PENDAHULUAN
(10) Peaturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi
dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
(14) Anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disebut APBD, adalah
rencana tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
(1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan
bersama;
Mengenai Angaran Pendapatan dan Belanja Derah diatur di dalam Pasal 179
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
cara melanggar hukum. Pengawasan represif ini pada dasarnya adalah suatu
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD
provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah provinsi
yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Mekanisme pengaturan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
APBD tidak hanya dilakukan oleh DPRD tetapi fungsi pengawasan tersebut juga
dilakukan oleh pemerintah itu sendiri yaitu didalam Pasal 218 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
Pemerintah yang meliputi: a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di
daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Di
dalam ayat (2) berbunyi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan perundang-
undangan.
Menurut UU. No. 17 Tahun 2014 sebagaimana telah dua kali diubah dan
terakhir dengan UU. No. 2 Tahun 2018, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta
keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan
stategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
3.1 KESIMPULAN
Paradigma pengawasan politik telah mengakibatkan fungsi pengawasan
yang sesungguhnya terabaikan, sehingga hasil pengawasan kurang memberikan
manfaat bagi pengelolaan pemerintahan daerah. Pengawasan yang dilakukan,
belum memberikan umpan balik (feed back) yang substansial bagi pengelolaan
pemerintahan daerah, Pengawasan belum mampu untuk m€encegah terjadinya
penyimpangan dan melakukan koreksi perbaikan. Saluran melalui para wakilnya
tidak mampu masuk dan menembus gedung parlemen. Sementara keberanian
masyarakat untuk langsung menyarakan haknya ke pemerintahan masih belum
muncul karena takut atau apatis. Hak masyarakat untuk mengawasi belum
sepenuhnya diberikan atau dijamin oleh negara, sementara DPRD sebagai wakil
rakyat, belum optimal mengkoordinasikan serta menyalurkan hak-hak
pengawasan masyarakat.
Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan peraturan daerah terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 42 huruf c Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 menyatakan bahwa: Tugas dan wewenang DPRD melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-
undangan lainya peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama Internasional
di daerah. Tanpa dirinci lebih lanjut tentang batas kewenangan serta cara
pengawasan. Akibatnya masing-masing DPRD menjabarkan fungsi pengawasan
sesuai dengan apa yang diinginkanya. Adanya tumpang tindih terhadap kegiatan
pengawasan siapa yang seharusnya disebut aparat pengawasan didaerah? adanya
BPK ini dikenal sebagai pemeriksaan ekstren. Lalu ada pula yang dikenal dengan
lembaga pemeriksaan intern yaitu BPKP dengan kewenangannya berdasarkan
Kepres No.31 tahun 1983 yang masuk ke instansi pemerintah bahkan kebadan
usaha milik negaradan daerah.
Ada pula Inspektorat Jenderal pada Departemen dan Inspektorat Wilayah
pada Pemerintah Daerah Propinsi dan Inspektorat Daerah untuk
Kabupaten/Kota. Sedangkan menurut , Undang-Undang No32 tahun 2004
adanya Pengawasan legislatif. Jadi wajarlah instansi pemerintah banyak yang
mengeluh karena terjadinya tumpang tindih.
3.2 SARAN
Pengawasan dilaksanakan selama ini terkesan sporadis dan reaktif, tanpa
program Pengawasan lebih banyak terfokus dan ”terjebak” pada aktivitas
pemeriksaan yang berupa kunjungan kerja. Akibatnya, permasalahan masyarakat
tak terselesaikan dan sering tak muncul jalan keluar menuju perbaikan yang
diharapkan oleh masyarakat. Upaya tindak lanjut itu dapat efektif, jika
monitoring terus dilakukan oleh DPRD secara berkelanjutan. DPRD juga dapat
menggunakan hak angket dan interpelasinya dalam memantau dan mendorong
tindak lanjut hasil pengawasannya.
Dalam rangka penguatan peran DPRD di bidang pengawasan, sebaiknya
DPRD secara institusional melakukan meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan, konsepsional dan operasional tentang pengawasan Anggaran dan
Pendapatan Belanja Daerah. Guna memudahkan fungsi pengawasan yang bersifat
kebijakan, sebaiknya DPRD memakai tenaga ahli yang memiliki kemampuan di
masing-masing bidang yang bertugas melakukan pengkajian guna memberikan
input. Tenaga ahli ini dapat diambil dari perguruan tinggi yang memang ahli
dibidangnya Dengan menggunakan hasil kajian itu diharapkan DPRD tidak salah
dalam mengambil kebijakan.