pencalonan perseorangan,
bayangkan di saat yang sama sedang ada pemungutan pemilihan suara. Pasti akan terjadi
kebentrokan dalam pelaksanaan tersebut. Selain itu kejadian di 2019 yang hanya pileg-
pilpres saja ada 400 orang lebih petugas KPPS yang mengalami ekses kelelahan dan
meninggal, tentu kita tidak menghendaki tragedi yang sama terjadi. Apalagi dalam
kondisi pandemi seperti ini.
2) PILKADA

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang


sengketa hasil Pemilihan Gubernur Sumatera
Barat Tahun 2020 dengan nomor registrasi
128/PHP.GUB-XIX/2021, yang dimohonkan
pasangan calon nomor urut 02, Nasrul Abit -
Indra Catri. Dalam sidang Panel I yang digelar
secara offline ini, kuasa hukum Pemohon, Vino
Oktavia mengatakan telah terjadi pelanggaran
serius yang dilakukan paslon nomor urut 04
Mayeldi - Audy Joinaldy. Pelanggaran serius
yang dimaksud adalah terkait sumbangan dana
kampanye perorangan. Yakni paslon 04 telah
menerima sumbangan dana kampanye
perorangan berupa barang dari seorang ASN
Kepala Satpol PP Kota Padang, yang melebihi
nilai Rp75 juta pada periode September -
Desember 2020. Penerimaan itu diduga tidak
dilaporkan oleh paslon 04 dalam Laporan
Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
(LPSDK).
Komentar : Menurut saya, paslon Mayeldi-Audy patut untuk didiskualifikasi dalam
pemilihan gubernur sumatera barat 2020, karena paslon no. 04 itu tidak jujur mengenai dana
kampanye yang diberikan oleh seorang ASN kepala satpol PP kota Padang yang nilainya
melebihi RP75 juta. Penerimaan dana itu diduga tidak dilaporkan oleh paslon no. 04 dalam
Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Itu artinya paslon no. 04 telah
melanggar ketentuan pasal 7 ayat (2) juncto pasal 9 ayat (2) juncto pasal 49 PKPU Nomor
5/2017 tentang dana kampanye. Dan sanksi hukumnya adalah pembatalan sebagai pasangan
calon.
3) PEMILU
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Arief Budiman menyebut pemilu paling
berat yang pernah dilakukan pihaknya
adalah Pemilu 2019. Sebab penggunaan
media sosial yang masif menyebabkan
banyak sekali hoaks dan fitnah
bertebaran. Arief mengakui, menjelang
Pilkada Serentak 2020 dalam situasi
pandemi virus corona, banyak kegiatan
yang dilakukan secara virtual, maka
penggunaan media sosial akan lebih
masif. Artinya potensi hoaks dan fitnah
terbuka lebar dalam Pilkada Serentak
2020. Arief melihat, tantangan dalam
Pemilu 2019 karena masifnya penggunaan media sosial. Berbagai informasi baik yang
benar maupun yang salah diserap oleh masyarakat dari media sosial sehingga
menimbulkan konflik lain.
Komentar : Menurut saya, dengan adanya kejadian seperti ini, kita sebagai masyarakat
harus cerdas dalam memilah informasi, apalagi sekarang kita dalam kondisi pandemi
seperti ini, penggunaan alat komunikasi begitu sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari, dari mulai melakukan pekerjaan hingga aktivitas pendidikan yang dilakukan secara
online (virtual). Pada tahun ini banyak sekali pelaksanaan pilkada, dimana pasti banyak
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menyebarkan berita hoax untuk
menjatuhkan paslon-paslon dalam pilkada. Kita harus menyaring informasi yang masuk
mengenai pemilihan-pemilihan yang akan dilaksanakan kedepannya, selain itu juga
kepada paslon-paslon agar tidak saling menjatuhkan dan saling serang. Hoax tersebut
termasuk dalam propaganda untuk menjatuhkan pihak lawan.
4) PILKADA
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan
pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan
Bupati (Pilbup) Rokan Hulu (Rohul) Riau.
Sebab, MK meyakini ada banyak kecurangan
pemilihan di TPS tersebut berupa mobilisasi
pemilih. "Memerintahkan kepada KPU
Rokan Hulu pada 25 TPS dalam waktu
paling lama 30 hari kerja sejak putusan
Mahkamah ini," kata Ketua MK, Anwar
Usman dalam sidang yang disiarkan di
chanel YouTube. Nantinya, hasil di 25 TPS
di atas akan digabungkan dengan hasil yang
sudah dihitung KPU Rokan Hulu yang tidak
dibatalkan. Sehingga keluar pemenang akhir
pasca pemungutan suara ulang.

Komentar : Menurut saya, seharusnya bawaslu berperan dalam hal ini, dikarenakan ini adalah
sebuah pemilu, dimana rakyat memiliki hak untuk memilih, didalam kasus ini juga terdapat
pelanggaran asas-asas demokrasi yaitu langsung, umum, bebas, jujur, rahasia dan adil. Maka
dari itu sikap ini sangat disayangkan, karena satu suara sangat berpengaruh, selain itu panitia-
panitia juga harus teliti ketika berlangsungnya pemilihan suara, seperti beberapa hal yang
telah dijelaskan oleh KPU untuk mengantisipasi terjadinya mobilisasi pemilih seperti pada
pemilu 2019, diantaranya akses surat suara yang disesuaikan dengan lokasi aslinya dan
kemudian alasan pindah memilih yang jelas, seperti kondisi atau keadaan tertentu yang diatur
undang-undang. Hal ini diharapkan tidak terjadi lagi kedepannya, dengan begitu pemilu dan
pilkada yang akan datang bisa menjunjung tinggi asas-asas demokrasi. Dalam kasus
mobilisasi pemilih ini sama saja telah mencederai asas-asas dalam demokrasi.
5) PEMILU
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) menyatakan akan melakukan
digitalisasi dalam pemilihan umum (pemilu)
sesuai arahan Presiden Joko Widodo
(Jokowi) yang meminta mempercepat
transformasi digital. Hammam riza
menyebut digitalisasi penyelenggaraan
pemilu bukan hal yang baru. Pemilihan
kepala desa pun sudah menggunakan sistem
e-voting sejak sepuluh tahun lalu. Dari data
terbaru, kata Hammam, pemilihan kepala
desa di empat kabupaten bahkan sudah 100
persen menggunakan sistem e-voting.
Masing-masing pemilih menggunakan KTP
elektronik agar bisa memilih calon kepala desa. Dalam laman resmi, BPPT
menyampaikan sistem pemilihan secara e-voting akan banyak membutuhkan berbagai
perangkat, baik perangkat keras maupun lunak.
Komentar : Menurut saya, sebenarnya penerapan e-voting dalam pemilu merupakan
wacana yang bagus untuk dilaksanakan, dengan memanfaatkan kemajuan transformasi
digital dan teknologi sekarang dapat mempersingkat waktu pelaksanaan pemilihan dan
mampu mencegah kecurangan pemilu pada saat perhitungan di Tempat Pemungutan
Suara (TPS), rekapitulasi di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan di kabupaten/kota.
Selain itu, satu identitas hanya dapat digunakan untuk satu kali memilih. Artinya kartu
cip putih tak akan keluar dua kali dengan satu identitas sama, hal ini tentu saja akan
meminimalisir kecurangan yang biasanya terjadi pada pemilu. Akan tetapi penerapan e-
voting ini harus memiliki persiapan yang matang juga, seperti komponen mesin e-voting
yang perlu dikembangkan, antara lain CPU dan harddisk untuk menjalankan software
dan menyimpan voting secara digital, layar touchscreen untuk memberikan voting,
display eksternal untuk menampilkan status mesin supaya bisa dipantau oleh petugas.
6) PILKADA
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti
polemik bupati terpilih Kabupaten Sabu
Raijua, Nusa Tenggara Timur, Orient P
Riwu Kore yang berstatus warga negara
Amerika Serikat. ketika mengikuti
Pilkada 2020. Jimly menegaskan, WNA
tidak diperbolehkan mendapatkan SK dan
dilantik menjadi bupati. Jimly
menegaskan, untuk tidak membaca
Undang-Undang secara tekstual, seolah-
olah logis untuk tidak mencoret WNA
jadi bupati terpilih ataupun bupati yang
akan dilantik. Sebagai penggantinya,
wakil bupati terpilih Thobias Uly bisa
ditetapkan sebagai bupati. Untuk jabatan
wakil bupatinya bisa diberikan ke
mekanisme DPRD.
Komentar : Menurut saya, seharusnya KPU lebih teliti lagi mengenai permasalahan
seperti ini, bagaimana bisa seorang yang masih berstastus Warga Negara Asing (WNA)
dapat mencalonkan diri sebagai seorang bupati di pilkada 2020. Tentu saja hal ini
melanggar ketentuan UU yang berlaku yaitu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,
syarat pencalonan kepala daerah harus Warga Negara Indonesia (WNI). Orient Patriot
Riwu Kore dikabarkan berstatus Warga Negara Amerika. Hal ini juga dibenarkan
Bawaslu setempat berdasarkan surat balasan dari Kedutaan Besar AS di Jakarta. Itu
artinya kedepannya KPU tidak bisa lagi melihat seseorang yang akan mencalonkan diri
menjadi kepala daerah hanya dari KTP nya saja, tetapi latar belakangnya juga harus jelas
agar tidak terjadi kejadian seperti ini lagi.

Anda mungkin juga menyukai