Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PASAR BERDASARKAN


PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

Disusun Oleh:

YULI HENDRI
NIP. 19790710 200701 1 005

KANTOR PELAYANAN PASAR


KOTA SOLOK
2016

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Tiada kata yang pantas diucapkan, selain ucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah serta atas segala petunjuk dan
perlindungan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
yang berjudul “Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pasar Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa
Umum”. Adapun makalah ini disusun dalam rangka melengkapi persyaratan
untuk penyesuaian ijazah.
Walaupun penulis telah berupaya untuk langkah penyempurnaan namun
sebagai manusia tidak luput dari kekurangan disebabkan masih minimnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, semoga kekurangan-
kekurangan ini bisa penulis perbaiki dimasa yang akan datang.
Kehadirat karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Walikota Solok di Solok
2. Bapak BKD Kota Solok di Solok.
3. Bapak Drs. Fidlywendi Alfi sebagai Kepala Kantor Pengelolaan Pasar Kota
Solok dan rekan-rekan se Kantor yang telah memberikan keterangan yang erat
hubungannya dengan makalah ini.
4. Khusus buat keluarga, isteri dan anak-anak yang memotivasi penulis dalam
menyelesaikan makalah ini dengan memberikan dorongan moril dan materi
yang tidak mungkin dilupakan.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan semoga Yang Maha
Kuasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amiin..

Solok, Februari 2016

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................ 9

BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pasar Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012
Tentang Retribusi Jasa Umum
............................................................................................
............................................................................................
10
B. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Retribusi
Pasar Kota Solok Berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Solok Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa
Umum
............................................................................................
............................................................................................
16
C. Kontribusi Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pasar Kota
Solok Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor
02 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Umum Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Solok
............................................................................................
............................................................................................
22

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 27

ii
B. Saran-Saran......................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi

masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum,

juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan

dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan

bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali

sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.

Secara etimologi otonomi berasal dari “auto” yang berarti sendiri,

sedangkan “nomos” sama dengan pemerintahan, jadi kata otonomi diartikan

“pemerintahan sendiri”. Sedangkan daerah mempunyai arti wilayah

pemerintahan, suatu wilayah tertentu mempunyai ciri-ciri yang sama, suatu

tempat terbatas yang dimanfaatkan untuk tujuan tertentu .

Berdasarkan pengertian di atas, disimpulkan bahwa otonomi daerah

adalah suatu daerah dalam wilayah suatu pemerintahan yang mengurus sendiri

pemerintahannya. Menurut Tresna. R, otonomi daerah adalah bebas bertindak

1
dan bukan diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan

inisiatif sendiri, guna kepentingan rumah tangga itu sendiri.

Selanjutnya menurut F. Sugeng Istanto dalam Victor, otonami daerah

adalah hak dan wewenang untuk mengurus rumah tangga daerah. Sesuai

dengan konteks tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah


provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang
masing-masing mempunyai pemerintah daerah”

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 32 tahun 2014 dinyatakan

bahwa Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.

Bertitik tolak dari ketentuan undang-undang tersebut lahirlah apa yang

disebut dengan otonomi daerah baik tingkat provinsi maupun otonomi daerah

untuk tingkat kabupaten maupun kota. Tingkat daerah otonomi ini berhak,

berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam menghadapi perkembangan dan

keadaan baik dalam maupun luar negeri serta tantangan persaingan global,

dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara

proporsional yang diwujudkan dengan peraturan, pembangunan dan

pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan

daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,

2
pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keaneka ragaman daerah yang

dilaksanakan dalam rangka Negeri Kesatuan Republik Indonesia.

Nyata maksudnya, bahwa pemberian otonomi kepada daerah itu

haruslah berdasarkan faktor-faktor pertimbangan dan kewajiban yang benar-

benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu

mengatur rumah tangga sendiri, yang pada hakekatnya secara ideal berarti:

1. Mampu berdiri sendiri dalam bidang keuangan (dalam arti mampu

menggali dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku)

2. Mampu berdiri sendiri dalam bidang kepegawaian, termasuk pengadaan

managerial dan teknikal skill

3. Mampu berdiri sendiri dalam bidang pemerintahan

4. Mampu berdiri sendiri dalam bidang pembangunan dengan tidak

melupakan prisip Negara Kesatuan.

Bertanggung Jawab maksudnya, bahwa pemberian otonomi itu benar-

benar sejalan dengan tujuan, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar

diseluruh pelosok tanah air dengan serasi dan tidak bertentangan dengan

pengarahan-pengarahan serta petunjuk dari pemerintah tingkat atasnya, dan

sesuai pula dengan penggunaan politik dan kesatuan bangsa. Menjamin

hubungan yang serasi antara Pemerintah Daerah serta dapat menjamin

perkembangan dan pembangunan daerah.

Pembangunan daerah otonomi yang nyata bertanggung jawab ini, tidak

mungkin dilaksanakan sebaik-baiknya apabila tidak ditunjang oleh sumber-

sumber Pendapatan Asli Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

3
Pemerintah Kota merupakan titik tolak otonomi daerah, oleh karena daerah

kota dan kabupaten lebih langsung berhubungan dengan masyarakat yang ada

di daerahnya. Sehingga kota dan kabupaten lebih bisa menerapkan kebijakan-

kebijakan yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya daerah tersebut.

Pelaksanaan otonomi daerah melalui prinsip desentralisasi,

dekosentrasi dan tugas pembantuan di Indonesia yang dimulai sejak tanggal 1

Januari 2001 telah membawa berbagai konsekuensi terhadap pemerintah

daerah. Diantara konsekuensi tersebut adalah meningkatkan managing

financial resource daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah perlu

mengembangkan kompetensi dalam mengelola secara optimal sumber

penerimaan daerah untuk pembiayaan pembangunan dan penyediaan

pelayanan kepada masyarakat.

Meskipun sumber penerimaan daerah saat ini masih tergantung dari

Dana Lokasi Umum (DAU) yang diserahkan oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan penerimaan

dan menggali sumber penerimaan baru daerah yang tidak bertentangan dengan

peraturan yang berlaku dan prinsip-prinsip dasar pembebanan pajak dan

retribusi daerah. Selain itu pemerintah daerah harus menghindari sumber-

sumber pendapatan daerah yang menjadi distori pembangunan ekonomi

daerah dan menghambat lalu lintas barang dan jasa.

Jadi dengan meletakkan titik tolak otonomi pada daerah kota dan

kabupaten itu diharapkan bahwa prinsip otonomi nyata dan bertanggung

jawab tadi akan lebih mudah dan lebih cepat diwujudkan. Berdasarkan Pasal

5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pembagian

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah:

4
Pasal 5
1. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri
atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
2. Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
3. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber
dari:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
b. Penerimaan Pinjaman Daerah;
c. Dana Cadangan Daerah; dan
d. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

Pasal 6
1. PAD bersumber dari:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;
b. Jasa giro;
c. Pendapatan bunga;
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing; dan
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
Daerah.

Sama halnya dengan daerah kota lainnya di Indonesia, Kota Solok juga

menghadapi berbagai kendala dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Kendala lain berasal dari keterbatasan informasi tentang potensi Pendapatan

Asli Daerah, setelah beberapa Peraturan Daerah mengalami perubahan

semenjak tahun 2001 dan kemampuan manajemen pengelolaan Pendapatan

Asli Daerah. Kedua keterbatasan ini telah menyebabkan penerimaan

Pendapatan Asli Daerah belum maksimal dari potensi yang ada.

5
Pendapatan Asli Daerah Kota Solok Tahun 2011 mencapai

Rp.23.695.930.815,85,-. Jumlah ini hanya sekitar 6,71 persen dari total

penerimaan Kota Solok tahun 2011. Dalam situasi seperti ini, Kota Solok

sangat tergantung dari penerimaan Pemerintah Pusat. Meskipun Pendapatan

Asli Daerah tidak dapat dijadikan sebagai indikator yang baik untuk mengukur

kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, Tapi Pendapatan

Asli Daerah merupakan cerminan dari kemampuan daerah dalam menghimpun

sumber penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.

Potensi Pendapatan Asli Daerah Kota Solok diharapkan mengalami

peningkatan yang cukup besar dengan disahkannya Peraturan Daerah Nomor

02 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa umum yang mana Peraturan Daerah

Nomor 13 tahun 2002 tidak efisien lagi dipakai untuk saat sekarang. Meskipun

demikian potensi Pendapatan Asli Daerah Kota Solok belum dihitung

berdasarkan variabel yang mempengaruhinya dan tarif yang terdapat dalam

beberapa Perda baru, maka perlu diadakan penelitian potensi dan

pengembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Solok.

Kantor Pengelolaan Pasar sebagai salah satu instansi Pemerintah Kota

yang berperan dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai

peran yang sentral sebagai ujung tombak Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Kota Solok khususnya dari Retribusi Pelayanan Pasar. Jika realisasi

penerimaannya masih jauh dibawah potensi, berarti pemerintah Kota Solok

mempunyai peluang untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah

sekarang sedang mendekati potensi, maka perlu dilakukan berbagai langkah

dan kebijakan untuk meningkatkan dan mencari sumber-sumber penerimaan

6
baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pembebanan pajak dan retribusi

yang telah dikemukakan sebelumnya.

Hasil penerimaan pajak dan retribusi diakui belum mencapai target dan

memiliki peranan relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) khususnya bagi Daerah Kabupaten dan Kota. Untuk di Kota

Solok, Kantor Pengelolaan Pasar Kota Solok hanya mampu mencapai realisasi

Pendapatan Asli Daerah Tahun 2012 sebesar Rp. 1.285.110.491 artinya hanya

mencapai 86,60% dari Rp. 1.485.165.059 yang ditargetkan. Sementara pada

tahun 2013 terealisasi penerimaan sebesar Rp. 1.192.271.159 artinya hanya

mampu mencapai 58,74% dari Rp. 2.029.745.826 yang ditargetkan.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, berbicara mengenai Pengelolaan

Pasar jika ditinjau dari aspek ekonomi daerah adalah berarti adanya suatu hak,

wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengelola pasar di satu pihak

dan para pemakai pasar di pihak lain. Hak untuk mengatur dan mengelola

pasar ini timbul atas dasar pemberian otonomi kepala daerah yang berpangkal

dari besar kecilnya pembagian wilayah dan daerah berdasarkan Pasal 18

Undang-Undang Dasar 1945 dan direalisasikan dengan Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memberikan

keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi didaerahnya.

Salah satu potensi untuk dapat memenuhi tuntutan Pendapatan Asli

Daerah diatas adalah dari pendapatan yang ditimbulkan oleh adanya pasar

yang ada didaerah, dalam hal ini Pasar Raya Kota Solok. Hal ini

dimungkinkan dengan adanya hak otonomi yang ada pada pemerintahan kota

bersangkutan yaitu adanya hak untuk mengelola pasar, dimana pemerintah

7
kota bersangkutan menentukan syarat-syarat serta hak dan kewajiban pemakai

jasa pasar tersebut.

Ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat, hak dan kewajiban para

pemakai pasar diatur dan dituangkan dalam bentuk Perda dengan berpedoman

kepada titik tolak ekonomi yang nyata bertanggungjawab yaitu antara lain

mampu berdiri sendiri dalam bidang keuangan dengan arti mampu menggali

dan meningkatkan pendapatan daerahnya dengan berusaha menciptakan

sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Kewajiban bagi pemakai jasa pasar tersebut yang telah diatur menurut

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 berupa pungutan Daerah sejenis

Retribusi seperti :

1. Sewa kios atau toko


2. Retribusi kebersihan atau sampah
3. Retribusi WC Pasar
4. Retribusi Parkir Dan lain-lain punggutan yang sah

Sesuai dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang perorangan atau

badan.

Dalam proses peningkatan pendapan asli daerah dari sektor retribusi

dan yang lebih khusus tentang retribusi pasar, maka dipandang perlu untuk

mengoptimalkan kinerja Kantor Pengelolaan pasar baik melalui upaya

intensifikasi maupun melalui upaya ekstensifikasi. Cara intensifikasi

merupakan upaya peningkatan retribusi melalui perbaikan atau peningkatan

system pungutan, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan sumberdaya

8
aparat baik secara kualitas maupun kuantitas. Sedangkan upaya ekstensifikasi

dapat ditempuh dengan jalan pencarian atau perluasan obyek retribusi.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan

Pasar Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012

Tentang Retribusi Jasa Umum”

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka

penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012 tentang

Retribusi Jasa Umum?.

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Retribusi pelayanan

Pasar Kota Solok berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02

Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum?.

3. Bagaimanakah kontribusi Pelaksanaan Pemungutan Retribusi pelayanan

Pasar Kota Solok berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02

Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa umum terhadap Pendapatan Asli

Daerah (PAD) Kota Solok?

9
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar Berdasarkan


Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Retribusi
Jasa Umum

Retribusi pelayanan pasar yang merupakan salah satu jenis retribusi

daerah sesuai dengan potensi yang ada, akan dapat memberikan

sumbangan yang cukup berarti bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Solok

untuk dapat membiayai kegiatan Pemerintah, pembangunan dan

pembinaan kepada masyarakat. Untuk itu retribusi pelayanan pasar

pengelolaannya perlu diatur sebaik- baiknya sehingga wajib retribusi dapat

memahami dan memenuhi kewajiban retribusinya.

Tolak ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi

daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan keuangan

suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Berdasarkan

Penjelasan Umum Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

keuangan Daerah disebutkan bahwa: “Daerah diberikan hak untuk

mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: kepastian

tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah

yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan

retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumner-sumber

daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak

untuk mengelola kekayaan Daerah dan medapatkan sumber-sumber

pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.” Dengan

10
pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan

prinsip “uang mengikuti fungsi”. Salah satu sumber pendanaan yang

sangat prospektif dalam pembiayaan seluruh kegiatan pembangunan di

Indonesia khususnya di daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota adalah

Retribusi. Sehingga seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah di

seluruh Provinsi, termasuk Provinsi Sumatera Barat, maka hal tersebut

sangat mempengaruhi Keuangan Daerah.

Kemudian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, Pasal 157 menegaskan bahwa sumber pendapatan daerah

terdiri dari:

1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

a. Hasil pajak daerah

b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan

d. Lain-lain PAD yang sah

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain pendapatan yang sah

Namun pada kenyataannya bahwa setiap tahun mulai dari tahun 2009

sampai pada tahun 2013 penerimaan retribusi pelayanan pasar Raya Kota

Solok masih belum stabil dan tidak memenuhi target sebagaimana yang

telah di tentukan sebelumnya oleh pemerintah Kota Solok. Hal ini disebabkan

karena keengganan dan kurangnya kesadaran para pedagang untuk membayar

retribusi pelayanan pasar yang telah ditetapkan, serta kurangnya fasilitas

sarana dan prasarana pasar yang berdampak kepada pedagang dan

11
pengunjung. Sehingga dalam menilai pelaksanaan pemungutan retribusi

pelayanan pasar oleh Kantor Pengolahan Pasar Kota Solok.

Terwujudnya Pasar Tradisional yang bersih, sehat, aman, nyaman,

sejahtera menjadi sasaran atau tujuan dari dibentuknya Dinas Pasar Kota

Pekanbaru di lingkungan Pemerintah Kota Solok. Dalam pelaksanaan

pencapaian tujuan Dinas Pasar Kota Solok melakukan pemungutan retribusi

di beberapa bidang yang ada di Dinas Pasar Kota Solok.

Subjek retribusi pelayanan pasar Raya Kota Solok adalah pedagang

dan masyarakat yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum

yang disediakan oleh Kantor Pengolahan Pasar Kota Solok. Subjek retribusi

dapat ditetapkan menjadi wajib retribusi yang diwajibkan untuk melakukan

embayaran retribusi. Dalam hal ini yang menjadi wajib retribusi antara lain

pedagang kios, los, dan kaki lima.

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu yang dihitung dengan cara

mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jas. Dengan demikian

besarnya retribusi yang terutang dihitung dengan berdasarkan dan tingkat

peningkatan jasa.

Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang

ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang.

Tarif retribusi ini ditinjau kembali secara berkala dengan memerhatikan

prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi. Kewenangan daerah untuk

meninjau kembali tarif retribusi secara berkala dan jangka waktu penerapan

tarif retribusi.

12
Pembayaran retribusi oleh para staf Kantor Pengolahan Pasar Raya

Kota Solok dibagi menurut jenis pedagang yang terdapat pada Pasar Raya

Kota Solok itu sendiri, karena jumlah pungutan retribusi yang menjadi

kewajiban para pedagang memang tidak semuanya sama. Jumlah pungutan

yang dibebankan kepada para pedagang disesuaikan dengan jenis tempat

dagangan atau fasilitas tempat yang mereka gunakan seperti: kios, los, atau

hanya berkaki lima saja.

Ketersediaan yang menunjang pelaksanaan pemungutan retribusi

merupakan faktor penting penentu berhasil atau tidaknya Kantor

Pengolahan Pasar Kota Solok dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat Kota Solok khususnya para pedagang di Pasar Raya Kota Solok.

Sanksi administrasi merupakan sanksi yang akan di terima oleh

wajib retribusi apabila tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang

membayar tarif retribusi yang ditagihkan dengan menggunakan Surat

Tagihan Retribusi Daerah (STRD). STRD merupakan surat untuk

melakukan tagihan rertibusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga

dan atau denda. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah

ditetapkan oleh kepala daerah.

Pemerintah Kota Solok telah menetapkan sanksi administrasi kepada

wajib retribusi tertentu yang tidak membayar tepat pada waktunya atau

kurang membayar berupa denda 2% dari setiap bulan retribusi yang terutang

yang tidak atau kurang membayar dan ditagih dengan menggunakan surat

tagihan retribusi daerah (STRD).

13
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kebijakan Pemerintah Kota

Solok dalam pemungutan retribusi pelayanan pasar dapat dilihat dari beberapa

pendekatan sebagai berikut:

1. Daya Pikul Masyarakat

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi ditetapkan

dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan,

kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas

pelayanan tersebut. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa

teori daya pikul yaitu beban Pajak Untuk smua orang harus sama beratnya,

artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing

orang. Untuk mengukur daya pikul digunakan 2 (dua) pendekatan yaitu

unsur objektif, dimana dengan melihat besarnya. Penghasilan atau

kekayaan yang dimiliki oleh seseorang maka disesuaikan dengan

pengenaan retribusi terhadap seseorang tersebut.

Kalau dilihat kebijakan Pemerintah Kota Solok dalam konteks ini

dalam penerapan retribusi pelayanan pasar sangat memperihatikan

kemampuan masyarakat Kota Solok, di mana retribusi yang dipungut

terhadap masyarakat pengguna jasa pelayanan pasar tidak terlalu

memberatkan para pedagang, hal ini dapat dilihat dari besarnya pungutan

rertribusi didasarkan pada jenis fasilitas atas halaman/pelataran, los, klas

dan jangka waktu pemakaian. Klas digunakan untuk menentukan

besaranya tarif yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Solok. Klas

antara lain berskisar dengan tarif seperti untuk Kelas A sebesar Rp.

50.000,00, untuk Kelas B sebesar Rp. 35.000,00 dan untuk Kelas C

sebesar Rp. 25.000,00.

14
Besarnya pungutan retribusi pelayanan pasar yang didasarkan pada

klasifikasi juga cerminan secara tidak langsung terhadap pertimbangan

kemampuan pembayaran rertribusi oleh masyarakat pedagang.

Kemudian ada unsur subjektif dengan memperhatikan kebutuhan

materiil yang harus dipenuhi. Meliihat kondisi riil masyarakat khususnya

para pedagang yang berkewajiban membayar retribusi dalam usahanya

cukup memberikan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Hal ini dibuktikan bahwa sudah bertahun-tahun lamanya para pedagang

memanfaatkan jasa pelayanan pasar dan sampai pada hari ini pun mereka

masih menikamati jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota

Solok.

Melihat dari unsur objektif dan subjektif teori daya pikul ini, maka

kebijakan Pemerititah Kota Solok dalam penetapan jumlah tarif retribusi

sangat memperhatikan kemampuan masyarakat, oleh karena itu penting

usaha-usaha peningkatan pelayanan yang lebih baik terhadap pengguna

jasa pelayanan pasar di Pemerintah Kota Solok.

2. Asas Legalitas

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan

sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan

kenegaraan. Secara normatif, prinsip hahwa setiap tindakan pemerintah

harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada

kewenangan ini memang dianut di setiap negara hukum. Asas legalitas

menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan perlindungan

dan hak-hak rakyat.

15
Demikian halnya dalam pemungutan retribusi pelayanan pasar oleh

Pemerintah Kota Solok, dimana pemungutannya didasarkan pada

Peraturan Daerah Pemerintah Kota Solok Nomor 04 Tahun 2002 tentang

Retribusi pelayanan pasar. Bedasarkan perda ini maka aspek legalitas

pemungutan retribusi pelayanan pasar di Pemerintah Kota Solok sudah

terpenuhi, meskipun peraturan perundatigan yang lebih tinggi sudah

melindunginya, yakni Undang-Undang Nomur 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

B. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Retribusi Pelayanan Pasar


Kota Solok Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun
2012 Tentang Retribusi Jasa Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kantor Pengelolaan Pasar

Kota Solok didalam perjalanannya sebagai instansi pengelola pasar, relatif

sudah mulai bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Dalam

pengertian belum sepenuhnya dapat mendukung Kota Solok dalam rangka

mencapai tujuan otonomi daerah yang bertepat guna dan berhasil guna dalam

mengolah dan memanfaatkan potensi Pendapatan Asli Daerah, khusus dalam

pengelolaan pasar, belum maksimalnya Kantor Pengelolaan Pasar dalam tugas

dan fungsinya disebabkan masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi

dan belum menemukan solusi yang tepat dalam penyelesaiannya, sehingga

pada gilirannya sangat berpengaruh pada output yang berorientasi pada

Pendapatan Asli Daerah.

Dari pengamatan penulis yang kebetulan juga sebagai salah satu staf

pada Kantor Pengelolaan Pasar Solok persoalan-persoalan yang dihadapi

16
sangat beraneka ragam dan komplek. Berikut akan penulis kemukakan

masalah-masalah dan usaha-usaha penyelesaiannya:

1. Jarak bangunan yang terdapat di Pasar Raya Kota Solok berjarak + 50 m

dari area pasar. Pada jarak tersebut retribusi dipungut oleh pihak Dinas

DPPKA. Sementara Kantor Pengelolaan Pasar Solok hanya memungut

retribusi yang luasnya tidak signifikan.

2. Luas pasar yang tidak memadai atau sempit sementara jumlah pedagang

semakin hari semakin bertambah saja, sehingga pihak Kantor Pengelolaan

Pasar menemukan kesulitan dalam mengorganisir para pedagang dengan

baik. Menurut pengamatan secara umum, masalah yang dihadapi adalah

belum dimanfaatkannya secara menyeluruh setiap bangunan toko, kios dan

los yang ada dalam komplek pasar raya Solok. Hal ini dapat dilihat pada

blok VI lantai II, dan jumlah keseluruhan 57 buah petak kios yang

dimanfaatkan oleh pedagang tidak sampai setengahnya, menurut pantauan

penulis lakukan hanya lebih kurang 15 petak saja yang dimanfaatkan

pedagang sebagai tempat menjalankan aktifitas perdagangannya. Pada

lokasi ini diperuntukkan bagi pedagang yang berjenis usaha menjahit

pakaian dan menjual pakaian jadi. Kondisi ini telah terjadi semenjak 10

tahun yang lalu sampai sekarang karena lokasi tersebut yang jarang

didatangi oleh pengunjung pasar karena lokasinya yang ada di lantai II dan

posisinya yang agak jauh dan pusat pasar. Sebab lainnya adalah

dikarenakan sudah terlalu banyak pedagang di lantai I dan kaki lima

menjual barang sejenis, padahal semestinya jenis dagangan tersebut dijual

di lantai II. Dapat dikatakan ini adalah kelemahan dan Kantor Pengelolaan

Pasar yang membiarkan pedagang menjual dagangan tidak sesuai dengan

17
peruntukannya. Dan sudah berlangsung lebih dari 8 tahun yang lalu

sehingga setelah sekian banyak pedagang yang berjualan tidak sesuai

dengan jenis, usahanya dan sangat sulit untuk menertibkan.

Alasan-alasan yang dikemukakan oleh pedagang.

a. Mereka telah membeli barang dalam jumlah yang banyak dan jika

mereka akan mengalami kerugian yang besar karena terbenamnya

uang mereka.

b. Pada umumnya mata pencarian mereka adalah berdagang dan tidak

punya usaha lainnya.

Demikianlah persoalan yang dihadapi khusus untuk lokasi blok VI

lantai II sehingga menimbulkan keengganan bagi pedagang untuk

membuka usahanya pada lokasi tersebut. Sehingga mengakibatkan lokasi

tersebut menjadi kotor dan digunakan oleh orang-orang tertentu untuk

membuang kotoran yang menyebabkan lokasi tersebut menjadi bau dan

semakin dijauhi oleh calon pembeli.

3. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari pihak Kantor Pengelolaan Pasar

telah berusaha secara maksimal, namum demikian saja masih menemui

kesulitan dalam menertibkan pedagang kaki lima dan ikan basah, mereka

sering menggunakan lokasi yang terlarang untuk berjualan, kondisi ini

memacu bentrok bersama pedagang yang menjadi persoalan bagi petugas

keamanan khususnya karena ketika petugas meninjau pada lokasi terlarang

tersebut mereka kembali pada tempatnya semula. Peristiwa ini kerap kali

menimbulkan main kucing-kucingan antar petugas dan pedagang-

18
pedagang nakal tersebut. Pihak Pengelola Pasar telah melakukan upaya

pencegahan dengan melakukan operasi terpadu dengan melibatkan aparat

Kepolisian, Koramil dan Satpol Pamong Praja tapi ketika tim tidak turun

lagi pedagang itu kembali melakukan pelanggaran ketertiban.

4. Masih banyak terdapat tunggakan retribusi hak sewa baik toko, kios dan

los, hal ini dipicu oleh lemahnya daya beli masyarakat dan sepinyá

pengunjng pasar.

Beberapa alasan pedagang antara lain:

a. Mereka mengeluhkan persoalan letak toko, kios dan los yang kurang

strategis atau agak kebelakang dan pusat pasar

b. Sebagian beralasan tidak sempat mengantar pembayaran retribusi ke

loket pembayaran karena sibuk berjualan.

Dalam menyikapi kondisi tersebut Kantor Pengelolaan Pasar telah

melakukan langkah-langkah strategis:

a. Jika sebelumnya khusus untuk retribusi sewa kios pihak Kantor

Pengelolaan Pasar Kota Solok menggunakan sistem menunggu

di loket, maka semenjak bulan Januari 2005 atas instruksi Kepala

Kantor, petugas menagih langsung ke lokasi dengan membawa

kwitansi pembayaran atau dikenal dengan sebutan sistem jemput bola.

b. Dengan system jemput bola ini, selain meningkatkan pendapatan pasar

setiap bulannya juga dapat menampung aspirasi pedagang akibat dan

interaksi langsung antara petugas lapangan dengan para pedagang.

Sehingga tercipta koordinasi yang baik antara pedagang dengan pihak

pasar, hal mi baik bagi perkembangan pasar kedepannya.

19
5. Dengan telah selesainya pembangunan Pasar Raya, Tahap III Blok VII

yang diharapkan akan meningkatkan pencapaian target pendapatan Kantor

Pengelolaan Pasar, ternyata dalam capaian target tidak menunjukkan

kenaikan yang berarti, dikarenakan lokasi pasar yang juga jauh dan pusat

pasar.

6. Dengan penetapan tarif baru yang ditetapkan dengan Perda Nomor 02

tahun 2012 ini para pedagang keberatan karena:

a. Belum tahunya para pedagang tentang perubahan perda, dan perubahan

yang tercantum dalam perda tersebut, terutama tentang kenaikan

retribusi sehingga ada beberapa pedagang yang mendatangi dan

mengadukannya ke DPRD Kota Solok.

b. Para pedagang mengeluhkan besaran kenaikan tarif retribusi, menurut

mereka tarif saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif sebelum perda

disahkan.

c. Selain itu pedagang merasa kaget dengan kenaikan tersebut dan merasa

belum pernah mendapatkan sosialisasi dan SKPD terkait.

d. Tunggakan sewa kios cukup memberatkan para pedagang karena

dihitung berdasarkan perda baru, apabila tunggakannya bertahun-tahun

maka tunggakannya semakin membengkak.

e. Pedagang merasa keberatan dengan penetapan tarif retribusi sampah

yang baru, para pedagang tarif tersebut terlalu tinggi.

Akibat dan kejadian tersebut menimbulkan dampak yang sangat

besar bagi pengelolaan pasar secara keseluruhan. Bidang penertiban

menemui persoalan yang sangat pelik akibat semakin sempitnya lokasi

20
pasar yang ada, persoalan tidak habis sampai disitu saja kondisi ini sangat

berpengeruh pada kondisi keamanan. Dengan sempitnya pasar

menimbulkan kerawanan pada hari pasar Selasa dan Jum’at. Sehingga

tidak jarang pengunjung pasar mengalami kecopetan. Namun untuk

mengantisipasi hal ini pihak Kantor Pengelolaan Pasar melalui pengeras

suara sudah sering melakukan penghimbauan kepada masyarakat pemakai

jasa pasar untuk tidak memakai perhiasan yang mencolok dan menarik

perhatian tangan-tangan jahil untuk membuat kejahatan.

Karena banyaknya lokasi pelataran parkir yang digunakan untuk

penampungan sementara mengakibatkan timbulnya kesemrawutan, karena

letak kendaraan yang parkir tidak teratur sehingga sering menimbulkan

kemacetan dalam kompleks pasar khususnya. Dampak lain yang terasa

adalah meningkatnya jumlah sampah yang beredar di lokasi pasar karena

jumlah pedagang yang meningkat pula. Pengaruh lain yang terasa adalah

minimnya transaksi jual beli di kios lantai atas khususnya blok B. Karena

dengan adanya penampungan tahap III yang berada didepan pasar raya

secara otomatis pengunjung yang ingin berbelanja tidak mampu lagi naik

ke lantai II untuk membeli pakaian jadi di blok B. Hal ini sering

dikeluhkan oleh pedagang di lokasi tersebut sehingga tidak jarang petugas

pemungut retribusi dikelabakan dengan pernyataan tersebut.

Berdasarkan kondisi riil tersebut, mengingat pentingnya Pasar

Raya Solok sebagai urat nadi perekonomian bagi masyarakat Solok maka

Pemerintah Kota Solok tetap dituntut harus dapat menata pasar sedemikian

rupa sehingga dapat kembali menggairahkan daya beli warga yang

21
cenderung menurun seiring masih terjadinya krisis ekonomi global

ditengah-tengah masyarakat

C. Kontribusi Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar Kota


Solok Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012
Tentang Retribusi Jasa Umum Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kota Solok

Pajak dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sangat besar

terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan realisasi Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Hasil dari pungutan retribusi tersebut akan digunakan untuk

kelangsungan kehidupan pemerintahan daerah yang bersangkutan, terutarna

untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan

rakyat. Salah satu jenis retribusi yang diselenggarakan di Kota Solok adalah

retribusi pelayanan pasar, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34 tahun

2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001. Idealnya, dalam

pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar harus dilaksanakan secara

efektif, artinya adanya imbangan antara pendapatan dan suatu retribusi yang

sebenarnya terhadap pendapatan yang potensial dan suatu objek retrjbusi.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

kewewenangan (urusan) dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang

bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi

ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan.

Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber Pendapatan yang

termasuk ke dalam kategori pendapatan ini adalah pajak daerah (local tax, sub

22
national tax), retribusi daerah (local retribution, fees, local license) dan hasil-

hasil badan usaha (local owned enterprises) yang dimiliki oleh daerah. Ketiga

jenis pendapatan ini merupakan pendapatan yang digali dan ditangani sendiri

oleh pemerintah daerah dan sumber-sumber pendapatan yang terdapat dalam

wilayah yurisdiksinya. Terkait dengan pendapatan asli daerah, seorang pakar

dari World Bank berpendapat bahwa batas 20% perolehan PAD merupakan

batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang

dari angka 20%, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai

kesatuan yang mandiri.

Retribusi daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan

retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang

mendiami wilayah yurisdiksinya, dengan langsung memperoleh kontraprestasi

yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut retribusi daerah yang

dibayatkannya.

Suatu pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam

jenis retribusi daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat

dimungkinkan jika pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk

menetapkan sendiri jenis-jenis retribusi daerah yang dapat dipungutnya, tanpa

ada intervensi dan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Hal ini

merupakan kondisi yang perlu diciptakan dan menjadi suatu pandangan umum

yang dikemukakan serta diterima oleh para ahli yang menekuni kajian

pemerintahan daerah, khususnya keuangan daerah, seperti Nick Devas,

Richard M. Bird, dan B. C. Smith. Agar pemerintah daerah merniliki

kemampuan optimal untuk memungut retribusi daerah yang ada di daerahnya,

perlu kiranya mempertimbangkan retribusi daerah yang memang sesuai untuk

23
dijadikan sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam

pemungutan. Mungkin hal yang paling menjanjikan, dan merupakan jalur

kurang dan angka 20%, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya

sebagai kesatuan yang mandiri.

Retribusi daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan

retribusiyang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang

mendiami wilayah yurisdiksinya, dengan Iangsung memperoleh kontraprestasi

yang dibcrikan oleh pemerintah daerah yang memungut retribusi daerah yang

dibayarkannya.

Kontribusi penerimaan retribusi daerah terhadap total perolehan

penerimaan Pemda Kota Solok tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan

kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik.

Komponen retribusi daerah pada tahun 2012 memberikan sumbangan terhadap

pendapatan asli daerah Kota Solok sebesar Rp. 26.745.248.866. Kemudian

pada tahun 2013 retribusi daerah sebesar Rp. 25.500.167.656.

Berdasarkan hal tersebut di atas, kontribusi retribusi pelayanan pasar

terhadap penerimaan retribusi secara keseluruhan di Kota Solok kalau dilihat

dari target penerimaan cukup signifikan.

Pada tahun 2012 pemerintah Kota Solok menargetkan penerimaan

retribusi pelayanan pasar sebesar Rp. 1.878.864.172, akan tetapi realisasinya

sebasar Rp. 1.180.370.437, atau sekitar 62,82% dari target. Kemudian pada

tahun 2013 retribusi pelayanan pasar ditargetkan sebesar Rp. 2.029.745.826,

realisasi per Desember 2013 sebasar Rp. 1.192.271.159, atau sekitar 58,74%..

24
Melihat capaian target retribusi pelayanan pasar oleh Pemerintah Kota

Solok sudah bagus yakni rata-rata di atas 50%. Kondisi yang demikian

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Kultur dan budaya masyarakat

Melihat capaian target retribusi pelayanan pasar pada masyarakat

pengguna layanan pasar dipengaruhi oleh sebagian masyarakat sudah

mulai mampu untuk memenuhi kewajibannya, meskipun masih ada

sebagian kecil yang masih lalai dengan kewajibannya. Fenomena ini

hampir ada di setiap daerah, dimana sebagian kecil masyarakat

beranggapan bahwa pelayanan pasar yang diberikan oleh pemerintah

dianggap sebagai kewajiban pemerintah tanpa perlu membayar retribusi.

2. Pelayanan dari Pemerintah

Peran pemerintah Kota Solok juga sangat berpengaruh terhadap

pencapaian target retribusi pelayanan pasar. Dalam kasus ini, Pemerintah

Kota Solok sudah mulai meningkatannya pelayanannya kepada

masyarakat pengguna layanan pasar, seperti: memperbaiki fasilitas pasar

yang sudah rusak. Sebagian besar masyarakat pengguna layanan pasar

menyatakan bahwa pelayanan Pemerintah Kota Solok sudah menunjukkan

peningkatan, dan berharap agar pemerintah dapat mempertahankan atau

lebih meningkatkan lagi layananannya. Kondisi yang seperti ini dapat

menepis persepsi sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa retribusi

tidak perlu dibayar karena tidak memberikan keuntungan kepada mereka,

antara lain dampak retribusi yang mereka bayar tidak berdampak positf

25
terhadap fasilitas pelayanan pasar, yang tentu saja melanggar prinsip-

prinsip retribusi.

Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan retribusi pelayanan pasar

terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya

terhadap APBD Pemda Kota Solok perlu melakukan beberapa langkah di

antaranya peningkatan intensiftas pernungutan retribusi pelayanan pasar dan

melakukan sosialisasi terhadap kewajiban para pedagang dan masyarakat akan

pentingnya retribusi pelayanan pasar untuk peningkatan pelayanan kepada

masyarakat.

26
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebijakan Pemerintah Kota Solok dalam Pemungutan Retribusi Pasar

dapat dilihat dari beberapa pendekatan sebagai berikut: Pertama, Kalau

dilihat kebijakan Pemerintah Kota Solok dalam konteks daya pikul

masyarakat, tetribusi pelayanan pasar di Kota Solok sudah memperhatikan

kemampuan masyarakat, dimana retribusi yang dipungut terhadap

masyarakat pengguna jasa pelayanan pasar tidak terlalu memberatkan para

pedagang, hal ini dapat dilihat dari besarnya pungutan retribusi didasarkan

pada jenis fasilitas atas halaman/pelataran, los, kios dan jangka wakatu

pemakaian. Besarnya pungutan retribusi pasar yang didasarkan pada

klasifikasi juga cerminan secara tidak langsung terhadap pertimbangan

kemampuan pembayaran retribusi oleh masyarakat pedagang. Kedua,

Penerapan kebijakan berupa pembebanan terhadap masyarakat mesti

didasari oleh aturan perundang-undangan atau lebih dikenal dengan aspek

legalitas. Prinsip bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan

peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan ini

memang dianut di setiap negara hukum. Dalam pemungutan retribusi

pelayanan pasar oleh Pemerintah Kota Solok, dimana pemungutannya

didasarkan pada Peraturan Daerah Pemerintah Kota Solok Nomor 02

Tahun 2002 tentang Retribusi Pasar. Berdasarkan Perda ini maka aspek

27
legalitas pemungutan retribusi pelayanan pasar di Pemerintah Kota Solok

sudah terpenuhi.

2. Kontribusi retribusi pelayanan pasar terhadap penerimaan retribusi sccara

keseluruhan di Pemerintah Kota Solok kalau dilihat dari target penerimaan

cukup signifikan, dimana pencapaian target retribusi pasar oleh

Pemerintah Kota Solok rata-rata diatas 50%. Kondisi yang demikian tentu

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Kultur dan budaya

masyarakat, Pelayanan dari pemerintah yang sudah optimal dalam

pelaksanan pemungutan retribusi pelayanan pasar.

B. Saran-Saran

1. Disarankan kepada Pemerintah Kota Solok dalam pelaksanaan

pemungutan retribusi pelayanan pasar dibarengi dengan peningkatan

pelayanan kepada masyarakat, seperti memperbaiki fasilitas pasar yang

tidak layak lagi serta meningkatkan sinergisitas dengan pihak-pihak

terkait.

2. Disarankan kepada masyarakat untuk memahami bahwa kewajiban

pembayaran retribusi merupakan bentuk tanggug jawab masyarakat

pengguna jasa layanan pasar terhadap negara atau daerah. oleh karena itu

perlu sosialisasi yang intensif dalam rangka menyamakan persepsi

terhadap retribusi sebagai kewajiban yang wajar sebagai warganegara.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah di


Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Davey, K.J.Pembiayaan Pemerintah Daerah. UI Press. Jakarta, 1988.

Erly Suandi, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000.

Jimmi Muhammad Ibrahim, Propek Otonomi Daerah, Dahara Prize, Semarang,


1991.

JS. Badudu – Zain. Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Sinar Harapan, Jakarta, 1996,

Kusnadi, Moh. dan Bintan R. Siragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut


Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Gramedia, Jakarta, 1998.

Haryanto, Sahmuddin, dan Arifuddin, Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama:


Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.

Moh. Kusnadi dan Bintan R. Siragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut


Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Gramedia, Jakarta. 2000.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditia Bakti,
Bandung, 2004.

R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintah Lokal, Alumni Bandung, 1982.

Tresna R, Bertamasya ke Taman Ketatanegaraan, Dibya, Bandung, tanpa tahun.

Ummy Muhammad Ibrahim, Prospek Otonomi Daerah. Semarang Prize, 1991.

W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta,


2001.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diperbaharui dengan Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 diperbaharui dengan Undang-Undang


Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 02 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa
Umum.

29

Anda mungkin juga menyukai