Abstrak
Otonomi daerah di Indonesia digulirkan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan
masyarakat daerah, setelah sekian lama dipinggirkan oleh Pemerintah Otoriter Orde Baru. Namun
harapan besar tersebut, rupanya masih merupakan mimpi besar dan sulit terwujud. Salah satunya karena
masalah sumber daya aparatur. Berbagai cara dan upaya telah banyak dilakukan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya aparatur tersebut. Namun sayangnya pemerintah daerah melupakan penyebab
UHQGDKQ\D NXDOLWDV VXPEHU GD\D DSDUDWXU WHUVHEXW 2OHK VHEDE LWX PHPDKDPL VHFDUD EDLN ³WKH URRW RI
SUREOHP´ GDUL VXOLWQ\D PHQJHPEDQJNDQ VXPEHU GD\D DSDUDWXU GL GDHUDK SHUOX GLODNXNan oleh segenap
pemerintah daerah. Beberapa masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah itu adalah:
rendahnya kualitas sumber daya aparatur dan buruknya penempatan, seringnya terjadi perubahan
peraturan kepegawaian, rendahnya mental aparatur dan terlalu gemuknya organiasi pemerintahan
daerah
Kata Kunci: sumber daya aparatur, pemerintah daerah,
10 | S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
Kependudukan dan Catatan Sipil, sistem pemerintahan daerah terkesan boros
akibatnya banyak masyarakat sulit untuk dalam penyelenggaraannya. Banyaknya struktur
mendapatkan pelayanan dikarenakan yang ada bukannya memberikan produk
sistem yang semakin rumit dan jarak yang pelayanan yang baik kepada masyarakat, akan
jauh dari jangkauan masyarakat, tetapi sebaliknya, menyebabkan kualitas
dibandingkan sebelum otonom yang penyelenggaraan administrasi negara semakin
hanya berurusan dengan pihak kecamatan tidak teratur yang pada akhirnya hanya akan
VDMD ´ menyebabkan pemborosan anggaran ditengah
kondisi pendapatan asli daerah (PAD) yang
Melihat adanya inkonsistensi dan begitu minim jika dibandingkan dengan dana
seringnya terjadi perubahan peraturan perimbangan dari pusat. Masih banyak
perundang-undangan dalam hubungannya pemerintah daerah kurang memberikan perhatian
dengan pelaksanaan pelayanan publik tersebut terhadap penataan fungsi-fungsi kelembagaan
diatas, menjadikan masalah peningkatan sumber pemerintahan agar dapat lebih memadai, efektif
daya aparatur semakin rumit, karena dengan dengan struktur lebih ramping, luwes dan
adanya ketidaksesuain peraturan yang ada responsif.
dengan situasi dan kondisi penyelenggaraan Realitas tersebut menunjukkan bahwa
pelayan akan sangat mempengaruhi baik atau banyaknya struktur yang dimiliki daerah, secara
tidaknya kinerja aparatur, karena pada dasarnya otomatis telah berdampak pada ada pelayanan,
aparatur melaksanakan tugas dan fungsinya banyaknya struktur tidak akan mencapai
berdasarkan peraturan perundang-undangan efesiensi dan efektif. Dalam sistem birokrasi
yang ada, maka jika terjadi inkonsistensi maka modern seperti sekarang ini, yang dibutuhkan
dampaknya sangat besar terhadap produk kinerja oleh pemerintah daerah adalah birokrasi
yang dihasilkan. pemerintah yang dapat berjalan secara efektif
dan efisien dimana dalam sistem birokrasi
d. Situasi Birokrasi Pemerintahan Kaya tersebut memiliki sedikit struktur, tetapi dari
Struktur Miskin Fungsi struktur itu memiliki banyak fungsi. Sehingga
Kelemahan utama kelembagaan birokrasi yang lebih difokuskan adalah kinerja-kinerja
Indonesia terletak pada strukturnya yang gemuk, aparatur birokrasinya.
terlebih lagi ketika otonomi daerah
diberlakukan, struktur ini bertambah gemuk Penutup
dengan lahirnya sejumlah kabupaten/provinsi Paradigma Good Governance yang saat
baru. Sementara itu, pemerintah pusat ini berkembang dalam ruang birokrasi,
membentuk berbagai badan/komisi yang khususnya pemerintaha daerah di dasarkan
semestinya merupakan bagian dari tugas pokok kepada pendekatan manajemen baru. Pendekatan
fungsi departemen yang ada. Selain itu, ini ditandai dengan beberapa karakteristik
pemerintah pusat terkesan setengah hati (Hughes dalam Sulistio, 2009) sebagai berikut:
memberikan kewenangan kepada daerah dengan 1. Perubahan yang besar pada orientasi
tetap mempertahankan beberapa instansi vertical administrasi negara tradisional menuju
di daerah atau kembali memekarkan struktur keprihatinan yang lebih besar pada
organisasi birokrasi pada beberapa departemen. pencapaian hasil dan
Hal ini sangat ironis dengan kebijakan pertanggungjawaban pribadi pimpinan.
pemerintah pusat yang dituangkan dalam 2. Adanya keinginan untuk menjadikan
beberapa peraturan, agar pemerintah daerah suatu organisasi, pegawai dan kondisi
melakukan efisiensi dan perampingan struktur birokrasi menjadi lebih luwes (fleksibel)
organisasi. dari kondisi birokrasi yang tradisional
Gemuknya struktur birokrasi juga 3. Dibuat tolok ukur yang jelas sebagai
menjadi kendala peningkatan sumber daya indikator kinerja dalam pencapaian
aparatur pada pemerintahan daerah. Saat ini
11 | S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
tujuan organisasi publik, termasuk bunga kepada pengusaha lemah dan
evaluasi program-programnya. sebagainya).
4. Staf pimpinan yang senior mungkin bisa x Ketiga: loyality- kesetiaan diberikan kepada
mempunyai komitmen politik kepada konstitusi, hukum, pimpinan, jawaban, dan
pemerintah yang ada daripada bersikap rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut
non-partisipan dan netral terkait satu sama lain, dan tidak ada
5. Fungsi-fungsi pemerintah dapat dinilai kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu
lewat suatu uji pasar, misalnya: program jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan
dikontrakkan kepada pihak ketiga yang lainnya.
6. Mengurangi peran-peran pemerintah x Keempat: responsibility-- setiap aparat
melalui upaya privatisasi. pemerintah harus siap menerima tanggung
jawab tas apa pun yang ia kerjakan dan harus
Disamping itu, masalah etika birokrasi PHQJKLQGDUL GLUL GDUL VLQGURPH ³VD\D
juga perlu mendapatkan perhatian. sekedar melaksanakan perintah atDVDQ´
Mengembangkan etika pemerintahan dalam arti
tidaklah semata-mata mengindoktrinasikan apa Mempertahankan dan menjalankan
yang boleh dan tidak boleh dikerjakan (baik- keempat prinsip diatas sangat sulit, tetapi tidak
buruk; benar-salah) oleh aparat pemerintah mampu apalagi tidak mau menjalankannya
tetapi lebih dari itu adalah upaya yang terus malah dinilai sebagai aparat yang tidak memiliki
menerus dilakukan untuk meningkatkan integritas profesional. Oleh karena itu, selain
profesional integrity yang bermanfaat bagi keempat komponen tersebut di atas,
penyempurnaan pelayanannya kepada pengembangan nilai-nilai etika pemerintahan
masyarakat (Sulistio, 2009). Di negara-negara juga perlu diarahkan ke 3 inti kualitas moral
yang sudah maju seperti Amerika Serikat pribadi (menurut Bailey dalam Stillman II,
pengembangan nilai-nilai etika pemerintahannya 1988) yaitu: optimism; courage; fairness
diarahkan kepada integritas profesional para tempered by charity.
aparat. Elemen pokok integritas profesionalnya Optimisme adalah merupakan kualitas
diarahkan ke 4 hal yaitu (lihat Martins Jr, 1979): moral pertama yang harus dimiliki oleh aparat
x Pertama: equality- perlakuan yang adil atas pemerintah berupa kemampuan untuk
pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan menangani situasi moral yang penuh dengan
atas tipe perilaku birokrasi rasional yang ambiguitas dan yakin mampu mengatasinya
secara konsisten memberikan pelayanan secara baik. Keberanian adalah kapasitas untuk
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa membuat keputusan dan melakukan tindakan
memandang afilasi politik, status sosial dan dalam situasi yang sulit dan tidak menentu
sebagainya. Bagi mereka memberikan secara tepat dan berhasil. Kejujuran adalah
perlakuan yang sama identik dengan berlaku kemampuan untuk mempertahankan nilai-nilai
jujur, suatu perilaku yang sangat dihargai. kebenaran dan keadilan demi kepentingan
x Kedua: equity- perlakuan yang sama kepada masyarakat. Ketiga hal tersebut dimaksudkan
masyarakat tidak cukup, selain itu juga untuk memperkuat kualitas moral-etis aparat
perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang sehingga mampu berhadapan dengan situasi
pluralistik kadang-kadang diperlukan organisasi dari lingkungan yang penuh dengan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang kompleksitas nilai-nilai yang seringkali saling
sama (misalnya menghapus diskriminasi bertentangan satu sama lain.
pekerjaan, sekolah, perumahan dan
sebagainya), dan kadang-kadang pula
dibutuhkan perlakuan yang adil tetapi tidak
sama kepada orang tertentu (misalnya:
pemberian subsidi untuk pembangunan
rumah tipe RSS; pemberian kredit tanpa
12 | S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
DAFTAR PUSTAKA Wahab, Solichin Abdul, 1998, Ekonomi Politik
Pembangunan: Bisnis Indonesia Era Orde
Agus J. Purwanto, 2002, Transformasi Birokrasi
Baru dan di Tengah Krisis Moneter,
dan Perbaikan Pelayanan Publik (Artikel)
Malang, Danar Wijaya Universitas
dalam http://www.kompas.com
Brawijaya Press,
Downs, A. (1967). Inside bureaucracy. Boston:
Widodo, Joko, 2001. Good Governance: Telaah
Little Brown and Company.
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada
Gore, A. (1995). Common sense government:
Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
Works better and cost less. Toronto:
Surabaya, Insan Cendekia
Random House.
Hariyoso, S., 2002. Pembaharuan Birokrasi dan
Kebijaksanaan Publik. Penerbit
Pembaharuan. Jakarta
Hughes, O.E, 1994, Public Management &
Administration 1HZ <RUN 0DUWLQ¶V
Press Inc, Dalam Irfan Islamy 1998.
Agenda Kebijakan Reformasi
Administrasi Negara, Pidato Pengukuhan
Guru Besar Universitas Brawijaya Malang
Islamy, Irfan, M. 1998, Agenda Kebijakan
Reformasi Administrasi Negara, Pidato
Pengukuhan Guru Besar, Universitas
Brawijaya, Malang.
Ismani, HP, 2001, Etika Birokrasi, artikel dalam
Jurnal Administrasi Negara, edisi
September 2001 Volume III Nomor 1
Mardiasmo, 2002, Akuntansi Sektor Publik,
Penerbit ANDI, Yogyakarta
Mertins Jr, Herman, 1979, Professional
Standards and Ethics A Workbook for
Public Administrators, American Society
for Public Administration, Washington
D.C
Osborne, D. and Plastrick, P.(1997). Banishing
bureaucracy: The five strategies for
reinventing government. Reading,
Addison Wesley Publishing Company Inc.
Osborne, David dan Gaebler, Ted.
Mewirausahakan Birokrasi. Terjemahan.
Pustaka Biman Pressindo. Jakarta
Sulistio, E.B, 2009. Birokrasi Publik: Perspektif
Ilmu Administrasi Publik. Penerbit:
STISIPOL Dharma Wacana Metro dan
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sulistio, E.B. 2009. Strategi Pemerintah Daerah
dalam Mengatasi Hambatan Otonomi
Daerah: Studi Di Kabupaten Lampung
Tengah. Laporan Penelitian. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung.
13 | S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0