OTONOMI DAERAH
Disusun Oleh :
Hormat Kami
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
3.1 Kesimpulan.....................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
kewenangan yang pada awalnya diselenggarakan oleh pemerintah
pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan
pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi
masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan
dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan
pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen
organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
5
Judicial review tersebut dilaksanakan dengan mendasarkannya pada
logika hukum. 2
Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan
dimana mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil
judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari aparatur,
maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di
Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan
hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-undangan
tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan
nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.
2
Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. (Surabaya, Penerbit Lima, 2005)
6
Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan
Daerah) sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini
sedang dibahas dengan DPR, pada dasarnya mencoba memperbaiki
kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004. RUU Pemerintahan Daerah
dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.3
Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan
kebutuhan hukum untuk mengakomodir dinamika pelaksanaan
desentralisasi, antara lain pengaturan tentang hak warga untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, adanya
jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3
Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004. (Surabaya, Penerbit Lima, 2005)
7
A. Sistem rumah tangga materil
Sistem rumah tangga materil adalah pembagian tugas,
wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam undang-
undang dan turunan hiraki dibawahnya. Sistem rumah tangga ini
berpangkal tolak dari pemikiran bahwa antara urusan pemerintah
pusat dan urusan pemerintah daerah dapat dibedakan yang
kemudian dituangkan dalam landasan hukum yang mengikat
terhadap urusan tersebut. Dalam pasal 10 dan 13 undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang dijelaskan
secara normative urusan – urusan mana yang menjadi dominannya
pemerintah, pusat dan daerah. Jika ditilik lebih jauh dengan
mempertimbangkan azaz otonomi daerah sistem rumah tangga ini
tidak memberikan kebebasan dan kemandirian daerah otonom,
urusan – urusan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah
selaku yang berwenang didaerah otonom oleh pemerintah pusat,
jadi hak-hak dasar derah otonom tidak terpenuhi oleh sistem rumah
tangga ini. Kemudian didalam pelaksanaannya juga menghadapi
berbagai kerancuan, contohnya didalam pasal 13 UU no 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah urusan penyelenggara dan
pengelolaan Pendidikan di serahkan kepada pemerintahan daerah,
namun standarisasi kelulusan siswa ditentukan oleh pemerintah
pusat.
8
urusan secara perinsipnya secara perinsipnya antara urusan
pemerintah pusat atau urusan pemerintah daerah. Sistem ini sudah
lebih baik jika dibandingkan dengan sistem rumah tangga materil,
karena unsur-unsur pemberian hak kemandirian dan kebebasan
daerah otonom dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Namun di dalam pelaksanaan sistem rumah tangga ini
terdapat beberapa kendala yang dialami oleh pemerintah daerah
yaitu antara lain :
9
C. Sistem rumah tangga ril
Sistem rumah tangga riil atau nyata adalah pembagian tugas
wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah yang mengambil jalan tengah dari sistem rumah
tangga materil dan sistem rumah tangga formal artinya sistem
rumah tangga ini mengkombinasikan dua sistem rumah tangga
daerah dalam konsepnya sistem rumah tangga riil lebih banyak
memakai Azas sistem rumah tangga formil di mana dalam urusan
rumah tangga formil ini menjamin kebebasan dan kemandirian
daerah otonom sedangkan Azas sistem rumah tangga materil yang
diadopsi adalah dalam hal urusan yang bersifat umum yang
prinsipnya dijelaskan secara normatif dalam undang undang
Yang dimaksud dengan fahama atau sistem otonomi disini ialah patokan
tentang cara penentuan batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang
tatacara pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat pada daerah menurut
atau suatu prinsip atau pola pemikiran tertentu.
Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menerjemahkan
maksud tersebut diatas. Penulis paling tidak mengidentifikasi ada empat
istilah yang digunakan oleh para ahli untuk memahaminya. Istilah-istilah itu
antara lain sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapun mengenai faham atau sistem otonomi daerah tersebut pada
umumnya orang mengenal ada dua faham atau sistem pokok, yaitu faham
atau sistem otonomi atau sistem pokok, yaitu faham atau sistem otonomi
materil dan faham atau sistem otonomi daerah formal. Oleh Sujamto (1990)
istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materil (materiele
huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele
huishoudingsbegrip.
10
Koesoemahatmadja (1978) ada tiga ajaran rumah tangga yang terkenal
yaitu:
a. Ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer) atau
pengertian rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip)
b. Ajaran rumah tangga formil (formil huishoudingsleer) atau
pengertian rumah tangga formil (formeele huishoudingsbegrip)
c. Ajaran rumah tangga riil (riele huishoudingsleer) atau pengertian
rumah tangga riil (riele huishoudingsbegrip)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai,
seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor
keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah,
yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan
daerah. Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan
daerah.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis telah memberikan yang
terbaik demi terselesaikannya makalah ini semoga dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya dan kami selaku penulis dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang membangun.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/rudybochahbochah/ajaran-otonomi-daerah
13
14