Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DESENTRALISASI ,DEKOSENTRASI DAN OTONOMI DAERAH

Anugrah Asmarani
Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang
E-mail : anugrahasmaraniugha@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep desentralisasi,dekosentrasi dan otonomi daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah, atau daerah tingkat atasnya
kepada daerah.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia hal ini Istilah otonomi daerah dan
desentralisasi dalam konteks pembahasan “sistem penyelenggaraan pemerintahan atau ketatanegaraan”
sering digunakan secara campur-aduk (interchangeably).Dan Kedua istilah ini secara praktis mengatakan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan sehingga tidak mungkin masalah otonomi
daerah dibahas tanpa melihat konteksnya dengan konsep desentalisasi.

Kata kunci : Desentralisasi , Penyerahan wewenang pemerintah,otonomi daerah,konsep desentalisasi.

Abstract

The (Rappang & Sulawesi, 2017)of this research is to know the concept of decentralization
,Desentralization and regional autonomy. Decentralization is the handover of government affairs from the
government, or its upper level regions to the regions.Based on Law Number 32 of 2004, decentralization
is the transfer of government authority by the government to autonomous regions to regulate and
administer government in the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia. (Siriattakul et al.,
2019).In this case, the terms regional autonomy and decentralization in the context of the discussion of
“government administration system or state administration” are often used interchangeably.And these two
terms practically say that governance cannot be separated so that it is impossible for regional autonomy
issues to be discussed without looking at the context with the concept of decentralization. (Kholifah R &
Mustanir, 2019).

Keywords(Sapri, S., Mustanir, A., Ibrahim, M., Adnan, A. A., Wirfandi, 2019): Decentralization,
Delegation of government authority, regional autonomy, decentralization concept.
1.PENDAHULUAN

Berbicara mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, ibarat dua sisi mata uang antara satu dan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Otonomi daerah merupakan konsekuensi dari azas desentralisasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sejatinya pada setiap negara baik itu yang demokratis
maupun sosialis tidak akan pernah ada negara yang hanya menggunakan azas sentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya
didasarkan pada azas desentralisasi saja. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan kedua azas
pemerintahan ini saling melengkapi untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara
sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktur
sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Otonomi Daerah pada dasarnya adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Hak tersebut diperoleh melalui penyerahan urusan pemerintah dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan keadaan dan kemampuan daerahyang
bersangkutan.Otonomi Daerah sebagai wujud dari dianutnya asas desentralisasi, diharapkan akan dapat
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Karena kewenangan yang diterima oleh Daerah
melalui adanya Otonomi Daerah, akan memberikan “kebebasan” kepada Daerah. Dalam hal melakukan
berbagai tindakan yang diharapkan akan sesuai dengan kondisi serta aspirasi masyarakat di wilayahnya.
Anggapan tersebut disebabkan karena secara logis Pemerintah Daerah lebih dekat kepada masyarakat,
sehingga akan lebih tahu apa yang menjadi tuntutan dan keinginan masyarakat(Luis & Moncayo, n.d.).

2.TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi Desentralisasi,Dekosentrasi Dan Medebewind (Pembatuan )

1. Desentralisasi

Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat.
Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang
mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali
dengan pusat, tetapi hanya menjauh dari pusat. Anda pernah melihat anak ayam dan induknya di malam
hari. Semua anak ayam merapat pada badan induknya dan didekap oleh sayapnya. Itulah contoh
sentralisasi. Perhatikan anak ayam tersebut pada siang hari. Anak-anak ayam tersebut menjauh dari
induknya mencari makan sendiri-sendiri, tetapi masih diawasi oleh induknya dari jarak tertentu. Nah,
itulah contoh desentralisasi.

Desentralisasi berkait dengan aspek administrasi Dapat kita lihat sekarang ini, satu bagian penting
dari (Jamal et al., 2020) administrasi adalah organisasi. Sebuah organisasi selalu terdiri atas jenjang
hierarki. Jenjang hierarki ini ada yang tingkatannya banyak dan ada yang tingkatannya sedikit. Misal
satuan pemerintahan yang terdiri atas Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah
Daerah Tingkat II, dan Pemerintah Daerah Tingkat III adalah contoh organisasi pemerintahan dengan
jenjang hierarki yang lebih panjang daripada satuan pemerintahan yang terdiri atas Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II. Dan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi/Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II, dan Pemerintah
Wilayah Kecamatan lebih panjang daripada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Pada setiap jenjang hierarki terdapat pejabat yang bertanggung jawab atas satuan
organisasi yang menjadi wewenangnya. Misal pada Pemerintah Provinsi terdapat Gubernur, pada
Pemerintah Kabupaten terdapat Bupati, dan pada Pemerintah Kota terdapat Walikota. Gubernur
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan Provinsi. Bupati bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten. Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pemerintahan kota. (Ahmad, 2010)

Tujuan desentralisasi dalam pandangan politik (Ibrahim et al., 2020)mendorong pemerintahan lokal
untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan politik aparatur pemerintah dan masyarakat untuk
mempertahankan integrasi nasional.Tujuan desentralisasi ini adalah „berdasarkan kebebasan ide‟ yang
penting untuk membangun demokratisasi pemerintahan lokal sebagai prasyarat untuk melaksanakan
demokratisasi dalam tingkatan nasional.Sebaliknya, pandangan ekonomi desentralisasi adalah untuk
meningkatkan kemampuan pemerintahan lokal di dalam melengkapi barang- barang umum dan
pelayanan, serta mendorong efisiensidan efektifitas masalah lokal dalam pembangunan
ekonomi.Sedangkan Ruland (1992:3) secara kuat menekankan partisipasi sosial dalam pembangunan
ekonomi sebagai tujuan desentralisasi.

Amrah Muslimin membedakan desentralisasi menjadi tiga macam, yaitu:

 Desentralisasi politik,

Desentralisasi politik adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat, yang menimbulkan hak
mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah, yang dipilih oleh
rakyat dalam daerah-daerah tertentu. Contoh Pilkada

 Desentralisasi fungsional

Desentralisasi fungsionil adalah pemberian hak dan kewenangan pada golongan-golongan mengurus
suatu macam atau golongan kepentingan pada masyarakat, baik terikat ataupun tidak.Misalnya di dalam
instansi dinas yang berada di suatu daerah, dinas pendidikan mengatur pola pendidikan, dinas perikanan
yang mengatur pengelolaan potensi perikanan yang ada di daerah tersebut
 Desentralisasi kebudayaan

Desentralisasi kebudayaan memberikan hak pada golongan-golongan kecil dalam masyarakat


(minoritas) menyelenggarakan kebudayaannya sendiri (mengatur pendidikan, agama, dll.)Contoh :
Festival kebudayaan yg ada di negara lain,mengembangkan budaya yg ada,menjaga tradisi budaya yg
sejak dahulu sudah ada.

2. Dekonsentrasi

Dekosentrasi sebenarnya sentralisasi juga, tetapi lebih halus daripada sentralisasi. Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya yang berada pada
wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang
administrasi bukan wewenang politik. Wewenang politiknya tetap dipegang oleh Pemerintah
Pusat.Siapakah yang dimaksud dengan pejabat Pemerintah Pusat yang berada di wilayah negara? Mereka
adalah pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Pusat dan ditempatkan pada wilayah-wilayah tertentu
sebagai wilayah kerjanya. Misal Gubernur di Provinsi sebagai wilayah kerjanya dan kepala instansi
vertikal di daerah sebagai wilayah kerjanya. Pada zaman Orde Baru pejabat Pusat di wilayah negara
adalah Gubernur, Bupati/Walikotamadya, Walikotatip, Camat dan Lurah dalam kedudukannya sebagai
kepala wilayah. Di samping itu, juga para Kepala Kanwil, Kandep, dan Kancam. Mereka adalah pejabat
Pusat yang ditempatkan di wilayah kerja masing-masing. Mereka hanya melaksanakan kebijakan
administrasi yang telah ditetapkan oleh Pejabat Pusat (Presiden dan para Menteri).

C.Medebewind (Pembatuan )

Di samping asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di


Indonesia (Mustanir & Rusdi, 2019) juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di Belanda
medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau
daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir
Manan (1994: 85) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah yang lebih atas
kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, medebewind sering
disebut serta tantra/tugas pembantuan.Koesoemahatmadja (1979: 21-22) mengartikan medebewind atau
zelfbestuur sebagai pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang lebih atas
untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah
agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yangtingkatannya lebih atas tersebut.
Daerah-daerah tersebut diberi tugas pembantuan oleh pemerintah pusat yang disebut medebewind atau
zelfbestuur (menjalankan peraturan-peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi). Dalam
menjalankan medebewind tersebut urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah daerah masih tetap
merupakan urusan pusat/daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang
diminta bantuan. Hanya saja cara daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan
sepenuhnya pada daerah itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi yang memberi tugas. Oleh
karena hakikatnya urusan yang ditugasbantukan pada daerah otonom tersebut adalah urusan Pusat atau
pemerintah atasan yang menugaskan, maka dalam sistem medebewind anggarannya berasal dari APBN
atau dari APBD pemerintah atasan yang memberi tugas. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke
kas Daerah. Anggaran ini masuk ke rekening khusus yang pertanggungjawabannya terpisah dari APBD.

B.Prinsip Prinsip Otonomi Daerah

Sebagai negara kesatuan yang memiliki wilayah yang sangat luas, maka otonomi daerah merupakan
cara yang dipandang paling efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian,
pembangunan bisa menjangkau sampai ke wilayah atau daerah paling terpencil sekalipun dengan tetap
memperhatikan aspirasi masyarakat dan sumberdaya yang dimiliki daerahnya. Mengapa
demikian? karena tiap wilayah yang termasuk negara kesatuan Indonesia tidak sama kondisinya. Dan
hanya pemerintah daerah yang merupakan pemerintahan paling dekat yang mengetahui dan dapat
membuat kebijakan khusus sesuai wilayahnya.

Namun, dalam pelaksanaan otonomi daerah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus
berpegang teguh pada UUD 1945 yang menjadi konstitusi Indonesia dan UU yang berlaku. Di dalam
kedua aturan tersebut terdapat beberapa prinsip yang harus dimiliki dalam pelaksanaan otonomi daerah

Prinsip-Prinsip otonomi daerah akan di uraikan di bawah ini !

1.Prinsip Otonomi Nyata

Indonesia dengan keluasan wiayah dan ribuan pulau mempunyai banyak keragaman pada
masyarakatnya. Mulai dari keragaman suku, agama, budaya, dan nilai-nilai tradisional. Oleh karena itu,
otonomi daerah mempunyai prinsip nyata, yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif wilayah
masing-masing. Di mana situasi dan kondisi wilayah tersebut akan berbeda satu sama lain. Daerah
diberikan kebebasan, kewenangan, dan kewajiban yang yang dilaksanakan secara nyata sesuai kekhasan
daerah yang dikuasainya. Pemerintah pusat hanya memberikan kebijakan secara garis besar dan
pemerintah daerah yang mendefinisikan sendiri sesuai kemampuan daerah (Irwan et al., 2021).

2. Prinsip Tanggung Jawab

Pemberian wewenang dan tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus benar-benar
dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Dengan demikian, prinsip tanggung jawab harus ditegakkan oleh
pemerintah daerah yang mengemban tugas dan kewajiban. Pemerintah pusat harus benar-benar
memastikan bahwa pemerintah telah benar-benar melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajibannya. Di
mana kewajiban tersebut adalah memberdayakan daerah demi kepentingan seluruh warga daerah dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional.
Pemerintah daerah berperan mengatur proses pemerintahan dan pembangunan di daerah dan
bertanggungjawab atas seluruh dinamika terjadi.(Uceng et al., 2019).

3. Prinsip Otonomi Daerah Seluas-Luasnya

Prinsip otonomi daerah yang ketiga adalah prinsip dengan kewenangan seluas-luasnya. Artinya di luar
urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah diberi kewenangan seluas-luasnya. Daerah mempunyai
kewenangan membuat kebijakan daerah sendiri sesuai aturan yang berlaku. Yang terpenting kewenangan
yang luas dilaksanakan harus sesuai aturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan masyarakat. Kewenangan pemerintah daerah tersebut mencakup semua urusan pemerintahan
kecuali politik luar negeri, agama, keamanan, keuangan, peradilan, serta fiscal nasional (Rappang &
Sulawesi, 2017)

4. Prinsip Dinamis

Prinsip otonomi daerah pada pokoknya tiga hal yang telah disebutkan di atas. Adapun prinsip-prinsip
lain merupakan prinsip tambahan. Di antaranya adalah prinsip dinamis. Dalam prinsip dinamis,
diharapkan proses penyelenggaraan pemerintah pada daerah terus bergerak maju mengikuti
perkembangan dunia saat ini. Apalagi saat ini dampak globalisasi hampir tidak dapat dibendung.
Penyelenggaraan pemerintah daerah berprinsip dinamis dengan memperhatikan hal tersebut. Mengambil
segala dampak positifnya dan melindungi masyarakat dari segala dampak negatif (Surya Adi Tama &
Wirama, 2020)

Misalnya, penyelenggaraan pemerintah dengan mengoptimalkan peranan teknologi informasi sebagai


prinsip dinamis menyesuaikan dengan globalisasi. Namun di sisi lain, pemerintah ikut aktif memerangi
penyalahgunaan bahaya narkoba bagi generasi muda yang kian marak karena semakin mudah masuk ke
wilayah mana saja berkat teknologim. (Fitrah et al., 2021).

5. Prinsip Kesatuan

Pada penyelenggaraan pemerintah daerah juga harus mempunyai kesatuan, (Ahmad, 2010)kesatuan.
Prinsip ini diperlukan sehingga pemerintah daerah benar-benar berusaha meningkatkan kesejahteraan
warga / masyarakat (Sulaeman et al., 2019)di daerahnya di segala bidang. Dengan meningkatnya
kesejahteraan, cara mengatasi kesenjangan sosial dengan wilayah lain dapat diminimalisir. Akibatnya,
persatuan dan kesatuan semakin terjaga. Selain itu, pemerintah daerah harus memperhatikan segala
dinamika yang terjadi di wilayahnya sehingga lebih cepat menyelesaikan masalahnya jika terjadi hal yang
tidak diinginkan, Begitu pula dengan gerakan-gerakan yang dapat meniadakan kesatuan. Pemerintah
Daerah sendiri harus tetap berada dan merupakan bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan
wilayah yang berdaulat. (宗成庆, n.d.)

6. Prinsip Penyebaran

Otonomi daerah di Indonesia dibuat dan dilaksanakan dengan prinsip penyebaran. Yaitu, penyebaran
pembangunan dan kesempatan agar pembangunan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh penduduk
Indonesia. Prinsip penyebaran ada karena wilayah Indonesia yang sangat luas dan membentang dari
Sabang sampai Merauke dengan ribuan pulau di dalamnya. Apabila pemerintah pusat melakukan segala
sesuatunya tanpa bantuan asas desentralisasi daerah, maka ada tempat-tempat yang jauh dan terpencil
yang mungkin tidak mengenal pembangunan. Oleh karena itu, penyelenggara pemerintah daerah harus
benar-benar optimal dan jeli menangkap aspirasi masyarakat dan apa kebutuhan daerahnya untuk
kemudian membuta kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya yang ada. (Surya Adi Tama &
Wirama, 2020).

7. Prinsip Keserasian

Otonomi daerah diselenggarakan bukan ingin mengeksploitasi semua sumberdaya daerah tanpa
mmeperhatikan akibatnya. Prinsip keserasian tetap dipertahankan. Penggunaan sumberdaya yang ada
dengan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan keseimbangan. Tidak
menghabiskan begitu saja. Ini terutama berlaku pada penggunaan sumberdaya alam. Penggunaan
sumberdaya alam di daerah harus memperhatikan keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan.
Artinya tidak merusak dan membahayakan lingkungan yang akibatnya akan berbalik kepada masyarakat
sendiri.

8. Prinsip Demokrasi

Prinsip dan ciri utama pemerintahan demokrasi tetap dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah. Demokrasi yang menyatakan bahwa kedaulatan id tangan rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Dalam hal ini semua kegiatan pembangunan dapat melibatkan semua masyarakat untuk
kesejahteraan mereka. Kebijakan yang dibuat juga harus kebijakan yang pro rakyat.

9. Prinsip Pemberdayaan

Tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan daya guna / manfaaat dan hasil
dari tiap daerah. Artinya memberdayakan semua sumberdaya yang ada seoptimal mungkin dengan tetap
memperhatikan keserasian dan keseimbangan. Prinsip pemberdayaan ini bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat setempat dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Contoh pemberdayaan tidak hanya dilakukan pada sumberdaya alam, tetapi juga untuk sumberdaya
manusia. Sumberdaya manusia ini dapat diberdayakan apabila pendidikan dan ketrampilannya
ditingkatkan. Berarti kebijakan peningkatan pendidikan yang terkait dengan mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah salah satu fungsi dan prinsip-prinsip otonomi daerah .(宗成庆, n.d.).
C.Dasar –Dasar Hukum Otonomi Daerah

Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pada hakikatnya otonomi daerah memberikan ruang gerak secukupnya bagi pemerintah daerah untuk
mengelola daerahnya sendiri agar lebih berdaya mampu bersaing dalam kerjasama dan profesional
terutama dalam menjalankan pemerintah daerah dan mengelola sumber daya serta potensi yang dimiliki
daerah tersebut. Dasar hukum (宗成庆, n.d.)dilaksanakan otonomi daerah adalah UUD 1945, Pasal 18,
18A, dan 18B Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah dalam Kerangaka NKRI Tap MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah UU No. 23 Tahun 2014 (Akhmad et al., 2018) tentang
Pemerintahan Daerah UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah
Daerah (Akhmad et al., 2006).

Pelaksanaan otonom daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004

Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hak Dan Kewajiban Daerah dalam Otonomi Daerah Berdasarkan pasal 21
dalam otonomi daerah, setiap daerah memiliki hak :

a) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya

b) memilih pemimpin daerah c) mengeloloa aparatur daerah

d) mengelola kekayaan daerah

e) memungut pajak daerah dan retribusi daerah mendapatkan bagi hasil pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya yang berada di daerah

f) mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan

Dalam pasal 22, kewajiban daerah yaitu :

a) melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI b)
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

b) mengembangkan kehidupan demokrasi d) mewujudakan keadilan dan pemerataan e)


meningkatkanfasilitas dasar pendidikan

c) meningkatkan pelayanan kesehatan

d) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak

e) mengembangkan sistem jaminan sosial


f) menyususn perencanaan dan tata ruang daerah

g) mengembangkan sumber daya produktif di daerah

h) melestarikan lingkungan hidup

i) mengelola administrasi kependudukan

j) melestarikan nilai sosial budaya

k) membentuk dan menerapakan peraturan perundangundangan sesuai dengan kewenangannya

m) kewajiban lain yang diatur di dalam perturan perundangundangan.

Mengutip pendapat F.K. Von Savigny mengatakan bahwa hukum itu tidak dibuat, melainkan tumbuh
dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (Volkgeist). (宗成庆, n.d.) Dan sering juga disebut
dengan Living Law lebih lanjut dia mengatakan “law is and expression of the common counsiousness or
spirit of people” yakni hukum tidak dibuat, tetapi ia tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (das
richt wird nicht gemaacht, es ist und word mit dem volke) kalau sudah demikian menurut Von Savigny
(Volkgeist) hukum itu lahir dari jiwa masyarakat yang meng- akomodasi masyarakat. Berdasarkan inti
teori Von Savigny bahwa semua hukum pada mulanya dibentuk dengan adat dan kebiasaan masyarakat
itu sendiri dengan berdasarkan bahasa, adat istiadat, yang dimiliki133, Von Savigny menekankan bahwa
setiap masyarakat mengembangkan hukum kebiasaannya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat
(termasuk kepercayaan) dan konstitusi yangkhas. Berkaitan dengan pendapat oleh M. T. Cicero (de
legibus) yang terkenal sampai saat ini dengan teori ibi societas ibi ius (di mana ada masyarakat di sana
ada hukum). Tidak ada sesuatu masyarakat di dunia yang tidak mengenal hukum (Mustanir et al., 2020) ,
apakah itu masyarakat primitif sekalipun atau masyarakat yang sudah beradab, walaupun istilah yang
diberikan pada hokum itu berlainan (Sulaeman et al., 2019).

3.METODE

Metode penelitian yang di gunakan dalam Penelitian ini adalah metode Tinjauan Pustaka. Studi Pustaka
Suatu kegiatan membaca dan mengumpulkan literatur yang berkaitan denga indikator penelitian, baik
melalui buku, jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu. Jamaluddin Ahmad (2015) memberikan
pengertian penelitian adalah rencana atau strategi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian
(menguji hipotesis) dan mengontrol variabel atau fokus penelitian. Tinjauan pustaka adalah ringkasan
penelitian-penelitian sebelumnya tentang topik tertentu. Biasanya bagian ini berada di bab dua dalam
sebuah karya tulis ilmiah. Sedangkan daftar pustaka merupakan kumpulan sumber literatur yang
digunakan sebagai referens. (Camat et al., 2019)
4.KESIMPULAN

Otonomi daerah, ibarat dua sisi mata uang antara satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Otonomi daerah merupakan konsekuensi dari azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Sejatinya pada setiap negara baik itu yang demokratis maupun sosialis tidak akan pernah ada
negara yang hanya menggunakan azas sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya
juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja. Dalam
praktik penyelenggaraan pemerintahan kedua azas pemerintahan ini saling melengkapi untuk mencapai
tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan oton daerah,dimana tugas dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan mesyarakat setempat
diserahkan kepada pemerintah daerah.Tugas tersebut dilaksanakan dengan tetap berpedoman pada
perundang-undangan yaitu Undang-Undang No.32 Tahun tentang pemerintahan daerah dan Undang-
Undang No.33 Tahun 2004,tentang pertimbangan keuangan antara Pemerintahan dan Pusat sebagai
perubahan dari Undang-Undang No.22 Tahun 1999 dan No.25 Tahun 1999(Siriattakul et al., 2019)

Dekonsentrasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok pendapat para ahli yang mengkatagorikan
dekonsentrasi sebagai bagian desentralisasi (kelompok satu) dan kelompok yang menyatakan bahwa
dekonsentrasi berbeda dengan desentralisasi dan bukan merupakan bagian dari desentralisasi (kelompok
dua): Kelompok satu, antara lain: Dubois & Fattore, 2009, Larson (2000), Rondinelli 1999, World Bank
(1999) Crook & Mannor (1998): Desentralisasi disebut sebagai pengalihan kekuasaan dari pemerintah
pusat ke tingkat yang lebih rendah dalam politik- administratif dan teritorial hierarki (Crook dan Manor
1998, Agrawal dan Ribot 1999). Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk memungkinkan partisipasi
masyarakat dan pemerintah daerah.

Tujuan pemberian tugas pembantuan adalah memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian
permasalahan, serta membantu penyelenggaraan pemerintahan, dan pengembangan pembangunan bagi
daerah dan desa.Tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada daerah dan/atau desa meliputi
sebagian tugas-tugas Pemerintah yang apabila dilaksanakan oleh daerah dan/atau desa akan lebih efisien
dan efektif . Tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah provinsi sebagai daerah otonom kepada
kabupaten/kota dan/atau desa meliputi sebagian tugas- tugas provinsi, antara lain dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta sebagian tugas pemerintahan dalam bidang
tertentu lainnya, termasuk juga sebagian tugas pemerintahan (Samad et al., 2019)tidak atau belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten dan kota.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, J. (2010). Tipe Perilaku Birokrasi Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik (Studi
Pada Proses Perumusan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang).
Universitas Negeri Makassar, 477–489.
2. Akhmad, I., Mustanir, A., & Ramadhan, M. R. (2006). Enrekang. 89–103.
3. Akhmad, I., Mustanir, A., & Ramadhan, M. R. (2018). Pengaruh Pemanfaatan Tekhnologi
Informasi dan Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Kabupaten
Enrekang. In Prosiding Konferensi Nasional Ke-7 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan
Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA). Jilid 2. Sosial Politik dan Ekonomi (Nomor
September). http://asosiasipascaptm.or.id/index.php/publikasi/konferensi-appptm-ke-7-
meningkatkan-kualitas-dan-kuantitas-jurnal-ilmiah
4. Camat, K. E., Bar, A. N., Kabupaten, A. N. T. I., & Rappang, S. (2019). Kualitas pelayanan
stasiun pengisian bahan bakar umum p anre ng ke camat an bar ant i kabupaten sidenreng
rappang. 7(2), 52–58. https://jurnal.umsrappang.ac.id/praja/article/view/363
5. Fitrah, N., Mustanir, A., Akbari, M. S., Ramdana, R., Jisam, J., Nisa, N. A., Qalbi, N., Febriani,
A. F., Irmawati, I., Resky S., M. A., & Ilham, I. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pemetaan Swadaya Dengan Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Tata Kelola Potensi Desa.
SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 5(1), 337.
https://doi.org/10.31764/jpmb.v5i1.6208
6. Ibrahim, M., Mustanir, A., Astinah Adnan, A., & Alizah P, N. (2020). Pengaruh Manajemen
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat Di Desa Bila
Riase Kecamatan Pitu Riase Kebupaten Sidenreng Rappang. Movere Journal, 2(2), 56–62.
https://doi.org/10.53654/mv.v2i2.118
7. Irwan, I., Latif, A., & Mustanir, A. (2021). Pendekatan Partisipatif Dalam Perencanaan
Pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang. GEOGRAPHY Jurnal Kajian, Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan, 9(2), 137–151.
https://journal.ummat.ac.id/index.php/geography/article/view/5153
8. Jamal, Y., Mustanir, A., & Latif, A. (2020). Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap
Aparatur Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Ciro-Ciroe Kecamatan Watang Pulu Kabupaten
Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 8(3), 207–212.
https://doi.org/10.51817/prj.v8i3.298
9. Kholifah R, E., & Mustanir, A. (2019). Food Policy and Its Impact on Local Food. October, 27–
38. https://doi.org/10.32528/pi.v0i0.2465
10. Luis, F., & Moncayo, G. (n.d.). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関
連指標に関する共分散構造分析Title.
11. Mustanir, A., Hamid, H., & Syarifuddin, R. N. (2020). Perencanaan Partisipatif Pada
Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Wanita Tani. 1, 1–120.
https://play.google.com/store/books/details/Ahmad_Mustanir_S_I_P_M_Si_PERENCANAAN_P
ARTISIPATIF?id=E1sAEAAAQBAJ
12. Mustanir, A., & Rusdi, M. (2019). Participatory Rural Appraisal (PRA) Sebagai Sarana Dakwah
Muhammadiyah Pada Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang. Prosiding
Konferensi Nasional Ke-8 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Aisyiyah (APPPTMA), 467–475. http://asosiasipascaptm.or.id/index.php/publikasi/prosiding-
konferensi-nasional-appptma-ke-8
13. Rappang, M., & Sulawesi, S. (2017). IAPA 2017 IAPA 2017-Towards Open Goverment: Finding
The Whole-Goverment Approach Participatory Rural Appraisal As The Participatory Planning
Method Of Development Planning. 78–84.
14. Samad, Z., Mustanir, A., & Pratama, M. Y. P. (2019). Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah
Rencana Pembangunan Untuk Mewujudkan Good Governance Kabupaten Enrekang. Moderat:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(4), 379–395.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/viewFile/3014/2750
15. Sapri, S., Mustanir, A., Ibrahim, M., Adnan, A. A., Wirfandi, W. (2019). Peranan Camat dan
Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di Kecamatan Enrekang
Kabupaten Enrekang. MODERAT: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(2), 33–48.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/2127
16. Siriattakul, P., Jermsittiparsert, K., & Mustanir, A. (2019). What Determine the Organizational
Citizenship Behavior in Indonesian Agriculture Manufacturing Firms? International Journal of
Psychosocial Rehabilitation, 23(4), 778-`792. https://doi.org/10.37200/ijpr/v23i4/pr190409
17. Sulaeman, Z., Mustanir, A., & Muchtar, A. I. (2019). Partisipasi Masyarakat Terhadap
Perwujudan Good Governance Di Desa Damai Kecamatan Watang Sidenreng Kabupaten
Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 7(3), 88–92.
https://doi.org/10.51817/prj.v7i3.374
18. Surya Adi Tama, P., & Wirama, D. G. (2020). Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan
Alokasi Dana Desa. E-Jurnal Akuntansi, 30(1), 73. https://doi.org/10.24843/eja.2020.v30.i01.p06
19. Uceng, A., Erfina, E., Mustanir, A., & Sukri, S. (2019). Partisipasi Masyarakat Dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di Desa Betao Riase Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten
Sidenreng Rappang. MODERAT: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 5(2), 18–32.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/2126
20. 宗成庆. (n.d.). No Title统计自然语言处理(第二版).
21. Ahmad, J. (2010). Tipe Perilaku Birokrasi Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik (Studi
Pada Proses Perumusan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang).
Universitas Negeri Makassar, 477–489.
22. Akhmad, I., Mustanir, A., & Ramadhan, M. R. (2006). Enrekang. 89–103.
23. Akhmad, I., Mustanir, A., & Ramadhan, M. R. (2018). Pengaruh Pemanfaatan Tekhnologi
Informasi dan Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Kabupaten
Enrekang. In Prosiding Konferensi Nasional Ke-7 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan
Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA). Jilid 2. Sosial Politik dan Ekonomi (Nomor
September). http://asosiasipascaptm.or.id/index.php/publikasi/konferensi-appptm-ke-7-
meningkatkan-kualitas-dan-kuantitas-jurnal-ilmiah
24. Camat, K. E., Bar, A. N., Kabupaten, A. N. T. I., & Rappang, S. (2019). Kualitas pelayanan
stasiun pengisian bahan bakar umum p anre ng ke camat an bar ant i kabupaten sidenreng
rappang. 7(2), 52–58. https://jurnal.umsrappang.ac.id/praja/article/view/363
25. Fitrah, N., Mustanir, A., Akbari, M. S., Ramdana, R., Jisam, J., Nisa, N. A., Qalbi, N., Febriani,
A. F., Irmawati, I., Resky S., M. A., & Ilham, I. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pemetaan Swadaya Dengan Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Tata Kelola Potensi Desa.
SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 5(1), 337.
https://doi.org/10.31764/jpmb.v5i1.6208
26. Ibrahim, M., Mustanir, A., Astinah Adnan, A., & Alizah P, N. (2020). Pengaruh Manajemen
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat Di Desa Bila
Riase Kecamatan Pitu Riase Kebupaten Sidenreng Rappang. Movere Journal, 2(2), 56–62.
https://doi.org/10.53654/mv.v2i2.118
27. Irwan, I., Latif, A., & Mustanir, A. (2021). Pendekatan Partisipatif Dalam Perencanaan
Pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang. GEOGRAPHY Jurnal Kajian, Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan, 9(2), 137–151.
https://journal.ummat.ac.id/index.php/geography/article/view/5153
28. Jamal, Y., Mustanir, A., & Latif, A. (2020). Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap
Aparatur Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Ciro-Ciroe Kecamatan Watang Pulu Kabupaten
Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 8(3), 207–212.
https://doi.org/10.51817/prj.v8i3.298
29. Kholifah R, E., & Mustanir, A. (2019). Food Policy and Its Impact on Local Food. October, 27–
38. https://doi.org/10.32528/pi.v0i0.2465
30. Luis, F., & Moncayo, G. (n.d.). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関
連指標に関する共分散構造分析Title.

Anda mungkin juga menyukai