Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. D DENGAN RETENSI URINE (BPH)

DISUSUN
OLEH :

NAMA : SATRIANA
NIM : PO.71.20.2.19.027
TINGKAT : II.A
DOSEN PEMBIMBING : NI KETUT SUJATI, APP, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. D DENGAN RETENSI URINE (BPH)

A. PENGERTIAN
1. Retensi Urine
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Terkadang retensi urine juga bisa menyebabkan keluhan berupa kencing tidak tuntas.
Kondisi ini dapat dialami oleh siapa saja, meski cenderung lebih banyak dialami pria
dibandingkan wanita.
Retensi urin adalah keadaan dimana pengosongan kandung kemih tidak terjadi
secara komplit atau tuntas (Herdman & Heather, 2012). Retensi urin terjadi akibat
pembesaran jaringan prostat akibat BPH sehingga menyebabkan obstruksi kandung
kemih, obstruk kandung kemih selanjutnya dapat mengakibatkan retensi urin.

2. Benign prostatic hyperplasia (BPH)

Benigna prostat hiperplasia (BPH) merupakan pembesaran progresif kelenjar prostat


yang menyebabkan penyumbatan saluran kemih dan pembatasan aliran urin
(Nurmariana, 2014).

Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis , yaitu adanya hyperplasia


sel stroma dan selepitel kelenjar prostat , banyak factor yang di duga berperan
berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat , pada dasarnya BPH
tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih
menghasilkan testosterone , Disamping itu pengaruh hormone lain ( estrogen ,
prolaktin ), pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas,dan aktifitas fisik di duga
dengan poliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung , faktor-faktor tersebut
mampu mempengaruhi sel prostst untuk menyintesis growth factor yang selanjutnya
berperan dalam memacu terjadinya poliferasi sel kelenjar prostat.

Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana terjadi hiperplasia
sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Benign prostatic hyperplasia ini dapat
dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga
90% pada pria berusia di atas 80 tahun.

BPH merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan gangguan miksi yaitu retensio
urin yang mengakibatkan supersaturasi urin, sehingga rentan untuk terbentuknya batu
buli. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH diantaranya
teori dihidrotestosteron, teori ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, teori
interaksi stroma-epitel, teori berkurangnya kematian sel prostat, serta teori sel stem.

Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary
tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia,
pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas
sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine.

B. PENYEBAB

Retensi urin bisa disebabkan oleh banyak hal. Salah satu yang paling sering terjadi
karena adanya penyumbatan uretra, alias saluran kemih.

Penyumbatan ini bisa terjadi akibat kelenjar prostat yang membesar, striktur uretra,
adanya benda asing di saluran kemih, atau peradangan uretra yang parah. Gangguan
sistem saraf yang ada di saluran kemih dan penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa
jadi penyebab retensi urin.

1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf
simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi
miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes
doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.

2. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM
atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.

3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor.

4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra,


trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi (hidralasin).

Dapat juga terjadi karena faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku


seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,
dan sebagainya.

C. Manifestasi Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih (Arora et al., 2006)

a. Gejala iritatif meliputi :

1) Peningkatan frekuensi berkemih

2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)

3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi) 11

4) Nyeri pada saat miksi (disuria)

b. Gejala obstruktif meliputi :

1) Pancaran urin melemah

2) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik

3) Kalau mau miksi harus menunggu lama

4) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

5) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus

6) Urin terus menetes setelah berkemih

7) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih
8) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang
besar.

c. Gejala generalisata ; seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.

Keterangan Mayor Minor


Subjektif 1. Sensasi penuh pada 1. Dribbling
kandung kemih
Objektif 1. Disuria/ Anuria 1. Inkontensia berlebih
2. Distensi kandung kemih 2. Residu urin 150 ml atau
lebih
Gejala Mayor dan Minor Retensi Urine

D. Patofisologi

Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu :
1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Farmakologi
4. Neurologi
5. Faktor trauma

Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik atau faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang
mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra,
phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari
sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher
buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah
akibat pembesaran prostat jinak.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan
retensi urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher
bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam
pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat
lain yang dapat menyebabkan retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer,
otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor
dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma
langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki
mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.
E. Pathway

BPH

Obstruksi saluran kencing bawah Turp

redidul urin pemasangan OC

dekompensasi vesika Luka

aliran fistula urin tempat masuknya mikroorga

kerusakan integritas kulit resiko infeksi

E. Penatalaksanaan penunjang
Pengobatan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Pengobatan pembesaran prostat jinak tergantung pada usia dan kondisi pasien, ukuran
prostat, serta tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan yang dapat dilakukan
meliputi:
1. Perawatan mandiri

Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan
secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:

a. Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.


b. Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
c. Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan antihistamin.
d. Tidak menahan atau menunda buang air kecil.
e. Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
f. Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
g. Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.
h. Mengelola stres dengan baik.

2. Obat-obatan

Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan obat-
obatan berikut:

a. Penghambat alfa, seperti tamsulosin, untuk memudahkan buang air kecil.


b. Penghambat 5-alpha reductase, seperti finasteride atau dutasteride, untuk
menyusutkan ukuran prostat.

Penelitian menunjukkan bahwa obat untuk menangani disfungsi ereksi,


seperti tadalafil, juga bisa digunakan untuk mengatasi pembesaran prostat jinak.

3. Operasi

Ada sejumlah metode operasi prostat yang bisa digunakan dokter urologi untuk


mengatasi pembesaran prostat jinak, di antaranya:

4. Transurethral resection of the prostate (TURP)

TURP merupakan metode operasi yang paling sering dilakukan untuk mengangkat
kelebihan jaringan prostat. Dalam prosedur ini, jaringan prostat yang menyumbat
diangkat sedikit demi sedikit, menggunakan alat khusus yang dimasukkan melalui
lubang kencing.

5. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

TUIP tidak mengangkat jaringan prostat, namun membuat irisan kecil pada prostat
agar aliran urine menjadi lancar. Prosedur ini dilakukan pada pembesaran prostat
yang ukurannya kecil hingga sedang.

6. Metode pengobatan lainnya

Selain kedua prosedur di atas, jaringan prostat yang menyumbat bisa dibakar dengan
sinar laser atau diangkat melalui operasi terbuka.

Pengangkatan prostat melalui operasi terbuka (prostatektomi) dilakukan apabila


ukuran jaringan prostat sudah sangat besar atau sudah terdapat kerusakan pada
kandung kemih. Dalam prosedur ini, prostat diangkat melalui sayatan yang dibuat di
perut.

Edukasi Pada Klien Tentang Perawatan Kateterisasi Secara Mandiri

Edukasi pasien harus diberikan terkait cara menjaga kebersihan area di sekitar pemasangan
kateter dan kapan waktu kateter harus diganti. Hal ini penting untuk mengurangi risiko
terjadinya komplikasi, khususnya infeksi saluran kemih. Pasien harus memperhatikan hal-hal
berikut ini:

1. Mencuci area kulit disekitar area pemasangan kateter dengan sabun yang lembut dan
air, paling sedikit dua kali sehari. Keringkan dengan handuk bersih
2. Cuci tangan dengan air hangat, sebelum dan sesudah menyentuh kateter
3. Pastikan tubuh terhidrasi dengan baik, dengan minum air secukupnya sehingga urin
yang dihasilkan tetap berwarna jernih
4. Hindari kejadian konstipasi, dengan cara menjaga tingkat hidrasi tubuh dan
mengonsumsi makanan berserat tinggi seperti buah dan sayur
5. Dilarang mengoleskan lotion atau bedak ke area di sekitar kateter
Pasien juga harus diedukasi mengenai cara mengosongkan dan mengunci kembali katup dari
kantung urin, ketika urin yang mengisi kantung sudah penuh. Hal ini harus dilakukan berkala
untuk menghindari penumpukan urin di kandung kemih.
Kantung urin harus diganti berkala, paling lama 7 hari setelah pemasangan.
Kateter indwelling harus diganti dengan yang baru paling lama setiap 3 bulan setelah
pemasangan. Penggantian harus dilakukan oleh dokter atau perawat.
Hindari posisi yang dapat menekuk selang kateter dan pastikan kantung urin tetap
berada pada posisi lebih rendah dari kandung kemih. Dokter juga harus mengedukasi pasien
mengenai tanda dan gejala bila terjadi masalah pada kateter yang terpasang, dan segera
berobat ke layanan kesehatan terdekat bila tanda dan gejala tersebut muncul.
Pasien diminta untuk dapat hidup secara normal meski kateter urin terpasang. Kateter dan
kantung urin dapat diletakan di dalam baju atau celana yang dikenakan sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk bekerja, berolahraga, bahkan berenang, hingga
aktivitas lainnya.
F. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit
2. Gangguan integritas kulit b/d perubahan mobilitas

G. PERENCANAAN PERAWATAN

Diagnosis 1. Resiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit

O : Monitor tanda dan gejala infeksi

T : Batasi jumlah pengunjung

E : Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

K : Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu

Diagnosis 2 Gangguan integritas kulit b/d perubahan mobilitas

O : monitor tanda-tanda infeksi

T : lepaskan balutan dan plester secara perlahan

E : jelaskan tanda dan gejala infeksi

K : kolaborasi pemberian antibiotik


DAFTAR PUSTAKA

Wei JT,Calhoun E Jacobsen SJ. Urologic disease in America procte: benign prostatic
hyperplasia.J Urol 2005, 173:1256-61
Parson JK : Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract Symptoms :
Epidemiology and risk Factors . Curr Bladerr Dysfunct Rep , 200,5:212-18
Sobol J, Zieve D, et al. Urinary Catheters

https://hellosehat.com/urologi/ginjal/retensi-adalah-penumpukan-cairan/#gref

https://student.fdk.ac.id/client/mahasiswa/dokumen/dokumen_mahasiswa_16149010461.pdf

file:///C:/Users/user/Downloads/3879-9881-1-SM.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4436/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

https://www.alomedika.com/tindakan-medis/genitourinaria/kateterisasi-uretra-pria/edukasi-
pasien

Anda mungkin juga menyukai