A. DESENTRALISASI
Agar lebih memahami apa arti desentralisasi, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa
ahli berikut ini:
Menurut Prof. Dr. J. Salusu, M. A, pengertian desentralisasi adalah kewenangan yang relatif
besar, terutama dalam membuat berbagai keputusan penting, yang didelegasikan dari organisasi
ke tingkat bawah secara luas melalui mata rantai komando.
2.Patrick Sills
[AUTHOR NAME] 1
Menurut Patrick Sills, pengertian desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah, baik yang menyangkut
bidang legislatif, yudikatif atau administratif.
Menurut Jha S.N dan Mathur P.C, arti desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat dengan cara dekonsentrasi pendelegasian kantor wilayah atau dengan devolusi
kepada pejabat daerah atau badan-badan daerah.
4.Henry Maddick
Menurut Henry Maddick (1963), pengertian desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara
hukum untuk dapat menangani bidang-bidang atau fungsi-fungsi tertentu kepada daerah
otonom.
5. Irawan Soejipto
Pemberlakukan sistem desentralisasi tentunya ada tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Adapun beberapa tujuan desentralisasi adalah sebagai berikut:
[AUTHOR NAME] 2
1. Mencegah Pemusatan Keuangan
Sistem desentralisasi juga merupakan bentuk usaha pendemokrasian pemerintah daerah untuk
melibatkan masyarakat agar turut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi juga akan membantu pemerintah daerah untuk menyusun berbagai program dalam
upaya perbaikan ekonomi sosial di tingkat daerah.
Ada beberapa karakteristik tertentu yang terdapa pada sistem desentralisasi. Menurut Smith
(1985), ciri-ciri desentralisasi adalah sebagai berikut:
Pada pelaksanaannya, sistem desentralisasi memiliki dampak positif dan negatif bagi
berbagai bidang kehidupan di suatu daerah. Berikut ini adalah dampak desentralisasi di beberapa
bidang penting dalam kehidupan bermasyarakat:
Dampak positif desentralisasi pada bidang sosial budaya misalnya terbentuknya dan
semakin kuatnya ikatan sosial budaya di setiap daerah sehingga pengembangan
kebudayaan daerah semakin baik.
Namun, terdapat dampak negatifnya juga. Misalnya, timbulnya persaingan antar daerah
otonom yang saling berlomba menonjolkan kebudayaan masing-masing sehingga dapat
melunturkan rasa persatuan dan kesatuan.
2. Bidang Politik
Dampak positif desentralisasi pada bidang politik terlihat dari semakin aktifnya
pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya karena memiliki wewenang membuat dan
memutuskan kebijakan tertentu.
Sedangkan dampak negatifnya adalah timbulnya euforia berlebihan sehingga
kewenangan tersebut berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, golongan,
dan kelompok tertentu.
3. Bidang Ekonomi
4. Bidang Keamanan
[AUTHOR NAME] 4
Dampak positif desentralisasi pada bidang keamanan yaitu timbulnya rasa memiliki dan
melakukan upaya mempertahankan NKRI dengan kebijakan tertentu yang dapat
meredam keinginan untuk terpisah dari NKRI.
Sedangkan dampak negatifnya terhadap keamanan adalah timbulnya potensi konflik
antar daerah ketika suatu daerah merasa tidak puas dengan sistem terkait Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
[AUTHOR NAME] 5
Pada sisi lain, Campo dan Sundaram[23] membedakan antara dimensi desentralisasi
(dimension of decentralization) dan derajat desentralisasi (degrees of
decentralization). Dimensi desentralisasi mencakup geografi, fungsional,
politik/administrative, serta fiskal. Sedangkan dilihat derajatnya, desentralisasi mencakup
dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi.
Selanjutnya Rondinelli dan kawan-kawan mengungkapkan jenis desentralisasi secara lebih
luas (dalam Meenakshisundaram, [24]1999: 55-56), yakni
mencakup : deconcentration (penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab
administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementerian atau badan
pemerintah), delegation (perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada
organisasi di luar struktur birokrasi reguler dan hanya secara tidak langsung dikontrol oleh
pemerintah pusat), devolution(pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan sub-
nasional dengan aktivitas yang secara substansial berada di luar kontrol pemerintah pusat),
dan privatization (memberikan semua tanggung jawab atas ftmgsi-fungsi kepada organisasi
non pemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah).
Rondinelli, McCullough, & Johnson [25](1989) sendiri bahkan mengungkapkan bahwa
bentuk desentralisasi ada lima macam, yakni privatization, deregulation of private service
provision, devolution to local government, delegation to public enterprtses or publicly
regulated private enterprises, and deconcentration of central government
bureaucracy.Pengertian desentralisasi tersebut menyerupai jenis desentralisasi yang
diungkapkan oleh Cohen & Peterson [26](1999) yang terbagi dalam deconcentration,
devolution, dan delegation (yang mencakup pula privatization). Jika semula privatisasi
berdiri sendiri, kini Cohen dan Peterson justru memasukkannya sebagai bagian dari
delegasi. Pembedaan ini didasarkan pada enam pendekatan, yakni : pembedaan berdasar asal
mula sejarah, berdasarkan hirarki dan fungsi, berdasarkan masalah yang diatasi dan nilai
dari para investigatornya, berdasar pola struktur dan fungsi administrasi, berdasar pada
pengalaman negara tertentu, dan yang terakhir berdasar pada berbagai tujuan politik, spasial,
pasar, dan administrasi.
Hoessein [27](2001b) mengungkapkan bahwa devolution dalam khazanah Inggris tersebut
merupakan padanan kata political decentralization dalam pustaka Amerika Serikat dan
staatskundige decentralisatie dalam pustaka Belanda. Sementara deconcentration dalam
khazanah Inggris merupakan padanan dari administrattve decentralization dalam pustaka
Amerika Serikat dan ambtelyke atau administratieve
decentralisatie dalam khazanah Belanda. Dari perspektif pemerintahan Indonesia, devolution
[AUTHOR NAME] 6
merupakan padanan dari desentralisasi, deconcentration merupakan padanan dari
dekonsentrasi, dan delegation adalah padanan dari desentralisasi fungsional.
Selain itu, dalam perkembangan sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, mulai dari masa
Hindia Belanda sampai Indonesia modern telah dikenal pula beberapa jenis desentralisasi
dalam arti luas. Selain desentralisasi dalam arti sempit (devolution, political
decentralization) dan dekonsentrasi yang telah banyak diulas di atas, dikenal pula jenis mede
bewind dan vrij bestuur(Sinjal,[28] 2001). Mede bewind biasanya diartikan sebagai tugas
pembantuan yang berarti hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau
daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu (The Liang Gie,[29] 1965 : 112).
Rohdewohld [30](1995: 55) mengungkapkan makna yang hampir sama tentang mede
bewind namun dengan bahasa yang berbeda sebagai fungsi tertentu yang berada di bawah
yurisdiksi pemerintah pusat yang dijalankan oleh unit administrasi pemerintah daerah
otonom atas perintah pemerintah pusat. Pemerintah pusat tetap mempertahankan
yurisdiksinya dalam hal perencanaan dan pendanaannya. Vrij bestuur dapat diartikan kalau
ada keragu-raguan tentang siapa yang berwenang terhadap suatu masalah maka daerah
terdekatlah yang mengambil wewenang itu (Sinjal,[31] 2001). Dasar pemikiran timbulnya
vrij bestuur ini adalah karena kewenangan dapat dirinci satu per satu, tetapi tidak ada satu
pun undang-undang yang mampu memprediksi masalah-masalah kemasyarakatan yang
berkembang sangat dinamis sehingga bila ada kevakuman kewenangan penanganan masalah
tertentu maka dengan azas vrij bestuur ini diharapkan ada kepastian jalan keluamya segera.
[AUTHOR NAME] 7
Daerah, pemerintah membagi wilayah negara menjadi beberapa daerah provinsi, dimana
setiap provinsi dibagi atas beberapa daerah kabupaten dan kota.
Daerah kabupaten/kota terdiri atas kecamatan, dimana kecamatan itu terdiri atas kelurahan
atau desa. Pembagian wilayah pemerintahan ini diatur dalam Pasal 2 – Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
B.1. PROVINSI
B.2. KABUPATEN/KOTA
[AUTHOR NAME] 8
Pemerintahan daerah baik pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah
kabupaten/kota merupakan penyelenggara urusan pemerintah, dalam hal ini yang di maksud
dengan pemerintah adalah pemerintah pusat. Pengertian dari pemerintah pusat sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan pusat dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
[AUTHOR NAME] 9
[AUTHOR NAME] 10
Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dikepalai oleh Presiden terdiri dari beberapa provinsi yang dikepalai oleh gubernur. Setiap
provinsi terdiri dari beberapa kabupten/kota yang dikepalai oleh bupati/walikota.
SEJARAHNYA) DI INDONESIA
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Otonomi daerah
merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat
pemerintah pusat dan sumber daya manusia (SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan
nasional.Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarkat
setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Ateng Syarifuddin, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud oleh pemberian kesempatan
yang harus dipertanggungjawabkan.
Sedangkan menurut Vincent Lemius, otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk
mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah. Namun apa yang menjadi kebutuhan
daerah tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Otonomi daerah memiliki hubungan yang erat dengan desentralisasi, yaitu penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[AUTHOR NAME] 11
Sedangkan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
Berikut beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32
Th. 2004 Bab I Pasal 1:
1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang memegang kekuasaan
pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD 45.
2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945.
3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah daerah.
4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan RI.
9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/atau kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
[AUTHOR NAME] 12
10. Peraturan daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan
daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah NKRI.
13. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan
kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran
berikutnya.
18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang
atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk membayar kembali.
19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
khusus bagi kepentingan nasional.
Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah
di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah. Di
pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal
kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka
ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk
menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai
infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa
otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan
harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah
memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra
lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika
kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan
secara cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis
dan mempunyai daya keberlanjutan.
1. UUD 1945
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan
berbentuk republik”. Dengan demikian, adanya daerah yang mempunyai kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri harus diletakkan dalam kerangka negara kesatuan
bukan negara federasi.
Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. (2)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih
[AUTHOR NAME] 14
melalui pemilihan umum. (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5) Pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya. Kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. (7)
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Di
dalam Pasal 18A UUD 1945, disebutkan bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang. Selanjutnya, dalam Pasal 18B UUD 1945 ditegaskan bahwa (1)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang; (2) Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pasal-pasal tersebut (pasal 18, 18 A dan 18 B),
dapat ditarik pengertian-pengertian sebagai berikut: a. Daerah tidaklah bersifat “staat” atau negara
(dalam negara); b. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi. Provinsi ini
kemudian akan dibagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten atau kota; c. Daerah-
daerah itu adalah daerah otonom atau daerah administrasi; d. Di daerah otonom dibentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (bd.
BN. Marbun, 2005:13); e. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau istimewa serta kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak
tradisionalnya (bd. Hanif Nurcholis, 2005 : 59); ini menjadi dasar pembentukan Daerah Istimewa
dan pemerintah Desa. f. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan; g. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal
18 ayat 5); h. Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal
18 ayat 2, bd. Muhammad Fauzan, 2006 : 41).
2. Undang-Undang
Undang-undang organik sebagai tindak lanjut pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia
berdasarkan konstitusi telah mengalami beberapa pergantian.
[AUTHOR NAME] 15
2.1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 Sejak awal kemerdekaan, otonomi daerah telah mendapat
perhatian melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1945. Undang-undang ini, menurut Mahfud
(2006:224), dibuat dalam semangat demokrasi menyusul proklamasi kemerdekaan yang memang
menggelorakan semangat kebebasan. Undang-undang ini berisi enam pasal yang pada pokoknya
memberi tempat penting bagi Komite Nasional Daerah (KND) sebagai alat perlengkapan demokrasi
di daerah. Asas yang dianut UU No. 1 Tahun 1945 adalah asas otonomi formal dalam arti
menyerahkan urusan-urusan kepada daerah-daerah tanpa secara spesifik menyebut jenis atau bidang
urusannya. Ini berarti bahwa daerah bisa memilih sendiri urusannya selama tidak ditentukan bahwa
urusan-urusan tertentu diurus oleh pemerintah pusat atau diatur oleh pemerintah yang tingkatannya
lebih tinggi.
2.2. UU No. 22 Tahun 1948 Pada tahun 1948 dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1948 guna
menyempurnakan UU sebelumnya yang dirasakan masih dualistik. UU Nomor 22 Tahun 1948 ini
menganut asas otonomi formal dan materiil sekaligus. Ini terlihat dari pasal 23 (2) yang menyebut
urusan yang diserahkan kepada daerah (materiil) dan pasal 28 yang menyebutkan adanya
pembatasan-pembatasan bagi DPRD untuk tidak membuat Perda tertentu yang telah diatur oleh
pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya keinginan untuk
memperluas otonomi daerah.
2.3. UU No. 1 Tahun 1957 Di era demokrasi liberal, berlaku UUDS 1950, di mana gagasan otonomi
nyata yang seluas-luasnya tidak dapat dibendung sehingga lahirlah UU No. 1 Tahun 1957. Di sini,
dari sudut UU ini telah dikenal adanya pemilihan kepala daerah secara langsung, meski belum
sempat dilaksanakan karena terjadi perubahan politik. Dalam UU ini, menurut Mahfud (2006:245),
DPRD dijadikan tulang punggung otonomi daerah, sedangkan tugas-tugas pembantuan dilakukan
oleh Dewan Pemerintah Daerah (DPD).
2.4. UU No. 18 Tahun 1965 Pada era demokrasi terpimpin, dikeluarkanlah UU Nomor 18 Tahun
1965. UU ini merupakan perwujudan Penpres No. 6 Tahun 1959 yang mempersempit otonomi
daerah. Istilah otonomi seluas-luasnya masih dipakai sebagai asas, tetapi elaborasinya di dalam
sistem pemerintahan justru merupakan pengekangan yang luar biasa atas daerah. Kepala daerah
ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat dengan wewenang untuk mengawasi jalannya
pemerintahan di daerah. Demikian juga wewenang untuk menangguhkan keputusan-keputusan
DPRD sehingga lembaga ini praktis sama sekali tidak mempunyai peran.
[AUTHOR NAME] 16
2.5. UU No. 5 Tahun 1974 Setelah demokrasi terpimpin digantikan oleh sistem politik Orde Baru
yang menyebut diri sebagai Demokrasi Pancasila, maka politik hukum otonomi daerah kembali
diubah. Melalui Tap MPRS No.XXI/MPRS/1966 digariskan politik hukum otonomi daerah yang
seluas-luasnya disertai perintah agar UU No. 18 Tahun 1965 diubah guna disesuaikan dengan
prinsip otonomi yang dianut oleh Tap MPRS tersebut. Selanjutnya, melalui Tap
MPR No.IV/MPR/1973 tentang GBHN yang, sejauh menyangkut hukum otonomi daerah,
penentuan asasnya diubah dari otonomi “nyata yang seluas-luasnya” menjadi otonomi “nyata dan
bertanggungjawab” (Mahfud, 2006:226). Ketentuan GBHN tentang politik hukum otonomi daerah
ini kemudian dijabarkan di dalam UU No. 5 Tahun 1974 yang melahirkan sentralisasi kekuasaan
dan menumpulkan otonomi daerah. Dengan UU yang sangat sentralistik itu terjadilah ketidakadilan
politik. Seperti kedudukan DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah dan cara penetapan kepala
daerah. Demikian juga terjadi ketidakadilan ekonomi karena kekayaan daerah lebih banyak disedot
oleh pusat untuk kemudian dijadikan alat operasi dan tawar-menawar politik.
2.6. UU No. 22 Tahun 1999 Pada era reformasi, otonomi daerah kembali mendapat perhatian serius.
Otonomi daerah, yang di masa Orde Baru tertuang di dalam UU No. 5 Tahun 1974, kembali
dipersoalkan karena dianggap sebagai instrumen otoriterisme pemerintah pusat. Melalui UU No. 22
Tahun 1999, prinsip otonomi luas dalam hubungan pusat dan daerah dikembalikan. Ada tiga hal
yang menjadi visi UU No. 22 Tahun 1999, menurut Ryass Rasyid (2002:75), yaitu: (1)
membebaskan pemerintah pusat dari beban mengurus soal-soal domestik dan menyerahkannya
kepada pemerintah lokal agar pemerintah lokal secara bertahap mampu memberdayakan dirinya
untuk mengurus urusan domestiknya; (2) pemerintah pusat bisa berkonsentrasi dalam masalah
makro nasional; dan (3) daerah bisa lebih berdaya dan kreatif.
2.7. UU No. 32 Tahun 2004 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menganut prinsip yang sama
dengan UU No. 22 Tahun 1999, yakni otonomi luas dalam rangka demokratisasi. Prinsip otonomi
luas itu mendapat landasannya di dalam pasal 18 UUD 1945 yang telah diamandemen. Dalam UU
ini juga ditegaskan juga sistem pemilihan langsung kepala daerah. Rakyat diberi kesempatan yang
luas untuk memilih sendiri kepala daerah dan wakilnya. Menurut pasal 57 ayat (1), Kepda/Wakepda
dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
[AUTHOR NAME] 17
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan
ini menjadi dasar hukum otonomi daerah dalam melaksanakan kewenangan di daerah. PP No. 38
Tahun 2007 ini merupakan penjabaran langsung untuk dapat melaksanakan Pasal 14 ayat (3) UU
No. 32 Tahun 2004.
1. Dekonsentrasi
2. Delegasi
3. Devolusi
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi
dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan
manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan
[AUTHOR NAME] 18
secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakan upaya memperkuat pemerintah daerah
sacara legal yang secara substansif kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung
pemerintah pusat. Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada
pemerintahan kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD, meningkatkan pendapatan
mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil keputusan investasi.
Ciri-ciri Devolusi:
1. Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang signifikan.
2. Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan
otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.
4. Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus menentukan
kebijakan dan prosedur internal.
5. Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator luar yang tidak
memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal.
4. Privatisasi
[AUTHOR NAME] 19
tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan. Kewenangan yang diberikan
kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat mengurus sedangkan kewenangan mengurus tetap
menadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.
UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian digantikan
dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan situasi
yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor
XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan daerah dalam
kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan
kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip
otonomi dan desentralisasi kekuatan politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi
daerah di tempatnya. Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah
melakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32
tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga sekarang.
[AUTHOR NAME] 20
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
(Eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa, dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan.
2. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang bersumber dari isi dan jiwa Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan
nilai ini pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah yang dianut adalah nyata, bertanggung
jawab dan dinamis.
Nyata : otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah.
[AUTHOR NAME] 21
Dinamis : pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju.
Selain itu terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
1. Prinsip Kesatuan : Pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat
guna memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat
lokal.
2. Prinsip Riil dan Tanggung Jawab : Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab bagi kepentingan seluruh warga daerah.
Pemerintah daerah berperan mengatur proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di
daerah.
3. Prinsip Penyebaran : Asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi.
Caranya dengan memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk kreatif dalam
membangun daerahnya.
4. Prinsip Keserasian : Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan
tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5. Prinsip Pemberdayaan : Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama
dalam aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan
pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
BAB II
[AUTHOR NAME] 23
Menurut Ryaas Rasyid, tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga ketertiban
dalam kehidupan masyarakat sehingga setiap warga dapat menjalani kehidupan secara tenang,
tenteram dan damai. Secara umum fungsi pemerintahan mencakup tiga fungsi pokok yang
seharusnya dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (H. Nurul
Aini dalam Haryanto dkk, 1997 : 36-37).
1. Fungsi Layanan (Servicing Function). Fungsi pelayanan dilakukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan cara tidak diskriminatif dan tidak memberatkan serta dengan
kualitas yang sama. Dalam pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih kasih, melainkan semua
orang memiliki hak sama, yaitu hak untuk dilayaani, dihormati, diakui, diberi kesempatan
(kepercayaan), dan sebagainya.
2. Fungsi Pengaturan (Regulating Function). Fungsi ini memberikan penekanan bahwa
pengaturan tidak hanya kepada rakyat tetapi kepada pemerintah sendiri. Artinya, dalam membuat
kebijakan lebih dinamis yang mengatur kehidupan masyarakat dan sekaligus meminimalkan
intervensi negara dalam kehidupan masyarakat. Jadi, fungsi pemerintah adalah mengatur dan
memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga
negara.
3. Fungsi Pemberdayaan. Fungsi ini dijalankan pemerintah dalam rangka pemberdayaan
masyarakat. Masyarakat tahu, menyadari diri, dan mampu memilih alternatif yang baik untuk
mengatasi atau menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Pemerintah dalam fungsi ini hanya
sebagai fasilitator dan motivator untuk membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam
menghadapi setiap persoalan hidup.
[AUTHOR NAME] 24
mampu menerapkan peraturan agar kehidupan dapat berjalan secara baik dan dinamis. Ada enam
fungsi pengaturan yang dimiliki pemerintah sebagai berikut.
1. Menyediakan infrastruktur ekonomi. Pemerintah menyediakan institusi dasar dan peraturan-
peraturan yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem ekonomi modern, seperti perlindungan
terhadap hak milik, hak ciipta, hak paten, dan sebagainya.
2. Menyediakan barang dan jasa kolektif. Fungsi ini dijalankan pemerintah karena masih
terdapat beberapa public goods yang tersedia bagi umum, ternyata masih sulit dijangkau oleh
beberapa individu untuk memperolehnya.
3. Menjembatani konflik dalam masyarakat. Fungsi ini dijalankan untuk meminimalkan
konflik sehingga menjamin ketertiban dan stabilitas di masyarakat.
4. Menjaga kompetisi. Peran pemerintah diperlukan untuk menjamin agar kegiatan ekonomi
dapat berlangsung dengan kompetisi yang sehat. Sebab tanpa pengawasan pemerintah akan
berakibat kompetisi dalam perdagangan tidak terkontrol dan dapat merusak kompetisi tersebut.
5. Menjamin akses minimal setiap individu kepada barang dan jasa. Kehadiran pemerintah
diharapkan dapat memberikan bantuan kepada masyarakat miskin melalui program-program
khusus.
6. Menjaga stabilitas ekonomi. Melalui fungsi ini pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan
moneter apabila terjadi sesuatu yang mengganggu stabilitas ekonomi. Pemerintahan daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta norma
Kewenangan Pemerintah adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau
mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah. Kewenangan Pemerintah
mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (UU No. 25 Tahun 2000, Pasal 2). Selain
kewenangan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan lain, yaitu sebagai berikut.
[AUTHOR NAME] 25
6. Konservasi dan standarisasi nasional.
Ada beberapa tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah pusat dalam pelaksanaan
otonomi daerah, meliputi tujuan umum, yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Pemerataan dan keadilan.
3. Menciptakan demokratisasi.
4. Menghormati serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
5. Memperhatikan potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.
[AUTHOR NAME] 26