Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH TERHADAP


SISTEM PEMERINTAHAN DESA

(Studi Kasus di Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale


Kabupaen Bulukumba)

HARFINA YADI

1965342020

PROGRAM STUDI ILMU ASMINISTRASI NEGARA

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
DAFAR ISI

DAFAR ISI..............................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian (Teoritis dan Praktis)..................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................7
A. Kajian Pustaka...........................................................................................7
B. Kerangka Konsep....................................................................................14
III. METODE PENELITIAN............................................................................15
A. Pendekaan dan Jenis Penelitian...............................................................15
B. Lokasi Penelitian....................................................................................15
C. Deskripsi Fokus Penelitian......................................................................15
D. Tahap-tahap Penelitian............................................................................16
E. Jenis dan Sumber Data............................................................................17
F. Instrument Penelitian...............................................................................17
G. Prosedur Pengumpulan Data...................................................................18
H. Pengecekan Keabsahan Data...................................................................19
I. Analisis Data...............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara yang berbentuk kesatuan namun jika

dilihat dari segi sistem pemerintahan daerah, Indonesia telah mengadopsi prinsip-

prinsip federalisme seperti oonomi daerah.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan

mendesentralisasikan kewenangan yang selama ini terdesentralisasi ditangan

pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah pusat

dialihkan dari tingkat pusat ke Pemerintahan Daerah sebagaimana mestinya,

sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat kedaerah kabupaten dan kota

di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan

bergerak dari daerah ketingkat pusat, maka di idealkan bahwa sejak diterapkannya

kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya,

yaitu dari pusat ke daerah.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, Otonomi daerah di

Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Negara Indonesia sebagai negara

kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,

dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Peraturan perundang-undangan yang

1
2

dikeluarkan sebagai produk administrasi Negara kecendrungannya semakin

meningkat secara kuantitatif sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam Negara kesejateraan. Problematika

yang mungkin timbul sehubungan dengan semakin meningkatnya kuantitas

peraturan perundang-undangan produk pemerintah adalah adanya perbedaan besar

dan kurangnya koordinasi dari peraturan perundang- undangan.

Pembentukan daerah otonom yang secara serentak (stimulan) merupakan

kelahiran status otonomi yang didasarkan atas aspirasi dan kondisi objektif dari

masyarakat di daerah/wilayah tertentu sebagai bagian dari bangsa dan wilayah

nasional Indonesia. Aspirasi tersebut terwujud dengan diselenggarakannya

desentralisasi kemudian menjelma menjadi daerah otonom. Dengan demikian,

desentralisasi sebenarnya menjelma otonomi masyarakat setempat untuk

memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas

(daerah setempat) demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan (Widjaja,

2011:23).

Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, pemerintah mempunyai tujuan

atau peran tertentu yang ingin dicapai dari pemberian wewenang atau Otonomi

Daerah dari pemerintah pusat seperti pelayanan kepada masyarakat semakin lebih

baik, dengan diterapkannya otonomi daerah maka hanya untuk mengurus

dokumen-dokumen sederhana seperti dokumen kependudukan bisa dilakukan di

daerahnya sendiri. Bayangkan seberapa banyak antriannya jika semua orang di

Indonesia ini harus mengurus segala hal dalam satu tempat saja. Dengan adanya

Otonomi Daerah, segala hal bias menjadi lebih mudah untuk masyarakat.
3

Pemerintah pun lebih mudah dalam melakukan pengontrolan karena sudah

dibantu oleh alat-alat kelengkapan yang ada di daerah.

Peran serta masyarakat dalam pembangunan perdesaan dapat diartikan

sebagai aktualisasi dari kesediaan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20014 tentang Pemerintahan Daerah dan lebih

rinci lagi pada saat dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2015

Tentang Desa, memberikan landasan kuat bagi Desa dalam mewujudkan

“Development Community” di mana Desa tidak lagi sebagai level administrasi

atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu

Desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri.

Desa diberi kewenangan untuk mengatur Desanya secaramandiri termasuk bidang

sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan

dapat meningkatkan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan disemua

aspek kehidupan masyarakat.

Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale salah satu Desa yang

menerapkan adanya sistem Otonomi Daerah, dalam pelaksanaan otonomi daerah

di Desa Bontobangun salah satu agenda pokok yang hendak dilaksanakan adalah

suatu reformasi birokrasi. Saat ini setiap Desa memiliki hak untuk

mengembangkan kemandirian dalam memajukan masyarakatnya secara

demokratis, baik dibidang politik, ekonomi, maupun budaya, maka memerlukan

suatu birokrasi yang reformis, efisien, kreatif, inovatif, dan mampu menjawab

tantangan dalam menghadapi ketidakpastian di masa kini dan masa yang akan
4

datang. Menurut Sumaryadi Pembangunan partisipatif merupakan pendekatan

pembangunan yang sesuai dengan hakikat otonomi daerah(termasuk otonomi

Desa) yang meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh berkembang dari

masyarakat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh masyarakat dan

hasilnya dinikmati oleh seluruh masyarakat (sumbawabaratkab.go.id).

Dengan adanya penerapan otonomi daerah di Desa Bontobangun

pemerintah daerah mampu mengembangkan sumber daya manusia (SDM) salah

satunya dalam hal peningkatan ekonomi masyarakat. Dalam pelaksanaan otonomi

daerah di Desa Bontobangun yaitu di laksanakannya otonomi secara luas, nyata

dan bertanggung jawab, tidak terkecuali dalam hal pelimpahan kewenangan

urusan pemerintahan, pemerintah Desa memiliki kewenangan untuk mengatur

urusan pemerintahan yang dilimpahkan dari kabupaten/kota. Di Desa

Bontobangun, penerapan otonomi daerah belum terealisasi secara merata, karena

kurangnya sosialisasi dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah, sehingga

penerapan otonomi daerah masih belum terlaksana secara maksimal yang

dilakukan oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan keterangan dan paparan di atas terlihat bahwa otonomi daerah

sangat berperan penting dalam pembangunan sistem pemerintahan suatu daerah

dan tidak terlepas pula dari kualitas kinerja dari pemerintahan daerah untuk

meningkatkan suatu pembangunan dan menanamkan kepercayaan masyarakat.

Pemerintah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penetapan kebijakan serta

melakukan keputusan untuk melaksanakan fungsi dari sistem pemerintahan

daerah.
5

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian di Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale Kabupaten

Bulukumba mengenai “Dampak Penerapan Otonomi Daerah Terhadap

Sistem Pemerintahan Desa (Studi kasus di Desa Bontobangun Kecamatan

Rilau Ale Kabupaten Bulukumba)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak penerapan sisem pemerintahan di Desa Bontobangun

Kecamatan Rilau Ale Kabupaen Bulukumba setelah diberlakukannya

Otonomi Daerah?

2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan

otonomi daerah di Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale Kabupaen

Bulukumba?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Utuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem pemerintahan di Desa

Bontobangun Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba setelah

diberlakukannya otonomi daerah

b. Untuk mengetahui dampak penerapan otonomi daerah terhadap sistem

pemerintahan di Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale Kabupaten

Bulukumba
6

D. Manfaat Penelitian (Teoritis dan Praktis)


1. Manfaat teoritis

Bemanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan memberikan

konstribusi bagi pengembangan ilmu pemerintahan, serta mampu menumbuh

kembangkan kemampuan berpikir yang kritis, analitis, dan ilmiah khususnya bagi

penelitian ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan Pemerintahan

Daerah (Kedudukan, Tugas, Pungsi, Dan Kinerjanya) dalam rangka pelaksanaan

Otonomi Daerah.

2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten, Pemerintahan Desa

khususnya, dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan

amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Konsep Otonomi Daerah

a. Definisi Otonomi Daerah

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak,

wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU

No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi

daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (palangkaraya.go.id)

b. Prinsip-prinsip dalam Otonomi Daerah

Berbicara prinsip otonomi daerah perlu diketahui dulu makna secara

substansial dari otonomi. Menurut David Held, (David Held,180-190:2004)

otonomi secara subtansial mengandung pengertian : “ Kemampuan manusia

untuk melakukan pertimbangan secara sadar-diri, melakukan perenungan-diri

7
8

dan melakkuakn penentuan-diri, yang mana otonomi di dalamnya mencakup

kemampuan untuk berunding, mempertimbangkan, memilih dan melakukan

( atau ) mungkin tidak melakukan ) tindakan yang berbeda baik dalam

kehidupan pribadi maupun kehidupan publik, dengan mencamkan kebaikan

demokrasi” Prinsip otonomi mengungkapkan secara esensial dua gagasan

pokok, yakni gagasan bahwa rakyat seharusnya memegang peranan

penentuan diri dan gagasan bahwa pemerintahan demokratis harus menjadi

pemerintahan yang terbatas, dimana kesetaraan dan ada sebuah jaminan akan

terwujudnya hasilhasil tertentu yang mencakup:

1. Perlindungan dari penggunaan otoritas publik dan kekuasaan memaksa

yang sewenang-wenang.

2. Keterlibatan warga Negaranya dalam penentuan syarat-syarat

perhimpunan-perhimpunan mereka melalui penetapan izin mereka dalam

memelihara dan pengesahan institusi-intitusi yang bersifat mengatur.

3. Penciptaan keadaan yang terbaik bagi para warga Negaranya untuk

mengemban nilai dasar mereka dan mengungkapkan sifat mereka yang

beraneka ragam (yang melibatkan asumsi mengenai penghormatan

terhadap kecakapan individu dan kemampuan mereka untuk belajar

meningkatkan potensi mereka).

4. Perluasan kesempatan ekonomi untuk memaksimalkan tersedianya

sumber-sumber (yang mengasumsikan bahwa ketika individu-individu

bebas dari keputusan fisik, mereka akan benar-benar mampu

merealisasikan tujuan-tujuan mereka) Prinsip otonomi tersebut


9

memerlukan suatu sruktur tindakan politik bersama yang menentukan hak

dan kewajiban yang perlu untuk terwujudnya keberdayaan masyarakat

sebagai agen-agen yang otonom (Abdul Gaffur Karim mengistilahkan

dengan “individu otonom“).

Namun yang perlu di perhatikan kemudian bahwasanya prinsip otonomi

tersebut pada dasarnya berlaku dalam hukum publik demokratis yang karena itu

prinsip otonomi bukan sebagai prinsip penentuan-diri yang bersifat individualistis

tetapi sebaliknya sebagai prinsip struktural penentuan-diri dimana diri adalah

bagian dari kolektivitas/mayoritas yang diberdayakan dan “dipaksa“ oleh

peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur kehidupan demokratis (otonomi

demokratis yang di dalamnya hak atas otonomi berada dalam tekanan komunitas).

(Anwar, 2020)

c. Asas-asas Daerah Otonomi

(Anwar, 2020) ada beberapa asas penting dalam UndangUndang otonomi daerah

yang perlu dipahami, antara lain:

1. Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu.


10

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah

dan/atau Desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau

Desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada Desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

4. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah adalah

suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,

transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,

kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan

dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah ada

beberapa asas otonomi daerah, antara lain:

1) Asas Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.

2) Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan

yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai

wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu,

dan atau kepada gubernur dan bupati Atau wali kota sebagai

penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

3) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada

daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan

Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah

kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagaian Urusan Pemerintahan


11

yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Sehingga dapat

disimpulkan ada beberapa asas otonomi daerah yaitu asas

desentralisasi, asas dekonsentrasi, tugas pembantu, dan perimbangan

keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah.

d. Definisi Otonomi Desa

Menurut Sutardjo Kartohadikususmo, seorang ahli sosiologi

mengemukakan bahwa secara administratif Desa diartikan seebagai satu kesatuan

hukum dan didalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa

mengadakan pemerintahan sendiri. Sedangkan menurut R.Bintarto, Desa

merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur

fisiografis sosial, ekonomi politik budaya dan memiliki hubungan timbal balik

dengan daerah lain.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa

adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan, kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional

yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Desa-Desa yang beragam di seluruh Indonesia sejak dulu merupakanbasis

penghidupan masyarakat setempat, yang notabene mempunyai otonomi dalam

mengelola tata kuasa dan tata kelola atas penduduk, pranata lokal dan sumberday

aekonomi. Pada awalnya Desa merupakan organisasi komunitas lokal yang


12

mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai

adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut dengan

(selfgoverningcommunity).Sebutan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum

baru dikenal pada masa kolonial Belanda. Desa pada umumnya mempunyai

pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-

struktural dengan struktur yang lebih tinggi. Di Sumatera Barat, misalnya, nagari

adalah sebuah “republik kecil” yang mempunyai pemerintahan sendiri secara

otonom dan berbasis pada masyarakat (selfgoverningcommunity). Secara filosofis

jelas bahwa sebelum tata pemerintahan di atasnya ada, Desa itu lebih dulu ada.

Oleh karena itu sebaiknya Desa harus menjadi landasan dan bagian dari tata

pengaturan pemerintahan sesudahnya. Desa yang memiliki tata pemerintahan

yang lebih tua, seharusnya juga menjadi ujung tombak dalam setiap

penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Mengikuti pendapat Prof. Mr J de Louter, seorang ahli tata Negara Belanda dan F.

Laceulle dalam suatu laporannya yang menyatakan bahwa bangunan hukum Desa

merupakan fundamen bagi tata negara Indonesia. Berdasarkan sejarah

pertumbuhan Desa di Indonesia ada tiga tipe Desa yang sejak awal

pertumbuhannya sampai sekarang diantaranya:

1. Desa adat (self-governing community). yaitu Desa adat yang

merupakan bentuk asli dan tertua di Indonesia. Konsep "Otonomi Asli"

merujuk pada pengertian Desa adat ini. Desa adat mengurus dan

mengelola dirinya sendiri dengan kekayaan yang dimiliki tanpa


13

campur tangan Negara. Desa adat tidak menjalankan tugas-tugas

administratif yang diberikan oleh Negara.

2. Desa Adminstrasi (local state government) Desa yang merupakan

satuan wilayah administrasi, yaitu satuan pemerintahan terendah untuk

memberikan pelayanan adminitrasi dari pemerintah pusat. Desa

administrasi dibentuk oleh negara dan merupakan kepanjangan tangan

negara untuk menjalankan tugas-tugas administrasi yang diberikan

oleh negara. Desa administrasi secara substansial tidak mempunyai hak

otonom dan cenderung tidak demokratis.

3. Desa otonom (local-self government), yaitu Desa yang dibentuk

berdasarkan asas desentralisasi dengan undang-undang. Desa otonom

mempunyai kewenangan yang jelas karena diatur dalam

undangundang pembentukannya. Oleh karena itu, Desa otonom

mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan

pemerintahan Desa sebagai pemerintahan terendah langsung dibawah

kepala Desa atau lurah yang menyelangarakan urusan rumah

tangganya sendiri dan terdiri atas kepala Desa dan lembaga

musyawarah Desa.
14

B. Kerangka Konsep

Dampak Penerapan Otonomi Daerah Terhadap Sistem


Pemerintahan Desa

Peningkatan Kualitas SDM


Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa Dalam


Pembangunan Disemua Aspek Kehidupan Masyarakat
15

III. METODE PENELITIAN


A. Pendekaan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dengan jenis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian

secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu,

sedangkan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif.

Dengan demikian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang mampu menggambarkan Dampak

Peranan Otonomi Daerah Terhadap Sistem Pemerintahan Di Desa (Studi Kasus di

Desa Bontobangun Kecamaan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba)

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bontobangun Kecamatan Rilau Ale

Kabupaten Bulukumba. Pemilihan lokasi ini diharapkan dapat memberikan

informasi yang kaya dengan data-data penunjang untuk penelitian ini sehingga

dapat membantu permasalahan yang ada di lokasi.

C. Deskripsi Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini diantaranya yaitu :


16

1. Dampak Peranan Otonomi Daerah Terhadap Sistem Pemerintahan Di Desa

tepanya di Desa Bontobangun

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam Peranan Otonomi Daerah Terhadap

Sistem Pemerintahan Di Desa tepanya di Desa Bontobangun

D. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap pra penelitian menyusun rancangan penelitian, memilih lokasi

penelitian, mengirus dan melengkapi administrasi yang diperlukan untuk

melakukan penelitian, serta melakukan observasi awal lokasi penelitian.

2. Tahap Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian terkait Dampak Peranan

Otonomi Daerah Terhadap Sistem Pemerintahan Desa tepatnya di Desa

Bontobangun, Kecamaan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba. Peneliti juga akan

mengumpulkan data akurat dengan melakukan observasi, wawancara, kepada

narasumber pelayana informasi dan pengaduan. Dalam hal ini pimpinan dan

karyawan pelayanan informasi dan pengaduan mengumpulkan dokumen

penunjang.

3. Tahap Terakhir

Pada tahap ini data-data yang telah terkumpul kemudian di olah dan

dianalisis serta melakikan penarikan kesimpulan. Dari hasil tersebut disusun

sebuah laporan (Skripsi) berdasarkan aturan penulisan yang ditetapkan oleh

program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Makassar.


17

E. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dibedakan menjadi

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari

sumbernya, yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan data

sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri oleh peneliti.

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang dikumpulkan peneliti secara

langsung dari sumber primer, diamati dan dicatat yang diperoleh melalui

responden yaitu didapat dengan hasil wawancara (interview) dan pengamatan

(observasi) secara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder yang digunakan untuk

penelitian ini berupa buku-buku yang relevan, data yang didapat dari arsip, media

cetak ataupun elektronik dan naskah-naskah yang telah tersedia dalam lembaga

atau instansi yang berhubungan dengan fokus dalam penelitian yang ada pada

Kantor Desa Bontobangun.

F. Instrument Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Penelitian Sendiri
18

Penelitiadalah instrumen utama dalam sebuah penelitian kualitatif karena

seorang peneliti merupakan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data

analisis, penafsiran data dan laporan hasil dari penelitian tersebut.

2. Pedoman Wawancara

Dalam hal ini peneliti menggunakan petunjuk umum wawancara dengan

membuat kerangka dan garis-garis besar pokok permasalahan yang akan

ditanyakan dalam proses wawancara.

3. Catatan Lapangan

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dari buku catatan, kamera,

recorder, dan dokumen-dokumen tertulis dari instansi yang ada dilokasi penelitian

yang mendukung dalam penelitian ini.

4. Perangkat Penunjang

Perangkat penunjang, yaitu berupa alat yang digunakan oleh peneliti

dalam proses pengumpulan data, seperti buku, alat tulis, alat perekam, kamera,

maupun alat bantu lainnya.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh

peneliti adalah dengan melalui tiga metode yaitu :

1. Observasi

Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian,

sehingga peneliti dapat memahami kondisi yang sebelumnya, hal ini bertujuan

untuk pengumpulan data.

2. Wawancara
19

Esterberg dalam (Sugiyono, 2011:211) mendefinisikan wawancara sebagai

pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tersebut. Dengan

wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang mendalam tentang

informan dalam menginterpresikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal

ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam melakukan wawancara, peneliti

menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk

diajukan, dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan, oleh karena itu

jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti termasuk kedalam jenis wawancara

terstruktur.

3. Dokumentasi

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel kalau

didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan. Pengumpulan data melalui

dokumentasi merupakan penguatan dari adanya wawancara dan observasi yang

telah dilakukan oleh peneliti guna memberikan bukti nyata bahwa data yang

diperoleh merupakan data yang relevan.

H. Pengecekan Keabsahan Data

Uji keabsahan data diperlukan untuk menguji tingkat kepercayaan maupun

kebenaran dari penelitian yang ditentukan dengan standar yang ada, dalam hal ini

yang digunakan oleh penulis untuk melakukan keabsahan data adalah :

1. Melakukan Peer Debriefing


20

Teknik ini dilakukan oleh penulis dalam penelitian untuk mendapatkan berbagai

masukan baik berupa kritik dan saran dari peneliti lain melalui suatu diskusi.

Metode ini dilakukan melalui diskusi bersama-sama tentang topik penelitian yang

akan dilaksanakan oleh peneliti sehingga dari adanya diskusi tersebut dapat

menghasilkan berbagai masukan baik berupa kritik dan saran untuk

menyempurnakan skripsi yang akan dilaksanakan dan disusun oleh peneliti.

2. Triangulasi

Keabsahan data dalam penelitian ini dibuktikan dengan triangulasi data.

Bentuk triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber

dan triangulasi teknik seperti yang sudah dijelaskan dalam jenis dan sumber data.

I. Analisis Data

Analisa dalam penelitian ini adalah menggunakan model analisis interaktif

yang dikembangkan oleh (Miles & Saldana, 2014:14). Miles, Huberman, dan

Saldana mengemukakan bahwa model analisis interaktif terdiri dari 4 komponen

yakni pengumpulan data (data collection), kondensasi data (data condensation),

penyajian data (data display), penarikan kesimpulan atau verifikasi (verification).

Model analisis data inertaktif adalah sebagai berikut :


21

berdasarkan gambar diatas maka dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan suatu kegaitan yang dilakukan oleh penulis

untuk mempermudah data yang valid. Pengumpulan data tersebut dilakukan

melalui proses wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

observasi ke lapangan dan dokumentasi.

2. Kondensasi Data (Data Condensation)

Kondenasi data adalah proses pemilihan, penyederhanaan dan transformasi

data mentah yang didapat dari lapangan. Kondensasi data berlangsung terus

menerus selama penelitian bahkan sebenarnya kondensasi dapat dilakukan

sebelum data terkumpul secara menyeluruh. Kondensasi dapat dilakukan dengan

cara data yang diperoleh di lokasi penelitian dituangkan dalam uraian atau laporan

secara lengkap dan terinci. Laporan lapangan disederhanakan, dirangkum, dipilih

hal-hal pokok, digokuskan pada hal-hal yang penting, kemudian dicari tema atau

polanya.
22

3. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang

telah terkumpul dan diklarifikasilkan selanjutnya disajukan baik dalam bentuk

tabel maupun kalimat atau uraian. Dalam hal ini peneliti menyajikan data dengan

deskripsi pembahasan yang telah disesuaikan pada disesuaikan pada hasil matriks

peneliti.

4. Penarikan Kesimpulan (Conclusions Drawing/Verifying)

Penarikan kesimpulan yakni untuk menganalisis serta mencari makna

(meaning) dari data yang ada sehingga dapat ditemukan tema, pola hubungan

ataupun proposisi-proposisi. Selanjutnya dengan bertambahnya data melalui

proses secara terus menerus, akan diperoleh kesimpulan dan dilakukan verifikasi

selama penelitian berlangsung. Pada penarikan kesimpulan peneliti

menyimpulkan berdasarkan hasil matriks yanh telah peneliti rinci dari fokus, hasil

wawancara, temuan, teori, dan pembahasan.


23

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. (2020). Dampak Penerapan Otonomi Daerah Terhadap Sistem


Pemerintahan Desa. Applied Microbiology and Biotechnology, 2507(1), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027%0Ahttps://www.golder.com/
insights/block-caving-a-viable-alternative/%0A???
Hariyoso, S. (2002). Pembaruan Birokrasi dan Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta:
Peradaban.
Palangkaraya.go.id. (2022). 26 Tahun Otonomi Daerah di Indonesia. diakses 27
Oktober 2022 di https://palangkaraya.go.id/26-tahun-otonomi-daerah-di-
indonesia/#:~:text=Dalam%20UU%20No.%2023%20tahun,sistem
%20Negara%20Kesatuan%20Republik%20Indonesia
Winarno, B. (2016). Kebijakan Publik Era Globalisasi. Yogyakarta: CAPS
(Center of Academic Publishing Service).
7

Anda mungkin juga menyukai