Anda di halaman 1dari 9

Pokok Bahasan Kedua

PERBEDAAN PENGERTIAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAHAN DAN DASAR

HUKUM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH.

1. Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan.


Istilah pemerintah berasal dari Zaman Yunani yakni dari perkataan “Cratein”. 1) Di
dalam kepustakaan bahasa Inggris pemerintah itu adalah “government”. “Government” ini
mempunyai dua macam pengertian, pertama dalam arti yang sempit dan kedua dalam arti
yang luar. Di dalam arti yang sempit “government” berarti pemerintah sebagai badan
eksekutif, seperti Presiden di Indonesia, atau di Amerika Serikat disebut Kebinet atau Dewan
Menteri. Dalam arti yang luas “government” meliputi segala sesuatu yang terdapat dalam
Negara, seperti badan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.2),
C.F. Strong menyatakan:3)
Pmerintah (an) oleh karenanya, adalah organisasi dalam mana diletakkan… hak untuk
melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Pemerintah (an) dalam arti luas merupakan
suatu yang lebih besar dari pada suatu badan atau kementerian-kementerian suatu arti yang
biasa kita pakai dalam pembicaraan dewasa ini apapila….. Pemerintah (an) dalam arti luas
diberi tanggung jawab pemeliharaan dan perdamaian dan keamanan negara, di dalam atau
pun di luar. Ia Pemerintah (an) harus memiliki pertama kekuasaan meliter, atau pengawasan
atas angkatan bersenjata; kedua, kekuasaan legislaif, atau sarana pembuatan hukum; ke tiga,
kekuasaan keuangan, yaitu kesanggupan memungut uang yang cukup untuk membayar biaya
untuk mempertahankan Negara dan menegakkan hukum dibuatnya atas nama Negara.
Selanjutnya dikemungkakan:
Pemerintahan mempunyai kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif, kekuasaan kehakiman,
yang boleh kita sebut tiga cabang pemerintahan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkataan “government” dapat
mempunyai arti pemerintah dan pemerintahan, dalam arti luas meliputi kekuasaan
legislative, kekuasaan eksekutif, kekuasaan kehakiman
Secara etimologis, pemerintahan berasal dari perkataan pemerintah, sedangkan
pemerintah berasal dari perkataan perintah. Menurut kamus kata-kata tersebut mempunyai
arti sebagai berikut:
a. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;
b. Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu Negara (daerah suatu negara) atau
badan yang tertinggi yang memerintah suatu Negara (seperti cabinet merupakan suatu
pemerintahan);
c. Pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal urusan dan sebagainya) memerintah.4)
Dari uraian di atas, terlihat bahwa pengertian pemerintah dan pemerintahan tidaklah
sama. Hal ini pipertegas oleh Muhamad Yamin,5) yang menyatakan Pemerintah ialah jawatan
atau aparat dalam susunan politik. Pemerintahan ialah tugas kewajiban alat Negara.
Selanjutnya Moh. Yamin6) menguraikan bahwa pengertian Pemerintah dan Pemerintahan
1
) Pamudji.S, 1992, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm 22-27
2
) Ibid, hlm 9
3
) C.F. Ftrong, 1960, Modern Political Constituonal, Sidgwick and Jeckson Ltd, London, hlm 6
4
) Pamudji S, 1992, Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, hlm 22-27. Juga
Perbandingan Pemerintahan, 1982, Bina Aksara, Jakarta, hlm 3-8.
5
) Moh. Yamin, Proklamasi dan Konstitusi, 1982, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 112.
6
) Moh. Yamin, 1962, Tata Negara Maja Pahit Parwa III, Yayasan Prapanca, Jakarta, hlm 152-153.
Juga Ateng Syafrudin, 1993, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan di Daerah, PT. Citra Aditya Bakti,

1
tidaklah sama, karena pemerintahan mengenai seluruh tatanegara yang terbagi atas susunan
badan-badan jawatan-jawatan, susunan anggota jawatan yang mungkin jabatan pangkat dan
tata usaha pekerjaan yang dilaksanakan oleh jawatan dan jabatan.

2. Dasar Konstitusional Daerah Dalam Melaksanakan Pemerintahan Daerah.

Pasal 1 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan secara tegas bahwa ”Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Ketentuan konstitusional ini
memberikan pesan bahwa Negara Republik Indonesia yang di proklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 dibangun dalam sebuah kerangka negara yang berbentuk Kesatuan, dan bukan
berbentuk federasi (serikat).7) Pasal 1 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 ini membawa
konsekuensi bahwa pengaturan pemerintah diselenggarakan oleh pemerintah di pusat. Namun
menyadari akan wilayah Indonesia yang luas, dengan struktur geografis, sosial budaya
dan tingkat perkembangan yang beraneka ragam, maka pengaturan pemerintahan ini
diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 setelah diamandemen:

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang


pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan
ayat (7), yang rumusannya sebagai berikut:
Pasal 18
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanga dipilih melalui pemilihan
umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.

Dari ketentuan diatas, ditegaskan bahwa pemerintah daerah (baik provinsi,


kabupaten, dan kota) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. Penegasan ini menjadi dasar hukum bagi seluruh pemerintahan daerah
untuk dapat menjalankan roda pemerintahan secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai
dengan kebutuhan, kondisi, dan karakteristik daerahnya masing-masing, kecuali untuk urusan
pemerintahan yang dinyatakan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat.
Mengenai kewenangan daerah UUD NRI Tahun 1945 yang sudah diamandemen
diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 A, Pasal 18 B. Berdasarkan Pasal 18 A UUD NRI Tahun

Bandung, hlm 6
7
) Krishna D. Darumurti & Umbu Rauta, 2000, Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran dan
Pelaksanaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 5

2
1945 ayat (1) menyebutkan:8) ”Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah”.
Ketentuan Pasal 18 A ayat (1) ini berkaitan erat dengan Pasal 4 ayat (1) dengan
ketentuan bahwa Daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
berlandaskan atau mengacu pada Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa Presiden
memegang kekuasaan pemerintahan.
Pasal 18 A UUD 1945 ayat (2) menyebutkan: ”Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemenfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-
undang.
Ketentuan Pasal 18A ayat (2) ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan
daerah tetap menjamin adanya prinsip keadilan dan keselarasan. Sementara itu, hal-hal yang
menyangkut keuangan, termasuk yang menyangkut hak-hak daerah, diatur lebih lanjut dalam
undang-undang. Demikian pula halnya urusan pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya juga ditata agar daerah mendapatkan bagian secara
proporsional. Seiring dengan itu, pasal ini juga menjamin sejumlah kewajiban untuk
memperhatikan daerah lain bagi yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berbeda atau daerah lain yang tidak memilikinya, yang semuanya harus diatur dengan
undang-undang.

3. Perjalanan Historis Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 Sebelum Diamandemen.

Apabila kita tengok kebelakang perjalanan historis otonomi daerah dalam UUD 1945
sebelum diamandemen, maka Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 menjadi sumber
penyelenggaraan otonomi dapat dikatakan sebagai dasar hukum gagasan-gagasan yang
mendorong otonomi sebagai bentuk dan cara meyelenggarakan pemerintahan tingkat daerah.
Moh. Hatta tahun 1932 atau 13 tahun sebelum Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan
menulis, bahwa hak menentukan nasib sendiri terdapat juga di kota, dan desa. Kota,
desa atau daerah akan mendapat otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Moh.Hatta,
keperluan memberikan otonomi dan tugas pembantuan kepada kota, desa, atau daerah
yaitu dalam rangka melaksanakan dasar kedaulatan rakyat dan keperluan setempat
yang berlain-lainan.9)
Mengenai tugas pembantuan Moh.Hatta masih mempergunakan istilah zelfbestuur-
istilah lama yang digunakan sebelum van Vollenhoven memperkenalkan istilah medebewind.
Pemikiran untuk memberikan otonomi kepada daerah kemudian dibicarakan pada saat
penyusunan UUD 1945, walaupun tidak nampak perdebatan-perdebatan mengenai hal itu.
Sepanjang yang ditemukan dalam buku Muh. Yamin, (Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945) dapatlah dikatakan bahwa Yaminlah yang paling dahulu membicarakan
mengenai pemerintahan daerah bahkan mengajukan rumusan dalam satu naskah Undang-
Undang Dasar. Untuk dapat mengetahui pembicaraan tersebut, dibawah ini akan dikutip
berbagai pernyataan baik di Badan Penyelesaian Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI), maupun di Penitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengenai
pemerintahan daerah.
1. Muhammad Yamin.
Dalam pembicaraan tanggal 29 Mai 1945 (BPUPKI), Yamin mengutarakan:
8
) MPR RI, 2007, Paduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Sekretaris Jenderal MPR RI, hlm 82-84
9
) Bagir Manan, 1992, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 Perumusan dan Undang-Undang
Pelaksanaannya, Unsika, Bandung, hlm 9.

3
”Negeri, Desa dan segala persekutuan hukum adat yang dibaharui dengan jalan
rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian
bahwa”.10)
”Antara bagian atas dan bagian bawah dibentuk bagian tengah sebagai Pemerintahan
Daerah untuk menjalankan Pemerintahan Urusan Dalam, Pangreh Praja” 11)

Pada pembicaraan tanggal 29 Mai 1945 tersebut, Yamin juga melampirkan rancangan
sementara perumusan Undang-Undang Dasar yang memuat tentang Pemerintahan
Daerah yang berbunyi:

”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak
asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. 12)

Adanya naskah Undang-Undang Dasar yang dipersiapkan Yamin, diakui oleh


Soekarno selaku ketua Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dan dijadikan Soekarno
sebagai salah satu dasar untuk meminta Yamin duduk dalam Panitia Perancang Undang-
Undang Dasar. Permintaan ini yang diajukan oleh Soekarno pada saat pembentukan Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar ditolak oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI. Yamin oleh
Radjiman dimasukkan sebagai anggota untuk soal keuangan dan perekonomian yang diketuai
oleh Moh. Hatta, penunjukan ini ditolak Yamin dengan alasan tidak mempunyai keahlian. 13)
Penolakan Radjiman untuk mendudukan Yamin dalam Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar disebut Logeman sebagai ”suatu keanehan yang lucu”.14) Selanjutnya, pembicaraan
Yamin mengenai Pemerintahan Daerah dapat dijumpai lagi dalam pidatonya dihadapan
BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 pada bagian ”pemerintahan atasan, tengahan, dan bawahan”.
Disini Yamin mengatakan:
”Pemerintah dalam Republik ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan
masyarakat seperti desa, yaitu susunan pemerintah yang paling bawah, pemerintahan
ini saya namai pemerintah bawahan.15)

”Antara pemerintahan atasan dan pemerintahan bawahan itu adalah pemerintahan


daerah, yang baik saya sebut pemerintah tengahan. Perkara desa barangkali tidak
perlu saya bicarakan disini, melainkan kita harapkan saja, supaya sifatnya
diperbaharui atau disesuaikan dengan keperluan jaman baru.16)

”Tetapi yang perlu ditegaskan disini, yaitu bahwa desa-desa, negeri-negeri, warga-
warga dan lainnya tetaplah menjadi kaki Pemerintah Republik Indonesia. Dan di
tengah-tengan pemerintah atasan dan bawahan, kita pusatkan pemerintah daerah. 17)

Pada bagian lain dari pidato tersebut, Yamin menyatakan pula:

10
) Muhammad Yamin, 1971, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Siguntang, Jakarta, hlm
100
11
) Ibid.
12
) Ibid, hlm 724.
13
) Ibid, hlm 253-254.
14
) Bagir Manan, op cit, hlm 11.
15
) Yamin, op cit, hlm 230.
16
) Ibid.
17
) Ibid, hlm 231.

4
”... tetapi kita janganlah menyangka, bahwa syarat dekonsentrasi (pembagian
kekuasaan pusat diantara badan-badan pusat) dan desentralisasi (pembagian
kekuasaan pusat dengan daerah), hanya dapat dilakukan di dalam suatu bondstaat
Indonesia, melainkan dapat pula seperti telah juga terdapat di Jerman dan dijalankan
dalam negara persatuan atau eenheidsstaat. Jadi syarat-syarat dekonsentrasi dan
desentralisasi dapat dijalankan dalam negara kesatuan yang eenheidsstaat”.18)

Dari pandangan Yamin tersebut diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama: Tentang rumusan pemerintahan daerah dalam rancangan sementara
Undang-Undang Dasar sebagai lampiran pidato tanggal 29 Mai 1945 persis sama dengan
rumusan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Bahkan bab dan pasalnyapun sama
(Bab VI, Pasal 18). Ini berarti Rancangan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 Pasal 18
sepenuhnya mengikuti rancangan yang diusulkan Yamin. Hal ini menunjukkan, meskipun
Yamin tidak duduk dalam Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, tetapi rancangan yang
dibuatnya mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam perumusan Undang-Undang Dasar
1945. Pengaruh ini tidak hanya tampak dalam ketentuan tentang pemerintahan daerah tetapi
juga pada ketentuan-ketentuan lain. Persamaan-persamaan tersebut mendorong Logeman
untuk mengatakan:
”Tetapi bila kita melihat betapa rancangan yang dimajukan oleh Yamin tanggal 29
Mei 1945 sangat menyerupai hasil dari kelompok kerja dan juga pada naskah akhir, maka
tidaklah tak mungkin rancangan ciptaan Yamin itu amat mempengaruhi kelompok kerja.
Lebih-lebih lagi sampailah kita pada kesimpulan itu, bilamana kita pikirkan bahwa belum
diadakan perbedaan yang hakiki diantara kongres rakyat (eksponen kedaulatan rakyat)
dan parlemen (majelis pembentuk undang-undang) seperti dikemungkakan Supomo
dalam pidatonya tanggal 31 Mai 1945” 19)

Kalau rumusan rancangan Undang-Undang Dasar buatan Yamin sebagaimana


tercantum dalam naskahnya adalah sama dengan yang diajukan pada tanggal 29 Mei 1945,
dapatlah dikatakan bahwa rancangan Yaminlah (dengan perubahan perubahan yang tidak
begitu banyak) yang kelak menjadi Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua: Kesimpulan kedua yang dapat ditarik dari uraian Yamin adalah bahwa
pemerintahan daerah itu adalah dalam rangka desentralisasi yang diartikannya sebagai
pembagian kekuasaan pusat dan daerah. Dengan perkataan lain, pemerintahan daerah tidak
akan mengandung dekonsentrasi, karena dekonsentrasi hanya mengenai pembagian
kekuasaan pusat di antara badan-badan pusat. Ketiga: Bahwa pemerintahan daerah adalah
dalam kerangka negara kesatuan (eenheidsstaat). Keempat: Yamin menghendaki hanya dua
susunan pemerintahan daerah yaitu pemerintahan tengahan yang disebutnya pemerintahan
daerah dan pemerintahan bawahan yang terdiri dari desa dan lain-lain kesatuan masyarakat
hukum yang sejenis dengan desa. Sayangnya, Yamin tidak menjelaskan apakah pemerintahan
tengahan itu pada tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota.

2. Sopomo.
Seperti Yamin, Supomo juga membicarakan mengenai pemerintah daerah. Dalam
rancangan tanggal 4 April 1942 yang disusun bersama Ahmad Subardjo dan Maramis
mengenai Peraturan tentang Pemerintahan Sementara Indonesia terhadap rumusan (Pasal 7):
”Pembagian yang sekarang dari tanah daerah Indonesia dalam Provinsi dan Daerah-
daerah lain seperti gemeente-gemeente, regenschap-regenschap, groepgemeenschap-

18
) Ibid, hlm 236.
19
) Bagir Manan , op cit, hlm 12.

5
groepgemeenschap dan lain-lain persekutuan negeri, ditetapkan, tetapi segala dewan
dewan dari Provinsi , regenschap, gemeente dan lain-lainnya ditiadakan .
Kekuasaan yang menurut peraturan perundang-undangan Hindia Belanda ada dalam
tangan dewan-dewan tersebut, diserahkan Kepada Pemerintah dari daerah-daerah di
atas.20)

Peniadaan dewan-dewan pada provinsi, kabupaten (regenschap), pemerintahan kota


(gemeente), berarti meniadakan pemerintahan yang mandiri secara otonom. Sebab, dewan-
dewan yang disebut dalam konsep ini tidak lain dari badan-badan yang dalam peraturan
perundang-undangan Hindia Belanda disebut Dewan Provinsi (Provinciale Raad) untuk
provinsi, Dewan Kabupaten (Regentschap Raad) untuk Kabupaten dan Dewan Kota
(Gemeente Raad) untuk Pemerintahan Kota (Gemeente). Dewan-dewan ini adalah ”badan-
badan perwakilan” yang melaksanakan fungsi pemerintahan untuk urusan rumah tangga
daerah.
Di dalam Rancangan Undang-Undang Dasarnya sendiri, tidak terdapat satu
ketentuanpun mengenai pemerintahan daerah. Hal-hal tersebut dapat diartikan bahwa pada
saat itu (1942) Supomo hanya melihat satu sistem penyelenggaraan pemerintahan yaitu
pemerintahan sentralisasi. Selanjutnya dalam sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945, sebagai
Ketua Panitia Kecil Perancangan Undang-Undang Dasar, Supomo menyampaikan
keterangan: ”Tentang daerah kita telah menyetujui bentuk persatuan, unie 21) oleh karena itu
dibawah pemerintahan pusat, dibawah negara tidak ada negara lain. Tidak ada onderstaat,
akan tetapi hanya daerah-daerah. Bentunya daerah itu dan bagaimana bentuk pemerintahan
daerah, ditetapkan dalam undang-undang. Sebagai mana diatur dalam Pasal 16 22)
”Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dalam undang-undang, dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak
asal usul dalam daerah yang bersifat istimewa.23)
Jadi Rancangan Undang-Undang Dasar memberi kemungkinan untuk mengadakan
pembagian seluruh daerah Indonesia dalam daerah-daerah yang besar, dan di dalam daerah-
daerah besar itu ada lagi daerah-daerah yang kecil-kecil. Selanjutnya, pada tanggal 18
Agustus 1945 (sidang PPKI setelah Proklamasi), atas permintaan Soekarno (Ketua PPKI),
Supomo memberi penjelasan mengenai Rancangan Undang-Undang Dasar yang akan
disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Mengenai pemerintah
daerah, Supomo menjelaskan: ”Di bawah Pemerintahan Pusat ada Pemerintahan Daerah:
Tentang Pemerintah Daerah di sini hanya ada satu Pasal, yang berbunyi: ”Pemerintah Daerah
diatur dalam Undang-Undang”.
Rumusan ketentuan mengenai pemerintahan daerah yang diterangkan Supomo tanggal
18 Agustus 1945 sangat singkat yaitu: ” Pemerintahan Daerah disusun dalam undang-
undang”. Tidak dapat diketahui dari mana rumusan yang singkat ini kata Bagir Manan. 24)
Sebab dalam penjelasan tanggal 15 Juli 1945, Supomo membacakan rumusan yang panjang
yang praktis diambil dari Rancangan Yamin. Kalau rumusan singkat termasuk berasal dari

20
) Muhamad Yamin, op cit, hlm 768.
21
) Tidak dapat dimengerti istilah “unie” sebagai penguat kata “persatuan” .Tetapi dari uraian
selanjutnya nampak yang dimaksudkan adanya Negara kesatuan (eenheidsstaat, unitarystate).
22
) Bagir Manan, op cit hlm 14
23
) Ada dua perbedaan dengan Rancangan Panitia Kecil:
a. Kata “mengingat”, dalam Rancangan Panitia Kecil” mengingat”.
b. Kata “daerah”, dalam Rancangan Panitia Kecil “daerah-daerah.
Tetapi dalam Undang-Undang Dasar 1945, ditulis “mengingat”, suatu rumusan yang diambil dari
rancangan Yamin.
24
) Bagir Manan, op cit, hlm 16

6
BPUPKI, dapat disimpulkan bahwa rumusan yang diutarakan Supomo tanggal 15 Juli 1945,
mengalami perubahan dalam rapat-rapat antara 15 Juli dan seterusnya. Tetapi kemudian,
rumusan mengenai pemerintah daerah dalam Undang-Undang Dasar (1945) yang disahkan
tanggal 18 Agustus 1945 tidak mempergunakan rumusan ringkas yang dibacakan Supomo,
melainkan secara keseluruhan kembali pada rumusan yang dibacakan tanggal 15 Juli 1945,
bahkan sepenuhnya sama dengan rumusan Rancangan Yamin. Perubahan ini lagi-lagi tidak
diketahui kata Bagir Manan.25) Karena dalam buku Yamin (naskah) tidak disebutkan
pengusul atau perdebatan sehingga disepakati rumusan panjang dan bukan rumusan singkat
yang dibacakan Supomo tanggal 18 Agustus 1945 tersebut. Dapat pula ditambahkan bahwa
dalam rapat tanggal 15 Juli 1945 (BPUPKI), Supomo pada bagian lain membicarakan
kembali mengenai pemerintahan daerah sebagai jawaban atas pandangan Surjohamidjojo.
Supomo menjelaskan yang termasuk daerah-daerah yang bersifat istimewa adalah kooti dan
desa.26)
Dari rangkaian uraian Supomo yang diutarakan di atas terdapat beberapa hal pokok
mengenai pemerintahan daerah, walaupun pada permulaan seperti nampak dalam rancangan
tahun 1942 yang disiapkan bersama Subardjo dan Maramis belum nampak hasrat Supomo
mengembangkan pemerintahan daerah yang mendiri. Dalam rancangan tahun 1942, Supomo
(Subardjo dan Maramis) cenderung memusatkan pemerintahan daerah di satu tangan (Kepala
Pemerintah) dengan meniadakan dewan-dewan yang lazimnya merupakan pencerminan
pemerintahan daerah yang mandiri (otonomi). Pendirian ini berubah dalam rangkaian
pembicaraan di BPUPKI dan PPKI. Tidak dapat diketahui faktor yang mendorong supomo
untuk memajukan pandangan-pandangan baru mengenai pemerintahan daerah. Barangkali
kata Bagir Manan,27) Rancangan dan uraian-uraian Yamin sedikit banyak menggugah
Supomo untuk memperbaharui pemendangannya mengenai pemerintahan daerah dan
sekaligus memberikan gambaran yang lebih lengkap dari pada yang diutarakan Yamin.
Pokok-pokok pemikiran Supomo mengenai pemerintahan daerah dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI menyatakan:
Pertama: Pemerintahan daerah disusun dalam kerangka Negara Kesatuan.
Kedua: Pemerintah Daerah akan tersusun dalam daerah besar dan daerah kecil. Daerah kecil
menurut Supomo adalah desa (sama dengan pengertian yang diberikan Yamin) dan
susunan pemerintahan asli lainnya yang semacam atau setingkat desa. Disamping
desa, Supomo menghendaki pula agar susunan asli yang berupa kerajan-kerajaan
yang berstatus sebagai ”zelfbestrurende landschappen”, tetap dipertahankan sebagai
suatu pemerintahan daerah dalam lingkungan negara kesatuan.
Ketiga: Pemerintah daerah yang disusun tersebut menurut Supomo adalah daerah
otonom. Hal ini nyata dari keterangan Supomo baik pada tanggal 15 Juli 1945
maupun tanggal 18 Agustus 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah
akan mempunyai dewan permusyawaratan rakyat (15 Juli) atau dewan
perwakilan rakyat (18 Agustus). Adanya dewan perwakilan rakyat pada
pemerintahan daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai hak
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (daerah otonom). Demikian
pemahaman Supomo mengenai rumusan pemerintah daerah dalam Rancangan
Undang-Undang Dasar. Karena itu agak sedikit mengherankan kata Bagir
Manan,28) kalau Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang disusun
supomo itu mencantumkan ”Di daerah-daerah yang bersifat otonomi (streek dan
localerechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka”.

25
) Ibid.
26
) Muhamad Yamin, op cit, hlm 366.
27
) Bagir Manan, op cit, hlm 17
28
) Ibid, hlm 19.

7
Sedangkan menurut pandangan dasar Supomo sendiri seperti diutarakan tanggal
15 Juli 1945 dan 18 Agustus 1945, pemerintahan di daerah hanya akan tersusun
dari daerah otonom.
Keempat: Meskipun rumusan mengenai pemerintahan daerah bersumber dari Rancangan
Yamin, tetapi penjelasan penjelasan Supomo antara lain mengenai ”daerah-
daerah yang bersifat istimewa” memberikan pemandangan dan pengertian yang
jelas dan sekaligus kepastian kedudukan susunan pemerintahan asli dalam negara
Indonesia merdeka.
3. Amir.
Dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Amir mengatakan:”.... walaupun tidak
dimasukkan dalam grondwet supaya pemerintah kita disusun dengan sedemikian rupa,
sehingga diadakan dekonsentrasi29) sebesar-besarmya. Pulau-pulau di luar Jawa, supaya
diberi pemerintahan disana, supaya rakyat disana berhak mengurus rumah tangganya sendiri
dengan seluas-luasnya. 30)
Berdasarkan pandangan Amir tersebut, Supomo menyatakan akan dibicarakan
kemudian. Soekarno sebagai ketua PPKI yang membacakan Rancangan Undang-Undang
Dasar, untuk memperoleh persetujuan, membacakan pula Pasal 18 yang mengatur tentang
Pemerintahan Daerah. Ketentuan yang dibacakan Soekarno berbeda dengan yang diutarakan
supomo ”Pemerintahan Daerah disusun dalam undang-undang.” 31) Pasal 18 dibacakan
Soekarno sama dengan Rancangan Yamin yang kemudian menjadi Pasal 18 Undang-Undang
Dasar 1945.

4. Ratulangi.
Dalam sidang yang sama (18 Agustus 1945) Ratulangi mendukung pendapat Amir
dengan menyatakan:
Saya tidak akan mengucapkan dekonsentrasi dan desentralisasi, tetapi artinya....
supaya daerah pemerintahan dibeberapa pulau-pulau besar diberi hak seluas-luasnya
untuk mengurus keperluannya menurut kehendaknya sendiri, tetapi dengan memakai
pikiran persetujuan, bahwa daerah-daerah itu adalah daerah dari pada Indonesia, dari
satu negara. Kebutuhan, keperluan daerah-daerah disana harus mendapat perhatian
sepenuhnya, yaitu dengan mengadakan suatu peraturan yang akan mengarahkan
kepada pemerintahan daerah kekuasaan penuh untuk mengurus keperluan daerahnya
sendiri.32)

Suatu hal yang menarik dari Amir dan Ratulangi adalah permintaan mereka agar
daerah diberi hak mengatur rumah tangga sendiri seluas-luasnya (otonomi luas). Permintaan
Amir dan Ratulangi tersebut disetujui sepenuhnya oleh Supomo yang menyatakan ” badan
kita harus menerima sebagai dasar, bahwa urusan rumah tangga pada dasarnya harus
diserahkan kepada daerah...... jikalau kita membentuk undang-undang tentang pemerintahan
daerah harus dihormati keinginan rapat, bahwa pada dasarnya urusan rumah tangga harus
diserahkan kepada pemerintahan daerah. Ada beberapa pengecualian, tetapi pada dasarnya
harus diserahkan kepada daerah”. Dari pembicaraan-pembicaraan selanjutnya, tidak ada
anggota PPKI yang membantah pendapat Amir, Ratulangi dan Supomo. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menerima prinsip otonomi
seluas-luasnya dan pelaksanaannya diatur dengan undang-undang. Pandangan-pandagan, baik
yang disampaikan Hatta jauh sebelum Undang-Undang Dasar dirancang (1932), maupun
29
) Yang dimaksud Amir dengan dekonsentrasi adalah desentralisasi. Ini ternyata dari keterangan
selanjutnya yang menyatakan “berhak mengurus rumah tangganya sendiri dengan seluas-luasnya.
30
) Muhamad Yamin, op cit, hlm 410.
31
) Ibid, hlm 401
32
) Ibid, hlm 413.

8
pandangan yang disampaikan Yamin, Supomo, Amir, Ratulagi dan penerimaan bulat oleh
semua anggota BPUPKI dan PPKI, merupakan dasar-dasar untuk memahami secara tepat
pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 dasar-dasar itu adalah:
Pertama: Pemerintahan daerah merupakan susunan pemerintahan dalam negara kesatuan
Republik Indonesia. Kedua: Pemerintahan daerah yang dikehendaki adalah pemerintahan
daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (daerah otonom). Dengan
perkataan lain, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengatur mengenai daerah
otonom. Ketiga: Pemerintahan daerah diselenggarakan berdasarkan otonomi seluas-luasnya
Sebagaimana diuraikan diatas Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Sebagaimana diketahui
sejak kemerdekaan hingga sekarang, desentralisasi dan otonomi daerah ditandai dengan
serangkaian Undang-undang mengenai Pemerintah(an) Daerah dengan berkali-kali diganti
atau diubah.

Soal:
1. Jelaskan perbedaan pengertian pemerintah dengan pemerintahan.
2. Siapa pencetus pertama otonomi daerah sebelum terbentuknya UUD NRI Tahun
1945?
3. Sebutkan pokok-pokok pemikiran Supomo mengenai pemerintahan daerah dalam
sidang-sidang BPUPKI dan PPKI?
4. Jelaskan apa dasar-dasar untuk memahami secara tepat pemerintahan daerah dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 menganut prinsip otonomi seluas-luasnya dan
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang

Anda mungkin juga menyukai