Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FUNGSI PENGAWASAN DPR


(DEWAN PERWAKILAN RAKYAT)

KELOMPOK 3 (KELAS H3)


1. Taufik Akbar Hidayat Tato
2. Moh. Nizam Al Mulkrain
3. Nabila Putri Firanda H. I Djafar
4. Bagus Nurachmat Alfandi
5. Hisyam Nasser Muslim
6. Fransiskus Christian Sihite
7. Farah Khairunnisa Fadillah
8. Herlando Yusuf Adii
9. Mechna Fadly Hegemur
10. Sanai Sampari Randongkir
11.Kiki Syahnakri Parawangsa

FAKULTAS HUKUM TATA PEMERINTAHAN


INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
NUSA TENGGARA BARAT
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam mewujudkan pelaksanaan pemerintahan daerah tentunya harus


diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini
adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan daerah adalah lembaga
pemerintahan daerah dalam hal ini pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan
hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, artinya bahwa
diantara lembaga pemerintahan daerah tersebut memiliki kedudukan yang sama atau
sejajar dan tidak saling membawahi.

Adapun tujuan dibentuknya Undang-Undang pemerintahan daerah ini


adalah agar daerah dapat secara mandiri menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonessia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (1) Negara kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kebupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang. Pasal 18 ayat (2) pemernitahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan


Daerah Pasal 1 angka:

(2) Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
(3) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD


adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.

(10) Peaturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi
dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.

(14) Anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

Dari ketentuan Pasal tersebut diatas pemerintahan daerah terdiri dari


pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah serta
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945.

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan


Daerah Pasal 120 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:

(1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

(2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, secretariat


DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.

Pemerintah daerah dikenal dengan adanya perangkat daerah dimana


perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, dan lembaga teknis. Sedangkan untuk daerah kabupaten/kota perangkat
daerahnya terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Dimana setiap perangkat
daerah tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah yang tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Selanjutnya dalam Pasal 41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran,
dan pengawasan. Fungsi DPRD dipertegas dalam Pasal 42 ayat (1) mengenai
tugas dan wewenang menegaskan bahwa:

a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan
bersama;

b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan


kepala daerah;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-


undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;

Dari ketentuan Pasal 41 dan 42 Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintahan Daerah tersebut diatas, DPRD mempunyai fungsi salah satunya
adalah pengawasan. Dalam hal pengawasan, DPRD melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,


peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di
daerah.

Kegiatan pengawasan bukanlah tujuan dari suatu kegiatan pemerintah, akan


tetapi sebagai salah satu sarana untuk menjamin tercapainya tujuan pelaksanaan
suatu perbuatan atau kegiatan. Dalam hukum tata negara dan hukum pemerintahan
berarti untuk menjamin segala sikap tindak lembaga-lembaga kenegaraan dan
lembaga-lembaga pemerintahan (Badan dan Pejabat Tata usaha Negara) berjalan
sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perbuatan tercela yang dilakukan oleh aparat pemerintah tendensinya akan


menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkena perbuatan tersebut. Demi
keadilan perbuatan yang demikian ini pasti tidak dikehendaki adanya. Menyadari hal
ini, Negara selalu akan berusaha untuk mengendalikan aparatnya jangan sampai
melakukan perbuatan yang tercela ini. Sehubungan dengan ini, diadakanlah suatu
sistem pengawasan (control system) terhadap perbuatan aparat pemerintahan dengan
tujuan untuk menghindari terjadinya perbuatan yang merugikan masyarakat,

setidaknya menekan seminimal mungkin terjadinya perbuatan tersebut. 1

Mengenai Angaran Pendapatan dan Belanja Derah diatur di dalam Pasal 179
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun

anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Di


dalam Pasal 181 ayat (1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang
APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
untuk memperoleh persetujuan bersama. Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD terdapat pada Pasal 184 ayat (1) Kepala daerah menyampaikan rancangan
Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Dalam menjalankan Perda, kepala daerah membuat peraturan kepala


daerah terdapat dalam Pasa1 190 berbunyi Peraturan kepala daerah tentang
Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan
APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja
perangkat daerah. dipertegas di dalam Pasa1 146 ayat (1) Untuk melaksanakan
Perda dan atas kuasa peraturan perundangundangan, kepala daerah menetapkan
peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Dan ayat (2)
Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan
peraturan perundang undangan yang lebih tinggi.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka meningkatkan peran dan


tanggung jawab lembaga perwakilan daerah untuk mengembangkan kehidupan
demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and balance

antara lembaga legislatif dan eksekutif, serta meningkatkan kualitas,


produktivitas, dan kinerja.
Menurut Irfan Fachrudin:

Pelaksanaan pengawasan terhadap pemerintah, dapat ditentukan oleh


beberapa teori konsekuensi pengawasan yang berpeluang dapat
menjelaskan penyebab keberhasilan dan kegagalan atau efektivitas suatu
sistem pengawasan. Pertama; teori kekuatan yuridis. Kedua; teori tipe
pengawasan. Dikenal dua tipe pengawasan yang paling menonjol, (a)
pengawasan represif, oleh A. Dunsire diartikan sebagai pengawasan yang
menggunakan cara memaksa dan mengancam dengan sanksi untuk
mencapai tujuannya; dan (b) pengawasan normatif, pengawasan ini oleh A.
Etzioni dimaksudkan sebagai pengawasan yang menggunakan cara
sinkronisasi pemahaman nilai-nilai dan tujuan. Ketiga; teori otoritas
pengawasan, yang mencakup: (a) keabsahan (legitimiteit), pengawasan
dilakukan oleh badan yang diakui berwenang; (b) pengawasan dilakukan
oleh suatu keahlian (deskundigheid), (c) pengawasan yang mendapat
kepercayaan (geloof), dan (d) kesadaran hukum (rechsbewustzijn).
Keempat; teori komunikasi, yaitu proses penyampaian dan penerimaan
pesan atau lambing-lambang yang mengandung arti tertentu. Kelima; teori
publisitas, yaitu mempublikasikan masalah kepada khalayak ramai yang
dapat memberi pengaruh kepada tekanan public akibat dari opini public

(public opinion) Keenam; teori arogansi kekuasaan.2

Fungsi pengawasan tidak hanya dilaksanakan oleh DPRD tetapi juga


dilaksanakan oleh pemerintah itu sendiri yaitu didalam Pasal 218 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah yang meliput: a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di
daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Di
dalam ayat (2) berbunyi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundang-
undangan.
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia pengawasan dapat dilakukan oleh
lembaga-lembaga diluar organ pemerintahan yang diawasi (pengawasan eksternal)
dan dapat pula dilakukan oleh lembaga-lembaga dalam lingkungan pemerintahan
itu sendiri (pengawasan internal). Pengawasan yang bersifat eksternal dilakukan
oleh lembaga-lembaga Negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan
dibawahnya. Pengawasan eksternal ini juga dilakukan oleh masyarakat, yang
dapat dilakukan oleh orang perorangan, kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan media massa (pers). Dalam pengawasan internal,
pengawasan dapat dilakukan oleh lembaga- lembaga yang dibuat khusus oleh
pemerintah seperti Badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP),
pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen, Badan
Pengawas Daaerah (Bawasda). Pengawasan internal dalam lingkungan pemerintah
juga dilakukan oleh atasan langsung pejabat/badan tata usaha Negara.
Pengawasan ini sering juga dinamakan pengawasan melekat (Waskat).

Dilihat dari sifatnya, pengawasan pemerintah ada yang bersifat preventif


dan yang bersifat represif. Pengawasan yang bersifat preventif adalah
pengawasan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau sikap
tindak pemerintah yang melanggarhukum, baik hukum tertulis maupun tidak
tertulis. Sedangkan pengawasan yang bersifat represif adalah pengawasan yang
dilakukan untuk menindak perbuatan pemerintah yang sudah dilakukan dengan

cara melanggar hukum. Pengawasan represif ini pada dasarnya adalah suatu

tindakan penegakkan hukum.3

Di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan


Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 1 angka:

1. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang


dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut BPK, adalah Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman


Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah yaitu: Pasal 43 Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan fungsinya dapat melakukan pengawasan
atas pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 Tentang


Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1
angka:

5. Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan


anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.

9. Fungsi Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap Pemerintah Daerah


yang bersifat pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis.

Di dalam Pasal 298 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa:

(1) DPRD provinsi mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pendapat.

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD
provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah provinsi
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Mekanisme pengaturan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
APBD tidak hanya dilakukan oleh DPRD tetapi fungsi pengawasan tersebut juga
dilakukan oleh pemerintah itu sendiri yaitu didalam Pasal 218 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah yang meliputi: a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di
daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Di
dalam ayat (2) berbunyi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundang-
undangan.

Fungsi pengawasan DPRD seharusnya memberikan suatu tujuan


tercapainya pemerintahan yang baik dan berjalan sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Kepala daerah untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa
peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala
daerah dan atau keputusan kepala daerah. DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasannya jika ada suatu peraturan kepala daerah yang bertentangan dengan Perda,
DPRD tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut atau membatalkan peraturan
kepala daerah tersebut. dengan kata lain fungsi pengawasan tidak didukung
dengan tindakan penegakan hukum. Seharusnya fungsi pengawasan DPRD juga
harus bersifat pengawasan represif, sebagai pengawasan yang menggunakan cara
memaksa dan mengancam dengan sanksi untuk mencapai tujuannya
1.2 PERUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa saja hak-hak DPR dalam fungsi pengawasan?
1.2.2 Bagaimana pengaturan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Perda
APBD?
1.2.3 Bagaimana implementasi fungsi pengawasan DPRD terhadap Pemerintah
Daerah dalam pelaksanaan Perda APBD?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk Mengetahui hak – hak DPR dalam fungsi pengawasan
1.3.2 Untuk mengetahui pengaturan fungsi pengawasan DPRD terhadap
pelaksanaan Perda APBD
1.3.3 Untuk mengetahui implementasi fungsi pengawasan DPRD terhadap
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Perda APBD

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang


dimaksudkan dengan DPR adalah lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Berkaitan dengan pengertian DPR, B.N. Marbun (1982:55) mengutip pendapat


Mh. Isnaeni mengemukakan bahwa dewan perwakilan rakyat adalah suatu lembaga
kenegaraan yang berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat mengenai
penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa DPR adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah dalam
kerangka membentuk suatu tatanan hidup sesuai dengan kehidupan demokrasi yang
berdasarkan Pancasila.

B. Tugas, Wewenang dan Fungsi DPR

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dinyatakan


bahwa dibentuk DPR sebagai lembaga legislatif yang mempunyai kedudukan sejajar
dan menjadi mitra pemerintah. DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat dan
berkedudukan sebagai salah satu lembaga tinggi negara. Di dalam Pasal 25 Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 diatas, ditetapkan bahwa DPR mempunyai fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:

 Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat


 Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun
membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan
anggota Komisi Yudisial.
 Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan
abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
 Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
 Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang
akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
 Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAK-HAK DPR DALAM FUNGSI PENGAWASAN

Terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR memiliki hak interpelasi,


hak angket, dan hak menyatakat pendapat. Pelaksanaan fungsi pengawasan dengan hak-
hak DPR tersebut tidak dapat dilepaskan dari checks and balances antara DPR dan
Presiden yang terbangun melalui amandemen UUD 1945 yang memberi penguatan atas
peran DPR di satu sisi dan mengurangi kekuasaan Presiden di sisi yang lain.

Menurut UU. No. 17 Tahun 2014 sebagaimana telah dua kali diubah dan
terakhir dengan UU. No. 2 Tahun 2018, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta
keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan
stategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap


pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal-
hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapatnya
atas kebijakan pemerintah atau kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di
dunia internasional; tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket; dan
dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan penggunaan
hak-hak DPR tersebut diharapkan DPR dapat mengawasi dan mengkritisi kebijakan
yang diambil oleh pemerintah dan bila perlu mengambil langkah-langkah hukum
sebagai tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.
Amandemen UUD NRI Tahun 1945 lebih mendukung pelaksanaan fungsi
tersebut karena tidak ada lagi lembaga yang menempati kedudukan lebih tinggi
daripada lembaga lainnya, sehingga semua lembaga kedudukannya sejajar dan bisa
saling mengontrol.(Subekti, 2015: 135)

2.2 PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD TERHADAP PELAKSANAAN


PERDA APBD

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal


1 angka:
(2) Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
(10) Peaturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah
provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
(14) Anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disebut APBD,
adalah rencana tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah.

Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Fungsi DPRD dipertegas dalam Pasal 42 ayat (1) mengenai tugas
dan wewenang menegaskan bahwa:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama
dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan
pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan
kerja sama internasional di daerah;

Dari ketentuan Pasal 41 dan 42 Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintahan Daerah tersebut diatas, DPRD mempunyai fungsi salah satunya
adalah pengawasan. Dalam hal pengawasan, DPRD melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan
program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
Di dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan fungsinya dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah di dalam
wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1
angka:

5. Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah


dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.
9. Fungsi Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap Pemerintah
Daerah yang bersifat pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis.
Pasal 292 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat di provinsi.
Di dalam Pasal 298 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak
DPRD provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan
pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 293 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis


Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;
2.3 IMPLEMENTASI FUNGSI PENGAWASAN DPRD TERHADAP
PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PERDA DAERAH
Pengawasan merupakan tugas dan wewenang DPRD yang bersifat politisi
(terhadap kebijakan) dan bukan merupakan pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan

merupakan fungsi dan tugas aparat pengawasan fungsional pemerintah.4 Dalam


pengawasan pengelolaan keuangan daerah DPRD memiliki kendala dan keterbatasan
sumber daya manusia yang ahli dalam hal itu, kondisi itu menjadi hal yang sangat
memprihatinkan apabila dewan keliru dalam memberikan penilaan terhadap kinerja
eksekutif apalagi menyangkut pengelolaan keuangan daerah yang sangat rentan
terhadap penyelewengan.
Badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas
Daerah (Bawasda) yang merupakan lembaga intern yang membantu DPRD dalam
Pemeriksaan keuangan daerah. Peran kedua lembaga intern ini untuk mengantisipasi
kelemahan ataupun kendala-kendala yang ada dalam pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD. Pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat hanya menekankan pada
aspek pengawasan represif guna lebih memberi kebebasan kepada daerah otonom
dalam mengambil keputusan, sehingga peran legeslatif daerah dalam melaksanakan
fungsi pengawasannya terhadap pelaksanaan pemerintah daerah dapat berjalan
dengan baik.
Fungsi pengawasan dalam pemerintahan sangat diperlukan karena dengan
adanya pengawasan akan terciptanya suatu usaha untuk menjamin keserasian dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan antara pusat dan daerah selain itu juga untuk
menjamin pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap APBD, DPRD dapat
melakukan pengawasan preventif yaitu ketika penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan Daerah (RAPBD) dan pengawasan represif yaitu ketika
pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah prosedur pengelolaan
keuangan daerah ditetapkan kepala daerah sesuai Perda dan kepala daerah
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepada dewan.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat pada saat Perumusan APBD
yakni melalui perwakilan tokoh-tokoh masyarakat atau ketua ormas maupun LSM
lainya dan partisipasi pada saat Proses penganggaran yakni melalui system hearing
dimana DPRD lebih pro aktif untuk mengundang publik bila ada
proyekproyek yang akan dibangun. APBD adalah dokumen publik artinya publik
dalam hal ini masyarakat berhak mempengaruhinya melalui DPRD, meski tidak
terlibat dalam Tim Teknis Anggaran. Pengaruh publik tersebut tidak saja
membuat pemerintah dan DPRD bisa memperoleh masukan dari masyarakat,
namun merupakan bentuk keseriusan dari pemerintah dan DPRD dalam
melaksankan akuntabilitas publik, transparansi anggaran sekaligus menjadi suatu uji
publik. Bentuk konsultasi yang dilakukan publik terhadap draft perencanaan dan
pemanfaatan APBD bukan untuk mewujudkan penyetujuaan melainkan lebih
mengarah dan mempengaruhi pada keputusan pengambil kebijakan. Sistem
melemahkan otonomi maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik, baik
lingkup maupun tata cara pelaksanaannya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Paradigma pengawasan politik telah mengakibatkan fungsi pengawasan
yang sesungguhnya terabaikan, sehingga hasil pengawasan kurang memberikan
manfaat bagi pengelolaan pemerintahan daerah. Pengawasan yang dilakukan,
belum memberikan umpan balik (feed back) yang substansial bagi pengelolaan
pemerintahan daerah, Pengawasan belum mampu untuk m€encegah terjadinya
penyimpangan dan melakukan koreksi perbaikan. Saluran melalui para wakilnya
tidak mampu masuk dan menembus gedung parlemen. Sementara keberanian
masyarakat untuk langsung menyarakan haknya ke pemerintahan masih belum
muncul karena takut atau apatis. Hak masyarakat untuk mengawasi belum
sepenuhnya diberikan atau dijamin oleh negara, sementara DPRD sebagai wakil
rakyat, belum optimal mengkoordinasikan serta menyalurkan hak-hak
pengawasan masyarakat.
Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan peraturan daerah terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 42 huruf c Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 menyatakan bahwa: Tugas dan wewenang DPRD melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-
undangan lainya peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama Internasional
di daerah. Tanpa dirinci lebih lanjut tentang batas kewenangan serta cara
pengawasan. Akibatnya masing-masing DPRD menjabarkan fungsi pengawasan
sesuai dengan apa yang diinginkanya. Adanya tumpang tindih terhadap kegiatan
pengawasan siapa yang seharusnya disebut aparat pengawasan didaerah? adanya
BPK ini dikenal sebagai pemeriksaan ekstren. Lalu ada pula yang dikenal dengan
lembaga pemeriksaan intern yaitu BPKP dengan kewenangannya berdasarkan
Kepres No.31 tahun 1983 yang masuk ke instansi pemerintah bahkan kebadan
usaha milik negaradan daerah.
Ada pula Inspektorat Jenderal pada Departemen dan Inspektorat Wilayah
pada Pemerintah Daerah Propinsi dan Inspektorat Daerah untuk
Kabupaten/Kota. Sedangkan menurut , Undang-Undang No32 tahun 2004
adanya Pengawasan legislatif. Jadi wajarlah instansi pemerintah banyak yang
mengeluh karena terjadinya tumpang tindih.
3.2 SARAN
Pengawasan dilaksanakan selama ini terkesan sporadis dan reaktif, tanpa
program Pengawasan lebih banyak terfokus dan ”terjebak” pada aktivitas
pemeriksaan yang berupa kunjungan kerja. Akibatnya, permasalahan masyarakat
tak terselesaikan dan sering tak muncul jalan keluar menuju perbaikan yang
diharapkan oleh masyarakat. Upaya tindak lanjut itu dapat efektif, jika
monitoring terus dilakukan oleh DPRD secara berkelanjutan. DPRD juga dapat
menggunakan hak angket dan interpelasinya dalam memantau dan mendorong
tindak lanjut hasil pengawasannya.
Dalam rangka penguatan peran DPRD di bidang pengawasan, sebaiknya
DPRD secara institusional melakukan meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan, konsepsional dan operasional tentang pengawasan Anggaran dan
Pendapatan Belanja Daerah. Guna memudahkan fungsi pengawasan yang bersifat
kebijakan, sebaiknya DPRD memakai tenaga ahli yang memiliki kemampuan di
masing-masing bidang yang bertugas melakukan pengkajian guna memberikan
input. Tenaga ahli ini dapat diambil dari perguruan tinggi yang memang ahli
dibidangnya Dengan menggunakan hasil kajian itu diharapkan DPRD tidak salah
dalam mengambil kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai