Anda di halaman 1dari 26

BAB I

DESENTRALISASI ATAU OTONOMI DAERAH

A. DESENTRALISASI

A.1. PENGERTIAN DESENTRALISASI

Secara umum, pengertian desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari


pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar dapat mengatur kegiatan di daerah tersebut
berdasarkan asas otonom. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, pengertian
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pusat kepada daerah. Pelimpahan
wewenang tersebut semata-mata bertujuan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang lebih
efektif dan efisien. Hasil dari pelimpahan wewenang tersebut adalah terbentuknya daerah
otonom atau otonomi daerah, yaitu adanya kebebasan pemerintah daerah tertentu dalam
mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri. Beberapa contoh penerapan sistem
desentralisasi, antara lain:

1. Kewenangan Dinas Pendidikan dalam mengatur pola pendidikan.


2. Kewenangan Dinas Perikanan dalam mengatur potensi perikanan di daerah.
3. Proses pemilihan kepala daerah.
4. Pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh DPRD

Agar lebih memahami apa arti desentralisasi, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa
ahli berikut ini:

1.Prof. Dr. J. Salusu

Menurut Prof. Dr. J. Salusu, M. A, pengertian desentralisasi adalah kewenangan yang relatif
besar, terutama dalam membuat berbagai keputusan penting, yang didelegasikan dari organisasi
ke tingkat bawah secara luas melalui mata rantai komando.

2.Patrick Sills
[AUTHOR NAME] 1
Menurut Patrick Sills, pengertian desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, baik yang menyangkut
bidang legislatif, yudikatif atau administratif.

3.Jha S.N dan Mathur P.C

Menurut Jha S.N dan Mathur P.C, arti desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat dengan cara dekonsentrasi pendelegasian kantor wilayah atau dengan devolusi
kepada pejabat daerah atau badan-badan daerah.

4.Henry Maddick

Menurut Henry Maddick (1963), pengertian desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara
hukum untuk dapat menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah
otonom.

5. Irawan Soejipto

Menurut Irawan Soejipto, pengertian desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintah


kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Soejito mengatakan bahwa desentralisasi merupakan
suatu sistem yang digunakan dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi.

6. Koesoemahatmadja, R. D. H. (Raden Djenal Hoesen)

Menurut Koesoemahatmadja, R. D. H, ada dua bentuk desentralisasi, yaitu dekonsentrasi dan


desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik.

A.2. TUJUAN DESENTRALISASI

Pemberlakukan sistem desentralisasi tentunya ada tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Adapun beberapa tujuan desentralisasi adalah sebagai berikut:

[AUTHOR NAME] 2
1. Mencegah Pemusatan Keuangan

Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat melimpahkan kewenangan


pengelolaan keuangan kepada pemerintah daerah. Dengan begitu, maka penganggaran dan realisasi
keuangan daerah dapat terlaksana untuk peningkatan kesejahteraan umum di daerah tersebut.

2. Bentuk Demokrasi Pemerintah Daerah

Sistem desentralisasi juga merupakan bentuk usaha pendemokrasian pemerintah daerah untuk
melibatkan masyarakat agar turut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan.

3. Perbaikan Ekonomi Sosial di Daerah

Desentralisasi juga akan membantu pemerintah daerah untuk menyusun berbagai program dalam
upaya perbaikan ekonomi sosial di tingkat daerah.

A.3. CIRI-CIRI DESENTRALISASI

Ada beberapa karakteristik tertentu yang terdapa pada sistem desentralisasi. Menurut Smith
(1985), ciri-ciri desentralisasi adalah sebagai berikut:

1. Adanya pendelegasian/ pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah


daerah untuk dapat melaksanakan fungsi tertentu dari pemerintahan.
2. Adanya wewenang pemerintah daerah untuk menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan
yang bertujuan untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerahnya.
3. Adanya kewenangan dalam menetapkan dan mengatur norma hukum yang berlaku secara
umum dan juga yang sifatnya abstrak.
4. Penerima wewenang adalah daerah otonom, dimana fungsi yang diserahkan dapat dirinci
atau fungsi yang tersisa.
5. Adanya kewenangan untuk menetapkan norma hukum yang bersifat individual dan juga
konkrit.
6. Daerah otonoma berada di luar hirarki organisasi pemerintah pusat.
7. Menunjukkan pada pola hubungan antra organisasi.
8. Terciptanya political variety dan diversity of structur di dalam sistem politik.
[AUTHOR NAME] 3
A.4. DAMPAK DESENTRALISASI

Pada pelaksanaannya, sistem desentralisasi memiliki dampak positif dan negatif bagi
berbagai bidang kehidupan di suatu daerah. Berikut ini adalah dampak desentralisasi di beberapa
bidang penting dalam kehidupan bermasyarakat:

1. Bidang Sosial Budaya

 Dampak positif desentralisasi pada bidang sosial budaya misalnya terbentuknya dan
semakin kuatnya ikatan sosial budaya di setiap daerah sehingga pengembangan
kebudayaan daerah semakin baik.
 Namun, terdapat dampak negatifnya juga. Misalnya, timbulnya persaingan antar daerah
otonom yang saling berlomba menonjolkan kebudayaan masing-masing sehingga dapat
melunturkan rasa persatuan dan kesatuan.

2. Bidang Politik

 Dampak positif desentralisasi pada bidang politik terlihat dari semakin aktifnya
pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya karena memiliki wewenang membuat dan
memutuskan kebijakan tertentu.
 Sedangkan dampak negatifnya adalah timbulnya euforia berlebihan sehingga
kewenangan tersebut berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, golongan,
dan kelompok tertentu.

3. Bidang Ekonomi

 Dampak positif desentralisasi pada bidang ekonomi yaitu adanya kewenangan


pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam, sehingga pendapatan daerah dan
masyarakatnya akan semakin meningkat.
 Namun, hal tersebut disertai dengan dampak negatif yang mungkin terjadi. Misalnya
potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah sehingga timbul
praktik KKN.

4. Bidang Keamanan

[AUTHOR NAME] 4
 Dampak positif desentralisasi pada bidang keamanan yaitu timbulnya rasa memiliki dan
melakukan upaya mempertahankan NKRI dengan kebijakan tertentu yang dapat
meredam keinginan untuk terpisah dari NKRI.
 Sedangkan dampak negatifnya terhadap keamanan adalah timbulnya potensi konflik
antar daerah ketika suatu daerah merasa tidak puas dengan sistem terkait Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

A.5. DIMENSI DESENTRALISASI


Dalam kepustakaan Amerika Serikat, Harold F. Alderfer [20](1964 : 176) mengungkapkan
bahwa terdapat dua prinsip umum dalam membedakan bagaimana pemerintah pusat
mengalokasikan kekuasaannya ke bawah. Pertama, dalam bentuk deconcentration yang semata-
mata menyusun unit administrasi atau field stations, baik itu tunggal ataupun ada dalam hirarki,
baik itu terpisah maupun tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka
kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta
tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan-badan pusat memiliki semua  kekuasaan
dalam dirinya, sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya
menjalankan perintah. Kedua, dalam bentuk desentralisasi, dimana unit-unit lokal ditetapkan
dengan kekuasaan tertentu atas bidang tugas tertentu. Mereka dapat menjalankan penilaian, inisiatif
dan pemerintahannya sendiri. 
Selain itu dalam khazanah Inggris, desentralisasi dapat dimengerti dalam dua jenis yang berbeda
menurut Conyers[21] (1983 : 102) yang mendasarkan pada berbagai literatur berbahasa Inggris,
yakni devolution yang menunjuk pada kewenangan politik yang ditetapkan secara legal dan dipilih
secara lokal; dan deconcentration yang menunjuk pada kewenangan administratif yang diberikan
pada perwakilan badan-badan pemerintah pusat.
 Bagaimana Conyers[22] (1986 : 89) membagi jenis desentralisasi ini dan untuk menentukan
suatu negara berdasar pada jenis yang mana tampaknya didasarkan pada beberapa
pertimbangan aktivitas fungsional dari kewenangan yang ditransfer, jenis kewenangan atau
kekuasaan yang ditransfer pada setiap aktivitas fungsional, tingkatan atau area kewenangan
yang ditransfer, kewenangan atas individu, organisasi, atau badan yang ditransfer pada
setiap tingkatan, dan kewenangan ditransfer dengan cara legal ataukah administratif.
 Tampaknya apa yang dimaksud decentralization menurut Alderfer menyerupai dengan apa
yang disebut sebagai devolution menurut Conyers. Sementara istilah deconcentration yang
mereka berdua pergunakan juga menunjuk pada kondisi yang sama.

[AUTHOR NAME] 5
 Pada sisi  lain, Campo dan Sundaram[23] membedakan antara dimensi desentralisasi
(dimension of decentralization) dan derajat desentralisasi (degrees of
decentralization).  Dimensi desentralisasi mencakup geografi, fungsional,
politik/administrative, serta fiskal. Sedangkan dilihat derajatnya, desentralisasi mencakup
dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi.
 Selanjutnya Rondinelli dan kawan-kawan  mengungkapkan jenis desentralisasi secara lebih
luas (dalam Meenakshisundaram, [24]1999: 55-56), yakni
mencakup : deconcentration (penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab
administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementerian atau badan
pemerintah), delegation (perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada
organisasi di luar struktur birokrasi reguler dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh
pemerintah pusat), devolution(pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan sub-
nasional dengan aktivitas yang secara substansial berada di luar kontrol pemerintah pusat),
dan privatization (memberikan semua tanggung jawab atas ftmgsi-fungsi kepada organisasi
non pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah).
 Rondinelli, McCullough, & Johnson [25](1989) sendiri bahkan mengungkapkan bahwa
bentuk desentralisasi ada lima macam, yakni privatization, deregulation of private service
provision, devolution to local government, delegation to public enterprtses or publicly
regulated private enterprises, and deconcentration of central government
bureaucracy.Pengertian desentralisasi tersebut menyerupai jenis desentralisasi yang
diungkapkan oleh Cohen & Peterson [26](1999) yang terbagi dalam deconcentration,
devolution, dan delegation (yang mencakup pula privatization). Jika semula privatisasi
berdiri sendiri, kini Cohen dan Peterson justru memasukkannya sebagai bagian dari
delegasi. Pembedaan ini didasarkan pada enam pendekatan, yakni : pembedaan berdasar asal
mula sejarah, berdasarkan hirarki dan fungsi, berdasarkan masalah yang diatasi dan nilai
dari para investigatornya, berdasar pola struktur dan fungsi administrasi, berdasar pada
pengalaman negara tertentu, dan yang terakhir berdasar pada berbagai tujuan politik, spasial,
pasar, dan administrasi.
 Hoessein [27](2001b) mengungkapkan bahwa devolution dalam khazanah Inggris tersebut
merupakan padanan kata political decentralization dalam pustaka Amerika Serikat dan
staatskundige decentralisatie dalam pustaka Belanda. Sementara deconcentration dalam
khazanah Inggris merupakan padanan dari administrattve decentralization dalam pustaka
Amerika Serikat dan ambtelyke atau administratieve 
decentralisatie dalam khazanah Belanda. Dari perspektif pemerintahan Indonesia, devolution

[AUTHOR NAME] 6
merupakan padanan dari desentralisasi, deconcentration merupakan padanan dari
dekonsentrasi, dan delegation adalah padanan dari desentralisasi fungsional.
 Selain itu, dalam perkembangan sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, mulai dari masa
Hindia Belanda sampai Indonesia modern telah dikenal pula beberapa jenis desentralisasi
dalam arti luas. Selain desentralisasi dalam arti sempit (devolution, political
decentralization) dan dekonsentrasi yang telah banyak diulas di atas, dikenal pula jenis mede
bewind dan vrij bestuur(Sinjal,[28] 2001). Mede bewind biasanya diartikan sebagai tugas
pembantuan yang berarti hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau
daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu (The Liang Gie,[29] 1965 : 112).
Rohdewohld [30](1995: 55) mengungkapkan makna yang hampir sama tentang mede
bewind namun dengan bahasa yang berbeda sebagai fungsi tertentu yang berada di bawah
yurisdiksi pemerintah pusat yang dijalankan oleh unit administrasi pemerintah daerah
otonom atas perintah pemerintah pusat. Pemerintah pusat tetap mempertahankan
yurisdiksinya dalam hal perencanaan dan pendanaannya. Vrij bestuur dapat diartikan kalau
ada keragu-raguan tentang siapa yang berwenang terhadap suatu masalah maka daerah
terdekatlah yang mengambil wewenang itu (Sinjal,[31] 2001). Dasar pemikiran timbulnya
vrij bestuur ini adalah karena kewenangan dapat dirinci satu per satu, tetapi tidak ada satu
pun undang-undang yang mampu memprediksi masalah-masalah kemasyarakatan yang
berkembang sangat dinamis sehingga bila ada kevakuman kewenangan penanganan masalah
tertentu maka dengan azas vrij bestuur ini diharapkan ada kepastian jalan keluamya segera.

B. PEMBAGIAN WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

 Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik, kedaulatan berada


ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, demikian disebutkan
dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945.
 Negara Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang terbentang dari timur sampai
ke barat. Untuk itu melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

[AUTHOR NAME] 7
Daerah, pemerintah membagi wilayah negara menjadi beberapa daerah provinsi, dimana
setiap provinsi dibagi atas beberapa daerah kabupaten dan kota.
 Daerah kabupaten/kota terdiri atas kecamatan, dimana kecamatan itu terdiri atas kelurahan
atau desa. Pembagian wilayah pemerintahan ini diatur dalam Pasal 2 – Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

B.1. PROVINSI

 Daerah provinsi merupakan daerah yang mempunyai pemerintah yang pembentukannya


berdasarkan undang-undang. Provinsi berstatus sebagai daerah yang meakan wilayah
administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan
wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di
wilayah daerah provinsi.
 Indonesia mempunyai 34 provinsi, yangmana provinsi-provinsi tersebut mempunyai
pemerintahan daerah yang disebut dengan kabupaten atau kota.

B.2. KABUPATEN/KOTA

 Daerah kabupaten/kota merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan daerah yang


pembentukannya berdasarkan undang-undang. Daerah kabupaten/kota berstatus sebagai
daerah yang merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi
bupati/walikota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah
kabupaten/kota.
Ada 416 kabupaten dan 98 kota di seluruh wiayah Indonesia. Setiap kabupaten/kota terdiri
dari beberapa kecamatan yang membawahi beberapa kelurahan/desa.
 Daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sebagaimana telah diuraikan diatas merupakan
daerah yang mempunyai pemerintahan daerah.
 Pengertian pemerintahan daerah menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

[AUTHOR NAME] 8
 Pemerintahan daerah baik pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah
kabupaten/kota merupakan penyelenggara urusan pemerintah, dalam hal ini yang di maksud
dengan pemerintah adalah pemerintah pusat. Pengertian dari pemerintah pusat sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan pusat dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

[AUTHOR NAME] 9
[AUTHOR NAME] 10
 Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dikepalai oleh Presiden terdiri dari beberapa provinsi yang dikepalai oleh gubernur. Setiap
provinsi terdiri dari beberapa kabupten/kota yang dikepalai oleh bupati/walikota.

C.OTONOMI DAERAH (PENGERTIAN, HAKIKAT, VISI, BENTUK, TUJUAN DAN

SEJARAHNYA) DI INDONESIA

C.1. HAKIKAT OTONOMI DAERAH      

Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Otonomi daerah
merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat
pemerintah pusat dan sumber daya manusia (SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan
nasional.Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarkat
setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Ateng Syarifuddin, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud oleh pemberian kesempatan
yang harus dipertanggungjawabkan.

Sedangkan menurut Vincent Lemius, otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk
mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah. Namun apa yang menjadi kebutuhan
daerah tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Otonomi daerah memiliki hubungan yang erat dengan desentralisasi, yaitu penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

[AUTHOR NAME] 11
Sedangkan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.

Berikut beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32
Th. 2004 Bab I Pasal 1:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang memegang kekuasaan
pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD 45.

2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan RI.

7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah


otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan
Republik Indonesia.

8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur


sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah itu.

9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/atau kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

[AUTHOR NAME] 12
10. Peraturan daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan
daerah kabupaten/kota.

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.

12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah NKRI.

13. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan
kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran
berikutnya.

18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang
atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk membayar kembali.

19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
khusus bagi kepentingan nasional.

C.2. VISI OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai visi yang


dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami
[AUTHOR NAME] 13
sebagai sebuah proses bagi lahirnya kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang
dipilih secara demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang
responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.

Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah
di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah. Di
pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal
kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka
ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk
menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai
infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.

Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa
otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan
harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah
memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra
lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika
kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan
secara cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis
dan mempunyai daya keberlanjutan.

C.3. LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH

1. UUD 1945
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
berbentuk republik”. Dengan demikian, adanya daerah yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri harus diletakkan dalam kerangka negara kesatuan
bukan negara federasi.
Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (2)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih

[AUTHOR NAME] 14
melalui pemilihan umum. (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5) Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya. Kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. (7)
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Di
dalam Pasal 18A UUD 1945, disebutkan bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang. Selanjutnya, dalam Pasal 18B UUD 1945 ditegaskan bahwa (1)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang; (2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pasal-pasal tersebut (pasal 18, 18 A dan 18 B),
dapat ditarik pengertian-pengertian sebagai berikut: a. Daerah tidaklah bersifat “staat” atau negara
(dalam negara); b. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi. Provinsi ini
kemudian akan dibagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten atau kota; c. Daerah-
daerah itu adalah daerah otonom atau daerah administrasi; d. Di daerah otonom dibentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (bd.
BN. Marbun, 2005:13); e. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau istimewa serta kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak
tradisionalnya (bd. Hanif Nurcholis, 2005 : 59); ini menjadi dasar pembentukan Daerah Istimewa
dan pemerintah Desa. f. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan; g. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal
18 ayat 5); h. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal
18 ayat 2, bd. Muhammad Fauzan, 2006 : 41).

2. Undang-Undang
Undang-undang organik sebagai tindak lanjut pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia
berdasarkan konstitusi telah mengalami beberapa pergantian.

[AUTHOR NAME] 15
2.1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Sejak awal kemerdekaan, otonomi daerah telah mendapat
perhatian melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1945. Undang-undang ini, menurut Mahfud
(2006:224), dibuat dalam semangat demokrasi menyusul proklamasi kemerdekaan yang memang
menggelorakan semangat kebebasan. Undang-undang ini berisi enam pasal yang pada pokoknya
memberi tempat penting bagi Komite Nasional Daerah (KND) sebagai alat perlengkapan demokrasi
di daerah. Asas yang dianut UU No. 1 Tahun 1945 adalah asas otonomi formal dalam arti
menyerahkan urusan-urusan kepada daerah-daerah tanpa secara spesifik menyebut jenis atau bidang
urusannya. Ini berarti bahwa daerah bisa memilih sendiri urusannya selama tidak ditentukan bahwa
urusan-urusan tertentu diurus oleh pemerintah pusat atau diatur oleh pemerintah yang tingkatannya
lebih tinggi.

2.2. UU No. 22 Tahun 1948 Pada tahun 1948 dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1948 guna
menyempurnakan UU sebelumnya yang dirasakan masih dualistik. UU Nomor 22 Tahun 1948 ini
menganut asas otonomi formal dan materiil sekaligus. Ini terlihat dari pasal 23 (2) yang menyebut
urusan yang diserahkan kepada daerah (materiil) dan pasal 28 yang menyebutkan adanya
pembatasan-pembatasan bagi DPRD untuk tidak membuat Perda tertentu yang telah diatur oleh
pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya keinginan untuk
memperluas otonomi daerah.

2.3. UU No. 1 Tahun 1957 Di era demokrasi liberal, berlaku UUDS 1950, di mana gagasan otonomi
nyata yang seluas-luasnya tidak dapat dibendung sehingga lahirlah UU No. 1 Tahun 1957. Di sini,
dari sudut UU ini telah dikenal adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, meski belum
sempat dilaksanakan karena terjadi perubahan politik. Dalam UU ini, menurut Mahfud (2006:245),
DPRD dijadikan tulang punggung otonomi daerah, sedangkan tugas-tugas pembantuan dilakukan
oleh Dewan Pemerintah Daerah (DPD).

2.4. UU No. 18 Tahun 1965 Pada era demokrasi terpimpin, dikeluarkanlah UU Nomor 18 Tahun
1965. UU ini merupakan perwujudan Penpres No. 6 Tahun 1959 yang mempersempit otonomi
daerah. Istilah otonomi seluas-luasnya masih dipakai sebagai asas, tetapi elaborasinya di dalam
sistem pemerintahan justru merupakan pengekangan yang luar biasa atas daerah. Kepala daerah
ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat dengan wewenang untuk mengawasi jalannya
pemerintahan di daerah. Demikian juga wewenang untuk menangguhkan keputusan-keputusan
DPRD sehingga lembaga ini praktis sama sekali tidak mempunyai peran.

[AUTHOR NAME] 16
2.5. UU No. 5 Tahun 1974 Setelah demokrasi terpimpin digantikan oleh sistem politik Orde Baru
yang menyebut diri sebagai Demokrasi Pancasila, maka politik hukum otonomi daerah kembali
diubah. Melalui Tap MPRS No.XXI/MPRS/1966 digariskan politik hukum otonomi daerah yang
seluas-luasnya disertai perintah agar UU No. 18 Tahun 1965 diubah guna disesuaikan dengan
prinsip otonomi yang dianut oleh Tap MPRS tersebut. Selanjutnya, melalui Tap
MPR No.IV/MPR/1973 tentang GBHN yang, sejauh menyangkut hukum otonomi daerah,
penentuan asasnya diubah dari otonomi “nyata yang seluas-luasnya” menjadi otonomi “nyata dan
bertanggungjawab” (Mahfud, 2006:226). Ketentuan GBHN tentang politik hukum otonomi daerah
ini kemudian dijabarkan di dalam UU No. 5 Tahun 1974 yang melahirkan sentralisasi kekuasaan
dan menumpulkan otonomi daerah. Dengan UU yang sangat sentralistik itu terjadilah ketidakadilan
politik. Seperti kedudukan DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah dan cara penetapan kepala
daerah. Demikian juga terjadi ketidakadilan ekonomi karena kekayaan daerah lebih banyak disedot
oleh pusat untuk kemudian dijadikan alat operasi dan tawar-menawar politik.

2.6. UU No. 22 Tahun 1999 Pada era reformasi, otonomi daerah kembali mendapat perhatian serius.
Otonomi daerah, yang di masa Orde Baru tertuang di dalam UU No. 5 Tahun 1974, kembali
dipersoalkan karena dianggap sebagai instrumen otoriterisme pemerintah pusat. Melalui UU No. 22
Tahun 1999, prinsip otonomi luas dalam hubungan pusat dan daerah dikembalikan. Ada tiga hal
yang menjadi visi UU No. 22 Tahun 1999, menurut Ryass Rasyid (2002:75), yaitu: (1)
membebaskan pemerintah pusat dari beban mengurus soal-soal domestik dan menyerahkannya
kepada pemerintah lokal agar pemerintah lokal secara bertahap mampu memberdayakan dirinya
untuk mengurus urusan domestiknya; (2) pemerintah pusat bisa berkonsentrasi dalam masalah
makro nasional; dan (3) daerah bisa lebih berdaya dan kreatif.

2.7. UU No. 32 Tahun 2004 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menganut prinsip yang sama
dengan UU No. 22 Tahun 1999, yakni otonomi luas dalam rangka demokratisasi. Prinsip otonomi
luas itu mendapat landasannya di dalam pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen. Dalam UU
ini juga ditegaskan juga sistem pemilihan langsung kepala daerah. Rakyat diberi kesempatan yang
luas untuk memilih sendiri kepala daerah dan wakilnya. Menurut pasal 57 ayat (1), Kepda/Wakepda
dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

2.8. Peraturan Pemerintah

[AUTHOR NAME] 17
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan
ini menjadi dasar hukum otonomi daerah dalam melaksanakan kewenangan di daerah. PP No. 38
Tahun 2007 ini merupakan penjabaran langsung untuk dapat melaksanakan Pasal 14 ayat (3) UU
No. 32 Tahun 2004.

C.4.  BENTUK DAN TUJUAN DESENTRALISASI DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu:

1.      Dekonsentrasi

Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), pada hakikatnya hanya


merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara pemerintah pusat
dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi, dekonsentrasi hanya berupa pergeseran volume
pekerjaan dari pemerintah pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya
penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk
membuat keputusan.

2.         Delegasi

Delegasi merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk


melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah
pengawasan pemerintah pusat. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan
kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-
kadang berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat., karena bersifat lebih komersial
dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis. Hal ini biasanya dilakukan
terhadap suatu badan usaha publik yang tugasnya melaksanakan proyek tertentu, seperti
telekomunikasi, listrik, bendungan, dan jalan raya.

3.      Devolusi

Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi
dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan
manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan
[AUTHOR NAME] 18
secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakan upaya memperkuat pemerintah daerah
sacara legal yang secara substansif kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung
pemerintah pusat. Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada
pemerintahan kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD, meningkatkan pendapatan
mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil keputusan investasi.

Ciri-ciri Devolusi:

1. Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang signifikan.

2. Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan
otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.

3. Harus mengembangkan kompetensi staf.

4. Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus menentukan
kebijakan dan prosedur internal.

5. Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator luar yang tidak
memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal.

4.      Privatisasi

Menurut Romdinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari


pemerintah kepada badan-badan sukarela swasta dan swadaya masyarakat, namun dapat pula
merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta misalnya BUMN dan BUMD
dilebur menjadi perusahaan terbatas (PT) dalam beberapa hal misalnya pemerintah mentransfer
beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk
mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah dalam
hal kegiatan sosial, pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan keluarga, koprasi, petani,
dan koprasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan
peran serta dan pemberdayaan masyarakat.

5.      Tugas Pembantuan, yang merupakan tambahan dalam konteks desentralisasi Indonesia

Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah


pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah
yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah
yang tingkatannya lebih atas urusan yang diserahkan pemerintah pusat/pemerintah daerah atasan

[AUTHOR NAME] 19
tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan. Kewenangan yang diberikan
kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat mengurus sedangkan kewenangan mengurus tetap
menadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.

C.5. SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA   

Peraturan perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan daerah


pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini merupakan
hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan dan  masa
pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini belum mengatur tentang desentralisasi dan
hanya menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan perwakilan
rakyat daerah. Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada
pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan dua
jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.

Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor 1


tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia.
Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas-luasnya.
Kemudian disusul dengan munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang menganut sistem otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang sebelumnya dianggap memiliki
kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI serta tidak serasi denagn
maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.

UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian digantikan
dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan situasi
yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan daerah dalam
kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan
kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip
otonomi dan desentralisasi kekuatan politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi
daerah di tempatnya. Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah
melakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32
tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga sekarang.

[AUTHOR NAME] 20
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
(Eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan.
2. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan
nilai ini pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Berkaitan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di


Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/ pelimpahan sebagian
kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. 
Dengan demikian, titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada daerah kabupaten/kota
dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut.
 Dimensi Politik, kabupaten/kota dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan
sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.

 Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat


relatif dapat lebih efektif.

 Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga


kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah yang dianut adalah nyata, bertanggung
jawab dan dinamis.
 Nyata : otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah.

 Bertanggung jawab : pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar


pembangunan di seluruh pelosok tanah air.

[AUTHOR NAME] 21
 Dinamis : pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju.
Selain itu terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
1. Prinsip Kesatuan : Pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat
guna memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat
lokal.
2. Prinsip Riil dan Tanggung Jawab : Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab bagi kepentingan seluruh warga daerah.
Pemerintah daerah berperan mengatur proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di
daerah.
3. Prinsip Penyebaran : Asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi.
Caranya dengan memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk kreatif dalam
membangun daerahnya.
4. Prinsip Keserasian : Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan
tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5. Prinsip Pemberdayaan : Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama
dalam aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan
pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

BAB II

STRUKTUR PEMERINTAHAN PUSAT

Pemerintahan pusat adalah penyelenggara pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia, yakni Presiden dengan dibantu seorang Wakil Presiden dan oleh menteri- menteri
[AUTHOR NAME] 22
negara. Atau dengan kata lain, pemerintahan pusat adalah pemerintahan secara nasional yang
berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. Pemerintahan pusat terdiri atas perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden dan para pembantu presiden, yaitu
wakil presiden, para menteri, dan lembaga-lembaga pemerintahan pusat. Berkaitan dengan
pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan yang diambil dalam menyelenggarakan pemerintahan
digunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurus urusan yang ada di daerah. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah
oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada aparat
pemerintah pusat yang ada di daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah. dengan
kata lain, dekonsentrasi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Menurut Undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi didefinisikan sebagai
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Tugas pembantuan (medebewind) merupakan penyertaan tugas-tugas atau program-program


Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Tingkat I yang diberikan untuk turut
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II, dimana pelaksanaannya dapat tercermin dari adanya konstribusi Pusat atau Propinsi
dalam hal pembiayaan pembangunan, maka besarnya konstribusi tersebut dapat digunakan untuk
mengukur besarnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat sentralistik. Menurut Undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan adalah penugasan
dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

[AUTHOR NAME] 23
Menurut Ryaas Rasyid, tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga ketertiban
dalam kehidupan  masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan secara tenang,
tenteram dan damai. Secara umum fungsi pemerintahan mencakup tiga fungsi pokok yang
seharusnya dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (H. Nurul
Aini dalam  Haryanto dkk, 1997 : 36-37).
1. Fungsi Layanan (Servicing Function). Fungsi pelayanan dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan cara tidak diskriminatif dan tidak memberatkan serta dengan
kualitas yang sama. Dalam pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih kasih, melainkan semua
orang memiliki hak sama, yaitu hak untuk dilayaani, dihormati, diakui, diberi kesempatan
(kepercayaan), dan sebagainya.
2. Fungsi Pengaturan (Regulating Function). Fungsi ini memberikan penekanan bahwa
pengaturan tidak hanya kepada rakyat tetapi kepada pemerintah sendiri. Artinya, dalam membuat
kebijakan lebih dinamis yang mengatur kehidupan masyarakat dan sekaligus meminimalkan
intervensi negara dalam kehidupan masyarakat. Jadi, fungsi pemerintah adalah mengatur dan
memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga
negara.
3. Fungsi Pemberdayaan. Fungsi ini dijalankan pemerintah dalam rangka pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat tahu, menyadari diri, dan mampu memilih alternatif yang baik untuk
mengatasi atau menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Pemerintah dalam fungsi ini hanya
sebagai fasilitator dan motivator untuk membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam
menghadapi setiap persoalan hidup.

Fungsi pengaturan dilaksanakan pemerintah dengan membuat peraturan perundang-


undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Pemerintah adalah pihak yang

[AUTHOR NAME] 24
mampu menerapkan peraturan agar kehidupan dapat berjalan secara baik dan dinamis. Ada enam
fungsi pengaturan yang dimiliki pemerintah sebagai berikut.
1. Menyediakan infrastruktur ekonomi. Pemerintah menyediakan institusi dasar dan peraturan-
peraturan yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem ekonomi modern, seperti perlindungan
terhadap hak milik, hak ciipta, hak paten, dan sebagainya.
2. Menyediakan barang dan jasa kolektif. Fungsi ini dijalankan pemerintah karena masih
terdapat beberapa public goods yang tersedia bagi umum, ternyata masih sulit dijangkau oleh
beberapa individu untuk memperolehnya.
3. Menjembatani konflik dalam masyarakat. Fungsi ini dijalankan untuk meminimalkan
konflik sehingga menjamin ketertiban dan stabilitas di masyarakat.
4. Menjaga kompetisi. Peran pemerintah diperlukan untuk menjamin agar kegiatan ekonomi
dapat berlangsung dengan kompetisi yang sehat. Sebab tanpa pengawasan pemerintah akan
berakibat kompetisi dalam perdagangan tidak terkontrol dan dapat merusak kompetisi tersebut.
5. Menjamin akses minimal setiap individu kepada barang dan jasa. Kehadiran pemerintah
diharapkan dapat memberikan bantuan kepada masyarakat miskin melalui program-program
khusus.
6. Menjaga stabilitas ekonomi. Melalui fungsi ini pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan
moneter apabila terjadi sesuatu yang mengganggu stabilitas ekonomi. Pemerintahan daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta norma

Kewenangan Pemerintah adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau
mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah. Kewenangan Pemerintah
mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (UU No. 25 Tahun 2000, Pasal 2). Selain
kewenangan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan lain, yaitu sebagai berikut.

1. Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro.


2. Dana perimbangan keuangan.
3. Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara.
4. Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia.
5. Pendayagunaan sumber daya alam dan ppemberdayaan sumber daya strategis.

[AUTHOR NAME] 25
6. Konservasi dan standarisasi nasional.

Ada beberapa tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah pusat dalam pelaksanaan
otonomi daerah, meliputi tujuan umum, yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Pemerataan dan keadilan.
3. Menciptakan demokratisasi.
4. Menghormati serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
5. Memperhatikan potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.


1. Mempertahankan dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan negara.
2. Menjamin kualitas pelayanan umum setara bagi semua warga negara.
3. Menjamin efisiensi pelayanan umum karena jenis pelayanan umum tersebut berskala
nasional.
4. Menjamin pengadaan teknologi keras dan lunak yang langka, canggih, mahal dan berisiko
tinggi serta sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yang sangat diperlukan oleh bangsa dan
negara, seperti tenaga nuklir, teknologi satelit, penerbangan antariksa, dan sebagainya.
5. Membuka ruang kebebasan bagi masyarakat, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
6. Menciptakan kreativitas dan inisiatif sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerahnya.
7. Memberi peluang kepada masyarakat untuk membangun dialog secara terbuka dan
transparan dalam mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri.
Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui otonomi daerah
memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat
menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya
pemerintahan daerah yang lebih baik.

[AUTHOR NAME] 26

Anda mungkin juga menyukai