Anda di halaman 1dari 5

A.

PENDAHULUAN
Sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
maka timbullah hubungan antartingkat pemerintahan, antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan
masyarakat, serta peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan, hubungan pusat-daerah ini, meliputi hubungan dalam bidang kewenangan,
keorganisasian, keuangan, pelayanan publik, penyelenggaraan pembangunan, dan pengawasan.
Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan
daerah sebagai konsekuensi dianutnya azas desentralisasi dalam pemerintahan negara. Secara
umum hubungan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai
berikut:
a. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan dalam
peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan
hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga tercipta sinerji antara
kepentingan pusat dan daerah
b. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena dampak akhir dari
penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara
c. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan
makro, melakukan supervisi, monitoring,evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga
daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih
banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya, daerah
berwenang membuat kebijakan daerah. Kebijakan yang diambil daerah adalah dalam batas-
batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangan yang lebih tinggi.
Ketidakadilan distribusi sumber daya politik dan ekonomi pada era orde baru tersebut
menjadi masalah besar dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada
saat itu negara dianggap gagal membangun sistem pemerintahan dengan wewenang
desentralisasi karena identik dengan sentralisasi kekuasaan. Hal ini menimbulkan keyakinan
pada masyarakat di daerah bahwa pusat mengeksploitasi dan mengambil alih hak-hak daerah.
Dalam perspektif historis, penerapan otonomi daerah bergerak fluktuatif disebabkan dari
pengaruh konfigurasi politik di tingkat pusat pada suatu kurun waktu tertentu, dimana pada suatu
waktu terasa lebih berpihak pada pemerintah pusat dan pada saat yang berlainan lebih berat dan
berpihak pada pemerintah daerah. Hal ini mengindikasikan formulasi mengenai otonomi daerah
dengan segala implikasinya belum secara permanen menjawab kebutuhan dan kepentingan dua
kutub pemerintahan yang berbeda baik pusat dan daerah

B. PEMBAHASAN
Lingkup hubungan pusat dan daerah antara lain meliputi hubungan kewenangan, , organisasi,
keuangan, dan pengawasan.
Hubungan Pusat-Daerah Bidang Kewenangan
Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah
otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan
pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara
tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.

Hubungan Pusat-Daerah Bidang Kelembagaan


Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk
mencapai tujuan. Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan
didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada
masa lalu disusun dengan dasar perhitungan :
a. adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-undang
pembentukan daerah otonom;
b. adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;
c. adanya pemberian dana/anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk
menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsip Function Follow Money).
Pada era desentralisasi sekarang ini, pemerintah daerah diberi kebebasan yang luas untuk
menyusun organisasinya sendiri. Pola organisasi pemerintah daerah yang serba seragam pada
masa lalu digantikan dengan pola yang beraneka ragam. Namun demikian, organisasi pemerintah
daerah janganlah bersifat kaku dan sekedar wadah kerjasama, melainkan bersifat dinamis karena
menjadi wadah sekaligus sistem kerjasama untuk mencapai tujuan. Organisasi pemerintah daerah
sudah selayaknya berubah seiring dengan dinamika masyarakat yang dilayaninya. Pola hubungan
kerja antar satuan pemerintahan juga mengalami perubahan.
Hubungan Keuangan Pusat- Daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber
keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan
pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-
fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat (public service function),
melaksanakan fungsi pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat
(protective function). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek
negatif antara lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengundang campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya
sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun
kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi).

Hubungan Pusat-Daerah Bidang Pengawasan


Penyelenggaraan pemerintahan pada hakikatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen
modern, di mana fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan dan proporsional
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Fungsi-fungsi organik manajemen yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan sarana yang harus ada dan
dilaksanakan oleh manajemen secara profesional dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Pengawasan sebagai salah satu fungsi organik manajemen
merupakan proses kegiatan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan, sasaran serta tugas-
tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijaksanaan,
instruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan
adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,
hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan
tugas-tugas organisasi Penyelenggaraan pemerintahan pada

Hubungan Kewenangan Pusat-Daerah Menurut UU No.32 Tahun 2004


Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa
penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah
pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada
pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya
kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan,yakni urusan pemerintahan yang
terdiri dari :
a. Politik Luar Negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara
untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri,
melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri,
dan sebagainya;
b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan
perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya,
membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menindak kelompok atau
organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya;
d. Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan
moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya;
e. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman keimigrasian, memberikan
grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-
undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain
sebagainya;
f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan
pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam
penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan
pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, yaitu urusan
pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang
bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat,
ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan
kepada kabupaten/kota. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara
proporsional antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maka kriteria yang dapat
digunakan antara lain meliputi : eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi dengan
mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat
pemerintahan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam
skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi,usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara
nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah provinsi yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan
urusan berskala kabupaten/kota meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian, hubungan pusat-daerah dalam bidang kewenangan akan terlihat dalam
pelaksanaan berbagai urusan yang bersifat concurrent dan urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah.

C. KESIMPULAN
Dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang menentukan
hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu:
1). hubungan kewenangan.
2). Hubungan keuangan.
3).Hubungan pengawasan.
4). Hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah harus sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945 meliputi: aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman, otonomi luas, nyata, dan
bertanggung jawab.

D. REFERENSI
- Hari Sabarno, 2008, Untaian Pemikiran Otonomi Daerah Memandu Otonomi Daerah Menjaga
Kesatuan Bangsa, Sinar Grafika, Jakarta.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Bagir Manan, 1994, Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta, Sinar
Harapan.

Anda mungkin juga menyukai