Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH OTONOMI DAERAH

Salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan

DOSEN PEMBIMBING :

KARMILA Br Karo,MSi

DISUSUN OLEH :

FATIMAH AZZAHRA P00933221018

SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

T.A. 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas izin Nya penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Otonomi Daerah” dengan waktu yang telah di
tentukan.

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi mahasiswa/mahasiswi untuk membuat


makalah yang telah di tugaskan oleh dosen pengampu. Penyusun menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata maupun
dalam penulisnya. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.

Pada akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan


terutama kepada dosen pembimbing yang telah membantu dalam kegiatan menulis
makalah ini.

Padangsidimpuan 20 Mei 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG..............................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................5
C. TUJUAN..................................................................................................................5

BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................5

A. Pengertian Otonomi
Daerah......................................................................................5

B. Struktur Pemerintah yang diharapkan dari sistem Otonomi Daerah......................10


1. Dasar Hukum Otonomi Daerah..................................................................10
2. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah............................................11
3. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah...............................................13

C. Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah........................................................15

BAB III PENUTUP..................................................................................................................17

A. KESIMPULAN............................................................................................................17
B. SARAN........................................................................................................................18

DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................................19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia membuat suatu


kebijakan untuk daerah. Yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkatII diberi wewenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganyasendiri, dengan tujuan
mensejahterakan masyarakat. Kebijakan ini dikenal denganOtonomi Daerah. Terbentuk nya
otonomi daerah ini memiliki sejarah ataupun cerita yang sangat panjang mulai dari jaman
kiloniansampai dengan sekarang. Dimulai dari jamankolonial yang memberi peluang untuk
daerah dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri.

Pada jaman penjajahan Jepang semua daerah otonom disebukan memiliki sifat bersifat
misleading. Kemudian pada saatkemerdekaan dan pasca kemerdekaan banyak sekali
dikeluarkan undang-undanguntuk mengatur Otonomi Daerah.Pada era ini Indonesia juga
harus memikirkan hal yang strategis, terutama pemerintah yang ada di pusat, dimana yang
terjadi saat ini pemerintah pusat yangmemiliki urusan yang terlau banya sehingga tidak
satupun yang terselesaikandengan baik, pusat mengurusa sampai pada urusan yang bersifat
tekhnis yang adadi daerah. Pemerintah seharusnya memikirkan yang strategis dan terfokus.

Dengan hal tersebut tujuan dapat tercapai.Hal yang sama sepertinya mulai terulang
lembali, kalau kita memperhatikan pengelolaan pemerintahan yang ada saat ini ada usaha
untuk sentarlisasi kembalimeskipun dengan cara yang berbeda sentarlisasi yang berbeda pada
orde baru,menurut sentralisasi yang ada pada saat ini berada pada sofwer,mencontohkan pada
penganggaran.Disadari atau tidak bahwa watak

4
dasar pemerintah di indonesia adalah sentralistik, sehingga upaya pengelolaan pemerintahan 
yang sentralistik bisa saja terjadi, meskipun pada konsep otonomi daerah.

1.2 Rumuasan Masalah


1. Apa itu otonomi daerah?
2. Bagaimana sejarah perkembangan otonomi daerah yang ada di Indonesia?
3. Apa dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah?
4. Apa pemeran penting di dalam otonomi daerah?
5. Apa dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah?

1.3 Tujuan
1. Mengenal apa itu otonomi daerah.
2. Mengetahui sejarah perkembangan otonomi daerah yang ada di Indonesia
3. Mengetahui dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah.
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari otonomi daerah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah kewenangan


Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

5
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 

Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah). 

Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan
mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian
disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama
tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya
tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.
Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan
pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.

Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang
sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa
perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat
daerah.

Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga


sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde
baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak
ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.

Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat bangkit,
menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam mengatasi berbagai
persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk mengurusi daerah
secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi
proyek di daerah. 

Dari proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen uang
kembali ke Jakarta dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek yang keuntungan itu
dinikmati ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan diikuti dengan kebijakan

6
untuk mengambil hutang secara terus menerus. Akibat perilaku buruk aparat pemerintah
pusat ini, disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari APBN.

Akibat lebih jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat pejabat di
pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar tentang situasi global, tentang
international relation, international economy dan international finance. Mereka terlalu sibuk
menggunakan waktu dan energinya untuk mengurus masalah-masalah domestik yang
seharusnya bisa diurus pemerintah daerah. Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi masalah
ketika krisis ekonomi datang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Sentralisasi yang sangat kuat telah berdampak pada ketiadaan kreativitas daerah
karena ketiadaan kewenangan dan uang yang cukup. Semua dipusatkan di Jakarta untuk
diurus. Kebijakan ini telah mematikan kemampuan prakarsa dan daya kreativitas daerah, baik
pemerintah maupun masyarakatnya. Akibat lebih lanjut, adalah adanya ketergantungan
daerah kepada pemerintah pusat yang sangat besar.

Bisa dikatakan sentralisasi is absolutely bad. Dan otonomi daerah adalah jawaban
terhadap persoalan sentralisasi yang terlalu kuat di masa orde baru. Caranya adalah
mengalihkan kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan paradigma, hakikatnya daerah sudah
ada sebelum Republik Indonesia (RI) berdiri. Jadi ketika RI dibentuk tidak ada kevakuman
pemerintah daerah.

Karena itu, ketika RI diumumkan di Jakarta, daerah-daerah mengumumkan


persetujuan dan dukungannya. Misalnya pemerintahan di Jakarta, sulawesi, sumatera dan
Kalimantan mendukung. Itu menjadi bukti bahwa pemerintahan daerah sudah ada
sebelumnya. Prinsipnya, daerah itu bukan bentukan pemerintah pusat, tapi sudah ada sebelum
RI berdiri.

Karena itu, pada dasarnya kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah, kecuali
yang dikuatkan oleh UUD menjadi kewenangan nasional. Semua yang bukan kewenangan
pemerintah pusat, asumsinya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Maka, tidak ada
penyerahan kewenangan dalam konteks pemberlakuan kebijakan otonomi daerah. Tapi,
pengakuan kewenangan.

Lahirnya reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi Indonesia dengan


tuntutan demokratisasi telah membawa perubahan pada kehidupan masyarakat, termasuk di
dalamnya pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi titik awal terpenting dari sejarah

7
desentralisasi di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan
para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU No.5 Tahun 1974
yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan dan
perkembangan keadaan.

Kedua Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan


mulai tahun 2001. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang
demokratis antara pusat dan daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah bertujuan untuk
memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan
aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan
ketika masa orde baru.

Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan
otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh
berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal
yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk
efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang
panjang.

Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun


1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka
aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya.

Selama lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, otonomi daerah telah
menjadi kebutuhan politik yang penting untuk memajukan kehidupan demokrasi. Bukan
hanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sangat heterogen dari segi perkembangan
politiknya, namun juga otonomi sudah menjadi alas bagi tumbuhnya dinamika politik yang
diharapkan akan mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya kritis
bahwa otonomi daerah tetap dipahami sebagai jalan lurus bagi eksploitasi dan investasi ,
namun sebagai upaya membangun prakarsa ditengah-tengah surutnya kemauan baik (good
will) penguasa, maka otonomi daerah dapat menjadi “jalan alternative “ bagi tumbuhnya
harapan bagi kemajuan daerah.

8
Namun demikian, otonomi daerah juga tidak sepi dari kritik. Beberapa diantaranya
adalah; (1) masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan yang ditandai dengan
korupsi “berjamaah” di berbagai kabupaten dan propinsi atas alasan apapun. Bukan hanya
modus operandinya yang berkembang, tetapi juga pelaku, jenis dan nilai yang dikorupsi juga
menunjukkan tingkatan yang lebih variatif dan intensif dari masa-masa sebelum otonomi
diberlakukan. (2) persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam untuk
kepentingan (atas nama) Pendapatan Asli Daerah (PAD). Eksploitasi sumber daya alam untuk
memperbesar PAD berlangsung secara masif ketika otonomi daerah di berlakukan. Bukan
hanya itu, alokasi kebijakan anggaran yang dipandang tidak produktif dan berkaitan langsung
dengan kepentingan rakyat juga marak diberbagai daerah. (3) persoalan yang berkaitan
dengan hubungan antara pemerintah propinsi dan kabupaten. Otonomi daerah yang berada di
kabupaten menyebabkan koordinasi dan hirarki kabupaten propinsi berada dalam stagnasi.
Akibatnya posisi dan peran pemerintah propinsi menjadi sekunder dan kurang diberi tempat
dari kabupaten dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya. Tidak hanya menyangkut
hubungan antara propinsi dan kabupaten, tetapi juga antara kabupaten dengan kabupaten.
Keterpaduan pembangunan untuk kepentingan satu kawasan seringkali macet akibat dari
egoisme lokal terhadap kepentingan pembangunan wilayah lain. Konflik lingkungan atau
sumberdaya alam yang kerap terjadi antar kabupaten adalah gambaran bagaimana otonomi
hanya dipahami oleh kabupaten secara sempit dan primordial. (4) persoalan yang
berhubungan dengan hubungan antara legislatif dan eksekutif , terutama berkaitan dengan
wewenang legislatif. Ketegangan yang seringkali terjadi antara legisltif dan eksekutif dalam
pengambilan kebijakan menyebabkan berbagai ketegangan berkembang selama pelaksanaan
otonomi. Legislatif sering dituding sebagai penyebab berkembangnya stagnasi politik
ditingkat lokal.

Pada saat rakyat Indonesia disibukkan dengan pelaksanakan Pemilu 2004,


Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan
revisi terhadap UU No. 22 tahun 1999. Dilihat dari proses penyusunan revisi, paling tidak ada
dua cacat yang dibawa oleh UU yang baru (UU No. 32 tahun 2004) yakni, proses penyusunan
yang tergesa-gesa dan tertutup ditengah-tengah rakyat sedang melakukan hajatan besar
pemilu. Padahal UU otonomi daerah adalah kebijakan yang sangat penting dan menyangkut
tentang kualitas pelaksanaan partisipasi rakyat dan pelembagaan demokrasi. Kedua, UU
tersebut disusun oleh DPR hasil pemilu 2004 dimana pada waktu penyusunan revisi tersebut
anggota DPR sudah mau demisioner. Tanggal 29 September 2004 bersamaan dengan

9
berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 1999-2004, Sidang Paripurna DPR
menyetujui rancangan perubahan (revisi) terhadap UU No. 22 tahun 1999 menjadi UU No.
32 tahun 2004.Tanggal 1 Oktober Anggota DPR baru hasil pemilu 2004 dilantik. Secara
defacto DPR pemilu 1999 sudah kehilangan relevansinya untuk menyusun dan
mengagendakan pembahasan kebijakan yang sangat krusial.

Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diharapkan dengan adanya
kewenangan di pemerintah daerah maka akan membuat proses pembangunan, pemberdayaan
dan pelayanan yang signifikan. Prakarsa dan kreativitasnya terpacu karena telah diberikan
kewenangan untuk mengurusi daerahnya. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat tidak lagi
terlalu sibuk dengan urusan-urusan domestik. Ini agar pusat bisa lebih berkonsentrasi pada
perumusan kebijakan makro strategis serta lebih punya waktu untuk mempelajari,
memahami, merespons, berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya.

B. STRUKTUR PEMERINTAHAN YANG DIHARAPKAN DARI SISTEM


OTONOMI DAERAH

1.  Dasar Hukum Otonomi Daerah

Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat,


yakni : 

 Undang-undang DasarSebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945


merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18
UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. 
 Ketetapan MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
 Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU
No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan

10
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD. 

Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa
pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya
adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa
dijalankan secara optimal. 

Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18
UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999
dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : 

 Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian


kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
 Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. 
 Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan
demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah
Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus. 
 4.      Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah
administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya
diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota. 

2.  Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah

Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip


pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut: 

 Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-


aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah. 

11
 Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab 
 Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah Kota,  sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan
Otonomi Terbatas. 
 Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. 
 Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah
Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi
wilayah administrasi. 
 Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan
Otorita, Kawasan  Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan,
Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan
peraturan Daerah Otonom. 
 Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah,  baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 
 Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah  Administrasi untuk memelaksanakan
kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada  Gubernur sebagai
wakil Pemerintah. 
 Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah
Daerah kepada Desa  yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia dengan kewajiban  melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. 

Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi


acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-
daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai
perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik
pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan
terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit
politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai
pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini: 

12
 UU No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih
menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan
pemerintahan pusat. 
 UU No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih
menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala
daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat
pemerintah pusat. 
 UU No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat
dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi
juga masih alat pemerintah pusat. 
 Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih
menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh
pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
 UU No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan
pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah,
sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja 
 UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi
kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai
dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru,
maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu
sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi
proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran
pembangunan yang menjadi isu nasional. 
 UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan
pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab.

3. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah 

13
 Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. 
 Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi
nasional. 
 Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka
desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang
diserahkan tersebut. 
 Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka
ekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang
dilimpahkan tersebut. 
 Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu   lainnya. 
 Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang
tidak atau belum dapat  dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. 
 Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan
dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil
Pemerintah. 
 Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya
dan bertanggung  jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi: 
 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut; 
 Pengaturan kepentingan administratif; 
 Pengaturan tata ruang;
 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan   kewenangannya oleh pemerintah; dan 

14
 Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. 
 Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh
sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut
diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
 Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. 
 Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga
kerja. 
 Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya
kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OTONOMI DAERAH

Suatu sistem sudah tentu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam


implementasinya. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing Negara.
Penerapan desentralisasi dalam otonomi daerah di Indonesia ingin menjawab beberapa
tantangan untuk pembangunan.

15
Pemerintah yang memilih desentralisasi memandang bahwa dengan penerapan
desentralisasi dapat meningkatkan stabilitas politik dan kesatuan bangsa karena masing-
masing daerah memiliki kebebasan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat
meningkatkan keterlibatan dalam sistem politik. Dengan adanya desentralisasi ini, maka
Pemerintah Daerah diberikan wewenang lebih besar dalam pengambilan keputusan bagi
daerahnya dengan pendekatan yang lebih sesuai. Pemberlakuan desentralisasi juga dapat
mengurangi biaya atas penyediaan layanan publik dengan menekan diseconomy of scale.

Desentralisasi juga memiliki kelemahan yang harus dievaluasi. Di banyak Negara


yang mengadopsi desentralisasi, jarang terdengar cerita-cerita sukses dengan
diberlakukannya desentralisasi karena hal ini tergantung pada karakteristik daerah masing-
masing. Seperti contoh di Negara-negara afrika, sistem desentralisasi justru tidak efektif
dalam strategi untuk mengurangi kemiskinan. Beberapa studi yang dilakukan di Negara-
negara berkembang ditemukan bahwa dengan sistem desentralisasi dapat mengurangi kualitas
dari pelayanan publik, dapat memperlebar disparitas antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain dan juga cendrung dapat meningkatkan korupsi.

Otonomi daerah ......>>> dilaksanakan dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan


pembangunan, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat di daerah Provinsi,
Kab/Kota di seluruh Indonesia.

Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah diantaranya :

1. Kelebihan :

 Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada daerahnya


untuk menjadi prioritas pembangunan.
 Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan maju,
berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
rakyat.
 Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan membentuk
Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
 Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama membangun
daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.

16
 Dan lain-lain

Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya daerah lebih mampu melihat


persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing, jadi otonomi daerah akan membuat
daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah lain tanpa takut
dianaktirikan oleh pemerintah pusat.

2. Kekurangan/kerugian
 Pemda ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang bertentangan
dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan di
daerah.
 Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk
munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
 Bila terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda yg
disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang
pengawasan).
 Peraturan yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan
kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat merugikan
pemda dan rakyat didaerah itu.
 Dan lain-lain

Kekurangan yang mendasar pada sistem otonomi daerah adalah  daerah suka


'kebablasan" dalam mengatur daerahnya. suka membuat peraturan daerah yang aneh-aneh
demi mengisi kas daerah. Hal mana yang berdampak pada kesejahteraan warga daerah itu
sendiri. jadi sebaiknya otonomi daerah diterapkan dengan pengawasan yang ketat dari
pemerintah pusat.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

17
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang
berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang
mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak menganut
azas yang sama. Selain itu juga system pemerintahan daerah sebelum proklamasi
kemerdekaan sudah dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.

Arti penting Otonomi Daerah:

1.        Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;

2.        Sebagai sarana pendidikan politik;

3.        Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;

 Stabilitas politik;
 Kesetaraan politik
 Akuntabilitas publik.

B.       SARAN

Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh


pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka hubungan
yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang
nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah
dan dilaksanakan bersama-san\ma dengan dekonsentrasi.

18
DAFTA PUSTAKA

Google:http//www.otonomidaerah.com. “latar belakang munculnya otonomi daerah.”

19

Anda mungkin juga menyukai