Anda di halaman 1dari 37

12

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut The Liang Gie (2003:44) Pemerintah Daerah adalah satuan-

satuan organisasi pemerintah yang berwenang untuk menyelenggarakan

segenap kepentingan setempat dari sekelompok yang mendiami suatu

wilayah yang dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah.

Setiap pemerintah daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang

dipilih secara demokratis. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing

sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kepala

daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi

disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota

disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas,

wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai

kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan

daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan

pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah

kepada masyarakat.

Urusan-urusan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam rangka

pelaksanaan asas desentralisasi merupakan kewenangan dan bertanggung

jawab daerah sepenuhnya. Dalam hal ini sepenuhnya diserahkan ke

daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, pelaksanaan,


13

maupun segi-segi pembiayaan, demikian juga perangkat daerah itu sendiri,

yaitu terutama dinas-dinas daerah (Daan Suganda,1999:87).

Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) mengamanatkan:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan

oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan perinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Tahun 1945.”

Selain itu, pada Pasal 18 ayat (5) juga mengamantkan bahwa,”

pemerintahan daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan

urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk

mengatur kewengan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang- undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa pemerintah daerah

adalah satuan organisasi pemerintah yang berwenang mengatur, mengurus dan

mengelola daerahnya serta mendapat hak untuk mengatur kewengan

pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang- undang

ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

b. Pembagian Urusan Pemerintahan

Dalam menyelenggarakan otonomi luas, urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan urusan
14

pemerintahan yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. (Rozali

Abdullah, 2011:15)

Menurut UU No.32 Tahun 2004 (dalam Rozali Abdullah,2011:15-

16), dijelaskan urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi

kewenangan pemerintahan pusat adalah :

1) Politik luar negeri adalah urusan pengangkatan pejabat diplomatik

dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga

internasional, menetapkan kebijakan luar negeri,melakukan perjanjian

dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri,

dan sebagainya.

2) Pertahanan, adalah misalnya mendirikan atau membentuk angkatan

bersenjata, menyatakan damai dan perang,menyatakan negara atau

sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan

mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan,

menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap

warga negara, dan sebagainya.

3) Keamanan, adalah misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian

negara,menetapkan kebijakan keamanan nasional,menindak setiap

orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau

organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan

sebagainya.
15

4) Moneter dan fiskal nasional, adalah misalnya mencetak uang dan

menentukan nilai mata uang,menetapkan kebijakan moneter dan

fiskal, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.

5) Yustisi, adalah misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat

hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga Permasyarakatan, menetapkan

kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan

grasi,amnesti,abolisi, membentuk undang-undang,peraturan pengganti

undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan lain yang

berskala nasional, dan lain sebagainya.

6) Agama, adalah menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara

nasioanal, memberi hk pengakuan terhadap keberadaan suatu agama,

menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan,

dan sebagainya.

Sementara itu, menurut ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU No.32 Tahun

2004 (dalam Rozali Abdullah,2011:22), urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan

yang berskala kabupaten/kota yang meliputi :

1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.

3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

4) Penyediaan sarana dan prasarana umum.

5) Penanganan bidang kesehatan.

6) Penyelenggaraan pendidikan.
16

7) Penanggulangan masalah sosial.

8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan.

9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.

10) Pengendalian lingkungan hidup.

11) Pelayanan Pertanahan

12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.

13) Pelayanan adminbistrasi umum pemerintahan.

14) Pelayanan administrasi penanaman modal

15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan

16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada

bagian tertentu dalam urusan pemerintahan yang berskala nasional yang tidak

diserahkan kepada daerah, dan adapula urusan pada bidang tertentu yang

penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.

c. Pusat Pemerintahan

Menurut Soekarno dalam Ambarita (2010:13), ibukota kabupaten

yaitu kota tempat kedudukan pusat pemerintahan kabupaten, dalam

perkembangannya dapat menjelma menjadi kota yang makin mempunyai ciri

dan tingkat kemajuan yang memenuhi syarat untuk diklasifikasikan sebagai

kota. Bila tahap perkembangan yang demikian itu terjadi, dijumpai suatu

dilema karena kota dan kabupaten mempunyai tingkat yang sama


17

tatanannya dari segi hierarki administrasi pemerintahan. Tatanan

pemikiran sistem pemerintahan yang berlaku, menimbulkan

kecenderungan yang mengarah kepada diambilnya keputusan untuk

memindahkan lokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten keluar dari kota

kedudukannya semula. Seperti yang akan terjadi pada Kabupaten Padang

Pariaman, yaitu memindahkan pusat pemerintahannya dari Kota Pariaman

ke Nagari Parit Malintang, salah satu wilayah Nagari dalam wilayah

Kabupaten Padang Pariaman.

Purba dalam Ambarita (2010:13), mengungkapkan bahwa kawasan

pusat pemerintahan merupakan tempat untuk melaksanakan segala sesuatu

hal yang berkaitan dengan pemerintahan, baik itu kegiatan politik dan

administatif, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal mengenai

politik dan pemerintahan. Salah satu tujuan dari direncanakannya

pemindahan pusat pemerintahan yaitu untuk meningkatkan kualitas

pelayanan bagi masyarakat dimana hal itu tidak dapat dilepaskan dari

peran pemerintah sendiri dalam melaksanakannya. Daerah yang terpilih

harus bisa menjalankan fungsi utama dari sebuah ibukota yaitu :

1) Pusat Administrasi Pemerintahan

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan fungsi

sebagai pusat administrasi pemerintah sangat didukung oleh kemampuan

daerah tersebut dalam mengelola suatu sistem kelembagaan pemerintah

yang ada. Faktor yang dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah

menjadi pusat administrasi adalah kualitas SDM yang dimiliki daerah


18

tersebut, dengan variabel rasio ketergantungan ( dependency ratio)

yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia tidak produktif

dengan jumlah penduduk usia produktif. Variabel ini diharapkan dapat

menggambarkan potensi sumber daya manusia suatu daerah yang

dibutuhkan dalam pengelolaan pemerintahan daerah tersebut.

2) Pusat Pelayanan Masyarakat

Jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas

peribadatan dan ketersediaan sarana transportasi, dapat digunakan untuk

mengetahui ketersediaan fasilitas pelayanan dalam mendukung

peningkatan pelayanan masyarakat secara keseluruhan.

3) Pusat Pengembangan Wilayah Sekitar

Kemampuan suatu daerah dalam mengembangkan daerah sekitarnya

dapat dilakukan jika daerah tersebut telah dapat melewati ambang batas

pertumbuhan yang mampu menyangga kebutuhan sendiri. Untuk dapat

mencapai pertumbuhan tersebut didukung oleh kondisi perekonomian yang

memadai.

Menurut Hamid dalam Ambarita (2010:14), ada beberapa faktor dan

indikator untuk menentukan lokasi atau wilayah ibukota kabupaten yaitu

meliputi:

a. Faktor lingkungan makro adalah dorongan lingkungan baik dari

dalam maupun dari luar seperti dorongan ketersediaan ruang atau

lahan untuk menjadikan ibu kota kabupaten sebagai pusat

pemerintahan, pusat pengendalian dan pertumbuhan pembangunan.


19

b. Faktor endowment daerah yaitu ketersediaan SDM yang memadai dan

SDA yang potensial serta tingkat pengetahuan masyarakat yang cukup

sebagai calon warga ibukota kabupaten, sedangkan yang dimaksudkan

dengan SDA yang potensial adalah ketersediaan sumber air, tanah dan lain

sebagainya.

c. Faktor budaya yang meliputi sifat dan perilaku masyarakat, adat istiadat

yang memberikan dukungan terhadap penetapan ibukota kabupaten dan

pusat pemerintahan.

Disamping faktor-faktor tersebut ikut menentukan kelayakan

lokasi ibu kota Kabupaten yaitu daya dukung alam seperti yang disebut

diatas antaranya lahan dan sumber air, akses kemudahan pelayanan serta

ketersediaan infrastruktur dasar seperti jalan raya yang ada sehingga dapat

meringankan beban pembiayaan infrastruktur dan sekaligus telah

berfungsi dengan dimulainya pembangunan sarana pemerintahan didalam

wilayah ibukota kabupaten.

2. Otonomi Daerah

Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya

memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan

dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan

demikian, tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan

penerapan otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak

diabaikan, serta memelihara kesinambungan fiskal secara nasional. (H.A.W

Wijaya, 2002:2)
20

Menurut UU No. 22 Tahun 1999 (dalam Sri Soemantri, 2014:13)

“Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah daerah dengan daerah otonom adalah proses peralihan dari

sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi (H.A.W Wijaya, 2002:76).

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil

pemerintah dan/atau kepala instansi vertikal wilayah tertentu (UU No. 32

Tahun 2004).

Sesuai dengan rumusan diatas, otonomi daerah adalah kewenangan

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan undang-

undang.

Upaya untuk melaksanakan otonomi daerah yang telah dimulai

tanggal 1 Januari 2001 adalah merupakan tekad bersama, baik pusat maupun
21

daerah. Tentu dalam hal ini harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati

agar mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut

Menurut H.A.W Wijaya (2002:90), Ada beberapa strategi yang

dilakukan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain :

a) Penataan Kewenangan

Langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah daerah dalam

mewujudkan otonomi daerah yang luas,nayata, dan bertanggung

jawabdi era reformasi dan desentralisasi pemerintahan dalam

melakukan penataan pemilahan kewenangan, organisasi perangkat

daerah dekonsentrasi, standar pelayanan minimal serta kemitraan

badan eksekutif dan legislatif.

b) Penyelenggaraan otonomi daerah

Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemerintahan, yaitu Kepala Daerah dan Lembaga DPRD dan birokrasi

setempat yang terpisah dari lembaga-lembaga pemerintah dan

birokrasi pemerintah.

c) Pemberdayaan Daerah

Keberhasilan otonomi daerah adalah dengan kerja keras dan disiplin

semua pihak dan melalui proses serta mekanisme institusi dan

konstitusi yang telah disepakati dengan memanfaatkan segala potensi

yang ada secara rasional,efesien efektif, dan profesional.

d) Prasyarat Daerah Otonomi

 Adanya kesiapan sumber daya manusia aparatur yang berkeahlian.


22

 Adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai urusan

pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat,sesuai

dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.

 Tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintahan daerah

 Bahwa otonomi daerah yang kita terapkan adalah otonomi daerah

dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.

e) Pola Daerah Otonom

3. Konsep Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Mangkunegara (2005:67) kinerja ialah hasil kerja baik secara kualitas

maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai

(2009:532) kinerja diartikan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk

melakukan suatu kegiatan, dan menyempurnakannya sesuai tanggung

jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Lalu menurut Sedarmayanti (2007 : 259-260), Kinerja (performance)

berasal dari kata “to perform” yang berarti :

1. Perbuatan, melaksankan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan

pekerjaan yang berdaya guna.

2. Pencapaian/prestasi seseorang berkaitan dengan tugas yang diberikan

kepadanya.

3. Hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu

organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat


23

ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan

dengan standar yang telah ditentukan).

4. Catatan mengenai outcome yang dihasilkan dari suatu aktivitas

tertentu, selama kurun waktu tertentu pula.

5. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan

moral maupun etika.

“Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang

di dalam melaksanakan suatu pekerjaan (Edy Sutrisno, 2011 : 170)”. Ada

beberapa pendapat tentang pengertian kinerja, seperti yang dikemukakan oleh

Widodo (dalam Harbani Pasolong, 2010 : 1175) yang mengatakan bahwa

kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai

dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Lebih lanjut Irianto (dalam Edy Sutrisno, 2011 : 171) mengemukakan

bahwa kinerja pegawai adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam

melakukan tugas. Sedangkan Sinambela dkk. (dalam Harbani Pasolong,

2010 : 176 ) mendefinisikan kinerja pegawai sebagai kemampuan pegawai

dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal senada dikemukakan

oleh Stephen Robbins (dalam Harbani Pasolong, 2010 : 176), bahwa kinerja

adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai

dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.


24

Lebih tegas lagi Cormick dan Tiffin (dalam Edy Sutrisno, 2011 : 172)

mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan

dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh

mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kualitas adalah adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya,

yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan.

Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan,

dan lamanya masa kerja dalam tahun yang telah dijalani.

Menurut Miner (dalam Edy Sutrisno, 2011 : 170), kinerja adalah

bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai

dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Selanjutnya Gibson (dalam

Harbani Pasolong, 2010 : 176), mengatakan bahwa kinerja seseorang

ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan.

Sedangkan Timpe (dalam Harbani Pasolong, 2010 : 76), kinerja adalah

prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku

manajemen. Hasil penelitian Tempe menunjukkan bahwa lingkungan kerja

yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai

yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan

senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya.

Marwansyah (2012:228) mengemukakan bahwa kinerja adalah

pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya. Kinerja dapat pula dipandang sebagai perpaduan dari

hasil kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang) dan kompetensi
25

(bagaimana seseorang mencapainya). Lawler dan Porter dalam Edy

(2011:170) menyatakan bahwa kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam

melaksanakan tugas.

Mengacu dari beberapa pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan

kinerja pegawai dalam tulisan ini adalah hasil kerja pegawai yang dapat

dilihat pada aspek kualitas, kuantitas, waktu kerja, dan kerja sama untuk

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dimana pekerjaan tersebut haruslah

secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas pegawai tersebut harus

mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan tidak bertentangan dengan moral

dan etika yang berlaku umum.

b. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan. Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan

diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat

kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah

kegiatan selesai dan berfungsi. Indikator kinerja digunakan untuk

meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari pegawai yang bersangkutan

menunjukkan kemampuan dalam rangka menuju tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan. Sedarmayanti,2007:198).

Menurut Wibowo (2007:101-102),indikator kinerja atau

performance indicators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian

dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang


26

membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat

dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu,

indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan

secara lebih kualitatif atau dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator

kinerja juga menganjurkan sudut pandang prospektif (melihat ke depan)

daripada retrospektif (melihat ke belakang). Hal ini menunjukkan jalan

pada aspek kinerja yang perlu diobservasi.

Lebih lanjut Hersey dkk. (dalam Wibowo, 2007 :102)

mengatakan:“Terdapat tujuh indikator kinerja, dua diantaranya

mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Tanpa adanya

dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.

Namun, kinerja memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi,

peluang, standar, dan umpan balik. Ke tujuh indikator kinerja tersebut

adalah sebagai berikut (Wibowo, 2007:102-105) :

1. Tujuan

Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh

seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut

mengandung makna bahwa tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih

baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian,

tujuan menunjukkan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar

tersebut dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan, untuk mencapai tujuan

diperlukan kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja organisasi.


27

Kinerja individu maupun kinerja organisasi berhasil apabila dapat

mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Standar

Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu

tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan

yang diinginkan dapat dicapai. Standar juga menjawab pertanyaan tentang

kapan kita mengetahui bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang

dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau

disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3. Umpan Balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk

mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan.

Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai

hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.

4. Alat atau Sarana

Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan

untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana

merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau

sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan sebagaimana

seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.

5. Kompensasi

Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi

merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang untuk menjalankan


28

pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan

lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang

mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk

melakukan suatu pekerjaan.

7. Peluang

Pegawai perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi

kerjanya. Ada dua faktor yang menyebabkan adanya kekurangan kesempatan

untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi

syarat.

Sedangkan Dharma (2004:27) mengemukakan indikator kinerja

pegawai antara lain :

a. Input

Input terdiri dari keahlian, pencetak dan kepiawaian yang dibawa oleh

individu ke dalam pekerjaannya.

b. Proses

Yaitu bagaimana individu berperilaku dalam melaksanakan pekerjaan

mereka,kompetensi keprilakuan yang mereka bawa dalam memenuhi

tanggung jawab mereka.


29

c. Output

Yaitu hasil yang dapat diukur dan dicapai oleh individu menurut tingkat

kinerja yang mereka capai dalam melaksanakan tugas mereka.

d. Outcome

Yaitu dampak dari apa yang telah dicapai oleh kinerja individu terhadap

hasil kelompok , departemen dan unit kerja.

Mitchel dalam Sedarmayanti (2007:51) mengemukakan indikator-

indikator kinerja yaitu sebagai berikut :

1. Kualitas Kerja (Quality of work)

2. Ketetapan Waktu (Pomptnees)

3. Inisiatif (Initiative)

4. Kemampuan (Capability)

5. Komunikasi (Communication)

Indikator kinerja pegawai di atas akan dibahas di bawah untuk

lebih mempermudah dalam memahami kinerja pegawai, yaitu sebagai

berikut :

1) Kualitas Kerja (Quality of work) adalah kualitas kerja yang dicapai

berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya yang tinggi pada

gilirannya akan melahirkan penghargaan dan kemajuan serta

perkembangan organisasi melalui peningkatan pengetahuan dan

keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semakin berkembang pesat.


30

2) Ketetapan Waktu (Pomptnees) yaitu berkaitan dengan sesuai atau tidaknya

waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang direncanakan.

Setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai dengan rencana agar

tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain.

3) Inisiatif (Initiative) yaitu mempunyai kesadaran diri untuk melakukan

sesuatu dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab. Bawahan

atau pegawai dapat melaksanakan tugas tanpa harus bergantung terus

menerus kepada atasan.

4) Kemampuan (Capability) yaitu diantara beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang, ternyata yang dapat diintervensi atau

diterapi melalui pendidikan dan latihan adalah faktor kemampuan yang

dapat dikembangkan.

5) Komunikasi (Communication) merupakan interaksi yang dilakukan oleh

atasan kepada bawahan untuk mengemukakan saran dan pendapatnya

dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Komunikasi akan

menimbulkan kerjasama yang lebih baik dan akan terjadi

hubunganhubungan yang semangkin harmonis diantara para pegawai dan

para atasan, yang juga dapat menimbulkan perasaan senasib

sepenanggungan.

Pendapat tersebut mengatakan bahwa untuk mendapatkan kinerja

pegawai yang optimal yang menjadi tujuan organisasi harus

memperhatikan aspek-aspek kualitas pekerjaan, ketetapan waktu, inisiatif,

kemampuan serta komunikasi.


31

Secara umum, indikator kinerja memiliki fungsi sebagai berikut :

 Memperjelas tentang apa, berapa, dan kapan kegiatan dilaksanakan.

 Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi bagi semua staf.

 Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja

organisasi. (Sedarmayanti, 2007:198).

Adapun pada penelitian ini, indikator kinerja yang digunakan untuk

melihat bagaimana kinerja pegawai di Kantor Bupati Padang Pariaman adalah

indikator kinerja yang dikemukakan oleh Mitchel, yaitu : quality of work,

poptnees, initiative,capability,dan communication. Karena ini dapat digunakan

untuk menganalisis bagaimana kinerja seorang pegawai dan bisa memberikan

evaluasi terhadap baik atau buruknya yan dihasilkan. Disisi lain, indikator ini

jua dapat menukur apakah kinerja para pegawai sudah optimal dan sesuai

dengan tujuan organisasi.

c. Pengukuran Kinerja

Menurut Mahmudi (2013 : 6), “Pengukuran kinerja merupakan suatu

proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran

yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber

daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa,

perbandingan hasil kegiatan dengan target , dan efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan .

Selanjutnya Mahmudi (2013 : 14), menjelaskan bahwa ada enam

tujuan dari pengukuran kinerja di sektor publik, antara lain :


32

1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

Pengukuran kinerja berfungsi sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat

ketercapaian tujuan dan juga menunjukkan apakah organisasi berjalan

sesuai arah yang semestinya atau menyimpang dari tujuan yang

ditetapkan.

2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

Pengukuran kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai

tentang bagaimana seharusnya bertindak, dan memberikan dasar

perubahan perilaku,sikap, kemampuan, atau pengetahuan yang harus

dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.

3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya

Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana untuk perbaikan kinerja

dimasa yang akan dating.

4. Memberikan pertimbangan dalam pembuatan keputusan pemberian

penghargaan (reward) dan hukuman (punishment)

Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar bagi atasan untuk

memberikan penghargaan (reward), misalnya kenaikan gaji, tunjangan,

dan promosi, atau punishment misalnya pemutusan kerja, penundaan

posisi, dan teguran.

5. Memotivasi Pegawai

Pengukuran kinerja bertujuan untuk meningkatkan motivasi pegawai.

Dengan adanya pengukuran kinerja, maka pegawai yang bekinerja tinggi

akan memperoleh reward. Reward tersebut memberikan motivasi pegawai


33

untuk berkinerja lebih tinggi dengan harapan kinerja yang tinggi akan

memperoleh kompensasi yang tinggi.

6. Menciptakan akuntabilitas publik

Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong

terciptanya akuntabilitas publik. Dengan adanya pengukuran kinerja maka

laporan dari pengukuran kinerja tersebut dapat digunakan untuk

mengevaluasi kinerja pegawai,menilai tingkat transparansi dan

akuntabilitas publik.

Dwiyanto (dalam Harbani Pasolong, 2010 : 178), menjelaskan

beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik,

yaitu :

a) Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi

juga mengukur efektivitas pelyanan. Produktivitas pada umumnya

dipahami sebagai ratio antara input dan output. Sedangkan yang

dimaksud dengan produktivitas menurut Dewan Produktivitas

Nasional,adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan

mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini (harus) lebih

baik dari pada hari kemarin, dan hari esok (harus) lebih baik daripada

hari ini.

b) Kualitas Layanan, yaitu cenderung menjadi penting dimana

kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator

kinerja aparat birokrasi publik.


34

c) Responsivitas, yaitu kemampuan aparat birokrat dalam mengenali

kebutuhan masyarakat, menyusun agenda prioritas pelayanan, dan

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat.

d) Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan

birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi.

e) Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang

dipilih oleh rakyat.

Menurut Wirawan (2009:69-71), dalam mengukur kinerja, terdapat

kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kuantitatif (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif merupakan ukuran

paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan

menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja yang harus dicapai

dalam kurun waktu tertentu. Contoh :

 Melakukan dan menyelesaikan empat survei setahun (pegawai

pada unit penelitian dan pengembangan)

 Minimal menyelesaikan lima permohonan izin sebulan

(pegawai bagian perizinan).

2. Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa

lengkap hasil yang harus dicapai. Kriteria ini antara lain

mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan


35

ketampanan), kemanfaatan atau efektivitas. Standar kualitas dapat

diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau

presentase kesalahan yang yang diperbolehkan per unit hasil kerja.

Contoh :

 Laporan evaluasi yang diajukan diterima tanpa revisi mimimal

75%

3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas. Kriteria yang menentukan

keterbatasan waktu untuk membuat sesuatu atau melayani sesuatu.

Kriteria ini menjawab pertanyaan seperti kapan, berapa cepat, atau

dalam peride apa. Contoh :

 Permohonan telah diajukan paling lambat tanggal 25 setiap

bulan (pegawai keuangan).

4. Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektiitas penggunaan

sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan

disyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan

bahan baku.

 Biaya perjalanan tidak melebihi anggaran 5% biaya perjalanan

tahun lalu.

 Melakukan penghematan pemakaian listrik sampai 10% dari

tahun lalu.

 Anggaran bahan bakar mobil dinas turun 25% dari tahun lalu.
36

5. Cara melakukan pekerjaan., digunakan sebagai standar kinerja jika

kontak personal, sikap personal, atau perilaku pegawai merupakan

faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan. Misalnya :

 Membantu teman sekerja yang memerlukan bantuan dengan

sabar walaupun sibuk mengerjakan pekerjaannya sendiri.

 Mematuhi peraturan dan prosedur kerja yang telah ditentukan.

6. Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir

yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini

menggunakan kata-kata sehingga dan agar supaya yang digunakan

jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan. Contoh :

 Mematikan lampu dan air conditioner (AC) saat

meninggalkan ruang kerja sehingga biaya listrik bisa dihemat

Wibowo (2007:230) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja yang

tepat dapat dilakukan dengan cara :

a. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan telah terpenuhi.

b. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan.

c. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.

d. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas.

e. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.

f. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Oleh karena itu, menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Wibowo,

2007 :230) orang yang melakukan pengukuran kinerja perlu memahami

persyaratan di antaranya :
37

1. Dalam posisi mengamati perilaku dan kinerja yang menjadi

kepentingan individu.

2. Mampu memahami tentang dimensi atau gambaran kinerja.

3. Mempunyai pemahaman tentang format skala dan instrumennya.

4. Harus termotivasi untuk melakukan pekerjaan rating secara sadar.

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Suatu organisasi dapat beroperasi karena kegiatan atau aktivitas

yang dilakukan oleh para pegawai. Menurut Prawirosentono (dalam

Harbani Pasolong, 2010 : 176), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

karyawan adalah sebagai berikut :

 Efektivitas dan efisiensi

Dikatakan efektif apabila kinerja pegawai telah mencapai tujuan, dan

dikatakan efisien apabila kinerja pegawai memuaskan sebagai

pendorong pencapaian tujuan.

 Otoritas dan Tanggung Jawab

Masing-masing pegawai yang ada di dalam organisasi mengetahui apa

yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap

orang dalam organisasi akan mendukung kinerja pegawai tersebut.

 Disiplin

Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada

diri pegawai terhadap peraturan dan ketetapan organisasi. Dengan


38

demikian, apabila pegawai melanggar peraturan yang sudah ditetapkan

oleh organisasi maka pegawai mempunyai disiplin yang buruk.

 Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam

bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan

organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau

tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik

4. Konsep Pegawai

H.A.W. Widjaja (2006:13) berpendapat bahwa, Pegawai adalah

merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan

pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu

modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu

(organisasi). Selanjutnya A.W. Widjaja juga mengatakan bahwa, Pegawai

adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di

lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha (2006:15).

Sedangkan menurut Soedaryono dalam bukunya Tata Laksana Kantor

(2000 : 6) pengertian pegawai adalah “seseorang yang melakukan

penghidupannya dengan bekerja dalam kesatuan organisasi, baik kesatuan

kerja pemerintah maupun kesatuan kerja swasta”. 

Dan menurut Robbins (2006) pengertian pegawai adalah “orang

pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau

tidak, berdasarkan kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, untuk
39

melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu yang

ditetapkan oleh pemberi kerja”. 

Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

pegawai adalah seseorang yang bekerja pada suatu kesatuan organisasi, baik

sebagai pegawai tetap maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”.

Dalam suatu organisasi pegawai dituntut untuk mampu menunjukkan

kinerja yang produktif, untuk itu pegawai harus memiliki ciri individu yang

produktif. Ciri ini menurut Sedarmayanti (2007:51) harus ditumbuhkan dalam

diri pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Adapun ciri-ciri atau

karakteristik dari individu yang produktif antara lain:

1) Kepercayaan diri

2) Rasa tanggung jawab

3) Rasa cinta terhadap pekerjaan

4) Pandangan ke depan

5) Mampu menyelesaikan persoalan

6) Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang berubah

7) Memberi kontribusi yang positif terhadap lingkungan

8) Kekuatan untuk menunjukkan potensi diri.

 Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

“Pegawai” berarti “orang yang bekerja pada pemerintahan (perusahaan dan

sebagainya)” sedangkan “Negeri” berarti Negara atau pemerintahan, jadi

Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintahan atau
40

Negara. Sedangkan pengertian pegawai negeri menurut Mahfud M.D. pada

buku Hukum Kepegawaian ( dalam M. Hardjon, 2014:39), terbagi dalam

dua bagian yaitu :

1) Pengertian Stipulatif

Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang

diberikan oleh Undang-undang tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal

1 angka (1) dan Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara. Pasal 1 angka 1 : Pegawai negeri adalah setiap warga negara

Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat

oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan

negeri,atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2) Pengertian Ekstensif

Selain dari pengertian stipulatif ada beberapa golongan yang

sebenarnya bukan Pegawai Negeri, menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun

2014,tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlukan sama dengan

Pegawai Negeri.

Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara, dijelaskan bahwa pegawai negeri adalah setiap warga negara

Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. pegawai negeri terdiri dari :


41

1) Pegawai Negeri Sipil

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

3) Anggota Kepolisian Negara Repubik Indonesia.

Dari pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa pegawai

negeri sipil adalah setiap warga Negara Indonesia yang bekerja pada

instansi/lembaga pemerintahan dan digaji dengan anggaran pemerintah

berdasarkan Perundang – undangan yang berlaku.

 Golongan Pegawai dan Ruang Pegawai

Miftah Thota dalam bukunya yang berjudul Manajemen Kepegawaian

Sipil di Indonesia (2005:21), menyatakan bahwa Sistem kepegawaian di

Indonesia dibeakan menjadi empat golongan kepangkatan, dan masing-

masing golongan kepangkatan tersebut dibagi atas beberapa ruang. Empat

golongan kepangkatan pegawai mulai dari yang pangkat rendah sampai

yang tertinggi antara lain :

a. Golongan I dibagi atas ruang a,b,c dan d

b. Golonbgan II dibagi atas ruang a,b,c dan d

c. Golongan III dibagi atas ruang a,b,c dan d

d. Golongan IV dibagi atas ruang a,b,c,d dan e

Untuk pegawai yang menduduki jabatan struktural digolongkan

melalui sistem eselonisasi. Ada 4 eselon bagi pejabat struktural, dahulu

pernah ada hingga 5 eselon,namun disempurnakan hanya 4 eselon. Menurut

Miftah Thoha (2005:21) Klasifikasi eselon bagi pejabat struktural digunakan

terbalik dengan golongan kepangkatan. Sebagai contoh dapat disebutkan


42

berikut ini:

a. Eselon I merupakan eselon tertinggi dijabat oleh pejabat struktural

tertinggi didalam kepegawaian sipil, seperti jabatan sekretaris jendral,

direktorat jendral,inspektorat jendral suatu departemen pemerintah.

b. Eselon II merupakan jabatan struktural yang berada dibawah pejabat

eselon I, seperti biro,direktur,kepala pusat.

c. Eselon III merupakan jabatan struktural dibawah eselon II, seperti kepala

bagian, kepala bidang, kepala subdirektorat.

d. Eselon IV merupakan jabatan struktural yang terendah dibawah eselon III,

seperti kepala sub-bagian, kepala sub-bidang, kepala seksi.

 Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri

Menurut Kansil (2002:162) ,setiap pegawai negeri dibebani

kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar

1945, negara dan pemerintah (UU. No 8 Tahun 1974, Pasal 4).

b. Menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan

penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab (Pasal 5).

c. Menyimpan rahasia jabatan (Pasal 6 ayat (1)).

Disamping mempunyai kewajiban-kewajiban seperti tersebut diatas,

bagi pegawai negeri dijamin adanya hak-hak sebagai berikut :

a. Hak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan

tanggung jawabnya (Pasal 7)


43

b. Hak atas cuti (Pasal 8)

c. Hak memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh sesuatu

kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban (Pasal 9

ayat (1)).

d. Hak memperoleh tujangan bagi yang menderita cacat jasmani atau

cacat rohani dalan dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang

mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apa pun juga

(Pasal 9 ayat (2)).

e. Hak memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai negeri yang tewas.

f. Hak atas pensiun yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

5. Strategi

a. Pengertian Strategi

Menurut Jatmiko (2003:4), Strategi dideskripsikan sebagai suatu cara

dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan

peluangpeluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi

serta sumber daya dan kemampuan internal organisasi. Berdasarkan pada

defenisi tersebut, terdapat tiga faktor yang mempunyai pengaruh penting pada

strategi, yaitu lingkungan eksternal, sumberdaya dan kemampuan internal,

serta tujuan yang akan dicapai. Intinya, suatu strategi organisasi memberikan

dasar-dasar pemahaman tentang bagaimana organisasi itu akan bersaing dan

survive.

Menurut Jauch dan Glueck dalam buku Jatmiko (2003:5),

mendefenisikan strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan


44

terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan

lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama

perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.

Menurut Hamel dan Prahalad dalam buku Rangkuti (2009:4), Strategi

merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan

terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian

perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”,

bukan dimulai dari “ apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar

baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kopetensi inti (core

competencies). Menurut porter dalam buku Rangkuti (2009:4), strategi adalah

alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Sedangkan menurut pendapat Effendy (2007:32) strategi adalah

perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu

tujuan, tetapi untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak hanya berfungsi

sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arahnya saja, melainkan harus

mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

Dari defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi

adalah cara atau teknik yang dilakukan sebuah perusahaan untuk

mendapatkan keunggulan bersaing dengan mempelajari dan memahami

lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan lingkungan eksternal

(peluang dan ancaman) sehingga perusahaan bisa tetap berthan (survive).


45

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam keputusan yang strategis

sehingga dapat mengayomi seluruh pihak dan dapat menyelesaikan

permasalahan yang ada di lingkungan. Alternatif yang dikumpulkan sesuai

aspirasi dan harapan harus disesuaikan dengan kondisi organisasi (tujuan,

sasaran, keuangan,dan lain-lain) dan kondisi lingkungan

b. Tolak Ukur Strategi

Menurut Richard P. Rumelt ( dalam Nilasari 2014 : 153 )

mengidentifikasi empat tolak ukur yang digunakan untuk menguji baik atau

tidaknya suatu strategi, yaitu :

1. Kesesuaian ( Consonance). Sebuah strategi harus dapat merepresentasikan

respons adaptif pada lingkungan eksternal serta perubahan yang terjadi.

2. Keunggulan (Advantage).
46

B. Penelitian Relevan

Untuk mendukung penelitian yang dilakukan maka diperlukan penelitian yang serupa yang telah dilakukan sebelumnya. Agar dapat dilihat

dan diketahui apakah penelitian ini berpengaruh dan mendukung penelitian sebelumnya. Maka berikut peneliti kemukakan dalam bentuk tabel

beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini:

Nama Peneliti dan


No Resume/ Isi Penelitian Hubungan dengan Penelitian ini
Judul Penelitian
1. Anwar, (2009)  Persepsi pegawai mengenai motivasi kerja pegawai Menganalisis tentang dampak
terhadap perpindahan ibukota kabupaten belum baik. perpindahan ibukota terhadap
Analisis Dampak Perpindahan Ibukota  Tidak ada perbedaan persepsi untuk pegawai dalam motivasi pegawai kemudian
Kabupaten terhadap motivasi pegawai struktural,pegawai/staf biasa dalam menilai motivasi merumuskan strategi yang dilakukan
di Sekretariat Kabupaten Aceh kerja dengan perpindahan ibukota kabupaten. pemerintah untuk meningkatkan
Timur Propinsi Aceh  Strategi yang perlu dilakukan sekretariat Kabupaten motivasi kerja pegawai, sehingga
Aceh Timur yaitu memberi perhatian penuh terhadap relevan dengan penelitian ini.
penghargaan pegawai dengan memberikan insentif
diluar gaji pokok serta segera merelokasi perumahan
yang layak bagi pegawai yang berdinas ke Ide
Rayeuk.
2. Muhra Shaleh, (2014)  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran Menganalisis tentang dampak
pegawai yaitu, pendapatan, jumlah anggota keluarga, perpindahan ibukota terhadap
Dampak Pemindahan Pusat jumlah anggota yang belajar sedangkan pengeluaran, produktivitas kerja
Pemerintahan di Sofifi Terhadap Pola pangkat/golongan, lama/masa kerja tidak berpengaruh. pegawai kemudian merumuskan
Pengeluaran dan Produktivitas kerja  Dampak Pemindahan pusat pemerintahan terhadap strategi yang dilakukan pemerintah
Pegawai Pemerintah daerah Propinsi pegawai yaitu naiknya biaya transportasi dan untuk meningkatkan produktivitas
Maluku Utara menurunnya hari dan jam kerja pegawai sehingga kerja kerja pegawai, sehingga
berdampak pada produktivitas kerja. relevan dengan penelitian ini.
C. Kerangka Konseptual

Seiring dengan terbentuknya Kota Pariaman sebagai daerah otonom

pada tahun 2002, Pemerintah Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman berupaya

untuk mencari dan memindahkan lokasi pusat pemerintahan yang baru.

Akhirnya, pada tahun 2008 melalui Peraturan Perintah Negeri Nomor 79

Tahun 2008 mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa lokasi Ibu

Kota Padang Pariaman resmi dipindahkan dari Kota Pariaman ke Nagari Parit

Malintang yang berada di kawasan Kabupaten Padang Pariaman. Pemindahan

wilayah tersebut tentunya membawa berbagai dampak baik itu dampak positif

maupun dampak negatif bagi pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah

utamanya dalam hal kinerja pegawai sebagai pelayan publik, dimana dengan

adanya pemindahan tersebut pemerintah daerah setempat tentu mengupayakan

membangun sejumlah fasilitas baru yang dapat menunjang kinerja pegawai

pemerintah.

Disatu sisi, kebijakan pemindahan pusat pemerintahan ini berpeluang

memajukan daerah di lokasi pemerintahan yang baru, karena pemerintah akan

melaksanakan pembangunan di daerah tersebut. Akan tetapi disisi lain,

memindahkan suatu lokasi pusat pemerintahan ke tempat yang baru butuh

waktu yang tidak sedikit dan hal ini bias berdampak pada tidak beraturannya

letak Kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah dan kantor-kantor lainnya yang

berada dibawah naungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini

bisa mengakibatkan tidak efektifnya kinerja aparat birokrat dan pemerintah

dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.Oleh karena


49

itu, agar efektivitas pelayanan publik dapat terwujud maka pemerintah akan

melakukan berbagai upaya-upaya untuk mengatasi dampak dari pemindahan

lokasi ibukota. Upaya-upaya ini diharapkan dapat meminimalisir bahkan

meniadakan dampak tersebut terhadap kinerja pegawai.

Skema 1.
Kerangka Konseptual

Pemindahan Indikator Kinerja Pegawai : Strategi


Pusat 1. Kualitas Kerja (Quality of work) pemerintah
Pemerintahan 2.Ketetapan Waktu (Pomptnees) kabupaten untuk
Kabupaten 3. Inisiatif (Initiative) meningkatkan
Padang Pariaman 4. Kemampuan (Capability) kinerja pegawai
5. Komunikasi (Communication)

Anda mungkin juga menyukai