Anda di halaman 1dari 9

Nama : Ilham Rasyid Irfany

Nim : D1A021443

Pemerintahan Daerah

Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan Amanat Pasal 18 UUD Negara RI Tahun
1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan
terakhir Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Secara substansial undang-undang tersebut mengatur tentang bentuk susunan


penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara normatif undang-undang tersebut telah mampu
mengikuti perkembangan perubahan kepemerintahan daerah sesuai zamannya. Secara empiris
undang-undang tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebelum
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yakni Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 dan undang-undang sebelumnya memberikan implikasi terhadap kedudukan dan
peran formal kekuasaan eksekutif lebih dominan dari kekuasaan legislatif daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan undang-undang sebelumnya, kedudukan


kepala daerah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif, memiliki kewenangan yang lebih besar
daripada kekuasaan DPRD sebagai pelaksana kekuasaan legislatif. Secara ekstrem dapat
dikatakan bahwa kepala daerah tidak dapat diberhentikan langsung oleh DPRD. Kepala
daerah tidak bertanggung jawab sepenuhnya kepada DPRD, dan dalam pelaksanaan tugasnya
hanya memberikan keterangan pertanggungjawaban.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lahir dalam kancah
rentaknya reformasi di Indonesia. Kelahiran undang- undang tersebut untuk menjawab
kebutuhan tuntutan reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan
DPRD berbalik menjadi lebih kuat dibanding dengan kekuasaan eksekutif, dengan beberapa
kewenangan yang dimiliki, antara lain kewenangan memilih kepala daerah dan kewajiban
kepala daerah untuk memberikan laporan pertanggung jawaban mengenai penyelenggaraan
pemerintahan daerah, serta beberapa hak lainnya misalnya hak meminta keterangan, hak
penyelidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak menentukan anggaran DPRD.
Dengan keadaan tersebut dapatlah dikatakan bahwa telah terjadi perubahan radial dalam
sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah, Paling substansial adalah dalam penggunaan
kewenangan yang dimiliki para penyelenggara kekuasaan oleh pemerintah termasuk
pemerintah daerah, lebih khusus lagi hubungan lembaga eksekutif dan lembaga legislatif
daerah sebagai unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam kondisi
hubungan yang tidak memiliki pola hubungan kewenangan yang menganut kesetaraan atau
kemitraan, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.

Berdasarkan suatu teoretis atau asumsi-asumsi yang dapat diungkapkan adalah pola
hubungan kewenangan yang setara, seimbang, dan sinergis, antar pemegang kekuasaan, yakni
lembaga eksekutif dan lembaga legislatif daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, akan dapat menjadi basis ke arah terciptanya sistem checks and balances sebagai
prasyarat ke arah perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih demokratis,

Pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem NKRI. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam daerah otonom terdapat unsur-
unsur sebagai berikut.

Unsur batas wilayah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah adalah
sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam
melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan kewajiban tertentu sebagai warga
masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum
pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi
lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah
perbatasan antar daerah.

Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah
dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan
daerah lainnya.

Unsur pemerintahan. Eksistensi pemerintahan di daerah, didasarkan atas legitimasi


undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah, untuk
menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur berdasarkan kreativitasnya
sendiri. Elemen 1pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintah daerah dan lembaga DPRD
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Unsur masyarakat. Masyarakat sebagai elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan


masyarakat hukum, baik gemeinschaft maupun gesselschaft jelas mempunyai tradisi,
kebiasaan, dan adat istiadat yang turut mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari
bentuk cara berpikir, bertindak, dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-
bentuk partisipatif budaya masyarakat antara lain gotong royong, permusyawaratan, cara
menyatakan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan dengan asas-asas sebagai


berikut:

 Asas desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah


kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem NKRI.
 Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.
 Asas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah atau desa dari
pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten, kota dan desa serta dari
pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Asas desentralisasi ini dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, yakni
penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagian hak, dengan objek hak
tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak pemerintahan
tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan objek hak berupa kewenangan
pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan pemerintahan, namun mash tetap dalam
kerangka NKRI. Pemberian hak ini, senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada si
pemilik hak dalam hal ini presiden melalui Menteri Dalam Negeri dan DPRD sebagai
kekuatan representatif rakyat di daerah.

Asas dekonsentrasi adalah asas pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya


kewenangan itu ada di tangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan strategi
1
Dr.H.Siswanto Sunarno, S.H,. M. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Makassar, 2005 Halaman 6--7
dan 54-55
kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi
vertikal di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan
sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dekonsentrasi ini dahulu disebut desentralisasi jabatan,(ambteleijke desentralisatie).Sekedar


untuk perbandingan dapatlah di sini dikemukakan beberapa perumusan sebagai berikut:

1. A.M. Donner.

Dekonsentrasi adalah pengarahan pada pengumpulan semua kekuasaan memutuskan pada


satu atau sejumlah jabatan yang sedikit-dikitnya. Sebaliknya desentralisasi menunjuk pada
gejala bahwa kekuasaan itu makin dibagi-bagikan ke pada berbagai jabatan-jabatan.
Dekonsentrasi dan desentralisasi itu dapat dibedakan antara yang vertikal dan horizontal.

2. Amrah Muslim S.H.

Dekonsentrasi ialah penyerahan sebagian dari kekuasaan Pemerintah Pusat pada alat-alat
Pemerintah Pusat yang ada di Daerah

3. S.L.S. Danoeredjo S.H.

a) Dekonsentrasi secara tidak teknis adalah tindakan mengambil atau melepaskan dari suatu
pusat yang sama.

b) Secara teknis berarti pelimpahan wewenang dari organ organ lebih tinggi kepada organ-
organ bawahan setempat dan administratif

Menurut sendi dekonsentrasi seluruh wilayah negara dibagi dalam daerah-daerah


administratif atau daerah jabatan yang masing-masing dikepalai oleh wakil Pemerintah Pusat.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah dijelaskan bahwa bentuk dan susunan pemerintah
daerah itu harus mengingat dasar permusyawaratan dalam' sistem pemerintahan negara serta
hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa dan dalam penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945 telah disebutkan/ditunjukkan bahwa:

1) Daerah tidaklah bersifat sebagai staat.

2) Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam propinsipropinsi yang kemudian dibagi
lagi dalam daerah-daerah yang lebih kecil.
3) Daerah itu bisa bersifat otonom dan bisa pula bersifat administratif.

4) Daerah otonom di bawah badan perwakilan daerah sesuai dengan dasar permusyawaratan
dalam sistem permufakatan Negara.

5) Ketentuan-ketentuan tersebut tidak berlaku bagi daerahdaerah yang bersifat istimewa


yakni daerah-daerah swapraja

Jadi dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pe merintah, Kepala Wilayah atau
Kepala Instansi vertikal tingkat atasannya kepada Pejabat-pejabatnya di daerah.

Asas pembantuan adalah sebagai contoh tugas yang diberikan dari instansi atas kepada
instansi bawahan yang ada di daerah sesuai arah kebijakan umum yang ditetapkan oleh
instansi yang memberikan penugasan, dan wajib mempertanggungjawabkan tugasnya it
kepada instansi yang memberikan penugasan. / Dalam asas tugas pembantuan ini, telah
tersirat dan tersurat bahwa tugas pembantuan kepada pemerintahan desa merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota.
Hal ini patut disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali potensi di
daerahnya sendiri bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namun pertumbuhan desa
itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan dan justru pemerintahan desa tidak dapat
menjalankan fungsinya arena keterbatasan penggalian untuk sumber desa.

Konsep pemikiran tentang Otonomi Daerah, mengandung pemaknaan terhadap eksistensi


otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pemikiran pertama, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya. Arti seluas-luasnya ini mengandung makna bahwa daerah diberikan
kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat.

Pemikiran kedua, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban
yang senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap
daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun otonomi yang, bertanggung jawab
adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip di atas; penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan
aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga
harus menjamin keserasian hubungan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya.
Artinya, mampu membangun kerja sama antardaerah untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama dan mencegah ketimpangan antardaerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa
otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan
pemerintah.

Artinya, harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tegaknya
NKRI dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Agar otonomi daerah itu dapat dilaksanakan
sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman, seperti dalam penelitian, supervisi, pengendalian, koordinasi,
pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu, pemerintah wajib memberikan fasilitas-fasilitas
yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar
dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan
peraturan perundang undangan.

Berdasarkan asas umum pemerintahan ini, yang menjadi urusan pemerintahan daerah
meliputi hal berikut:

1. Bidang legislasi, yakni atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah (Perda) dan
peraturan kepala daerah yang meliputi Perda provinsi kabupaten/kota. Peraturan
kepala daerah meliputi peraturan gubernur dan/atau peraturan bupati/walikota.
2. Masalah perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan,
dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
3. Perencanaan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.2
2
Amrah Muslim S.H, Ichtisar Perkembangan Otonomi Daerah, 1903 - 1958,
Pemerintahan daerah dalam rangka mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan maka pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan suatu pijakan utama dalam penetapan


strategi kebijakan dalam pembangunan daerah. Hakikat makna kesejahteraan adalah
menyangkut hajat hidup orang banyak yang meliputi beberapa dimensi. Di bidang politik,
diarahkan kepada sistem pembinaan politik di daerah yang dinamis, demokratis, lebih khusus
adalah pembinaan kehidupan politik rakyat schingga dapat ikut berperan serta dalam setiap
proses pembangunan di daerah.

Di bidang ekonomi, diarahkan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam


kegiatan perekonomian dan perdagangan, serta jasa dengan menghindari praktik monopoli,
kolusi, dan nepotisme. Di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, diarahkan kepada
peningkatan kualitas kehidupan sosial, peningkatan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan
masyarakat sehingga dapat meningkatkan angka pertumbuhan penduduk yang berkualitas
baik dari aspek lahiriah maupun batiniah.

Di bidang budaya, diarahkan kepada peningkatan kualitas budaya daerah dengan tetap
melestarikan budaya luhur bangsa berdimensi nasional maupun internasional sehingga dapat
mempererat jiwa nasionalisme dalam bingkai NKRI. Di samping itu, dengan pelestarian
budaya daerah dapat meningkatkan kegiatan pariwisata daerah yang dapat meningkatkan
devisa maupun peningkatan pendapatan penduduk lokal. Di bidang agama, diarahkan kepada
peningkatan kualitas kehidupan beragama sehingga dapat menjamin kebebasan kepada para
pemeluknya untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Kerukunan kehidupan beragama senantiasa dipupuk untuk meningkatkan persatuan dan
kesatuan bangsa gun menghindari adanya konflik sosial, maupun konflik antarpenganut
agama.

Diambatan, Jakarta, 1960, halaman 3, ditulis oleh Drs. Musanef,


Sistem, Pernerintahan Di Indonesia, Gunung Agung - Jakarta XXXTV, 1985,
hal 19
S.LS. Danoeredjo, Mr., Struktur Administrasi dan Sistem Pemerintahan di Indo
mesia, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 1961, halaman 36,
ditulis oleh Dra. Musanef, Sistem Pemerintahan Di Indonesia, Gunung Agung
Jakarta MCML XXXV, 1985, hal 20.
Di bidang hukum dan keamanan diarahkan untuk meningkatkan kualitas ketaatan dan
kepatuhan kepada hukum nasional maupun hukum adat setempat sehingga dapat menjamin
keteraturan dan ketertiban, serta dapat menciptakan rasa aman guna menunjang kesejahteraan
umum.

Bidang pelayanan umum pemerintahan meliputi pemberian perizinan, tekomendasi, surat


keterangan yang dapat menunjang kegiatan usaha masyarakat lokal dengan berpegang pada
prinsip pemberian pelayanan prima.

Adapun peningkatan daya saing daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah itu sendiri.
Hakikat penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi
lokal yang berbasis daya saing. Segala aturan perundang-undangan yang sangat birokratis dan
memberikan implikasi biaya tingei (high cost) perlu dipangkas, khususnya pemberlakuan
peraturan-peraturan daerah yang tidak sinkron dengan kebijakan peningkatan daya sains.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan maka pemerintah daerah memiliki hubungan


dengan pemerintah dan pemerintah daerah lainnya, yang meliputi wewenang keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya, Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, serta sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan in akan menimbulkan hubungan administrasi
dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.

Di dalam pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya diperlukan


lembaga penyelenggara otonomi daerah meliputi pemerintah daerah provinsi, yang terdiri
atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi.

Adapun pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintahan daerah


kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tersebut di atas
meliputi kepala daerah dan perangkat daerah.

Di samping pemberian otonomi seluas-luasnya, dalam rangka membangun kebersamaan


dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI, maka negara dalam hal ini
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa dan negara juga mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat, beserta hak tradisionalnya sepanjang mash hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.3
3
Dr.H.Siswanto Sunarno, S.H,. M. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Makassar, 2005 Halaman 7-11

Anda mungkin juga menyukai