PEMBAHASAN
Memasuki abad ke-21, Indonesia tampaknya harus berangkat dalam kondisi yang
kurang menguntungkan. Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun
1997 telah memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik
negeri ini yang telah dibangun cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik
yang berlanjut menjadi multikrisis telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat
kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin kesinam-bungan pembangunan.
Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh sistem manajemen negara dan
pemerintahan yang sentralistik, di mana kewenangan dan pengelolaan segala sektor
pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak
memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur daerahnya.
Sebagai respon dari krisis tersebut, pada masa reformasi dicanangkan suaru kebijakan
restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting yaitu melaksanakan otonomi
daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Paradigma lama
dalam manajemen negara dan pemerintahan yang berporos pada sentralisme kekuasaan
diganti menjadi kebijakan otonomi yang berpusat pada desentralisme. Dalam pada itu,
kebijakan otonomi darah tidak dapat dilepaskan dari upaya politik Pemerintah Pusat
untuk merespon tuntutan kemerdekaan atau negara federal dari beberapa wilayah yang
memiliki aset sumber daya alam melimpah namun tidak mendapatkan haknya secara
proposional pada masa pemerintahan Orde Baru.
Desentralisasi dianggap dapat menjawab tunrutan pemerataan, pembangunan sosial
ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kehidupan berpolitik yang
efektif. Sebab desentralisasi menjamin penanganan tunrutan masyarakat secara variatif
dan cepat. Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap desentralisasi di Indonesia
saat ini dirasakan sangat mendesak. Pertama, kehidupan. berbangsa dan bemegara
selama ini sangat terpusat di Jakarta (Jakarta-centris). Sementara itu, pembangunan di
beberapa wilayah lain dilalaikan. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan
merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah, seperti Aceh,
Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan
dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan sosial (dalam makna seluas-
luasnya) antara satu daerah dengan daerah lain sangat terasa. Pembangunan fisik di satu
daerah berkembang pesat sekali, sedangkan pembangunan di banyak daerah masih
lamban dan bahkan terbengkalai.
Sementara itu ada alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan
landasan filosofis bagi penyelengggaraan pemerintahan daerah (desentralisasi)
sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho, 2001, h.
8):
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi
dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasan pada satu pihak saja yang
pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan
daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan
yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah
setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah.
4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat
sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi,
keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang
sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu
pembangunan tersebut.
6. Pilihan terhadap desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat baik
secara teoritik ataupun empirik. Kalangan teoritisi pemerintahan dan politik
mengajukan sejumlah argumen yang menjadi dasar atas pilihan tersebut sehingga
dapat dipertanggungjawabkan baik secara empirik atau pun normatif-teoritik. Di
antara berbagai argumentasi dalam memilih desentralisasi-otonomi (Syaukani,
et.al., 2002, h. 20-30), yaitu:
a. Untuk terciptanya efisiensi-efektivitas penyelenggaran pemerintahan.
Pemerintah berfungsi mengelola berbagai kehidupan seperti bidang sosial,
kesejahteraan masyarakat, ekonomi. keuangan, politik, integrasi sosial,
pertahanan, keamanan dalam negeri, dan lain-lainnya. Selain itu juga
mempunyai fungsi distributif akan hal-hal yang telah diungkapkan, fungsi
regulatif baik yang menyangkut penyediaan barang dan jasa atau pun yang
berhubungan dengan kompetensi dalam rangka penyediaan tersebut, dan
fungsi ekstraktif yaitu memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka
membiayai aktifitas penyelenggaraan negara. Selain itu memberikan
pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat, menjaga keutuhan
negara-bangsa, serta mempertahankan diri dari kemugkinan serangan dari
negara lain, merupakan tugas pemerintahan yang bersifat universal. Oleh
karena itu, tidaklah mungkin hal itu dapat dilakukan dengan cara yang
sentralistik, dan pemerintahan negara menjadi tidak efesien dan tidak akan
mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
b. Sebagai sarana pendidikan politik. Banyak kalangan ilmuan politik
berargumentasi bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan
(training ground) dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara.
Alexis de Tocqueville mencatat bahwa "town meetings are to liberty what
primary schools are to scince: they bring it within the people reach, they
teach men how to use and how to enjoy it". John Stuart Mill H: dalam
tulisannya "Representative Government" menyatakan bahwa pemerintahan
daerah akan menyediakan kesempatan bagi warga masyarakat untuk
berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilh atau kemungkinan untuk
dipilih dalam suatu jabatan politik. Mereka yang tidak mempunyai peluang
untuk terlibat dalam politik nasional dan memilih pemimpin nasional, akan
mempunyai peluang untuk ikut serta dalam politik lokal, baik dalam
pemilihan umum lokal ataupun dalam rangka pembuatan kebijakan publik.
Dengan demikian, pendidikan politik pada tingkat lokal sangat
bermaanfaat bagi warga masyarakat untuk menentukan pilihan politiknya.
c. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
Banyak kalangan ilmuan politik sepakat bahwa pemerintah "daerah
merupakan langkah persiapan untuk meniti karier lanjutan, terutama karir
di bidang politik dan pemerintahan di tingkat nasional. Adalah sesuatu hal
yang mustahil bagi seseorang untuk muncul dengan begitu saja menjadi
politisi berkaliber nasional atau pun internasional. Keberadaan institusi
lokal, terutama pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif lokal),
merupakan wahana yang banyak dimanfaatkan guna menapak karir politik
yang lebih tinggi. Presiden Amerika Serikat seperti George Bush, Bill
Clinton, Ronald Reagan, Jimmy Carter dan lain-lainnya, mereka
sebelumnya adalah Gubernur di Negara Bagian di mana mereka berasal.
D. MODEL DESENTRALISASI
1. DEKONSENTRASI
Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), menurut
Rondinelli, pada hakikatnya hanya merupakan pembagian kewenangan dan
tanggung jawab administratif antara departemen pusat dengan pejabat pusat di
lapangan. Jadi, dekonsentrasi itu hanya berupa pergeseran volume pekerjaan
dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa
adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan
untuk membuat keputusan. Rondinelli selanjutnya membedakan dua tipe
dekonsentrasi, yaitu: field administration (administrasi lapangan) dan local
administration (administrasi lokal). Dalam tipe field administration, pejabat
lapangan diberi keleluasaan untuk mengambil keputusan seperti
merencanakan, membuat keputusan-keputusan rutin dan menyesuaikan
pelaksanaan kebijaksanaan pusat dengan kondisi setempat. Kesemuanya
dilakukan atas petunjuk pemerintah pusat. Dalam sistem ini, meski pun para
staf lapangan bekerja di bawah lingkungan jurisdiksi pemerintah lokal yang
memiliki kewenangan semi otonomi, mereka adalah pegawai pemerintah
pusat dan tetap berada di bawah perintah supervisi pusat. Semua pejabat di
setiap pemerintahan merupakan perwakilan dari pemerintah pusat, seperti
propinsi, distrik, kotapraja, dan sebagainya, yang dikepalai oleh seseorang
yang diangkat oleh, berada di bawah, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah pusat.
Adapun local administration terdiri dari dua tipe, yaitu integrated
local administration (administrasi lokal terpadu) dan unintegrated local
administration (administrasi lokal yang tidak padu). Dalam tipe integrated
local administration, tenaga-tenaga tersebut diangkat, digaji, dipromosikan,
dan dimutasikan oleh pemerintah pusat, sementara koordinasi di daerah hanya
bersifat informal.
Dengan alasan dan pertimbangan untuk memperbaiki efisiensi dan
efektifitas terselenggaranya pelayanan publik, maka tugas pelayan publik
dilaksanakan oleh kantor-kantor pusat yang ada di daerah. Oleh sebab itu,
pada waktu lampau, desentralisasi di bank negara berkembang sebenarnya
adalah dekonsentrasi. Dengan dekonsentrasi ini maka delegasi kekuasaan
adalah kepada pejabat yang diangkat dan bertanggung jawab kepada
pemerintah pusat, bukan kepada wakil-wakil masyarakat di daerah yang
memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat tersebut. Menurut Turner dan
Hulme dekonsentrasi memamg dapat menuntun tercapainya tujuan efisiensi
teknikal menjadi lebih efektif dan akan tetapi tidak memperkuat basis bahwa
dekonsentrasi tidak melibatkan adanya transfer kewenangan kepada level
pemerinyah yang lebih rendah dan tidak mendorong pada keuntungan
potensial, dekonsentrasi bahkan bisa menjadi perangkap desentralisasi.
Menurut Rondinelli, dekonsentrasi dapat ditempuh melalui dua cara,
yaitu, pertama, transfer kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah
pusat kepada propinsi, distrik, dan unit administratif lokal. Kedua, melalui
koordinasi unit-unit tersebut. Mengutip pendapat Smith, turner dan Hulme
bahwa dekonsentrasi didasarkan ukuran-ukuran manajerial dan bukan politik,
meskipun kenyataannya memiliki nuansa politik tinggi. Hal ini didasarkan
pada dua alasan; pertama, kepentingan politik mereka yang mengendalikan
kekuasaan negara seringkali menjadi pertimbangan utama ketika pemerintah
pusat mentransfer kewenangan kepada pejabat administrasi daripada
pemerintah daerah; kedua, pejabat administrasi pada umumnya melakukan
kewajiban politik, menghilangi kelompok-kelompok politik oposisi, menjamin
bahwa keputusan daerah berwenang tidak bertentangan dengan kebijakan
pusat dan memonitor langsung para staf dan lain-lain.
2. DELEGASI
Delegation to semi autonomous sebagai bentuk kedua yang disebutkan
oleh Rondinelli adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan
kepada organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan
pemerintahan pusat. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya
diberikan kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi dan
tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang berada di luar ketentuan yang
diatur oleh pemerintah pusat, karena bersifat lebih komersial dan
mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokritas dan politis. Hal ini
biasanya dilakukan terhadap suatu badan usaha publik yang ditugaskan
melaksanakan proyek tertentu, seperti telekomunikasi, listrik, bendungan, dan
jalan raya.
Berbeda dengan dekonsentrasi, isusentral baik delegasi maupun
devolusi berkaitan dengan upaya untuk menyeimbangkan kepentingan daerah
dan pusat. Delegasi menurut Litvack merujuk kepada sebuah situasi di mana
pemerintah pusat mentransfer tanggung jawab (responsibility) pengambilan
keputusan dan fungsi administrasi publik kepada pemerintah daerah atau
kepada organisasi semi otonom yang sepenuhnya tidak dikendalikan oleh
pemerintah pusat akan tetapi pada akhirnya tetap bertanggung
jawab(accountable) kepadanya. Bentuk desentralisasi semaca ini dapat
dicirikan sebagai hubungan prinsipal dan pemerintah daerah sebagai agen.
Dalam konteks ini, persoalan utama adalah bagaimana menjaga kebebasan
pemerintah daerah yang memperoleh insentif dari pemerintahan pusat dan
cenderung dituntut untuk lebih memenuhi keinginan pemerintah pusat agar
tidak sampai mengorbankan kepentingan daerah dalam mengelola
kewenangan dan tanggung jawabnya.
Di beberapa negara beerkembang, bentuk delegasi ini dilaksanakan
dengan memberikan tanggung jawab kepada korporasi publik, agen-agen
pembangunan regional, pemegang otoritas fungsi-fungsi khusus, unit
implementasi proyek yang bersifat semi otonomi dan beberaapa organisasi
lainnya. Rondinelli menyebutkan sejumlah negara berkembang
mendelegasikan pengendalian terhadap eksploitasi,proses dan ekspor beberapa
sumber alam yang bernilai tinggi seperti mineral dan minyak kepada
kooprporasi yang dimiliki oleh publik dan otoritas khusus ini. Di Indonesia
misalnya, melalui PERTAMINA, di MEKSIKO PEMEX, di Aljazair
SONATRACH, dan sebagainya yang kesemuanya memainkan peranan
penting di bidang industri perkembangan. Pilihan untuk mendelegasikan
manajemen kepada otoritas khusus dilandasi oleh pertimbangan bahwa
biroksari reguler tidak mampu mengatur, mengendalikan dan secara langsung
mengelola industri tersebut.
3. Devolusi
Konsekuensi dari devolusi adalah pemerintah pusat membentuk unit-
unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian
fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Bentuk devolusi mempunyai lima karakteristik: Pertama, unit pemerintah
lokal bersifat otonom, mandiri, dan secara tegas terpisah dari tingkat-tingkat
pemerintahan. Pemerintah pusat tidak melakukan pengawasan langsung
terhadapnya. Kedua, unit pemerintahan lokal diakui mempunyai batas-batas
wilayah yang jelas, legal, yang mempunyai wewenang untuk melakukan
tugas-tugas umum pemerintahan. Ketiga, unit pemerintahan daerah berstatus
sebagai badan hukum dan berwenang untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber-sumber daya untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Keempat, unit
pemerintahan daerah diikuti oleh warganya sebagai suatu lembaga yang akan
memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka.
Oleh karena itu, pemerintah daerah semacam ini mempunyai pengaruh dan
kewibawaan di hadapan warganya. Kelima, terdapat hubungan yang saling
menguntungkan melalui koordinasi antara pemerintahan pusat dan pemerintah
daerah serta unit-unit organisasi lainnya dalam suatu sistem pemerintahan.
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang
merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan
untuk pengambilan keputusan, keuangan, dan manajemen kepada unit
poemerintah daerah. Dalam pandangan Rondinelli devolusi merupakan upaya
memperkuat pemerintah daerah secara legal yang secara substansif kegiatan-
kegiatan yang dilakukannya di luar kendali langsung pemerintah pusat.
Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada
pemerintah kota/ kabupaten dalam memilih Walikota/ Bupati dan DPRD,
meningkatkan pendapatan mereka dan memiliki independensi kewenangan
untuk mengambil keputusan investasi. Salah satu contoh devolusi paling
ekstensif adalah Sudan di mana komisi propinsi dan DPRD propinsi
mempunyai kewajiban hampir seluruh fungsi-fungsi publik kecuali keamanan
nasional, pos komunikasi, urusan luar negeri, perbankan dan peradilan.
Devolusi dalam pandangan beberapa penulis merupakan bentuk ideal
desentralisasi karena ia mengkombinasikan janji demokrasi lokal dan efisiensi
teknikal-manajerial. Menurut Mawhood sebagaimana dikutip oleh Turner dan
Hulme ada lima ciri yang melekat pada devolusi yaitu:
1. Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari
pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang
signifikan;
2. Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening
seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya;
3. Harus mengembangkan potensi staf;
4. Angggota Dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus
menentukan kebijakan dan prosedur internal;
5. Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator
luar (external advisors & evaluators) yang tidak memiliki peranan apa pun
di dalam otoritas lokal.
4. Privatisasi
Bentuk terakhir desentralisasi menurut Rondinelli adalah privatisasi (transfer
of functions from government to non government institutions). Privatisasi
adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-
badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan
peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta. Misalnya, BUMN
dan BUMD dilebur menjadi PT. Dalam beberapa hal misalnya pemerintah
mentransfer beberapa kegiatan kepada Kamar Dagang dan Industri, Koperasi,
dan Asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan
pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal kegiatan
sosial, pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan
kesejahteraan keluarga, koperasi petani dan koperasi nelayan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan
peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah berdasarkan prinsip Negara kesatuan
tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani pusat hampir sama
dengan yang ditangani oleh pemerintah federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahamam
dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama, serta berbagai jenis urusan yang memang
lebih efisien di tangani secara sentral oleh pemerintah pusat, seperti kebijakan makro
ekonomi, standarisasi nasional, administrasi pemerintah, BUMN, dan SDM.
Selain itu otonomi daerah yang diserahkan bersifat luas, nyata, dan
bertanggungjawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada
pemerintah pusat, disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu
menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di daerah, di sebut
bertanggungjawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan
demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan rakyat yang semakin baik, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Di samping itu
otonomi seluas luasnya juga mencangkup kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyeenggaraanya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan
evaluasi. kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom dalam rangka
desentralisasi harus pula disertai penyerahaan dan pengalihan pembiayaan, saran dan
prasarana, dan sumber daya manusia.
Karena di sampng daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administratif,
maka kewenangan yang ditangani propinsi/gubernur akan mencangkup kewenangan
dalam rangka desentralisasi idan dekonsentrasi. Kewenangan yang di serahkan daerah
otonom dalam rangka desentralisasi mencangkup:
1. Kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, seperti kewenangan dalam
bidang PU, perhubungan , kehutanan , dan perkebunan.
2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian
pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi SDM, penelitian
yang mencangkup wilayah propinsi, pengelolaan pelabuhan regional,
pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata,
penganganan penyakit menular, perencanaan tata ruang kota.
3. Kewenangan kelautan yang meluputi ekspolarasi , eksploitasi , konservasi dan
pengolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata
ruang, penegakan hukum , dan bantuan penegakan keamanan, dan kedaulatan
Negara .
Dalam rangka Negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan
melakukan pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah otonom.
Tetapi, pengawasaan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah otonom
diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar, atau sebaliknya,
sehingga terjadi semacam keseimbangan kekuasaan. keseimbangan yang di maksud
sebagai berikut: pengawasan ini tidak lagi dilakukan secara struktural, yaitu bupati
dan gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat sekaligus kepala daerah
otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang – undangan, yaitu setiap perda
memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.
Tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah sebagai upaya untuk mewujudkan politic
equality, local accountability, dan local responsiveness. Dan syarat untuk dapat 3 poin
tersebut , yaitu :
1. pemerintah yang mempunyai kekuasaan yang jelas(legal territorial power );
2. memliki pendapat daerah sendiri (local own income);
3. memiliki badan perwakilan (local representative body);
4. kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat melalui pemilu (local
leader executive by election).