Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH HUKUM PEMDA PEMDES

“PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH”

O
L
E
H

Nama : Muhammad Fahri


NIM : D1A 212 318

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS HUKUM
2013
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji syukur penulis ucapkan atas Rahmat, Taufik,


dan Karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah
Hukum PEMDA PEMDES ini dengan penuh rasa tanggung jawab. Shalawat
salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang
terang menderang.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dosen pembimbing
mata kuliah Hukum PEMDA PEMDES yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah Hukum PEMDA PEMDES ini, dan
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut
membantu hingga terselesaikannya makalah ini dengan baik.
Mudah-mudahan para pembaca dapat mengambil hikmah atau manfaat
dari makalah Hukum PEMDA PEMDES ini dan dapat menambah wawasan para
pembaca
Penulis sadar bahwa dalam makalah Hukum PEMDA PEMDES ini masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran anda, untuk sempurnya penulisan-penulisan selanjutnya.
Demikian semoga makalah Hukum PEMDA PEMDES ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Mataram, 10 Oktober 2013

ii
Daftar Isi

Cover ........................................................................................................................ i

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

3. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

Pemerintahan Daerah .......................................................................................... 3

Otonomi Daerah .................................................................................................. 4

Asas – Asas Penyelenggaraan Daerah ................................................................ 5

1. Asas Dekosentrasi ................................................................................. 5

2. AsasDesentralisasi ................................................................................ 7

3. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan)............................................. 10

Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah ................... 12

Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya Pemerintahan Daerah ..... 14

Penerapan Asas-asas Pemerintahandi Daerah ................................................... 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 25

Kesimpulan ....................................................................................................... 25

Saran .................................................................................................................. 25

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di dalam Pencantuman tentang Pemerintahan Daerah yang di atur dalam
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah
dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu dilakukan
setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cenderung
memgunakan system pemerintahan yang sentralistik, adanya penyeragaman
system pemerintahan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan daerah. Akibatnya kebijakan
yang cenderung sentralistis tersebut menjadikan Pemerintah Pusat sangat dominan
dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga daerah diperlakukan sebagai
objek, bukan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus daerannya sendiri
sesuai dengan potensi dan kondisi objektif yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Di dalam perubahan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum pelaksanaan otonom daerah yang
dalam era reformasi menjadi salah satu dari agenda nasional sebagai penerapan
ketentuan berasama.
Melalui permaparan makalah ini diharapkan memicu pemikiran-pemikiran
kita mengenai hubungan dan kewenangan antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

1
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pemerintahan Daerah
2. Apa pengertian otonomi Daerah?
3. Apa Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah?
- Asas Dekosentrasi
- Asas Desentralisasi
- Asas Tugas Pembantuan
4. Bagaimana hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah?
5. Bagaimana Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya
Pemerintahan Daerah?
6. Bagaimana penerapan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan didaerah?
7. Bagaimana Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah?
8. Apa permasalahan atau kendala dalam penerapan asas- asas tersebut?

3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Pemerintahan Daerah
2. Mengetahui pengertian otonomi Daerah?
3. Mengetahui Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah?
- Asas Dekosentrasi
- Asas Desentralisasi
- Asas Tugas Pembantuan
4. Menganalisa hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah?
5. Mengetahui Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya
Pemerintahan Daerah?
6. Bagaimana penerapan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan didaerah?
7. Bagaimana Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerintahan Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia meliputi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Pemerintahan pusat di jalankan oleh presiden, seperti
yang di atur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”presiden republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Dalam
menjalankan pemerintahan, presiden di Bantu oleh wakil presiden, menteri-
menteri, dan kepala lembaga pemerintahan nondepartemen.Kesemua tingkatan
tersebut kemudian di sebut pemerintah pusat atau pemerintah.
Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut :
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
NegaraKesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan
diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan
daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan
unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota
dan perangkat daerah.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepala Daerah dibantu oleh
Perangkat Daerah yang terdiri dari:
- Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi,
diwadahi dalam Sekretariat;
- Unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat;
- Unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan;

3
- Unsur pendukung tugas Kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis
Daerah; serta
- Unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.

Otonomi Daerah
Pengertian “otonomi” secara bahasa adalah “berdiri sendiri” atau “dengan
pemerintahan sendiri”.Sedangkan “daerah” adalah suatu “wilayah” atau
“lingkungan pemerintah”. Dengan demikian pengertian secara istilah “otonomi
daerah” adalah “wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur
dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri sesuai
dengan peraturan yang berlaku”
Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu
wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah
masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan
keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan
tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Otonomi daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia.Sampai
saat ini Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang – undangan
tentang pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di
Indonesia berjalan secara dinamis.Semenjak awal kemerdekaan samapi sekarang
telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kebijakan Otonomi Daerah.UU 1/1945 menganut sistem otonomi daerah rumah
tangga formil.UU 22/1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang
seluas-luasnya kepada Daerah.Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi
ril yang seluas-luasnya.Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi daerah
yang nyata dan bertanggung.UU 22/1999 menganut prinsip otonomi daerah yang
luas, nyata dan bertanggungjawab.Sedangkan saat ini di bawah UU 32/2004
dianut prinsip otonomi seluas – luasnya, nyata dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pun banyak dikatakan sebagai
otonomi daerah setengah hati, masih banyak kekurangan yang mewarnai

4
pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta
masalah – masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu
sendiri. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah dengan daerah otonom.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa
selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi
kewenangan Pemerintah.Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang
baik melalui otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak
hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang
maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang
lebih baik.Inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran penulis untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada mengenai otonomi daerah sehingga
nantinya menjadi bahan pemikiran bersama guna mewujudkan suatu
pemerintahan yang baik sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik.

Asas – Asas Penyelenggaraan Daerah

1. Asas Dekosentrasi
Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.1
Dari pengertian dekonsentrasi diatas ada juga beberapa pendapat lainnya
yaitu sbb:
Amran muslim mengemukakan dekonsentrasi adalah pelimpahan
kewenangan dari pemerintahan pusat kepada pejabat – pejabat bawahan
dalam lingkungan administrasi sentral,yang menjalankan pemerintahan
atas nama pemerintahan pusat, seperti Gubenur, Walikota, Bupati,
Camat.
Bagir Manan menyatakan bahwa dekonsentrasi sama sekali tidak
mengandung arti bahwa dekonsentrasi adalah sesuatu yang kurang perlu

1
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5
atau tidak penting. Dekonsentrasi adalah mekanisme untuk
menyelenggarakan urusan pusat didaerah
Ciri –ciri dari asas ini adalah sebgai berikut:
a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan
b. Pemencaran terjadi kepada pejabat sendiri (perseorangan)
c. Yang dipencar ( bukan urusan pemerintah) tetapi wewenang untuk
melaksanakan sesuatu.
d. Yang dilimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sendiri.
Pengaturan dan penyelenggaraan asas dekonsentrasi serta yang berkaitan dengan
pembentukan daerah administrasi atau wilayah pemerintah administrasi yang
harus diperhatikan, antara lain:
1. Kehadiran wilayah pemerintahan administratif jangan sampai menggeser
satuan pemerintahan otonom yang merupakan salah satu sendi sistem
ketatanegaraan menurut UUD 1945.
2. Kehadiran wilayah pemerintahan administratif jangan sampai
menimbulkan dualisme penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah.
3. Kehadiran wilayah administratif jangan sampai menimbulkan
kesimpangsiuran wewenang, tugas, dan tanggung jawab dengan satuan
pemerintahan otonom yang akan mempengaruhi fungsi pelayanan
terhadap masyarakat.

Oleh karena itu tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada
kepala daerah otonom menurut asas desentralisasi ini merupakan salah satu
yang membedakan antara asas desentralisasi dengan asas dekonsentrasi.
Menurut asas dekonsentrasi maka segala urusan yang dilimpahkan oleh
pemerintah pusat kepada pejabatnya didaerah tetap menjadi tanggung jawab
daeri pemerintah pusat yang meliputi :
- Kebijaksanaan - Pembiyaan
- Perencanaan - Perangkat pelaksanaan.

6
Keuntungan dari Asas Dekosentrasi
- Mengurangi keluhan-keluhan daerah
- Membantu pemerintah dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan
melalui aliran informasi yang intensif yang disampaikan dari daerah ke
pusat
- Memungkinkan terjadinya kontak secara langsung antara Pemerintah
dengan yang diperintah/rakyat
Latar belakang diadakannya sistem dekosentrasi adalah bahwa tidak semua
urusan Pemerintahan Pusat dapat diserahkan kepada Pemerintahan Daerah
menurut asas Desentralisasi2

2. AsasDesentralisasi
Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.3
Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara
lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan
desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat
dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang
bersangkutan dengan kepentingan nasional atau Negara secara keseluruhan.
Menurut Smith desentralisasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan
tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.
b. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang
tersisa (residual functions).
c. Penerima wewenang adalah daerah otonom.

2
Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm
4
3
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

7
d. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus
kepentingan yang bersifat local.
e. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.
f. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang bersifat individual dan konkrit.
Adapun Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan yaitu:
tujuan politik dan tujuan administratif.
a. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai
medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan
secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara
nasional untuk mencapai terwujudnya civil society.
b. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi
unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan
pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang
dalam hal ini terkait dalam pelayanan publik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam
konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi
utama, yaitu:
1. Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan
untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara
relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk
intervensi pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan
paradigma pembangunan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk
kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat lokal;
2. Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu
ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;

8
3. Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi
menjadi perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan
nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada
perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat dari “orang daerah” dan
sebaliknya.
Di dalam desentralisasi pemencaran berarti pelimpahan,penyerahan kerja
lain yang menganduk gerak jauh dari tempat asal( pusat). Kemudian yang
membedakan antra desentralisasi dengan dekonsentrasi adalah bahwa
desentralisasi terdapat :

a. Bentuk pemencaran adalah pelimpahan;


b. Pemencaran terjadi kepada daerah ( bukan perorangan)
c. Yang dipemencarkan adalah urusan pemerintah;
d. Urusan pemerrintah yang dipancarkan menjadi urusan rumah
tangga daerah sendiri.

Sehingganya dalam hal ini inisiatif pemerintahan diserahkan kepada


daerah otonom, yang meliputi :

1. Kebijaksanaan;
2. Perencanaan;
3. Pelaksanaan;
4. Pembiayaan;
5. Perangkat pelaksanaan.4

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan yang akan


diwujudkan dengan dianutnya konsep desentralisasi adalah agar tidak
terjadi penumpukan kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak
saja, yakni Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi diharapkan terjadi
distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer kekuasaan
(transfer of power) dan terciptannya pelayanan masyarakat (public
4
Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm
3

9
services) yang efektif, efisien dan ekonomis serta terwujudnya
pemerintahan yang demokratis (democratic government) sebagai model
pemerintahan modern serta menghindari lahirnya pemerintahan sentralistik
yang sebenarnya sudah tidak populer. Pemerintahan sentralistik menjadi
tidak popular karena tidak mampu memahami dan menterjemahkan secara
cepat dan tepat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di daerah, serta
kurangnya pemahaman terhadap sentiment lokal.Salah satu alasan karena
warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan
pemerintah lokal yang lebih mengetahui keinginan, aspirasi dan
kepentingan masyarakat daerah, serta lebih baik secara fisik dan juga
secara psikologis.

3. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan)


Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau
desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.5
Tugas pembantuan (medebewind) pada hakikatnya adalah pelaksanaan
kewenangan pemerintah pusat/pemerintah daerah atasannya, maka sumber
pembiayaannya berasal dari level pemerintahan yang menugaskan. Untuk itu,
sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD pemerintah daerah yang
menugaskannya.Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah
kewenangan yang bersifat mengurus, sedangkan kewenangan mengaturnya
tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.
Hubungan Otonomi dan Tugas Pembantuan
• Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan
• Tugas pembantuan terkandung unsur otonomi (walaupun terbatas
pada cara melaksanakannya)

5
PP. No. 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

10
• Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, mengandung
unsur “penyerahan” (overdragen) bukan “penugasan” (opdragen).
• Otonomi adalah penyerahan penuh, sedangkan tugas
pembantuan adalah penyerahan tidak penuh

Daerah otonom dapat diserahi untuk menjalankan tugas-tugas atau


asas medebewind, tugas pembantuan atau medebewind dalam hal ini
tugas pembantuan dalam pemerintahan, ialah tugas untuk ikut
melaksanakan peraturan-peraturan perundangan m bukan saja yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, tetapi juga yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah atau pemerintah local yang mengurus rumah tangganya
sendiri tingkat atasnya.
Menurut Mr. Tresna, sebenarnya asas medebewind itu termasuk itu
termasuk dalam asas desentralisasi dan menurutnya desentralisasi itu
mempunyai dua wajah yaitu :

1. Otonomi
2. Medebewind atau disebut Zelfbestuur.

Dengan pengertian otonomi adalah bebas bertindak, dan bukan


diperintah dari atas, melainkan semata-mata atas kehendak dan inisiatif
sendiri, guna kepentingan daerah itu sendiri.
Sedangkan pengertian medebewind atau tudas pembantuan adalah
disebut sebagai wajah kedua dari desentralisasi adalah bahwa
penyelenggaraan kepentingan atau urusan tersebut sebenarnya oleh
pemerintah pusat tetapi daerah otonom diikutsertakan.Pemberian urusan
tugas pembantuan yang dimaksudkan disertai dengan pembiayaanya hal
tersebut tercantum dalam pasal 12 Undang-undang No.5 Tahun 1974.

11
Dasar pertimbangan perlunya asas tugas pembantuan :
 Keterbatasan kemampuan pemerintah Pusat atau Daerah yang lebih tinggi
dalam hal yang berhubungan dengan perangkat atau sumber daya menusia
maupun biaya
 Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang lebih baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan
 Sifat urusan yang dilaksanakan

Hubungan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah 6


a. Prinsip pelaksanaan Otonomi daerah
Untuk memahami bagaimana hubungan antara pemerintah pusat dan
pemrintah daerah, Sebaiknya kita mempelajari Garis-Garis Besar Haluan
Negara, mengenai aparatur pemerintah.Didalam GBHN tahun 1987 misalnya,
ditegaskan prinsip-prinsip pokok pelaksanan otonomi daerah sebagai berikut.
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan terbesar diseluruh
pelosok negara dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, maka hubungan
yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah dikembangkan atas dasar
keutuhan negara kesatuan dan diarah kan pada pelaksanaan otonomi daerah
secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawabyang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunandaerah dan dilaksanakan bersama-sama
dengan dekonsentrasi.
Prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan otonomi daerah itu
mengandungintisari yang dapat dipakai sebagaipedoman pelaksanaan
otonomi daerah.

b. Prinsip Otonomi Nyata dan Bertanggung Jawab


Prinsip otonomi yang berarti pemberian otonomi kepada daerah
hendaknya berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan,

6
Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm
8-9

12
dankebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin bahwa daerah yang
bersangkutannyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.
Prinsip otonomi yang bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi
daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Lancar dan teraturnya pembangunan diseluruh wilayah negara;
2) Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang telah
diberikan;
3) Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa;
4) Terjaminnya keserasian hubunganantara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah; dan
5) Terjaminnya pembangunan dan perkembangan daerah.

c. Tujuan Pemberian Otonomi


Tujuan pemberian otonomi kepada daerah kepada pembangunan, yaitu
pembangunan dalam arti luas, yang meliputi semua segi kehidupan dan
penghidupan.Dengan demikian, otonomi daerahlebih condong merupakan
kewajiban daripada hak.Hal ini berarti bahwa daerah berkewajiban
melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguh-sungguh dan penuh
rasa tanggung jawab sebagai sarana untuk mencapai cita-cita bangsa, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur, baik materiil maupun spiritual.

d. Pengarahan-Pengarahan
Pengarahan-pengarahan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ialah bahwa:
1. otonomi daerah harus sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan
bangsa;
2. keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
atas dasar keutuhan negara kesatuan harus terjamin; serta
3. perkembangan dan pembangunan daerah harus terjamin.

13
e. Pemberian Otonomi kepada Daerah Dilakukan Bersama-sama dengan
Dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi dan asas desntralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah sama pentingnya. Apakah suatu urusan pemerintahan
di daerah akan tetap diselenggarakan oleh perangkat Pemerintah Pusat(atas
dasar dekonsentrasi) atau diserahkan kepada daerah sehingga menjadi urusan
otonomi pada daya guna dan hasil guna penyelenggaraan urusan
pemerintahan itu.
Karena negara kita adalah negara kesatuan, penyelenggaraan pemerintahan
di daerah dan pelaksanaan usaha-usaha serta kegiatan-kegiatan apa pun dalam
rangka kenegaraan harus tetap dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Jalannya Pemerintahan Daerah7


Fungsi pengawasan itu penting sekali untuk menjamin terlaksananya kebijakan
pemerintahan dan rencana pembangunan pada umumnya.
Dalam organisasi pemerintahan, pengawasan adalah suatu untuk menjamin:
a. Keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan Pemerintahan Pusat
b. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil
guna
Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Pemerintahan Daerah meliputi
a. Pengawasan umum
b. Pengawasan preventif, dan
c. Pengawasan represif
Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintahan
Pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan tugas dan wewenang yang telah
diberikan oleh Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah.
Pengawasan umum meliputi:

7
Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida hlm
12-14

14
a. Bidang Pemerintahan
b. Bidang Kepegawaian
c. Bidang Keuangan dan Peralatan
d. Bidang Pembangunan
e. Bidang Perumahan daerah
f. Bidang Yayasan dan lain-lain yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
Pengawasan umum itu dimaksudkan agar penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah dapat berjalan sebagai mana mestinya.Yang melakukan pengawasan
umum adalah Menteri Dalam Negeri dan Kepala Wilayah.
Pengawasan preventif mengharuskan setiap peraturan daerah dan
keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu berlaku sesudah
mendapatkan pengesahan dari:
a. Menteri Dalam Negeri, bagi peraturan daerah dan Keputusan Kepala
Daerah Tingkat I
b. Gubernur kepala daerah, bagi peraturan daerah dan Keputusan Kepala
Daerah Tingkat II
Pengawasan reprensif menyangkut penangguhan atau pembatalan
peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau
peraturan perundangan yang tingkatnya lebih tinggi.Pengawasan Repsesif
dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang terhadap semua peraturan
daerah dan keputusan kepala daerah.

Penerapan Asas-asas Pemerintahandi Daerah


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, telah menetapkan
beberapa asas penyelenggaraan Negara yang bersih tersebut. Asas umum
penyelenggaraan Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
meliputi:
1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan.

15
2. Asas tertib penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan Negara.
3. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif.
4. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.
5. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
6. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Asas-asas dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 selain menerapkan
asas-asas diatas juga menambahkan tiga asas lagi yaitu kepentingan umum, asas
efektif, dan asas efisien. Selain itu juga terdapat asas desentralisasi, dekonsentrasi,
dan medebewind atau tugas pembantuan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah terdapat asas-asas yang
digunakan untuk menjalankan pemerintahan tersebut antara lain:
Asas desentralisasi yaitu penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sehingga menjadi urusan rumah
tangga daerah itu.
Asas dekonsentrasi yaitu asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah.
Asas medebewind atau tugas pembantuan yaitu asas yang menyatakan turut
serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada
pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada
yang member tugas.
Ketiga asas yang telah diterapkan kepada pemerintahan daerah seharusnya
memberikan dampak positif dengan tujuan untuk membentuk suatu pemerintahan

16
yang baik (good governance). Namun, dalam implementasinya asas ini masih
banyak mengalami penyimpangan. Dimensi tersebut sekaligus menunjukkan
konsepsi dan arah kebijakani yang diinginkan policy maker. Dimensi pertama
sebagaimana tercermin dalam UU No 32/2004 menitik-beratkan pada apa yang
sering disebut sebagai desentralisasi administratif (administrative
decentralization).
Desentralisasi administratif ini dimaksudkan untuk mendistribusikan
kewenangan, tanggungjawab dan sumber daya keuangan sebagai upaya
menyediakan pelayanan umum kepada berbagai level pemerintah. Delegasi
tanggung-jawab ini meliputi kegiatan perencanaan, pendanaan dan pengelolaan
berbagai pelayanan umum dari pemerintah pusat dan lembaga pelaksananya
kepada berbagai unit pemerintah di berbagai level (regional authorities).
Pelaksanaan desentralisasi administratif didasarkan pada sebuah argumentasi
bahwa pengelolaan oleh unit-unit pelayanan publik akan lebih efektif jika
diserahkan kepada unit yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Asumsinya, semakin dekat hubungan antara pemerintah (region) dengan
masyarakat, semakin bisa dipahami kebutuhan masyarakat akan suatu pelayanan.
Dengan kata lain, desentralisasi administratif dimaksudkan untuk menciptakan
efisiensi dan efektifitas pelayanan umum.
Dimensi ini sebagaimana telah disebutkan diatas dalam konsep asas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Indonesia sangat menekankan pada
kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang dimiliki
secara otonom untuk memenuhi permintaan layanan (services demand) dari
masyarakat

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah


Pengawasan terhadap pemerintahan daerah terdiri atas pengawasan hirarki
dan pengawasan fungional. Pengawasan hirarki berarti pengawasan terhadap
pemerintah daerah yang dilakukan oleh otoritas yang lebih tinggi.Pengawasan
fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah, yang dilakukan secara

17
fungsional baik oleh departemen sektoral maupun oleh pemerintahan yang
menyelenggarakan pemerintahan umum (departemen dalam negeri)
Menurut Bagir Manan sebagaiman dikutip oleh Hanif
Nurcholis,menjelaskan bahwa hubungan antara pemeritah pusat dengan
pemerintah daerah sesuai dengan UUD 1945 adalah hubungan yang desentralistik.
Artinya bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah
hubungan antara dua badan hukum yang diatur dalam undang-undang
terdesentralisasi, tidak semata-mata hubungan antara atasan dan bawahan.
Dengan demikian pengawasan terhadap pemerintahan daerah dalam system
pemerintahan Indonesia lebih ditujukan untuk memperkuat otonomi daerah,bukan
untuk ”mengekang” dan ”membatasi”.
Sedangkan Pengendalian berasal dari kata kendali, sehingga pengendalian
mengandung arti mengarahkan,memperbaiki, kegiatan, yang salah arah dan
meluruskannya menujuh arah yang benar. Produk langsung kegiatan pengawasan
adalah untuk mengetahui, sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung
memberikan arah kepada obyek yang dikendalikan. Menurut Siagian :
pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruhkegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaanyang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telahditetapkan sebelumnya”.
Soekarno.K, mendefinisikan : pengawasan adalah suatu proses yang
menentukan tentang apa yangharus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan
sejalan denganrencana”.
Pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Menurut definisi tersebut tidak disajikan tujuan proses pengamatan,
melainkan tujuan akhir dari pengawasan itu sendiri, yaitu untuk mencapai hasil
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Artinya pengawasan dilakukan atas
pelaksanaan rencana kegiatan.
Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, menurut PP Nomor
79 Tahun 2005, terdiri atas pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di

18
daerah, pengawasan terhadap produk hukum daerah, serta pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DPRD.
Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pengawasan
terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi; dan
kabupaten/kota; dan pelaksanaan urusan pemerintahan desa. Pengawasan terhadap
produk hukum daerah adalah pengawasan terhadap peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah, yang dilakukan oleh menteri. Sedangkan pengawasan
DPRD tidak dijelaskan secara tegas dalam PP 79 Tahun 2005, hanya disebutkan
DPRD sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
urusan Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dari berbagai definisi/pengertian pengawasan, baik yang dikemukakan
para sarjana, maupun yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, pada
dasar saling melengkapi. Karena hakekat dari pengawasan adalah untuk menjamin
agar suatu kegiatan dan pekerjaan terlaksana, atau terselenggara sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Namun dalam penelitian ini pendekatan pengertian
pengawasan yang dipakai adalah pengertian yuridis formal sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan diorientasikan untuk
menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif dalam
koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mencapai tujuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah selain dilakukan secara
internal oleh lembaga pengawasan internal, juga dilakukan secara ekternal oleh
lembaga pengawasan eksternal seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Pengawasan oleh lembaga pengawasan eksternal dilakukan terhadap pengelolaan
dan tanggung jawab terhadap keuangan negara, sementara pengawasan oleh
lembaga pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap
administrasi umum pemerintahan dan pengawasan terhadap urusan pemerintahan.

19
Pengawasan ditinjau dari ”jenisnya”, terdiri atas ”pengawasanpreventif”,
dan ”pengawasan represif”. Arti harafiah pengawasan preventif adalah
pengawasan yang bersifat mencegah. Mencegah artinya menjaga jangan sampai
suatu kegiatan itu terjerumus pada kesalahan. Pengawasan preventif adalah
pengawasan yang bersifat mencegah agar pemerintah daerah tidak mengambil
kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dalam pengertian yang lebih operasional, yang dimaksud dengan pengawasan
preventif adalah pengawasan terhadap pemerintahan daerah agar pemerintah tidak
menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau peraturan perundang-
undangan lainnya.
Pengawasan ”represif”, yaitu pengawasan yang berupa penangguhan atau
pembatalan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan daerah baik berupa
peraturan daerah, peraturan kepala daerah, keputusan DPRD, maupun keputusan
pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pengawasan represif berupa penangguhan atau pembatalan terhadap kebijakan
daerah yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dan atau peraturan perundang-undangan
lainnya. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat luas yang mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan kepatutan atau kebiasaan yang berlaku disuatu
tempat seperti norma agama, adat istiadat, budaya dan susila, serta hal-hal yang
membebani dan menimbulkan biaya ekonomi tinggi.8
Pengawasan ditinjau dari ”ruang lingkupnya” terdiri dari ”pengawasan
intern”, dan ”pengawasan ekstern”. Pengawasan ”intern” adalah pengawasan
yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri.
Pengawasan intern lebih dikenal dengan pengawasan fungsional. Pengawasan
fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah yang dilakukan secara
fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan

8
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (edisi
revisi), Grasindo, Jakarta, 2007, hal. 313

20
fungsional, yang kedudukannya merupakan bagian dari lembaga yang diawasi,
Inspektorat Jendral, Inspektorat Propinsi, Kabupaten/Kota.
Pengawasan intern dilakukan oleh pejabat yang mempunyai hubungan atau kaitan
erat dari segi pekerjaan (hirarki) disebut dengan pengawasan dalam organisasi itu
sendiri (control intern). Pengawasan dalam bentuk internal dapat diimplikasikan
secara luas, dimana tidak hanya dilakukan dalam hubungan dinas secara langsung
dari segi organisasi atau suatu instansi, tetapi juga diartikan sebagai pengawasan
umum tingkat eksekutif.
Pengawasan internal dapat dibedakan dalam
a. Pengawasan dalam arti sempit; dan
b. Pengawasan intern dalam arti luas.
Pengawasan intern dalam arti sempit, menuurut H. Bohari diartikan
sebagai pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dimana pejabat yang diawasi
itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam pimpinan seorang
Menteri/Ketua Lembaga Negara.
Lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada
tingkat pusat adalah Inspektorat Jendral Departemen. Menurut Permendagri
Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam
Negeri, Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional;
2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.
Sedangkan Pengawasan ”intern dalam arti luas” pada hakekatnya sama
dengan pengawasan dalam arti sempit. Perbedaannya hanya terletak pada tidak
adanya korelasi langsung antara pengawas dengan pejabat yang diawasi, artinya
pengawas yang melakukan pengawasan tidak bernaungan dalam satu
departemen/lembaga negara, tetapi masih dalam satu kelompok eksekutif.

21
Aparat yang melakukan pengawasan dalam arti luas seperti Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal
Pembangunan (Irjenbang).
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas
melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
keuangan dan pembangunan;
2. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan
dan pembangunan;
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas bpkp;
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
pengawasan keuangan dan pembangunan;
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan
rumah tangga.
Sedangkan “pengawasan ekstern”, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
satuan unit pengawasan yang berada diluar organisasi yang diawasi, dan tidak
mempunyai hubungan kedinasan. Pengawasan ekstern ini menurut UUD Negara
Republik Indonesia 1945 adalah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Pengawasan ekstern selain dilakukan oleh BPK, juga dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR/D), dan masyarakat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan badan pengawas tertinggi dalam
hal keuangan Negara, sebagaimana diatur dalam Bab VIIIA Pasal 23E s/d Pasal
23F UUD Negara Republik Indonesia 1945. Kedudukan Badan Pemeriksaan
Keuangan diatur lebih lanjut dengan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksaan Keuangan. Menurut ketentuan Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2006,

22
BPK merupakan satu lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan
Umum (BLU), dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.
BPK sesuai fungsinya memeriksa, menguji, dan menilai penggunaan
keuangan APBD, apakah APBD digunakan sesuai dengan tujuan
penganggarannya atau tidak. BPK melakukan pengawasan penggunaan APBD
dalam tahun berjalan. Hasil pemeriksaan BPK dilaporkan kepada DPR untuk
pengelolaan keuangan negara, dan kepada DPRD untuk pengelolaan keuangan
daerah. Dilihat dari tugas dan fungsinya, maka antara BPK dan BPKP hampir
tidak ada perbedaannya, yakni sama-sama melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan tugas yang demikian
maka terkesan bahwa tugas dan fungsi BPK sama dengan tugas dan fungsi
Sementara pengawasan DPRD dikenal dengan pengawasan politik, yakni
pengawasan terhadap pemerintah/daerah sesuai dengan tugas, wewenang, dan
haknya. Pengawasan DPR dilakukan melalui dengar pendapat, kunjungan kerja,
pembentukan panitia khusus, dan pembentukan panitia kerja sebagaimana diatur
dalam tata tertib dan peraturan perundang-undangan. DPR melaksanakan
pengawaasan terhadap pelaksanaan kebijakan daerah; pelaksanaan kerjasama
internasional daerah. DPRD melakukan pengawasan melalui pemandangan umum
fraksi-fraksi dalam rapat paripurna; rapat pembahasan dalam sidang komisi; rapat
pembahasan dalam panitia-panitia yang dibentuk berdasarkan tata tertib DPRD;
rapat dengar pendapat pemerintah daerah dan pihak-pihak lain yang diperlukan;
kunjungan kerja.
Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dikenal dengan
“pengawasan masyarakat” (Wasmas). Pengawasan Masyarakat diperlukan dalam
mewujudkan peran serta masyarakat guna menciptakan penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan bebas dari, korupsi, kolusi serta
nepotisme. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

23
pemerintahan/pemerintahan daerah dilakukan melalui pengaduan atas dugaan
terjadinya penyimpang atau penyalahgunaankewenangan pemerintahan.
Pengawasan masyarakat tersebut diatur dalam Permendagri Nomor 25 Tahun
2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

24
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
daerah dan asas penyelenggaraan pemerintahan daerah lainnya.
Didalam uu no 32 tahun 2004 yang dimaksud dari desentralisasi penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Sedangkan Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.Serta ugas pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.

Saran
Dengan adanya penerapan dari asas ini Daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saling dengan dengan memperhatikan prinsip dasar demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

25
Daftar Pustaka

http://dianputriwan.wordpress.com/2012/10/31/makalah-asas-asas-pemerintahan-
daerah/
http://mohamad-ilmu.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-asas-asas-
pemerintahan.html
http://makalahdaze.blogspot.com/
http://dianchocho.blogspot.com/2013/04/pengertian-fungsi-dan-asas-
pemerintahan.html
Kansil Drs. 2008. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafida.
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (edisi
revisi), Grasindo, Jakarta, 2007.

26

Anda mungkin juga menyukai