Anda di halaman 1dari 57

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 1

DAFTAR TABEL ................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 13

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 13

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 14

1.5 Kerangka Teori ..........................................................................................16

1.5.1 Strategi ................................................................................................. 16

1.5.2 Pengembangan Organisasi ................................................................... 17

1.5.2.1 Konsep ............................................................................................... 17

1.5.2.2 Tahap-tahap Pengembangan Organisasi ........................................... 21

1.6 Definisi Koseptual .................................................................................... 29

1.7 Metode Penelitian ..................................................................................... 30

1.7.1 Desain Penelitian ................................................................................. 30

1.7.2 Situs Penelitian .................................................................................... 31

1.7.3 Subjek Penelitian ................................................................................. 31

1.7.4 Jenis Data dan Sumber Penelitian ....................................................... 32

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 33

1.7.6 Analisis Dan Interpretasi Data ............................................................. 34


2

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................ 36

2.1 Gambaran Umum Kabupaten Klaten ....................................................... 36

2.1.1 Kondisi Geografis ................................................................................ 36

2.1.2 Kondisi Demografis ............................................................................. 44

2.1.2.1 Kependudukan .............................................................................. 44

2.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi ...................................................................... 48

2.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 49

2.2.1 Desa Ponggok ...................................................................................... 49

2.2.2 Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri ............................... 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 56


3

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Daftar Kecamatan Di Kabupaten Klaten Beserta Data Lainnya


Tahun 2014.................................................................................... 38

Tabel 2.2 Luas Wilayah Menurut Kecamatan, Lahan Pertanian dan Lahan
Bukan Pertanian Di Kabupaten Klaten Tahun 2015 (Ha)............. 40

Tabel 2.3 Desa/Kelurahan, Pendukuhan, Blok Sensus Menurut Kecamatan Di


Kabupaten Klaten Tahun 2015...................................................... 42

Tabel 2.4 Tabel Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut
Kecamatan Di Kabupaten Klaten Tahun
2015............................................................................................... 45

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di
Kabupaten Klaten Tahun 2015...................................................... 47

Tabel 2.6 Angka Kemiskinan Makro Kabupaten Klaten Tahun 2009-2015. 48


4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketergantungan masyarakat terhadap berbagai produk dan jasa dari luar

sistem kian tinggi dan seolah tak terkendali. Limpahan kekayaan sumber daya

lokal menjadi terbengkalai dan kurang terperhatikan sehingga pemanfaatannya

belum optimal. Sebagai konsekuensi, proses kemiskinan semakin menjerat

kelompok masyarakat lemah.1 Masyarakat adalah sekumpulan orang yang

saling berinteraksi secara kontinyu, sehingga terdapat relasi sosial yang terpola,

terorganisasi. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai warga

masyarakat mempunyai kebutuhan.2

Pembangunan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang tidak

pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan

dalam kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai perbaikan mutu-hidup,

dalam situasi lingkungan kehidupan yang juga terus menerus mengalami

perubahan-perubahan. Proses pembangunan yang terjadi bukanlah sesuatu

yang sifatnya alami atau ‘given’, melainkan suatu proses yang dilaksanakan

dengan sadar dan terencana.3

1
Imam Santosa. 2014. Pengembangan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 107
2
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat; Mungkinkan Muncul Antitesisnya?. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 25
3
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.Si. Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si. 2013. Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Hal 4
5

Semangat mencapai daya saing adalah pusat gerakan manajemen

strategis dan pilihan-pilihan dilakukan dalam merancang dan menggunakan

proses manajemen strategis. Badan usaha maupun perusahaan akan

memanfaatkan secara maksimal segala sumber daya yang dimiliki dengan arah

jalan yang telah ditentukan untuk meningkatkan daya saing yaitu keunggulan

daya saing dan laba di atas rata-rata.4

Dalam pembagian kekuasaan negara akan terbagi antara pemerintah

pusat dengan pemerintah desa. Selanjutnya kekuasaan pemerintah antara

pemerintah daerah dengan pemerintah desa. Besarnya pembagian kekuasaan

ini antara berbagai level struktur pemerintahan berbeda-beda, tergantung dari

sistem politik kekuasaan yang diterapkan, kontrak politik didalam konstitusi,

kebijakan utama, orientasi pembangunan, dan berbagai hal yang bersangkutan

dengan tata pemerintahan. Otonomi desa merupakan kewenangan desa untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat desa. Kebijakan kewenngan otonomi

pada pemerintah desa bisa dilihat sebagai landasan untuk berekspresi dalam

menyelenggarakan pemerintah desa sesuai dengan aspirasi dan

keanekaragaman desa.5

Desa merupakan wilayah administratif di bawah kecamatan yang

dipimpin oleh kepala desa. Desa merupakan sekumpulan dari beberapa unit

4
A. Michael Hitt et al. 2001. Manajemen Strategi: Daya Saing Dan Globalisasi; Konsep. Jakarta:
Salemba Empat. Hal 37
5
Dr. H. Azam Awang, M.Si. 2010. Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa; Studi Kajian
Pemberdayaan Berdasarkan Kearifan Lokal di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 50-53.
6

pemukiman kecil yang disebut kampung atau dusun atau banjar atau jorong.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, desa adalah desa dan desa

adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki pemerintahan sendiri,

pemerintahan desa terdiri atas Pemerintahan Desa (yang meliputi Kepala Desa

dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa.

Pemerintah desa secara historis dibentuk oleh masyarakat desa dengan

memilih beberapa orang anggota masyarakat yang dipercaya dapat mengatur,

menata, melayani, memelihara, mempertahankan dan melindungi berbagai

aspek kehidupan mereka. Aspek kehidupan masayakat desa biasanya yang

utama adalah hukum adat (istiadat) tertulis maupun tidak tertulis, sosial budaya

kemasyarakatan, ekonomi pertanian-perkebunan-perikanan-perdagangan,

ketertiban, keamanan dan pertahanan diri, serta pemerintahan. Pemerintah desa

merupakan bentuk formalisasi organisasi kelembagaan masyarakat desa.

Kehadiran pemerintah desa merupakan pemenuhan kebutuhan dan eksistensi

masyarakat desa.6

6
Dr. H. Azam Awang, M.Si. 2010. Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa; Studi Kajian
Pemberdayaan Berdasarkan Kearifan Lokal di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 49.
7

Organisasi ekonomi perdesaan menjadi bagian penting sekaligus masih

menjadi titik lemah dalam rangka mendukung penguatan ekonomi perdesaan.

Oleh karenanya diperlukan upaya sistematis untuk mendorong organisasi ini

agar mampu mengelola aset ekonomi strategis di desa sekaligus

mengembangkan jaringan ekonomi demi meningkatkan daya saing ekonomi

perdesaan. Dalam konteks demikian, BUMDes pada dasarnya merupakan

bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa.

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat

dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Penyelenggaraan

urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), bantuan pemerintah dan

bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang

diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD.

APBDesa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja Desa dan

Pembiayaan. Rancangan APBDesa dibahas dalam musyawarah perencanaan

pembangunan desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa

menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Perarturan Desa. Penyelenggaraan

urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Sumber

pendapatan desa terdiri atas:


8

a. Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil

kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil

swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.

b. Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota.

c. Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

f. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

BUMDes merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan

berbagai ragam jenis potensi. Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan

untuk peningkatan kesejahteran ekonomi warga desa melalui pengembangan

usaha ekonomi mereka. Disamping itu, keberadaan BUMDes juga memberikan

sumbangan bagi peningkatan sumber pendapatan asli desa yang

memungkinkan desa mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan

kesejahteraan rakyat secara optimal.

Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola

aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

masyarakat Desa. BUMDesa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan

kegotongroyongan dan dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau

pelayanan umum sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan.


9

Hasil usaha BUMDesa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan

pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan

untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana

bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,

dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUMDesa dengan:

a. Memberikan hibah dan/atau akses permodalan;

b. Melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan

c. Memprioritaskan BUMDesa dalam pengelolaan sumber daya alam di

Desa.

Baik Pemerintah Indonesia maupun organisasi non profit (NGO)

menyatakan bahwa pembangunan perdesaan adalah sangat penting.

Pembangunan perdesaan telah dilaksanakan melalui pengembangan lembaga-

lembaga perdesaan, pembangunan infrastruktur perdesaan, kegiatan ekonomi-

ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun kontribusi daerah perdesaan dalam

jumlah penduduk, luas wilayah dan potensi sumber daya alamnya masih relatif

besar, namun pada umumnya tingkat produktifitas tenaga kerjanya, tingkat

pendidikan dan kesehatan penduduknya masih relatif rendah dibandingkan

daerah perkotaan.7

Berdirinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dilandasi oleh UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat (1)

7
Prof. Dr. H. Rahardjo Adisasmita, M.Ec. 2013. Pembangunan Perdesaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hal 13-18
10

disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai

dengan kebutuhan dan potensi desa” dan tercantum pula dalam Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2005 tentang Desa. Pendirian badan usaha

desa ini disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh

kebijakan daerah (Kabupaten/Kota) yang ikut memfasilitasi dan melindungi

usaha masyarakat Desa dari ancaman persaingan para pemodal besar.

BUMDes dalam operasionalisasinya ditopang oleh lembaga moneter

Desa (bidang pembiayaan) sebagai bidang yang melakukan transaksi keuangan

berupa kredit maupun simpanan. Jika kelembagaan ekonomi kuat dan ditopang

kebijakan yang memadai, maka pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan

pemerataan distribusi aset kepada rakyat secara luas akan mampu

menanggulangi berbagai permasalahan ekonomi di pedesaan. Tujuan akhir

pendirian BUMDes diharapkan menjadi pioneer dalam menjembatani upaya

penguatan ekonomi di pedesaan.

Bahwa dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Bab VII bagian kelima

yang menyatakan Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa

sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dengan harapan dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat dan desa.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pendirian BUMDes, maka

berdasarkan Pasal 78 PP 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Bahwa Pemerintah

Kabupaten Klaten dengan Perda Nomor 20 Tahun 2006 menetapkan tentang


11

Badan Usaha Milik Desa. Satu di antara BUMDes yang ada di Kabupaten

Klaten ditetapkan sebagai BUMDes terbaik tingkat nasional, yaitu BUMDes

Ponggok Tirta Mandiri yang terletak di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo,

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.8 Desa dengan luas wilayah 77,2255 Ha ini

memiliki jumlah penduduk 2.036 jiwa yang terbagi menjadi 4 dukuh dan

terbagi dalam 6 RW dan 12 RT dengan bermacam potensi kekayaan desa yang

sudah dimanfaatkan secara maksimal diantaranya adalah Pengelolaan Air

Bersih, Perikanan (penyediaan kolam), Pariwisata Umbul Ponggok,

Perkreditan, dan Kios Kuliner dan Toko.9

BUMDes Ponggok Tirta Mandiri merupakan salah satu BUMDes yang

terbaik di Indonesia dan dijadikan BUMDes percontohan atas saran dari

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.10

Menurut Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono, pendapatan BUMDes

Tirta Mandiri pada tahun 2015 mencapai Rp 6,1 miliar, dan pada tahun 2016

ditargetkan akan mencapai Rp 9 miliar. Dalam proses berjalannya, BUMDes

Ponggok Tirta Mandiri memberdayakan masyarakat yang tinggal di Desa

Ponggok dan bukan berasal dari luar desa. Hal ini ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi jumlah masyarakat

yang hidup dibawah garis kemiskinan di Desa Ponggok itu sendiri.

8
http://www.kemendesa.go.id/index.php/view/detil/1932/40-bumdes-raih-omzet-ratusan-juta-
hingga-rp8-miliar-per-tahun (diakses pada 10 November 2016 pada pukul 20.25)
9
Data Kantor Desa Ponggok
10
http://www.kemendesa.go.id/index.php/view/detil/1932/40-bumdes-raih-omzet-ratusan-juta-
hingga-rp8-miliar-per-tahun (diakses pada 10 November 2016 pada pukul 20.25)
12

Penduduk desa merupakan modal sosial yang dimiliki desa yang dapat

dikembangkan untuk pembangunan dan kesejahteraan desa. Modal sosial

merupakan keseluruhan sumber daya baik yang aktual maupun potensial yang

terkait dengan kepemilikan jaringan hubungan kelembagaan yang tetap yang

didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui.

Dalam pengembangan masyarakat dibutuhkan penyusunan skala

prioritas program yang berdasarkan pada kondisi, permasalahan, dan

kebutuhan rill. Sejak tahap pra perencanaan pengembangan masyarakat, proses

penetapan skala prioritas sudah mulai dilaksanakan bersama khalayak sasaran

strategis dan pihak lain yang terkait. Tantangan terberat bagi para perencana

sosial termasuk yang tertarik menekuni pengembangan masyarakat terletak

pada kepiawaian mengelola kesadaran warga dalam memanfaatkan berbagai

potensi sumber daya lokal.11 Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi

sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan

keterbelakangan.12 Pemberdayaan masyarakat hendaknya jangan mejebak

masyarakat dalam perangkat ketergantungan, pemberdayaan seharusnya

mengantarkan pada proses kemandirian.

Berangkat dari uraian singkat tersebut penulis bermaksut untuk

mendalami seluk-beluk Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri

11
Imam Santosa. 2014. Pengembangan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal 111-123
12
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.Si. Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si. 2013. Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Hal 40
13

sehingga bisa mendapatkan prestasi yang luar biasa. Untuk itu penulis

mengambil judul skripsi “Strategi Pengembangan Badan Usaha Milik Desa

Ponggok Tirta Mandiri Desa Ponggok Kabupaten Klaten Provinsi Jawa

Tengah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang tersebut, adapun rumusan

masalah yang penulis pilih dalam skripsi ini adalah:

1. Faktor penunjang apa saja yang menjadi kekuatan didirikannya Badan

Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri, Desa Ponggok, Kabupaten

Klaten, Jawa Tengah?

2. Bagaimana dan strategi pengembangan Badan Usaha Milik Desa Ponggok

Tirta Mandiri yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa Ponggok, Kabupaten

Klaten, Provinsi Jawa Tengah?

3. Apa saja indikator dasar keputusan dalam menentukan predikat Badan

Usaha Milik Desa terbaik se-Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Peneliti ingin mengetahui apa saja kekayaan sumber daya alam dan sumber

daya manusia yang menjadikan faktor penunjang Desa Ponggok untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Selain itu, peneliti ingin

mengetahui faktor-faktor lain dari luar desa yang memiliki peran besar

dalam proses pengembangan dan kemajuan Desa Ponggok.


14

2. Peneliti ingin mengetahui proses-proses strategi apa saja yang sudah

dilakukan oleh Badan Usama Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri dalam

mengelola dan mengembangkan BUMDes dengan memanfaatkan

kekayaan-kekayaan yang menjadi aset Desa Ponggok dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa Ponggok.

3. Peneliti ingin mengetahui indikator apa saja yang digunakan oleh

Pemerintah Pusat untuk memutuskan BUMDes unggul yang menjadikan

BUMDes Ponggok Tirta Mandiri sebagai BUMDes terbaik di tingkat

nasional dan sebagai BUMDes percontohan sesuai amanat dari Kementerian

Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Pada dasarnya, penelitian ini mempunyai beberapa manfaat bagi

peneliti, masyarakat, Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri, serta

mempunyai manfaat secara teoritis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

sumbangsih bagi bidang Ilmu Pemerintahan dan ilmu lain yang terkait

serta menambah referensi kepustakaan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang proses

pengembangan Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri sehingga

dapat menjadi BUMDesa percontohan di Jawa Tengah. Selain itu dapat


15

digunakan sebagai referensi bagi yang melakukan penelitian serupa serta

dapat memberikan bahan masukan untuk perbaikan implementasi program

tersebut.

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

peneliti mengenai Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Ponggok

Tirta Mandiri yang dapat mengelola aset dan kekayaan yang dimiliki

desa sehingga menjadi pendapatan asli desa yang mensejahterakan

masyarakat Desa Ponggok.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

terkait pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri,

sehingga masyarakat dapat mendukung penuh aktivitas

pengembangan BUMDesa Desa Ponggok.

c. Bagi Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil-hasil temuan

dalam proses pengembangan BUMDesa, sehingga dalam perumusan

kebijakan selanjutnya dapat dijadikan rekomendasi agar Pemerintah

Desa Ponggok dapat lebih optimal dalam melaksanakan program-

programnya.
16

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Strategi

Merujuk pada pandangan Dan Schendel dan Charles Hofer, Higgins

(dalam Salusu, 2005 :101) menjelaskan adanya empat tingkatan strategi

yang keseluruhannya disebut Master Strategy, adapun dalam Master

Strategy tersebut terdiri atas :

(1) Enterprise Strategy, yaitu yang berkaitan dengan respon masyarakat

yang mana strategi ini menampakan bahwa organisasi sungguh-

sungguh bekerja dan berusaha untuk memberikan pelayanan yang

baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat;

(2) Corporate Strategy, yaitu yang berkaitan dengan misi organisasi,

bagaimana misi itu dijalankan memerlukan keputusan-keputusan

stratejik dan perencanaan stratejik yang selayaknya juga disiapkan

oleh setiap organisasi;

(3) Bussiness Strategy, strategi pada tingkat ini menjabarkan bagaimana

merebut pasaran di tengah masyarakat;

(4) Functional Strategy, strategi ini merupakan pendukung dan untuk

menunjang suksesnya strategi lain. Ada 3 jenis strategi fungsional

yaitu :

(a) Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang

memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi

yang sehat;
17

(b) Strategi fungsional manajemen yaitu mencakup fungsifungsi

manajemen;

(c) Strategi isu stratejik, fungsi utamanya ialah mengontrol

lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui

maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah.

1.5.2 Pengembangan Organisasi

1.5.2.1 Konsep

Pengembangan organisasi adalah upaya terencana yang

dilakukan di tingkat organisasi untuk mencapai sasaran strategis.

Setiap organisasi baik swasta, publik maupun masyarakat, pada

dasarnya senantiasa berada dalam kondisi yang terus berubah.

Organisasi menghadapi berbagai tantangan baik yang berasal dari

dalam diri organisasi maupun berasal dari lingkungan yang

merupakan penyebab organisasi harus diubah (Sutarto, 2002:414).

Menurut Sondang P. Siagian, dalam pengembangan organisasi,

sebagai teori manajemen, berarti serangkaian konsep, alat dan teknik

untuk melakukan perencanaan jangka panjang dengan sorotan pada

hubungan antara kelompok kerja dan individu terkait dengan

perubahan-perubahan yang bersifat struktural.

Dalam pengembangan sebuah organisasi, agar berjalan

secara efektif dibutuhkan menunjuk seorang atau satuan tugas yang

memiliki keahlian, energi dan sumber serta wewenang untuk


18

menjaga agar usaha itu bisa selesai. Orang atau satuan tugas ini

disebut Katalisator. Orang atau satuan tugas yang menjadi

katalisator bukanlah untuk menggantikan keterlibatan pemimpin

atau pemecahan masalah dan pembuatan keputusan oleh

manajemen. Tugasnya adalah menjaga agar program itu tetap

berjalan, dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan.13

Fungsi katalisator ini dapat berbentuk salah satu dari ketiga

macam seperti dibawah ini atau gabungannya:

1. Ahli staf, ditunjuk untuk mempelopori program itu, dengan

wewenang dan sumber yang cukup serta tanggung jawab yang

tegas.

2. Konsultan dari luar, diminta untuk mengembangkan dan

melaksanakan program, biasanya bekerja erat dengan

manajemen puncak.

3. Satuan tugas pengembangan organisasi, terdiri dari kelompok

kecil orang-orang yang berbakat, energik dan pribadi-pribadi

yang terlibat secara langsung, yang bekerja sebagai kelompok

untuk mengembangkan dan menasehatkan penyelesaian-

penyelesaian dan mengikuti terus pelaksanaan, dalam usaha

13
Karl Albrecht. 1985. Pengembangan Organisasi. Bandung: Penerbit Angkasa. Hal 145
19

bersama dengan anggota-anggota lain dari kelompok

manajemen.14

Terkait aliran pengembangan organisasi yaitu aliran sistem,

Karl Albrecht (1985), dalam bukunya Pengembangan Organisasi

mengemukakan bahwa suatu organisasi sebagai sebuah sistem

tersusun dari empat “sistem” yang saling berkaitan. Sistem-sistem

tersebut adalah:

1. Sistem teknik. Unsur-unsur, kegiatan dan hubungan yang

membentuk poros yang paling produktif dari organisasi. Sistem

ini mungkin meliputi unsur-unsur fasilitas fisik, permesinan,

perlengkapan khusus, proses kerja, metoda dan prosedur

informasi yang berorientasi pada kerja dan berbagai saran untuk

melaksanakannya, dan juga orang-orangnya sendiri, ditinjau

dari sudut peranan yang mereka mainkan dalam proses-proses

itu. Ini adalah pandangan “bukan manusiawi”, tentang

organisasi yang perlu digabungkan dengan aspek manusia dan

aspek-aspek lain. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

seluruh proses sistem teknik, peranan serta hubungannya satu

sama lain, termasuk bentuk-bentuk kekuasaan dan status.

2. Sistem sosial. Sistem ini juga mencakup nilai, norma tingkah

laku, proses ganjaran dan hukuman, pokok semua aspek dari

14
Karl Albrecht. 1985. Pengembangan Organisasi. Bandung: Penerbit Angkasa. Hal 145
20

“Kewargaan” dalam organisasi. Jika istilah “sistem” dalam hal

ini kedengaran terlalu tidak manusiawi, maka sebutlah aspek ini

“dimensi” sosial dari organisasi.

3. Sistem administrasi. Media informasi dan jalur informasi

pelaksanaan, prosedur, instruksi, laporan dan sebagainya, yang

dibutuhkan dalam menjalankan organisasi itu sendiri, diatas

segala yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem teknik.

Termasuk juga orang-orang yang ikut serta dan secara langsung

menjalankan perangkat administrasi.

4. Sistem strategis. “Keluarga” manajemen organisasi, dari

pimpinan tertinggi sampai pada supervisor terendah yang secara

resmi diangkat, rantai instruksi, hubungan laporan, dan nilai

kekuasaan para pemimpin organisasi. Juga, rencana-rencana,

proses-proses perencanaan, dan prosedur yang digunakan

orang-orang ini dalam mengendalikan organisasi dan dalam

penyesuaian ke masa depan.

Dalam pengembangan sebuah badan ataupun organisasi,

terdapat beberapa fase menurut Karl Albrecht. Fase dalam

pengembangan organisasi tersebut diantaranya:

1. Fase penilaian, proses dimana para pemimpin organisasi

mengadakan analisa yang obyektif dan menyeluruh tentang

keadaan dan kejadian-kejadian dewasa ini dan mengidentifikasi


21

perbedaan-perbedaan antara kenyataan yang ada dengan apa

yang seharusnya.

2. Fase pemecahan masalah, proses dimana mereka membuat

keputusan atas dasar penemuan-penemuan dalam fase penilaian

tadi, menentukan peningkatan konkrit apa yang ingin mereka

lakukan sesuai dengan fungsi dan menentukan tindakan konkrit

apa yang diperlukan dan berapa biayanya.

3. Fase pelaksanaan, mulai bekerja; proses melaksanakan berbagai

kegiatan peningkatan, masing-masing dengan seorang

penanggung jawab yang ditunjuk untuk memeloporinya dengan

hasil konkrit yang diharapkan serta batas waktunya.

4. Fase evaluasi, satu pengulangan dari fase penilaian situasi tapi

dipersempit hanya pada perubahan-perubahan yang dilakukan

dalam fase pelaksanaan, melakukan perbandingan antara

rencana dengan hasil apakah sesuai dengan apa yang sudah

ditargetkan.15

1.5.2.2 Tahap-Tahap Pengembangan Organisasi

Pengembangan organisasi sebagai proses merupakan

kegiatan yang terdiri dari berbagai serangkaian tahapan. Menurut

McGill, (1982:156-175), untuk memanajemeni usaha

Pengembangan organisasi secara efektif dalam suatu organisasi

15
Karl Albrecht. 1985. Pengembangan Organisasi. Bandung: Penerbit Angkasa. Hal 142-143.
22

yang sedang berjalan terdapat sembilan tahapan utama. Tahap-tahap

itu merupakan dasar model untuk memanajemeni suatu ancangan

terhadap Pengembangan Organisasi. Tahap pertama, kedua dan

ketiga mengenai “konteks” untuk memanajemeni usaha

Pengembangan Organisasi, sedangkan tahap keempat sampai

dengan kedelapan merupakan “daur langkah tindakan” manajer.

Tahap sembilan memulai lingkaran langkah tindakan baru lalu

mengulangi tahap empat sampai dengan delapan. Tahapan tersebut

diantaranya:

Tahap 1. Pemusatan kepentingan

Dalam pemusatan kepentingan, kegiatan pengembangan

organisasi dapat dimulai dengan adanya orang-orang yang

memiliki motif pribadi untuk memeriksa proses keorganisasian dan

mengalih ambil tindakan, orang-orang yang yakin bahwa

organisasi akan mencapai tujuan, dan orang lain yang berpendapat

bahwa organisasi harus memperhatikan fungsinya. Dalam kegiatan

pemusatan kepentingan, orang-orang yang telah disebutkan harus

dipertemukan atas dasar inisiatif manajer, sebagai bentuk usaha

untuk sama-sama memikul kepentingan bersama. Unsur penting

dalam pemusatan kepentingan adalah untuk mengumpulkan

informasi dan mengambil tindakan tanpa memperhatikan motif-

motif kepentingan secara individual. Dalam pemusatan

kepentingan, tanggung jawab pertama manajer dalam usaha


23

Pengembangan Organisasi ialah mendapatkan para anggota

organisasi dan mempertemukannya.

Pentingnya pemusatan kepentingan dalam suatu usaha

pengembangan organisasi lebih ditekankan lagi jika

dipertimbangkan implikasinya dalam mengembangkan suatu

hubungan dengan seorang konsultan dari luar. Seorang konsultan

menjadi terlibat dengan organisasi dengan salah satu dari dua cara.

Dalam keadaan pertama, konsultan sering “menciptakan” suatu

pemusatan kepentingan, biasanya dengan menarik perhatian para

pejabat organisasi tingkat puncak kepada kebutuhan akan

informasi dan tindakan mengenai soal-soal tertentu. Di sini inisiatif

untuk pengembangan organisasi terletak pada konsultan. Dalam

pola keadaan kedua, pemusatan kepentingan sering berada pada

tingkat keorganisasian yang jauh dari puncak, dan hal itu timbul

sebelum konsultan berada di situ. Dalam hal ini, pola masuk yang

kedua adalah khas Pengembangan organisasi efektif dan kritis.

Tahap 2. Menentukan kerangka acuan

Melalui pemusatan kepentingan, manajer suatu kelopok

yang perhatiannya tertuju kepada usaha memulai proses pengadaan

data dan tindakan ke arah perbaikan keorganisasian. Kelompok ini

sebagai kelompok pengembangan organisasian. Pembentuk

kelompok tersebut menuju ke pengembangan kerangka acuan


24

umum tempat pelaksanaan pengembangan organisasian mengalir

di dalamnya. Kerangka ini memerlukan 1) suatu dasar untuk

organisasi intern seperti keanggotaan dalam kelompok

pengembangan organisasi, 2) menentukan tujuan atau sasaran

kelompok bersama, dan 3) menetapkan hubungan kontrak dengan

konsultan.

Kelompok pengembangan organisasi itu agar efektif

mengejar kepentingannya dalam hal informasi dan tindakan

mengenai persoalan keorganisasian, maka kelompok

pengembangan organisasi itu harus menentukan tujuan kelompok.

Tujuan ini berbeda dari cita-cita dan motif para anggota kelompok

pengembangan organisasi secara individual, walaupun individu

memegang peranan dalam penentuan tujuan-tujuan kelompok.

Langkah kelompok pengembangan organisasi pertama yang sangat

penting, yaitu merumuskan tujuan kelompok, mulai dengan

menyelidiki, membicarakan, dan mengubah suatu gagasan, sampai

gagasan ini menjadi tujuan kelompok.

Dalam menentukan tujuan kelompok pengembangan

organisasi, memiliki beberapa kriteria diantaranya adalah: pertama,

tujuan yang telah ditetapkan oleh kelompok pengembangan

organisasi harus penting bagi kelompok dan berarti bagi seluruh

organisasi. Disamping menimbulkan keyakinan bahwa berguna,

tujuan juga harus dianggap “dapat dicapai dengan mudah” atau


25

“masuk akal” atau “dapat dikendalikan”. Kemudian kriteria lain

untuk tujuan pengembangan organisasi ialah adalanya pembenaran

yang dapat diterima akan kebutuhan tertentu dan hak untuk

mengejar tujuan yang dinyatakan. Dalam tahap menentukan

kerangka acuan, menentukan keanggotaan kelompok dan

menetapkan tujuan merupakan dua kegiatan inti yang banyak

pengaruhnya dalam penentuan tindakan-tindakan kemudian.

Tahap 3. Pengesahan dan mengusahakan penunjang

Program pengembangan organisasi itu juga harus disahkan

dan ditunjang. Dalam memperoleh pengesahan dan dukungan bagi

usahanya, kelompok pengembangan organisasi harus dapat

menghubungi berbagai kelompok dan orang yang memungkinkan

hal ini. Empat jenis pokok kelompok dan atau orang yang dapat

terlibat dalam hal ini:

a. Mereka yang memberikan persetujuan dari yang

berwenang kepada tindakan kelompok pengembangan

organisasi.

b. Mereka yang dukungan aktifnya diperlukan untuk

menciptakan keadaan yang memudahkan dan dapat

mengerahkan sumber daya yang diperlukan.

c. Mereka yang tetap netral terhadap program tersebut.

d. Mereka yang menentang program tersebut.


26

Tahap 4. Identifikasi masalah (pengenalan masalah)

Dalam pelaksanaan Pengembangan Organisasi harus

melakukan identifikasi atau pengenalan persoalan yang tengah

dihadapi. Di samping menyediakan suatu titik tolak untuk memulai

pekerjaan, pengidentifikasian atau pengenalan persoalan juga

berguna sebagai diagnosis permulaan yang penting tentang para

anggota organisasi dan keterampilan, tingkat persepsi, sikap

terhadap pekerjaan, dan terutama kemampuan organisasi untuk

menerima perubahan sikap dan perilaku kerja. Pengenalan

persoalan adalah (atau setidaknya dapat menjadi) bidang berbagai

kegiatan pelatihan dan diagnosis.

Pada awal tahap pengenalan masalah, kelompok

Pengembangan Organisasi harus menentukan dalam konteks dan

suasana apa para anggota organisasi akan membawa masalah-

masalah penting ke permukaan. Konsultan bertanggung jawab

untuk mengarahkan perhatian kelompok pengembangan organisasi

ke berbagai cara pengumpulan data dan variabel yang

bersangkutan, dan untuk pelatihan penggunaan cara tersebut oleh

para anggota organisasi.

Tahap 5. Rencana umum

Rencana umum adalah suatu arah tindakan sementara dalam

serangkaian logis. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana rencana


27

itu harus diikuti tidak saja timbul dari pertanyaan mengenai

masalah apa yang ada, tetapi juga dari penilaian dampak pencarian

fakta terhadap organisasi dan pengertiannya atas tindak lanjutnya.

Pengenalan masalah berguna untuk memberikan diagnosis

permulaan mengenai para anggota organisasi. Diagnosis ini akan

tumbuh dari tanggapan para anggota terhadap pertanyaan

penelitian dan terhadap penelitian itu sendiri. Dalam

pengembangan organisasi, harus diperhitungkan dalam rencana

umum untuk memperkirakan dampaknya terhadap kemungkinan

keberhasilan ancangan lain terhadap masalah-masalah

keorganisasian. Rencana umum itu dilaksanakan secara hipotesis

tindakan yang dapat diuji, dirumuskan dalam langkah berikutnya

dari pelaksanaan pengembangan organisasi.

Tahap 6. Hipotesis tindakan

Hipotesis tindakan digunakan untuk meramalkan akibat-

akibat tertentu yang dikehendaki akan dihasilkan oleh tindakan

tertentu. Tiap hipotesis tindakan menyatakan secara langsung

tujuan yang diinginkan dan ada suatu cara untuk mencapai tujuan

tersebut. Hipotesis tindakan mengoperasionalkan segi “apa” dan

“bagaimana” dari rencana umum.

Setelah pemilihan dan pengembangan hipotesis tindakan,

dirumuskan suatu rencana tindakan dan rencana sumber daya yang


28

sesuai untuk bertindak. Manajer dan kelompok pengembang

organisasi harus peka akan jenis kebutuhan sumber daya yang

dimiliki serta harus kreatif dan sistematis untuk mendapatkan

sumber daya tersebut. Jika sumber daya yang sesuai tidak tersedia,

maka hipotesis tindakan harus ditolak.

Tahap 7. Langkah tindakan, dan Tahap 8. Penilaian formatif

Tahap ini digambarkan bersama karena manajer dan

kelompok pengembang harus bersama-sama dalam pelaksanaan

pengembangan organisasi. Hipotesis tindakan diuji, sementara

rencana tindakan dilaksanakan dan data tentang keberhasilan atau

kegagalan rencana dikumpulkan. Data ini dinilai dengan seksama,

dan jika rencana tindakan memerlukan perubahan diadakan

perubahan yang perlu, kemudian rencana yang sudah diubah itu

dicoba. Data dikumpulkan kembali dan dinilai serta diadakan

perubahan tindakan. Dengan demikian tiap langkah dalam rencana

yang berkembang dibangun atas hasil yang dicapai pada tiap

langkah yang didapat untuk memperbaiki keadaan.

Dalam konteks penilaian normatif, yang khas dalam

manajemen pengembangan organisasi, terjadi serentak dengan

tindakan dan berguna untuk kebutuhan perbaikan program. Hal ini

merupakan proses terus menerus dalam membuat tafsiran atas

tindakan dan memberikan reaksi terhadapnya. Penilaian sumatif


29

diadakan setelah tindakan dan merupakan penilaian produk akhir

atau hasil akhir. Penilaian normatif memberikan kepada

pengembangan organisasi penyesuaian yang efektif.

Tahap 9. Pengenalan kembali

Tahap sembilan memulai lingkaran langkah tindakan baru

lalu mengulangi tahap 4 sampai dengan tahap 8.

1.6 Definisi Konseptual

Berangkat dari pemaparan teori diatas, untuk menggambarkan strategi

pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Ponggok Tirta Mandiri,

peneliti berusaha mengkonfirmasi teori pengembangan organsasi dan teori

pendukung lainnya dengan pelaksanaan pengembangan organisasi BUMDes

yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo,

Kabupaten Klaten.

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis strategi pengembangan

organisasi BUMDes dengan konsep tahapan pengembangan organisasi milik

Michael E, McGill, dengan 9 tahapannya yaitu 1) Pemusatan Kepentingan, 2)

Menentukan Kerangka Acuan, 3) Pengesahan dan Usaha Penunjang, 4)

Pengidentifikasi Masalah, 5) Rencana Umum, 6) Hipotesis Tindakan, 7) dan

8) Langkah Tindakan dan Penilaian Normatif, 9) Pengenalan Kembali. Namun

peneliti membatasi dengan 6 tahapan, karena tahap Rencana Umum sudah

dapat mewakili penjelasan Hipotesis Tindakan. Selanjutnya, untuk tahapan

Langkah Tindakan dan Penilaian Normatif dan Pengenalan Kembali dapat


30

diringkas menjadi tahap Langkah Tindakan pengembangan sesuai dengan

rencana umum yang dibuat. Kemudian 6 tahapan tersebut dikategorikan ke

dalam 4 fase menurut Karl Albercht yaitu Fase Penilaian, Fase Pemecahan

Masalah, Fase Pelaksanaan, dan Fase Evaluasi.

Konsep organisasi sebagai sebuah sistem yang digunakan adalah konsep

yang dikemukakan oleh Karl Albercht bahwa suatu organisasi sebagai sebuah

sistem yang tersusun dari empat “sistem” yang berkaitan yaitu sistem teknik,

sistem administrasi, sistem sosial dan sistem strategi.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif deskriptif. Penelitian ini

bertujuan menggambarkan permasalahan yang diteliti dengan

menggunakan uraian narasi yang mengambil sumber berupa dari data dan

tuturan ahli ataupun orang yang berkompeten di bidangnya. Penelitian

kualitatif' adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek)

lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan

sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran

umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil

penelitian.

Penelitian kualitatif jauh lebih subjektif daripada penelitian

atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari


31

mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan

wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini

adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam

jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam.16

1.7.2 Situs Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian di Badan Usaha Milik Desa

Ponggok Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo,

Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah. Peneliti juga tidak

memungkiri situs-situs lain yang akan dijadikan situs penelitian, karena

peneliti berharap mendapatkan informasi lebih banyak dari beberapa pihak

yang berkaitan.

1.7.3 Subjek Penelitian

Penelitian ini diperlukan beberapa narasumber yaitu yang disebut

informan. Informan dipilih atas dasar keyakinan penulis terhadap

kemampuan, kapasitas, maupun kapabilitas berupa pengetahuan tentang

informasi dan pemahaman yang memadai yang diperikan oleh informan.

Dalam mendapatkan informasi, penulis menggunakan teknik Purposive

Sampling, yaitu teknik pengambilan sample secara sengaja. Jadi peneliti

menentukan sendiri sample yang diambil karena ada pertimbangan

tertentu. Informan yang akan dijadikan subjek penelitian adalah:

16
https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif (diakses pada 10 Juni 2010 pada pukul 09.00)
32

1) Kepala Desa Pongok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.

2) Kepala Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri.

3) Pihak terkait dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Provinsi Jawa Tengah.

Peneliti juga akan menggunakan teknik accidental sampling

(pengambilan dengan ketidaksengajaan saat bertemu di lokasi penelitian)

pada beberapa responden dalam hal ini masyarakat, Pemerintah Desa, atau

dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah

yang paham tentang pengembangan BUMDes Ponggok Tirta Mandiri.

1.7.4 Jenis Data dan Sumber Data

Menurut Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.17 Berkaitan dengan hal tersebut, jenis data

yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakn, sumber

data tertulis, foto serta hal lain yang relevan dengan tema penelitian yang

dapat diperoleh dari subjek dan objek penelitian. Dengan sumber data yang

digunakan:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang peniliti peroleh langsung dari sumber

asli yang dilakukan dengan mengambil dari sumber tertulis maupun

sumber lisan.yang memiliki wewenang di Pemerintahan Desa

17
Dr. Lexy J. Moeleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. P.T. Bandung : Remaja
Rosdakarya. Hal 112
33

Ponggok maupun pengurus di dalam Badan Usaha Milik Desa

Ponggok Tirta Mandiri dan instansi lain yang memiliki peran besar.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang peneliti ambil ataupun kutip dari

sumber lain, sehingga tidak bersifat otentik, karena diperoleh dari

tangan kedua, ketiga, maupun seterusnya yang berkaitan dengan

permasalahan yang sedang diteliti. Adapun yang dijadikan data

sekunder dalam penelitian ini adalah arsip-arsip, buku-buku,

dokumen-dokumen, surat kabar atau majalah, dan lain-lain yang

berhubungan dengan variabel-variabel yang sedang diteliti.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

a. Interview

Interview merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara melakukan tanya-jawab secara langsung. Peneliti

melakukan wawancara secara semaksimal mungkin hingga peneliti

merasa cukup dengan jawaban yang diberikan.

b. Studi Pustaka

Peneliti mencari dan menelaah sumber-sumber data dari perpustakaan

maupun data dari dinas terkait.

c. Dokumen

Peneliti mencari dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, dinas

terkait, maupun jurnal yang nantinya dapat dipergunakan untuk

membantu menganalisis dan menguji data.


34

1.7.6 Analisis dari Interpretasi Data

Dari semua data yang diperoleh dari hasil penelitian ini kemudian

dianalisis oleh peneliti sehingga diharapkan data-data tersebut dapat

menjawab permasalahan dalam penelitian ini serta dapat memberikan

rekomendasi bagi penyelesaiannya. Data kualitatif diperoleh dari hasil

wawancara yang mendalam terhadap responden yang kemudian diolah

kembali dengan kalimat yang sistematis.

Dalam melakukan analisa, terdapat tiga alur kegiatan yang dilakukan

secara bersamaan dan menjadi suatu siklus serta interaksi antara alur yang

satu dengan alur yang lainnya, yaitu diantaranya:

a. Reduksi data

Merupakan proses pemilihan, perumusan atau perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, dimana proses ini

berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung.

b. Penyajian data

Merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu

dan mudah dipahami yang memberi kemungkinan dilakukannya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data ini

menuntut peneliti untuk mampu mentransformasikan data kasar

menjadi bentuk tulisan.

c. Verifikasi
35

Merupakan proses penarikan kesimpulan yang merupakan sebagian

dari seluruh konfigurasi kegiatan penelitian yang utuh dan dapat

dilakukan selama penelitian berlangsung verifikasi ini mungkin

sesingkatnya. Pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran peneliti

selama ini menulis dan meninjau ulang catatan-catatan lapngan, atau

mungkin lebih seksama dan memakan waktu serta tenaga yang lebih

besar.
36

BAB II

GAMBARAN UMUM KABUPATEN KLATEN DAN LOKASI

PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Kabupaten Klaten

Kabupaten Klaten merupakan sebuah kabupaten yang terletak di

Provinsi Jawa Tengah yang diresmikan pada tanggal 28 Juli 1804 yang

bersumber sejarah dalam Babad Bedhaning Ngayogyakarta dan Geger

Sepehi yang kemudian dengan Pemerintah Kabupaten Klaten melalui

Perarturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 sebagai Hari Jadi Kabupaten

Klaten.

Kabupaten Klaten mimiliki berbagai potensi sumber daya alam dan

sumber daya lainnya yang berpotensi untuk dimanfaatkan secara maksimal

baik sebagai tujuan wisata, pertanian, perikanan, maupun industri. Letak

Kabupaten Klaten yang sangat strategis, yaitu diantara Kota Surakarta dan

Provinsi Yogyakarta yang merupakan jalur strategis pariwisata Provinsi

Jawa Tengah dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadikan

potensi lebih bagi Pemerintah Kabupaten Klaten untuk tidak absen dalam

mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki oleh daerahnya.

2.1.1 Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Klaten terletak di antara 110°30'-

110°45' Bujur Timur dan 7°30'-7°45' Lintang Selatan. Secara keseluruhan

luas wilayah kabupaten Klaten mencapai 655,56 km2. Wilayah Kabupaten


37

Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni sebelah utara dataran lereng

Gunung Merapi, sebelah timur membujur dataran rendah, sebelah selatan

dataran gunung kapur. Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di

antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-

160 meter di atas permukaan laut yang terbagi menjadi wilayah lereng

Gunung Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan wilayah

berbukit di bagian selatan.

Kabupaten Klaten terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas

391 desa dan 10 kelurahan. Ibukota kabupaten ini berada di Kota Klaten,

yang terdiri atas tiga kecamatan yaitu Klaten Utara, Klaten Tengah,

dan Klaten Selatan. Kota Klaten dulunya merupakan kota administratif,

namun sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, tidak dikenal adanya kota administratif, dan

Kota Administratif Klaten kembali menjadi bagian dari wilayah Kabupaten

Klaten.

Kabupaten Klaten berbatasan langsung dengan 5 kabupaten. Batas-

batas wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Gunungkidul (DIY)

c. Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIY)

Kabupaten Magelang

d. Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali.


38

Tabel 2.1

Daftar kecamatan di Kabupaten Klaten beserta data lainnya Tahun 2014

Nama Luas Jumlah Jumlah


kecamatan wilayah kelurahan desa
Prambanan 24,3 km2 16
Gantiwarno 25,64 km2 16
Wedi 24,38 km2 19
Bayat 39,43 km2 18
Cawas 34,47 km2 20
Trucuk 33,81 km2 18
2
Kalikotes 12,98 km 7
2
Kebonarum 09,67 km 7
Jogonalan 26,70 km2 18
Manisrenggo 26,96 km2 16
Karangnongko 26,74 km2 14
Ngawen 16,97 km2 13
2
Ceper 24,45 km 18
2
Pedan 19,17 km 14
Karangdowo 29,23 km2 19
Juwiring 29,79 km2 19
Wonosari 31,14 km2 18
Delanggu 18,78 km2 16
2
Polanharjo 23,84 km 18
2
Karanganom 24,06 km 19
Tulung 32,00 km2 18
Jatinom 35,53 km2 1 17
Kemalang 51,66 km2 13
Klaten Selatan 14,43 km2 1 11
2
Klaten Tengah 08,92 km 6 3
2
Klaten Utara 10,38 km 2 6
Sumber: BPS Kabupaten Klaten 2014
39

Dari data Kabupaten Klaten beserta data lainnya Tahun 2014

Kabupaten Klaten diatas, dapat disimpulkan:

a. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Kemalang

dengan luas 51,66 km2.

b. Kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Klaten

Tengah dengan luas wilayah 8,92 km2.

c. Kecamatan Klaten Tengah memiliki jumlah kelurahan paling

banyak diantara kecamatan lain dengan jumlah 6 kelurahan.

d. Kecamatan Jatinom dan Kecamatan Klaten Selatan memiliki jumlah

kelurahan paling sedikit dengan jumlah 1 kelurahan.

e. Kecamatan Cawas memiliki desa terbanyak dalam Kabupaten

Klaten dengan jumlah 20 desa.

f. Kecamatan Klaten Tengah memiliki jumlah desa paling sedikit

dengan jumlah 3 desa.


40

Tabel 2.2

Luas Wilayah Menurut Kecamatan, Lahan Pertanian dan Lahan Bukan Pertanian
di Kabupaten Klaten Tahun 2015 (Ha)
Lahan Pertanian Lahan
Kecamatan Bukan Bukan
Sawah
Sawah Pertanian
Prambanan 1 243 13 1 187
Gantiwarno 1 625 155 784
Wedi 1 554 18 866
Bayat 815 785 2 343
Cawas 2 317 46 1 084
Trucuk 1 909 2 1 470
Kalikotes 750 8 540
Kebonarum 720 2 245
Jogonalan 1 574 1 1 095
Manisrenggo 1 509 139 1 048
Karangnongko 764 851 1 059
Ngawen 1 042 8 647
Ceper 1 538 7 900
Pedan 872 445 600
Karangdowo 2 048 69 806
Juwiring 2 001 12 966
Wonosari 2 219 14 881
Delanggu 1 303 1 574
Polanharjo 1 822 92 470
Karanganom 1 682 11 713
Tulung 1 738 467 995
Jatinom 604 1 543 1 406
Kemalang 54 1 848 3 264
Klaten Selatan 809 3 631
Klaten Tengah 294 1 597
Klaten Utara 308 40 673
Jumlah/Total 2015 33 111 6 581 25 684
2014 33 220 6 581 25 755
2013 33 220 6 581 25 755
2012 33 314 6 396 25 856
2011 33 374 6 384 25 798
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klaten 2015
41

Dari data Luas Wilayah Menurut Kecamatan, Lahan Pertanian dan

Lahan Bukan Pertanian di Kabupaten Klaten Tahun 2015 diatas, dapat

disimpulkan:

a. Kecamatan dengan wilayah Lahan Pertanian Sawah terluas adalah

Kecamatan Cawas dengan luas 2.317 Ha dan Lahan Pertanian

Sawah terkecil adalah Kecamatan Kemalang dengan luas 54 Ha.

b. Kecamatan dengan wilayah Lahan Pertanian Bukan Sawah terluas

adalah Kecamatan Kemalang dengan luas 1.848 Ha dan Lahan

Pertanian Bukan Sawah terkecil adalah Kecamatan Jogonalan,

Kecamatan Delanggu, dan Kecamatan Klaten Tengah dengan luas 1

Ha.

c. Kecamatan dengan wilayah Lahan Bukan Pertanian terluas adalah

Kecamatan Kemalang dengan luas 3.264 Ha dan Lahan Bukan

Pertanian terkecil adalah Kecamatan Kebonarum dengan luas 245

Ha.
42

Tabel 2.3

Luas Wilayah, Desa/Kelurahan, Pendukuhan, Blok Sensus Menurut Kecamatan


Di Kabupaten Klaten Tahun 2015
Kecamatan Desa Kelura Dukuh BS BS
han Biasa Khusus
Prambanan 16 - 183 147 -
Gantiwarno 16 - 149 122 -
Wedi 19 - 178 164 -
Bayat 18 - 228 174 -
Cawas 20 - 238 189 -
Trucuk 18 - 171 239 -
Kalikotes 7 - 99 99 -
Kebonarum 7 - 65 61 -
Jogonalan 18 - 202 160 -
Manisrenggo 16 - 252 113 -
Karangnongko 14 - 35 97 -
Ngawen 13 - 124 121 -
Ceper 18 - 42 184 -
Pedan 14 - 151 143 -
Karangdowo 19 - 161 135 -
Juwiring 19 - 208 182 -
Wonosari 18 - 149 175 -
Delanggu 16 - 37 130 -
Polanharjo 18 - 44 125 -
Karanganom 19 - 48 141 -
Tulung 18 - 185 141 -
Jatinom 17 1 207 157 -
Kemalang 13 - 214 105 -
Klaten Selatan 11 1 112 117 1
Klaten Tengah 3 6 97 117 1
Klaten Utara 6 2 124 120 -
Jumlah 2015 391 10 3 703 3 658 2
2014 391 10 3 703 3 658 2
2013 391 10 3 703 3 658 2
2012 391 10 3 703 3 658 2
2011 391 10 3 703 3 658 2
Sumber: BPS Kabupaten Klaten 2015
43

Dari data Luas Wilayah, Desa/Kelurahan, Pendukuhan, Blok Sensus

Menurut Kecamatan Di Kabupaten Klaten Tahun 2015, dapat disimpulkan

bahwa:

a. Kecamatan Cawas memiliki julah desa paling banyak diantara

kecamatan lain dengan jumlah 20 desa, sedangkan Kecamatan Klaten

Tengah memiliki jumlah desa paling sedikit diantara kecamatan lain

dengan jumlah 3 desa.

b. Kecamatan Manisrenggo memiliki jumlah dukuh paling banyak

diantara kecamatan lain dengan jumlah 252 dukuh, sedangkan

Kecamatan Karangnongko memiliki jumlah dukuh paling sedikit

diantara kecamatan lain dengan jumlah 35 dukuh.

c. Kecamatan Trucuk memiliki jumlah Blok Sensus Biasa paling banyak,

yaitu dengan jumlah 239 Blok Sensus, sedangkan Kecamatan

Kebonarum memiliki jumlah Blok Sensus Biasa paling sedikit, yaitu

dengan jumlah 61 Blok Sensus.

d. Dari 26 jumlah kecamatan, hanya 2 kecamatan saja yang memiliki Blok

Sensus Khusus yang masing-masing berjumlah 1 Blok Sensus yaitu

Kecamatan Klaten Tengah dan Kecamatan Klaten Selatan.


44

2.1.2 Kondisi Demografis

Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan

manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk,

serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran,

kematian, migrasi, serta penuaan.

Jumlah penduduk Kabupaten Klaten setiap tahunnya selalu

mengalami berubah, baik mengalami peningkatan maupun penurunan pada

setiap tahunnya. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Klaten

sebanyak 1.313.914 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki 644.362

jiwa dan penduduk perempuan 669.552 jiwa. Pada tahun 2015 jumlah

penduduk Kabupaten Klaten mengalami penurunan, sehingga jumlah

penduduknya hanya sebanyak 1.158.795 jiwa dengan komposisi penduduk

laki-laki 568.780 jiwa dan penduduk perempuan 590.015 jiwa. Kecamatan

Trucuk memiliki jumlah penduduk paling banyak dengan jumlah penduduk

sebanyak 70.601 jiwa, sedangkan Kecamatan Kebonarum memiliki jumlah

penduduk paling sedikit dengan jumlah penduduk sebanyak 17.879 jiwa.

Apabila dilihat dari kepadatan dan distribusi penduduk Kabupaten

Klaten, kepadatan penduduk tahun 2015 mencapai 1.768 jiwa/km2.

Dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kabupaten Klaten tahun 2011

sebesar 2.000 jiwa/km2, maka terdapat penurunan kepadatan penduduk

sebesar 232 jiwa/km2.

Penduduk Kabupaten Klaten apabila dilihat dari rasio jenis kelamin,

dari tahun 2011 hingga tahun 2015 jumlah penduduk selalu didominasi oleh
45

penduduk perempuan sebanyak 590.015 jiwa sedangkan jumlah penduduk

laki-laki sebanyak 568.780 jiwa dengan sex rasio 96,40% pada tahun 2015.

Hal ini mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2011 dengan

jumlah penduduk perempuan sebanyak 669.552 jiwa sedangkan jumlah

penduduk laki-laki sebanyak 644.362 jiwa dengan sex rasio 96,24%.

Tabel 2.4

Tabel Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut


Kecamatan di Kabupaten Klaten Tahun 2015
Kecamatan / 2014 2015 Penambahan Laju
Penduduk Pertumbuha
(Jiwa ) (% )

1 2 3 4 5
Prambanan 48 521 49 030 524 1,08
Gantiwarno 34 339 34 459 115 0,33
Wedi 47 226 47 374 148 0,31
Bayat 53 065 53 434 98 0,18
Cawas 50 424 50 530 92 0,18
Trucuk 70 346 70 601 239 0,34
Kalikotes 33 296 33 512 221 0,66
Kebonarum 17 845 17 879 35 0,20
Jogonalan 54 059 54 337 287 0,53
Manisrenggo 39 342 39 622 272 0,69
Karangnongko 32 508 32 564 57 0,18
Ngawen 40 453 40 534 84 0,21
Ceper 58 634 58 729 104 0,18
Pedan 42 657 42 736 75 0,18
Karangdowo 38 563 38 644 73 0,19
Juwiring 53 708 53 802 95 0,18
Wonosari 58 214 58 473 263 0,45
Delanggu 39 474 39 564 98 0,25
Polanharjo 36 480 36 555 66 0,18
Karanganom 40 784 40 865 71 0,17
Tulung 45 499 45 583 82 0,18
Jatinom 53 819 54 150 330 0,61
Kemalang 35 446 35 768 323 0,91
46

1 2 3 4 5
Klaten Tengah 39 981 40 046 69 0,17
Klaten Utara 46 147 46 556 428 0,93
Jumlah 1144 040 1158 795 4 767 0,41
Sumber: Proyeksi Penduduk BPS Kabupaten Klaten tahun 2015

Dari data Tabel Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Menurut Kecamatan di Kabupaten Klaten Tahun 2015 diatas, dapat

disimpulkan:

a. Kecamatan Trucuk memiliki jumlah penduduk paling banyak

dengan jumlah penduduk 70.346 jiwa pada tahun 2014 dan

mengalami kenaikan jumlah penduduk sebanyak 239 jiwa (0,34%)

sehingga jumlah penduduknya pada tahun 2015 menjadi sebanyak

70.601 jiwa.

b. Kecamatan Kebonarum memiliki jumlah penduduk paling sedikit

dengan jumlah penduduk 17.845 jiwa pada tahun 2014 dan

mengalami kenaikan jumlah penduduk sebanyak 35 jiwa (0,20%)

sehingga jumlah penduduknya pada tahun 2015 menjadi sebanyak

17.879 jiwa.
47

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di


Kabupaten Klaten Tahun 2015
Jenis Kelamin
Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan Jumlah
0–4 44.923 42.916 87.839
5–9 44.843 41.756 86.599
10 – 14 42.835 40.150 82.985
15 – 19 45.091 42.692 87.783
20 – 24 40.653 38.624 79.277
25 – 29 38.509 38.273 76.782
30 – 34 39.473 40.773 80.246
35 – 39 41.329 43.180 84.509
40 – 44 41.743 44.250 85.984
45 – 49 39.846 44.565 84.411
50 – 54 37.052 41.195 78.247
55 – 59 32.831 35.784 68.579
60 – 64 25.500 27.690 53.190
65 + 54.161 68.203 122.364
Jumlah 568.789 590.051 1.158.795
Sumber: BPS Kabupaten Klaten 2015
Menurut kelompok umur, sebagian besar penduduk Kabupaten

Klaten termasuk dalam usia non-produktif (65+) sebanyak 122.364 jiwa dan

selebihnya (0-4) sebanyak 87.839 jiwa, sehingga jumlah penduduk non-

produktif ini sebanyak 379.787 jiwa dan jumlah penduduk produktif

sebanyak 779.088 jiwa.

Banyaknya usia ketergantungan terlihat dari banyaknya penduduk

pada kelompok umur kurang dari 15 tahun dan diatas 65 tahun, sehingga

menjadi beban yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif. Usia

harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki, hal

ini dapat diketahui dari jumlah penduduk perempuan untuk kelompok umur
48

65 keatas lebih banyak dari laki-laki, yang berarti bahwa harapan hidup

perempuan usianya lebih panjang.

2.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi

Konsekuensi dari padatnya penduduk tentu saja berimbas pada

terbatasnya lapangan pekerjaan. Kurangnya lapangan pekerjaan berdampak

pada meningkatnya derajat kemiskinan di Kabupaten Klaten. Derajat

kemiskinan Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun memang cenderung

menurun tapi hal tersebut belum bisa menjadi acuan kesejahteraan jika

tingkat pengangguran masih tinggi serta derajat kesehatan dan pendidikan

masih rendah.

Tabel 2.6

Angka Kemiskinan Makro Kabupaten Klaten Tahun 2009-2015


GARIS
TAHUN KEMISKINAN JUMLAH PERSENTASE
(RUPIAH) (ORANG) (%)
2015 340 484 172 300 14.89
2014 327 231 168 180 14.56
2013 315 566 179 480 15.60
2012 296 530 191 300 16.71
2011 275 002 203 052 17.95
2010 258 854 197 400 17.47
2009 241 608 220 180 19.68
Sumber: BPS Kabupaten Klaten 2015
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa angka kemiskinan di

Kabupaten Klaten semakin tahun semakin berkurang. Dari tahun 2009

hingga tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Klaten dapat menurunkan angka

kemiskinan sebanyak 4,79%.


49

2.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.2.1 Desa Ponggok

Desa Ponggok terletak di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten

Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 77,07 Ha dengan komposisi

tanah sawah dengan jumlah luas 62.77 Ha dan tanah kering seluas 14.3

Ha.. Jarak Desa Ponggok menuju ibu kota kabupaten sejauh 17 km. Desa

Ponggok terbagi menjadi 4 dukuh termasuk didalamnya 6 RW dan 12 RT.

Dukuh tersebut yaitu Dukuh Umbulsari, Dukuh Kiringan, Dukuh

Ponggok, dan Dukuh Jeblogan. Batas wilayah desa ponggok yaitu:

Sebelah Utara ; Desa Cokro, Kec. Tulung

Sebelah Timur : Desa Nganjat, Kec. Polanharjo

Sebelah Selatan : Desa Njeblag, Kec. Karanganom

Sebelah Barat : Desa Dalangan, Kec. Tulung

Jumlah penduduk Desa Ponggok sebanyak 1.643 jiwa dengan

komposisi laki-laki sebanyak 805 jiwa dan perempuan sebanyak 838 jiwa.

Kepadatan penduduk Desa Ponggok sebesar 2.134 jiwa/km2.

Pemanfaatan tanah untuk pertanian di Desa Ponggok lebih

cenderung menghasilkan tanaman padi sawah dengan total wilayah 176

Ha, dan tanaman kelapa dengan total wilayah 1,33 Ha. Desa Ponggok juga

memiliki kolam ikan dengan total luas kolam sebesar 120.783m2.

Pemanfaatan kolam dan produksi ikan nila sebanyak 107.099 kg dan

produksi ikan bawal sebanyak 11.400 kg pada awal tahun Januari 2016,
50

sedangkan pada Desmber 2016 luas kolam mengalami penyusutan

menjadi 52.550m2 dengan produksi ikan nila sebanyak 39.453 kg dan

produksi ikan bawal sebanyak 15.200 kg.18

2.2.2 Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta Mandiri

BUMDes Pongok Tirta Mandiri didirikan pada tanggal 15

Desember 2009 yang merupakan milik dari Pemerintahan Desa Ponggok,

Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Dasar hukum pendirian

BUMDes Tirta Mandiri yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah

b. Perarturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

c. Perarturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Badan Usaha

Milik Desa

d. Perarturan Desa Nomor 6 Tahun 2009 tentang Badan Usaha

Milik Desa

Sifat dari BUMDes ini yaitu mengelola potensi dan aset desa dan

mengembangkan perekonomian desa yang menguntungkan.

Pembentukan BUMDes dimaksudkan guna mendorong/menampung

seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang

berkembang menurut adat istiadat/budaya setempat, maupun kegiatan

perekonomian yang diserahkan untuk dikelola oleh masyarakat melalui

18
Kecamatan Polanharjo Dalam Angka Tahun 2016
51

program proyek pemerintahan dan pemerintah daerah. Sebagai usaha

desa, pembentukan BUMDes bertujuan untuk:

a. Mendorong berkembangnya kegiatan perekonomian

masyarakar desa.

b. Meningkatkan kreativitas dan peluang usaha ekonomi produktif

(berwira usaha) anggota masyarakat desa yang berpenghasilan

rendah.

c. Mendorong berkembangnya usaha kecil untuk penyerapan

tenaga kerja bagi masyarakat di desa yang terbebas dari

pengaruh – pengaruh renternir

Pemberdaya ekonomi masyarakat melalui BUMDes mempunyai

sasaran :

a. Terlayaninya masyarakat di Desa Ponggok dalam

pengembangan unit-unit usaha.

b. Tersedianya media beragam usaha dalam menunjang

perekonomian masyarakat Desa Ponggok sesuai dengan potensi

desa dan keputusan masyarakat.


52

Jenis unit usaha BUMDes meliputi antara lain unit usaha :

a. Pengelolaan Air Bersih ( PAB )

Pengelolaan air bersih dikelola oleh BUMDes yang meliputi

pemasangan jaringan instalasi, sistem pembayaran tarif, ketentuan-

ketentuan pembebanan kerusakan jaringan instalasi air bersih. Untuk

pemasangan instalasi baru warga Desa Ponggok dikenakan Rp

500.000,- dengan biaya retribusi per instalasi sebesar Rp 6.000,-.

Sedangkan untuk warga luar Desa Ponggok dikenakan Rp 700.000,-

dengan biaya retribusi per instalasi 0 m3 – 10 m3 dikenakan Rp 10.000,

kurang dari atau sama dengan 10 m3 dikenakan Rp 1.000/m3.

b. Perikanan (penyediaan kolam )

Kolam DAK Desa Ponggok merupakan kolam milik Pemerintahan

Desa Ponggok yang dikelola oleh BUMDes dan bekerjasama dengan

warga Desa Ponggok selaku prioritas dalam pengelolaannya.

Kerjasama sewa kolam DAK dengan sistem lelang 1 bulan sebelum

jatuh tempo sewa berakhir.

c. Pariwisata umbul ponggok

Pariwisata Umbul Ponggok berlokasi di Dukuh Ponggok, Desa

Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Tiket masuk ke

tempat wisata ini dikenakan Rp 15.000,- per orang untuk tiket biasa,

dan Rp 30.000,- per orang untuk tiket paket (tiket masuk, alat snorkel,

pelampung). BUMDes mengangkat karyawan di unit usaha yang

berasal dari warga Desa Ponggok dengan besar gaji yang ditentukan
53

oleh BUMDes yang diberikan setiap akhir bulan, apabila ada jam

lebur maka akan diberikan uang lembur sesuai perjanjian yang telah

disepakati. Pihak BUMDes membuka peluang untuk investor yang

berasal dari warga atau organisasi yang ada di Desa Ponggok dengan

cara membeli surat berharga yang ditawarkan. Di area Umbul

Ponggok juga dibangun kios yang disewakan kepada warga Desa

Ponggok dengan biaya sewa sebesar Rp 2.500.000,- per tahun dengan

biaya retribusi Rp 5.000,- setiap kali kios beroperasi.

d. Perkreditan

Usaha perkreditan dikelola oleh koperasi karyawan dengan ketentuan

deviden:

(1) BUMDes memberikan modal kepada koperasi karyawan untuk

dipergunakan sebagai modal penyertaan

(2) Koperasi memberikan SHU sebesar 0,5% untuk BUMDes

(3) Modal penyertaan BUMDes akan dikembalikan kepada BUMDes

saat Koperasi telah mampu berdiri sendiri dengan modalnya

sendiri

e. Kios kuliner dan Toko

Kios kuliner Desa Ponggok dikelola oleh BUMDes dengan jumlah

kios sebanyak 12 kios. Pedagang kios kuliner yang menyewa kios

diutamakan warga Desa Ponggok dengan membayar retribusi Rp

3.000,- setiap kali beroperasi, sedangkan untuk warga luar Ponggok

membayar sewa sebesar Rp 1.500.000,- per tahun.


54

Keuangan dan harta benda BUMDes diperoleh dari :

(1) Kekayaan desa atau bantuan / hibah kekayaan desa yang

dipisahkan dari APBDes;

(2) Bantuan / hibah dari APBD Kabupaten

(3) Bantuan / hibah dari APBD Propinsi

(4) Bantuan / hibah APBN

(5) Kerjasama dengan pihak swasta / pihak ketiga (investor)

(6) Pinjaman kepada lembaga keuangan. pinjaman atas nama

pemerintah desa harus mendapatkan persetujuan BPD.

(7) Hasil usaha yang sah.

Hasil usaha dari pendapatan BUMDes ditetapkan berdasarkan

prosentase dari hasil laba netto dengan berpedoman kepada prinsip

kerjasama yang saling menguntungkan. Pembagian Hasil Usaha

setiap akhir tahun bersamaan dengan LPJ dengan realisasi sbb :

1) Disetor ke APBDes sebesar 30%

2) Pemupukan Modal BUMDes sebesar 25 %

3) Insentif Komisaris, Dewan Komisaris, dan Pengurus sebesar

15%

4) Cadangan modal sebesar 10%

5) Dana pendidikan dan pelatihan pengurusan sebesar 10%

6) Insentif Badan pengawas sebesar 10 %


55

7) Insentif di berikan kepada karyawan sebesar 1 % dari nilai


pendapatan kotor. Insentif menjadi biaya di keluarkan pada

tahun berikutnya.
56

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adi, Isbandi Rukmanto. 2013. Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial,


Pembangunan Sosial Dan Kajian Pembangunan) Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Pers.

Adisasmita, Rahardjo. 2013. Pembangunan Perdesaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Albrecht, Karl. 1985. Pengembangan Organisasi. Bandung: Penerbit Angkasa.

Awang, Azam. 2010. Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa; Studi Kajian


Pemberdayaan Berdasarkan Kearifan Lokal di Kabupaten Lingga Provinsi
Kepulauan Riau. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hitt, A. Michael et al. 2001. Manajemen Strategi: Daya Saing Dan Globalisasi;
Konsep. Jakarta: Salemba Empat.

Kushandajani. 2008. Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif


Social Legal. Semarang: UNDIP.

Mardikanto, Totok. Poerwoko Soebiato. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam


Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Salusu. 2008. Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Non
Profit. Jakarta : Grasindo.

Santosa, Imam. 2014. Pengembangan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Lokal.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saparin, Sumber. 1979. Tata Pemerintahan Dan Administrasi Pemerintah Desa.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara.

Soelaiman. Munandar. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif


Teori Sosiologi Dan Arah Perobahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto, Edi. 2014. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat: Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial.
Bandung: Refika Aditama.
57

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan Dan Model-Model Pemberdayaan.


Yogyakarta: Gaya Media.

Susanto, AB dkk. 2014. Reinvensi Pembangunan Ekonomi Daerah Bagaimana


Membangun Kesejahteraan Daerah. Jakarta: Esensi.

Sutarto. 2002. Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat; Mungkinkan Muncul Antitesisnya?.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tjokrowinoto. Moeljarto. 1987. Politik Pembangunan: Sebuah Analsis Konsep,


Arah, Dan Strategi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Perarturan Perundang – Undangan

Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa Ponggok Tirta
Mandiri Tahun 2016

Perarturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan Dan
Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_kualitatif (diakses pada 10 Juni 2010 pada


pukul 09.00)

http://www.kemendesa.go.id/index.php/view/detil/1932/40-bumdes-raih-omzet-
ratusan-juta-hingga-rp8-miliar-per-tahun (diakses pada 10 November 2016 pada
pukul 20.25)

Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard


Barrett - Business & Economics - 2003. - Page 51. & Griffin, R. 2006. Business,
8th Edition. NJ: Prentice Hall dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen
(diakses pada 9 November 2016 pukul 14.15)

Anda mungkin juga menyukai