Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SISTEM OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Dr. Urip Giyono, SH, MH

Disusun Oleh :

1. Dwi Vani (210811004)


2. Sri Intan Indrianurjanah (210811003)
3. Yudha Malik Aufa (210811023)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah SISTEM OTONOMI ini sebagai salah satu
pemenuhan tugas Otonomi Daerah Prodi S1 Ilmu Hukum di Universitas
Muhammadiyah Cirebon.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Urip Giyono, SH,


MH selaku dosen matakuliah Otonomi Daerah yang telah memberikan
tugas ini penulis juga ucapkan terimakasih untuk teman-teman yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah


ini jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan serta
kemampuan penulis. Untuk itu, dengan senang hati akan menerima kritik
dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Harapan penulis, engan terselesaikannya makalah ini, semoga


dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Cirebon, 04 November 2022

Hormat Kami

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4

2.1 Perkembangan Otonomi Daerah Masa Kini...................................4

2.2 Sistem Otonomi Daerah Di Indonesia............................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................12

3.1 Kesimpulan.....................................................................................12

3.2 Saran...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otonomi Daerah merupakan pencerminan dari Demokrasi Pancasila
diseluruh wilayah Indonesia. Cita-cita untuk memberikan otonomi secara
lebih luas kepada daerah-daerah yang dianggap mampu untuk
memaksimalkannya, sudah dipikirkan dan direalisasikan sejak negara ini
mulai dibentuk. Berbagai perangkat peraturan perundang-undangan tealah
dihasilkan untuk mewujudkan suatu otonomi daerah yang benar-benar efektif
dan efisien.31
Adanya pergeseran kewenangan dan kepentingan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dibawahnya, akan membawa beberapa perubahan
penting. Misalnya perubahan di bidang kepentingan penentuan kebijakan yang
dilakukan tanpa melalui suatu undang-undang atau peraturan daerah tingkat
satu, namun ditentukan oleh peraturan daerah dari masing-masing daerah.
Kebijkan seperti ini sah-sah saja selama tidak melanggar aturan yang sudah
disepakati dan ditetapkan bersama di dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Otonomi daerah dapat diartikan sebuah sistem pemerintahan yang lahir
dari proses demokratisasi. Sistem pemerintahan tersebut tidak secara penuh
terpusat tetapi memberikan kewenangan kepada daerah-daerah dibawahnya
untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Indonesia yang
memiliki berbagai suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Meraoke
tidaklah mungkin memiliki satu sistem pemerintahan yang terfokus pada satu
sistem pemerintahan. Maka dari itu Otonomi Daerah bisa menjadi salah satu
cara penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, dimana daerah daerah
diberikan kewenangan Otonom yang sesuai dengan Nilai Nilai yang ada
dalam Pancasila.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana Perkembangan Otonomi Daerah Masa Kini?
2. Bagaimana system Otonomi Daerah di Indonesia itu sendiri?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Otonomi Daerah Masa Kini

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih


dari satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertamakalinya diberlakukan di
Indonesia melalui undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali
perubahan. 1

A. Konsepsi Pelaksanaan Otonomi Daerah


Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi tujuan politik, tujuan
administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui
tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah
upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan
administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah
adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah, termasuk sumber keuangan serta pembaharuan manajemen
birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang
ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah
terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai
indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di
suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan
kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing. Hal ini terutama
disebabkan karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan
1
Abdul Gafar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2003, h. 76. 4 Affan Gaffar, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007, hlm 10.

4
kewenangan yang pada awalnya diselenggarakan oleh pemerintah
pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan
pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi
masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan
dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan
pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen
organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.

B. Tantangan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah


Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar
biasa yang menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang lebih baik. Namun dalam realitasnya gagasan tersebut
berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan
sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya.
Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan
di bidang hukum dan sosial budaya.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah
angin sejuk reformasi berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana
euphoria reformasi dan dalam situasi dimana krisis ekonomi sedang
mencekik tingkat kesejahteraan rakyat, Negara Indonesia membuat
suatu keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di
Judicial Review dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Judicial review ini dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik
dan tanggapan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.

5
Judicial review tersebut dilaksanakan dengan mendasarkannya pada
logika hukum. 2
Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan
dimana mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil
judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari aparatur,
maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di
Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan
hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-undangan
tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan
nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.

C. Aspek-aspek apa saya yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan


Otonomi Daerah
Dari berbagai hasil diskusi kami dapat disimpulkan bahwa salah
satu faktor penyebabnya adalah kelemahan aspek regulasi yang terkait
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan implementasi
regulasinya. UU Nomor 32 Tahun 2004 telah berhasil menyelesaikan
beberapa masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,
namun dalam pelaksanaannya, ketidak jelasan pengaturan dalam UU
ini sering menimbulkan permasalahan baru yang dapat menjadi sumber
konflik antar susunan pemerintahan dan aparaturnya yang pada
akhirnya menyebabkan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien. Sehingga kita
memandang perlu UU ini perlu diubah atau diganti.

2
Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. (Surabaya, Penerbit Lima, 2005)

6
Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan
Daerah) sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini
sedang dibahas dengan DPR, pada dasarnya mencoba memperbaiki
kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004. RUU Pemerintahan Daerah
dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.3
Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan
kebutuhan hukum untuk mengakomodir dinamika pelaksanaan
desentralisasi, antara lain pengaturan tentang hak warga untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, adanya
jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2.2 Sistem Otonomi Daerah di Indonesia

Sedangkan sistem rumah tangga adalah tatanan yang bersangkutan dengan


tugas, wewenang dan tanggung jawab antaran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Didlam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang
menyangkut dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab harus memiliki
konsep yang jelas antara pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah. Hal
ini bertujuan agar pengusaha tata Kelola pemerintahan daerah dapat berjalan
sesuai dengan prosedur dan memiliki landasan hukum maupun teritis yang
dapat dipertanggung jawabkan baik secara konstitusi maupun secara moral
kepada masyarakat selaku pemilik kekuasaan. Sistem rumah tangga daerah
dapat dibagi menjadi 3 sistem :

3
Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. (Surabaya, Penerbit Lima, 2005)

7
A. Sistem rumah tangga materil
Sistem rumah tangga materil adalah pembagian tugas,
wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam undang-
undang dan turunan hiraki dibawahnya. Sistem rumah tangga ini
berpangkal tolak dari pemikiran bahwa antara urusan pemerintah
pusat dan urusan pemerintah daerah dapat dibedakan yang
kemudian dituangkan dalam landasan hukum yang mengikat
terhadap urusan tersebut. Dalam pasal 10 dan 13 undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dijelaskan
secara normative urusan – urusan mana yang menjadi dominannya
pemerintah, pusat dan daerah. Jika ditilik lebih jauh dengan
mempertimbangkan azaz otonomi daerah sistem rumah tangga ini
tidak memberikan kebebasan dan kemandirian daerah otonom,
urusan – urusan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah
selaku yang berwenang didaerah otonom oleh pemerintah pusat,
jadi hak-hak dasar derah otonom tidak terpenuhi oleh sistem rumah
tangga ini. Kemudian didalam pelaksanaannya juga menghadapi
berbagai kerancuan, contohnya didalam pasal 13 UU no 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah urusan penyelenggara dan
pengelolaan Pendidikan di serahkan kepada pemerintahan daerah,
namun standarisasi kelulusan siswa ditentukan oleh pemerintah
pusat.

B. Sistem rumah tangga formil


Sistem rumah tangga formil adalah pembagian tugas,
wewenang dam tanggung jawab antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tidak dijelaskan secara rinci. Artinya, sebuah
urusan pemerintah diserahkan kepada pemerintah daerah oleh
pemerintah pusat dengan mempertimbangkan tingkat efisiensi
(berdaya guna) dan efektivitas (berhasil guna). Sistem rumah
tangga ini memiliki landasan pemikiran bahwa tidak ada perbedaan

8
urusan secara perinsipnya secara perinsipnya antara urusan
pemerintah pusat atau urusan pemerintah daerah. Sistem ini sudah
lebih baik jika dibandingkan dengan sistem rumah tangga materil,
karena unsur-unsur pemberian hak kemandirian dan kebebasan
daerah otonom dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Namun di dalam pelaksanaan sistem rumah tangga ini
terdapat beberapa kendala yang dialami oleh pemerintah daerah
yaitu antara lain :

a. Sistem rumah tangga ini menuntut pemerintah daerah agar


mempunyai Inisiatif yang tinggi apa saja urusan
penyelenggaraan pemerintah yang bisa dilaksanakan oleh
pemerintah daerah hal ini berpotensi terjadinya perbedaan
yang mencolok antara daerah yang memiliki Inisiatif tinggi
dengan daerah yang memiliki Inisiatif yang rendah dengan
demikian tingkat ke Egoisan daerah Mengikat yang tentu
mengancam negara republik Indonesia dalam rangka negara
kesatuan
b. Anggaran daerah yang terbatas untuk melaksanakan seluruh
usaha penyelenggaraan pemerintah yang sekitarnya sangat
efektif dan efisien jika dilaksanakan oleh pemerintah
daerah
c. Pemerintah daerah sulit untuk mengetahui urusan urusan
apa saja yang tidak diberikan dan yang telah diberikan
karena urusan tersebut tidak terdapat pada legal formal
yang menjadi dasar hukum usaha penyelenggaraan
pemerintah akibatnya pemerintah daerah tidak berani untuk
berinisiatif menyelenggarakan urusan tersebut dengan
kekhawatiran akan menyalahi tugas wewenang dan
tanggung jawab

9
C. Sistem rumah tangga ril
Sistem rumah tangga riil atau nyata adalah pembagian tugas
wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah yang mengambil jalan tengah dari sistem rumah
tangga materil dan sistem rumah tangga formal artinya sistem
rumah tangga ini mengkombinasikan dua sistem rumah tangga
daerah dalam konsepnya sistem rumah tangga riil lebih banyak
memakai Azas sistem rumah tangga formil di mana dalam urusan
rumah tangga formil ini menjamin kebebasan dan kemandirian
daerah otonom sedangkan Azas sistem rumah tangga materil yang
diadopsi adalah dalam hal urusan yang bersifat umum yang
prinsipnya dijelaskan secara normatif dalam undang undang

Yang dimaksud dengan fahama atau sistem otonomi disini ialah patokan
tentang cara penentuan batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang
tatacara pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat pada daerah menurut
atau suatu prinsip atau pola pemikiran tertentu.
Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menerjemahkan
maksud tersebut diatas. Penulis paling tidak mengidentifikasi ada empat
istilah yang digunakan oleh para ahli untuk memahaminya. Istilah-istilah itu
antara lain sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapun mengenai faham atau sistem otonomi daerah tersebut pada
umumnya orang mengenal ada dua faham atau sistem pokok, yaitu faham
atau sistem otonomi atau sistem pokok, yaitu faham atau sistem otonomi
materil dan faham atau sistem otonomi daerah formal. Oleh Sujamto (1990)
istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materil (materiele
huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele
huishoudingsbegrip.

10
Koesoemahatmadja (1978) ada tiga ajaran rumah tangga yang terkenal
yaitu:
a. Ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer) atau
pengertian rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip)
b. Ajaran rumah tangga formil (formil huishoudingsleer) atau
pengertian rumah tangga formil (formeele huishoudingsbegrip)
c. Ajaran rumah tangga riil (riele huishoudingsleer) atau pengertian
rumah tangga riil (riele huishoudingsbegrip)

Pada ajaran rumah tangga materil bahwa dalam hubungan antara


pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada pembagian tugas yang jelas,
dimana tugas-tugas tersebut terperinci dengan jelas dan diperinci dengan
tegas dalam undang-undang tentang pembentukan suatu daerah. Artinya
rumah tangga daerah itu hanya meliputi tugas-tugas yang telah ditentukan
satu persatu dalam undang-undang pembentukannya. Apa yang tidak
termasuk dalam perincian tidak masuk dalam rumah tangga daerah,
melaikan tetap berada dibawah tanggan pemerintahan pusat. Jadi ada
perbedaan materi antara pemerintahan pusat dan pemerintah daerah.

Adapun mengenai ajaran rumah tangga formil disini tidak terdapat


perbedaan sifat antara tugas-tugas yang diselenggarakan oleh pemerintahan
pusat dan oleh pemerintah daerah. Apa yang dapat dikerjakan pemerintah
pusat pada perinsipnya dapat pula dikerjakan pula oleh pemerintah daerah
begitupun sebaliknya. Bila ada pembagiam tugas maka didasarkan atas
pertimbangan rasional dan praktis. Artinya pembagian tugas itu tidaklah
disebabkan karena materi yang diatur berbeda sifatnya, melainkan karena
semata-mata keyakinan bahwa kepentingan daerah itu lebih baik dan
berhasil jika diselenggarakan sendiri dari pada diselenggarakan oleh
pemerintah pusat. Jadi pertimbangan efisiensilah yang menentukan
pembagian tugas itu disebabkan oleh perbedaan sifat dari urusan yang
menjadi tanggung jawab masing-masing.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai,
seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor
keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah,
yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan
daerah. Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan
daerah.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis telah memberikan yang
terbaik demi terselesaikannya makalah ini semoga dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya dan kami selaku penulis dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang membangun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan III, Nusamedia, Bandung:


Alumni

Abdul Gafar Karim, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah Di Indonesia,


Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, h. 76. 4 Affan Gaffar, Otonomi Daerah
Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Muhammad Abud Musa’ad, Penguatan Otonomi Daerah Di Balik Bayang-Bayang


Ancaman Disintegrasi, Penerbit ITB, 2002.

https://www.slideshare.net/rudybochahbochah/ajaran-otonomi-daerah

13
14

Anda mungkin juga menyukai