Anda di halaman 1dari 9

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama: Donny Chandra Khusuma Nazar


Nim: 200811024
Mata Kuliah: Hukum Internasional
Dosen Penggampu: Elya Kusuma Dewi, S.H., M.H
Semester/Kelas: Ganjil/20-F1A-R1
Prodi:Hukum
Tanggal: Rabu,08 Desember 2021
1. RUANG LINGKUP HUKUM INTERNASIONAL
Dari berbagai batasan pengertian tersebut , khususnya dua batasan pengertian terakhir, kiranya
dapat dikemukakan mengenai materi hukum internasional, yaitu meliputi prinsip-prinsip dan
peraturan hukum yang:
1) berkenaan dengan negara, atau negara-negara, misalnya mengenai kualifikasi negara,
terbentuknya negara, lenyapnya negara, hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara.
2) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan atau mengatur
persoalan-persoalan mengenai garis batas wilayah antara dua negara/lebih,
penyelenggaraan hubungan diplomatik, hubungan konsuler.
3) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi
organisasi atau lembaga internasional, misalnya berbagai statuta atau piagam organisasi
internasional.
4) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan-persoalan
mengenai hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi internasional,
misalnya perjanjian antara MEE dengan ASEAN dalam bidang perdagangan.
5) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara negara
dengan organisasi internasional, misalnya perjanjian antara PBB dengan USA tentang
tempat kedudukan kantor pusat PBB di New York, perjanjian antara ASEAN dengan
Indonesia mengenai tempat kedudukan Sekretariat Jenderal ASEAN di Jakarta.
6) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan individu dan
subjek hukum bukan negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka itu
menyangkut masalah masyarakat internasional, seperti misalnya tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban asasi manusia seperti yang telah dituangkan dalam berbagai
konvensi dan deklarasi internasional, prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum
yang mengatur tentang status dan kedudukan pengungsi wilayah perwalian, organisasi-
organisasi pembebasan, kelompok pembebasan.
7) prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara
organisasi internasional dengan individu, antara organisasi internasional dengan subjek
hukum bukan negara, antara negara dengan subjek hukum bukan negara maupun antara
subjek hukum bukan negara satu dengan lainnya.
2. Sejarah hukum Internasional

a) Masa peradaban kuno


Pada kurang lebih tahun 3100 SM, sudah terdapat suatu perjanjian (traktat) antara dua bangsa,
yaitu bangsa Lagas dan bangsa Umma. Selain itu juga sudah ada perjanjian antara dua raja,
yaitu raja Ramses II dari Mesir dan raja Huttusili II dari Hittutes. Menurut penyelidikan para
ahli sejarah kuno, perjanjian itu ditulis dalam bahasa Akkadia (Babylonia) yang pada saat itu
dipakai sebagai bahasa diplomatik. Ini terjadi pada tahun 1279 SM. Demikian pula pada masa
India Kuno. Pada masa itu telah terdapat kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga hukum yang
mengatur hubungan antara kasta, suku bangsa dan raja-raja. Kerajaan-kerajaan di India telah
mengadakan hubungan satu sama lain yang diatur oleh adat kebiasaan yang dinamakan ”Desa
Dharma”. Hukum bangsa-bangsa di zaman India Kuno sudah mengenal ketentuan-ketentuan
yang mengatur perjanjian, kewajiban dan hak-hak raja. Ketentuan yang agak jelas terutama
yang mengatur tentang perang, yang di dalamnya sudah membedakan antara kombatan dan
non- kombatan. Juga ketentuan mengenai perlakuan tawanan perang, serta cara melakukan
perang. Selain itu, pada masa Yunani Kuno, yaitu yang dikenal adanya Negara Kota/Polis/City
State, juga sudah ada hukum internasional dalam taraf embrio (embryonic form of international
law), yang oleh Prof. Vinogradoff disebut sebagai Intermunicipal Law. Intermunicipal Law ini
terdiri dari aturan-aturan kebiasaan (customary rules) yang sudah menjadi hukum, misalnya:
sifat tidak dapat diganggu gugatnya pesuruh-pesuruh dalam medan perang, keharusan
penyataan perang sebelum melakukan perang, perbudakan tawanan perang, suatu utusan resmi
dari suatu negara ke lain negara tidak boleh diganggu, prajurit yang gugur di medan perang
harus dikebumikan dengan hormat, para tawanan perang boleh ditukar satu sama lain.
Sumbangan yang cukup berarti pertumbuhan hukum internasional juga diberikan oleh
hukum Romawi Kuno. Mula-mula hukum yang berlaku di Romawi Kuno adalah apa yang
dikenal dengan istilah jus civile, yaitu hukum yang berlaku untuk para warga negara Romawi
sendiri. Dalam proses perkembangannya, mereka juga mengadakan hubungan dengan
bangsabangsa lain. Dengan demikian tidak mungkin hubungan antara mereka dengan bangsa
lain itu tunduk pada jus civile. Karena itu pada kira-kira tahun 242 SM di Romawi Kuno sudah
diadakan semacam hakim khusus yang diberi wewenang untuk mengadili perkara-perkara
antara orang-orang asing satu sama lain. Hakim ini dinamakan praetor peregrnus. Hukum yang
dipakai sebagai landasannya diberi nama jus gentium. Jadi jus gentium ini mula-mula sebagai
hukum yang dipakai untuk mengatur hubungan hukum antara orang Romawi satu dengan orang
bukan Romawi atau antara orang bukan Romawi satu dengan lainnya. Namun dalam
perkembangannya lebih lanjut, jus gentium ini berubah menjadi hukum yang mengatur
hubungan antarbangsa. Selain apa yang diutarakan di muka, sesungguhnya bangsa-bangsa Asia
pun mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi pertumbuhan hukum internasional. Lihat
saja misalnya Tiongkok, Campa, bahkan tidak dapat dilewatkan adalah Indonesia (Nusantara).
Lihat saja bagaimana kebesaran kerajaan Sriwijaya, yang telah mengadakan hubungan dengan
negara-negara lain yang ada di Asia. Demikian juga kerajaan Singosari, maupun kerajaan
Majapahit.

b) Abad pertengahan
Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada
kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma.
Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa
negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan
Yunani.Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain
yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan
Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk
mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang
terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang
Hukum Perang.

c) Perjanjian Westphalia
Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di
wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648).
Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di
Kekaisaran Romawi Suci dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan
Belanda.Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum
Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern
yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan
perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang
suci.
3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan
didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam
Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik
mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas
kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni
pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.Dasar-dasar yang
diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting
artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan
sebagai asas politik internasional.

d) Zaman modern
Permasalahan yang dihadapi kini tidak hanya menyangkut permasalahan wilayah atau
yurisdiksi negara yang dipahami secara sempit, tetapi juga mengenai permasalahan lainnya,
seperti hak asasi manusia, pertumbuhan hukum ekonomi internasional yang mencakup urusan
keuangan dan pembangunan, keprihatian kepada perusakan lingkungan, upaya eksplorasi
ruang angkasa dan eksploitasi sumber daya laut dan dasar laut.
3. Teori hukum alam (the natural right/natural law) dikenalkan pertama kali oleh
Aristoteles. Aristoteles membagi sifat hukum ke dalam hukum yang bersifat khusus
dan universal. Hukum bersifat khusus yang dimaksud adalah hukum positif, yang
dengannya suatu negara tertentu dijalankan. Sementara hukum yang bersifat universal
adalah hukum alam, yang dengannya prinsip-prinsip yang tidak tertulis diakui oleh
semua umat manusia. Namun, pemikir setelahnya lah yang mengembangkan lebih jauh
teori hukum alam ini, seperti Kaum Stoa, Thomas Aquinas, Cicero dan Hugo Grotius.
Teori hukum alam seringkali digunakan sebagai landasan moral dan filosofis dalam
mengkaji isu tertentu.
4. Sumber Hukum Internasional sendiri digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yakni:

 Berdasarkan Doktrin
a) Traktat
Traktat ialah perjanjian tertulis yang dibuat oleh dua atau lebih negara yang berdaulat, namun
tidak menutup kemungkinan dibuat oleh satu negara dan satu organisasi internasional. Traktat
yang dibaut secara sah membuat para pihak saling terikat satu sama lain yang mana para pihak
harus melaksanakannya dengan itikad baik.
b) Kebiasaan
Kebiasaan ini memiliki sifat tidak tertulis serta yang diaplikasikan pada peristiwa dalm jangka
waktu yang lama. Kebiasaan dapat diterima dan dikatakan menjadi hukum apabila kebiasaan
tersebut diaplikasikan sehari-hari dan terus menerus pada jangka waktu tertentu dan kebiasaan
tersebut meluas dipraktekkan oleh setiap negara-negara yang lainnya juga.
Contoh kebiasaan internasional ini sendiri yakni penggunaan bendera putih sebagai bendera
tanda untuk memberikan perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk mengadakan
hubungan dengan pihak musuh. Kebiasaan internasional ini berawal dari sebuah kebiasaan
pada masa Yunani Kuno, kaidah-kaidah hukum perang dan damai timbul dari kebiasaan-
kebiasaan umum yang ditaati oleh negara-negara kota Yunani.
c) Keputusan Pengadilan atau Badan-Badan Arbitrase
Keputusan Pengadilan atau badan aribitrase dapat dilihat dari keputusan mahkamah yang mana
terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni:
 Berisi komposisi mahkamah: informasi mengenai pihak yang bersengketa serta
wakilnya, analisa tentang fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang
bersengketa
 Berisi penjelasan mengenai motivasi mahkamah yang merupakan bagian dari unsur
penyelesain yang lebih luas dari sebuah sengketa
 Berisi dispositif yang merupakan keputusan mahkamah yang mengikat negara yang
bersengketa.

d) Karya-Karya Yuridis
Fungsi dari karya-karya yuridis ini sendiri ialah untuk memberikan suatu bukti hukum yang
dapat dipercaya. Fungsi karya yurisi tersebut dipelopori oleh Mahkamah Agung AS, yakni:
“apabila tidk ada traktat dan tidak ada pengawasan tindakan eksekutif atau legislatif atau
keputusan pengadilan harus dilakukan upaya melihak kebiasaan dan adat istiadat bangsa-
bangsanya beradab dan sebagai bukti kepada karya yuris dan komentator yang bekerja”
 Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2 (dua), yakni:
5. Sumber Hukum Primer:
-Perjanjian Internasional
-Kebiasaan Internasional
-Prinsip Hukum Umum
6. Sumber Hukum Subsider
-Keputusan Pengadilan
-Pendapat para sarjana Hukum Internasional
5. Macam Subjek Hukum Internasional
Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita
ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
1) Negara yang Berdaulat
2) Gabungan Negara-Negara
3) Tahta Suci Vatikan
4) Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
5) Palang Merah Internasional
6) Individu yang mempunyai criteria tertentu
7) Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
8) Penjahat Perang atau Genocide
1, Negara yang Berdaulat
Negara merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional
lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain C. Humprey
Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu
wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-
kegiatannya.
2.Gabungan Negara-Negara Merdeka
Gabungan Negara-negara merdeka mempunyai dua macam bentuk yaitu uni riil dan uni
personil.
o Uni Riil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua Negara atau lebih
melalui suatu perjanjian internasional dan berada di bawah kepala Negara yang
sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Yang
menjadi subjek hukum internasional adalah uni itu sendiri, sedangkan masing-
masing Negara anggotanya hanya mempunyai kedaulatan intern saja. Sesuai
perjanjian atau konstitusi yang menggabungkan kedua Negara , mereka tidak
boleh berperang satu sama lain atau secara terpisah melakukan perang dengan
Negara lain. Perjanjian-perjanjian internasional dibuat oleh uni atas nama
masing-masing Negara anggota karena Negara-negara tersebut tidak lagi
mempunyai status personalitas internasional.
o Uni Personil. Uni Personil terbentuk bila dua Negara berdaulat menggabungkan
diri karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing
Negara tetap merupakan raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing
Negara tetap merupakan subjek hukum internasional . Contoh-contoh dalam
sejarah adalah uni antara Belanda dan Luxembrug dari tahun 1815 sampai 1890
antara Belgia dan Negara merdeka Kongo dari tahun 1855 sampai 1908.
o Negara Konfederasi
Konfederasi merupakan gabungan dari sejumlah Negara melalui suatu perjanjian internasional
yang memberikan wewenang tertentu kepada kobfederasi. Dalam bentuk gabungan ini,
Negara-negara anggota konfederasi masing-masingnya tetap merupakan Negara-negara yang
berdaulat dan subjek hukum internasional. Bentuk Konfederasi hanya ada di abad XIX.
Walaupun Swiss secara resmi menemakan dirinya Negara konfederasi tetapi semenjak tahun
1848 pada hakekatnya lebih banyak bersifat federal dimana wewenang luar negeri berada di
tangan pemerintah federal.
3. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum internasional yang
telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan (atau kelanjutan) sejarah
sejak zaman dahulu di samping negardi akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat
dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga
hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta
Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu,
banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan
kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan
kedutaan besarnya di berbagai negara.
4. Organisasi Internasional
Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum
internasional setelah Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang
mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi-
organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke -19
akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini
berkembang bukan saja pada tingkat niversal tetapi juga pada tingkat regional.
Dasar Hukum yang menyatakan bahwa Organisasai Internasional adalah subyek Hukum
Internasional adalah pasal 104 Piagam PBB Isi pasal 104 : The Organization shall enjoy in the
territory of each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its
functions and the fulfilment of its purposes. Terjemahan : Organisasi akan menikmati di
wilayah masing-masing Anggota kapasitas hukum seperti yang diperlukan untuk menjalankan
fungsi dan pemenuhan tujuannya.
5. Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat
strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang
dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang
Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional
(International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.
6. Individu yang Mempunyai Kriteria Tertentu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak
dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin
bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948
diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan,
dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional
yang mandiri.
Dasar hukum yang menyatakan individu sebagai subjek hukum internasional ialah :
1. Perjanjian Versailles 1919 pasdal 297 dan 304
2. Perjanjian Uppersilesia 1922
3. Keputusan Permanent Court of Justice 1928
4. Perjanjian London 1945 (inggris, Perancis, Rusia, dan USA)
5. Konvensi Genocide 1948.

7. Kaum Pemberontak (Belligerensi)


Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara
berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang
bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang,
seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-
negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan
dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan
terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum
internasional
Dasar hukum yang menyatakan Pemberontak / Pihak yang bersengketa sebagai Subjek Hukum
Internasional ialah :
1. Hak Untuk Menentukan nasib sendiri
2. Hak untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya sendiri.
3. Hak untuk menguasai sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai