PEREKONOMIAN INDONESIA
“Kebijakan Desentralisasi”
DISUSUN OLEH :
Nama: Nim:
Evitasari Br.Tarigan BCA 118 042
Ovella Reuli Filemonica Br. Tarigan BCA 118 002
Rahmad Dianto Lase
Rimma Melati Simbolon BCA 118 043
Theresia Gokmauli Siallagan BCA 118 055
2. Patrick Sills
Menurut Patrick Sills, pengertian desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, baik yang menyangkut
bidang legislatif, yudikatif atau administratif.
5. Irawan Soejipto
Menurut Irawan Soejipto, pengertian desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan
pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Soejito mengatakan bahwa desentralisasi
merupakan suatu sistem yang digunakan dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan
dari sentralisasi.
3. Tujuan Desentralisasi
Pemberlakukan sistem desentralisasi tentunya ada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Adapun
beberapa tujuan desentralisasi adalah sebagai berikut:
4. Bentuk Desentralisasi
Desentralisasi yang dijalankan mempunyai beberapa bentuk. Menurut Logemann dalam Hanif
Nurcholis, membagi desentralisasi menjadi dua(2) macam yaitu:
Desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralisatie) yaitu pelimpahan kekuasaan dai alat
perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahan guna memperlancar pekerjaan di
dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Desentralisasi ketatanegaraan (staatkundige decentralisatie) atau desentralisasi politik, yaitu
pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah
otonom di dalam lingkungannya. Di dalam sentralisasi politik semacam ini, rakyat dengan
menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam
pemerintahan dengan batas wilayah daerah masing-masing.
Desentralisasi ini dibagi 2 lagi yaitu:
Desentralisasi territorial, yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dan batas pengaturannya adalah daerah.
Desentralisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
fungsi tertentu. Batas pengaturannya adalah jenis fungsi.
5. Ciri-Ciri Desentralisasi
Ada beberapa karakteristik tertentu yang terdapa pada sistem desentralisasi. Menurut Smith
(1985), ciri-ciri desentralisasi adalah sebagai berikut:
6. Dampak Desentralisasi
Pada pelaksanaannya, sistem desentralisasi memiliki dampak positif dan negatif bagi berbagai
bidang kehidupan di suatu daerah. Berikut ini adalah dampak desentralisasi di beberapa bidang
penting dalam kehidupan bermasyarakat:
1. Bidang Sosial Budaya
Dampak positif desentralisasi pada bidang sosial budaya misalnya terbentuknya dan
semakin kuatnya ikatan sosial budaya di setiap daerah sehingga pengembangan
kebudayaan daerah semakin baik.
Namun, terdapat dampak negatifnya juga. Misalnya, timbulnya persaingan antar
daerah otonom yang saling berlomba menonjolkan kebudayaan masing-masing
sehingga dapat melunturkan rasa persatuan dan kesatuan.
2. Bidang Politik
Dampak positif desentralisasi pada bidang politik terlihat dari semakin aktifnya
pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya karena memiliki wewenang
membuat dan memutuskan kebijakan tertentu.
Sedangkan dampak negatifnya adalah timbulnya euforia berlebihan sehingga
kewenangan tersebut berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi,
golongan, dan kelompok tertentu.
3. Bidang Ekonomi
Dampak positif desentralisasi pada bidang ekonomi yaitu adanya kewenangan
pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam, sehingga pendapatan
daerah dan masyarakatnya akan semakin meningkat.
Namun, hal tersebut disertai dengan dampak negatif yang mungkin terjadi. Misalnya
potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah sehingga timbul
praktik KKN.
4. Bidang Keamanan
Dampak positif desentralisasi pada bidang keamanan yaitu timbulnya rasa memiliki
dan melakukan upaya mempertahankan NKRI dengan kebijakan tertentu yang dapat
meredam keinginan untuk terpisah dari NKRI.
Sedangkan dampak negatifnya terhadap keamanan adalah timbulnya potensi konflik
antar daerah ketika suatu daerah merasa tidak puas dengan sistem terkait Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7, Pasal
18A ayat 1 dan 2, Pasal 18B ayat 1 dan 2.
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004)
1. Aspek Politik
Dari sudut politik, desentralisasi ini dimaksudkan untuk mendemokrasikan pemerintah
daerah. Masyarakat daerah harus dapat dengan leluasa memilih pemerintahannya sendiri
serta menyusun dan membuat peraturannya sendiri dengan perkataan lain apapun yang
terjadi didaerah adalah dari rakyat, oleh rakyat , dan untuk rakyat. Intervensi pusat
terhadap daerah harus dikurangi dan dibatasi, sehingga kemandirian daerah benar-benar
dapat terwujud.
Dalam bidang politik, ekonomi seluas-luasnya harus ditandai dengan semakin besarnya
wewenang dan kemandirian DPRD. DPRD harus berwenang secara mandiri memilih calon
kepala daerahnya dan kemudian diresmikan mengangkatannya oleh pemerintah pusat.
DPRD juga harus berwenang meminta pertanggung jawaban kepala daerah yang tidak
memenuhi harapan rakyat. Terkait dalam hal ini, maka sangat relevan pecabutan Dwifungsi
ABRI, terutama pengangkatan anggota ABRI dalam lembaga Legislatif dan Eksekutif seperti
Gubernur dan Bupati/Walikota
2. Aspek Teknis
Dari sudut teknis pelaksanaan ini ditujukan untuk memperoleh efesiensi dan efektivitas
dalam penyelenggaraan Penda. Hal ini meliputi urusan rumah tangga mana yang paling
cocok dan paling tepat dikerjakan oleh daerah, bidang pekerjaan apa yang sebaiknya tetap
dilakukan oleh lembaga pemerintah pusat dan bekerjasama yang bagaimana yang bisa
dilakukan oleh beberapa daerah agar memperoleh hasil yang sebaik-baiknya. Dengan
perkataan lain aspek teknis ini bersifat kasualistis, tergantung kepada situasi dan kondisi
masing masing daerah.
3. Aspek Ekonomis
Dalam bidang ekonomi otonomi daerah yang seluas-luasnya harus ditujukan kepada
perubahan pengaturan hubungan antara pusat dan daerah. Undang- undang tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang harus dapat menjamin agar daerah
memperoleh bagian yang lebih proporsional sehingga dapat membiayai kegiatan
pemerintah dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pengaturan
tentang pajak daerah, retribusi daerah dan perusahaan daerah juga harus ditinjau kembali
dengan demikian daerah dapat mengembangkan kreasinya dalam mencari berbagai
pendapatan daerah yang potensial.