Anda di halaman 1dari 9

ECOTROPHIC 

♦ 4 (2) : 136‐144   ISSN:  1907‐5626 

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN AMDAL


DI ERA OTONOMI DAERAH

IPG. Ardhana
Jurusan Biologi FMIPA Unud

ABSTRACT
This Article is written with a view to know role and socialization of the autonomous municipality.
This Article represent the normative legal research that is concern with legislation approach (the statute
approach), case study approach (the case approach), approach by factual (the fact approach) and the approach of analisial
legal concept (analytical conceptual approach) and also the bibliography approach (the library approach) that is the
collection of the reading materials relaited with this topic of problems..
From result of this article we can know that the role and the socialization in the automous municipality still have
an illusional character and cannot fulfill clearly and accurately it’s function. Because in the arena of politics the
determination process of bribes and corruptiones, so minutes which is agreed at early in the meeting or conclusiones
wich is written in the minute of meeting often different from the determined public policies. To diminish these problems
we extremely need the essential quarantee that socializational requiamentes or aspirationes which are integrated in the
public policies must be based on partisipative statutes concerning with the autonomous municipality.

Key word : Role and also the society, Autonomous municipality, Essential quarantee

ABSTRAK
Tulisan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam pelaksanaan otonomi
daerah.
Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (the statute
approach), pendekatan studi kasus (the case approach), pendekatan secara faktual (the fact approach) dan pendekatan
analisis konsep hukum (analytical conseptual approach) serta pendekatan kepustakaan (the library approach) yaitu
dengan menghimpun bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan topik permasalahan.
Dari hasil tulisan ini dapat diketahui bahwa peran serta masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah sampai
saat ini masih bersifat semu tidak dapat berjalan dengan sempurna yang diakibatkan karena adanya suatu arena politik
penentu kebijakan yang masih hidup subur seperti lobi-lobi, suap-menyuap dan korupsi sehingga seringkali risalah-risalah
yang telah disepakati dalam pertemuan awal atau apa yang diputuskan dalam risalah pertemuan berbeda dengan kebijakan
publik yang dihasilkan. Untuk menanggulangi permasalahan ini sangat diperlukan konsepsi esensial yang perlu diterapkan
dalam menyikapi peran serta masyarakat yang sering diabaikan pemerintah dalam penerapan otonomi daerah.

Kata Kunci: Peran serta masyarakat, Otonomi daerah, Konsepsi esensial.

PENDAHULUAN serta masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah


mestinya tidak boleh diabaikan.
Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Dikatakan pula bahwa penyelenggaraan otonomi
otonomi daerah telah tertuang dalam ketentuan umum daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan prinsip-
Pasal 1 butir 5 yang menyebutkan bahwa Daerah Otonom, prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat keadilan, serta memperhatikan potensi dan
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang keanekaragaman daerah. Salah satu hal yang penting dari
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan pengertian diatas adalah adanya peran serta masyarakat
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri dan demokrasi yang menjadi prinsip dalam
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara penyelenggaraan otonomi daerah.
Kesatuan Republik Indonesia.1) Berbagai program pembangunan maupun program
Perkataan berdasarkan aspirasi masyarakat untuk pemberdayaan baik yang dilakukan oleh pemerintah
mengatur dan mengurus pemerintahan ini berarti peran maupun LSM yang menekankan bahkan mensyaratkan
adanya peran serta masyarakat dalam setiap tahap program
_____________________________________________________
1)
Undang-Undang Otonomi Daerah. 2005 . UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Citra Umbara. Bandung

136
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 136‐144   ISSN:  1907‐5626 

mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap kemudian sumber data sekunder dilakukan melalui sumber
evaluasi. Tapi pada kenyataannya fakta empiris data kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan
menunjukkan bahwa tidak sedikit kasus pembangunan di hukum primer dan bahan hukum sekunder.
daerah tanpa mengikut sertakan peran serta masyarakat. Adapun bahan hukum primer yang digunakan
Kasus rencana pembangunan proyek panas bumi terutama berpusat dan bertitik tolak pada peraturan
(Geotermal) Bedugul pada awal perencanaan sampai saat perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti UU
ini peran serta masyarakat sangat diabaikan terbukti bahwa nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
aspirasi sebagian besar masyarakat Bali untuk Hidup, PP nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL, UU
menghentikan proyek pembangunan tersebut diabaikan nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah.
“Kemungkinan sampai saat ini masih berlangsung”. Berikutnya dipergunakan pula bahan hukum
Kasus lain adanya pabrik minuman keras (miras) sekunder berupa pendapat para ahli hukum, hasil-hasil
di Kabupaten Tabanan, masyarakat pun tidak mengetahui penelitian, kegiatan ilmiah dan beberapa informasi dari
adanya proyek pembangunan itu, perijinan, analisis media masa.
mengenai dampak lingkungan (Amdal/UKL/UPL) pun Pendekatan masalah yang dipakai terhadap
ditangani sendiri oleh Pemda. penelitian ini, adalah beberapa pendekatan yang dikenal
Kasus kegiatan pengambilan pasir laut di Pantai dalam hukum normatif, yaitu pendekatan kasus (the case
Sawangan Kelurahan Benoa Kecamatan Kuta Selatan approach), pendekatan perundang-undangan (the statute
Kabupaten Badung untuk proyek pengamanan pantai Bali; approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical
masyarakat-pun tidak mengetahui proyek kegiatan conceptual approach).
pengambilan pasir laut di pantai Sawangan itu, anehnya Jenis bahan hukum yang dipergunakan berupa
tanpa didukung dengan dokumen Amdal-pun ditangani bahan-bahan hukum primer seperti peraturan perundang-
sendiri oleh Pemda. undangan, surat keputusan Menteri, peraturan daerah,
Di samping itu masih banyak lagi proyek-proyek sedangkan bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-
pembangunan lain yang tidak mengikutkan peran serta bahan yang erat kaitannya dengan bahan-bahan hukum
masyarakat, sehingga ketika kegiatan pra kontruksi pada primer dapat membantu menganalisis dan memahami
setiap proyek pembangunan yang akan dilaksanakan hukum primer adalah : a) hasil karya ilmiah para sarjana;
masih banyak mendapat hambatan dari masyarakat dan b) hasil penelitian; c) laporan-laporan, media massa
tidak sedikit akhirnya proyek-proyek pembangunan Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan
mangkrak. Kebijakan Pemda seperti ini boleh dikatakan yang memberikan informasi tentang bahan-bahan hukum
telah menyimpang dari ketentuan Otonomi Daerah. primer dan bahan hukum sekunder meliputi bibliografi.
Permasalahannya apakah masyarakat akan tetap Adapun metode pengumpulan bahan hukum dalam
tinggal diam, menonton proyek pembangunan yang akan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
menyengsarakan manusia. Kondisi seperti ini merupakan gabungan antara bola salju (snowball methode) dengan
pekerjaan rumah bagi kita semua. metode sistematis (systematic methode).
Pada kesempatan ini penulis akan membahas Dari hasil pengumpulan data, kemudian data
tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pelaksanaan dianalisis, dikontruksi dan diolah sesuai dengan rumusan
Otonomi Daerah. Apakah pelaksanaan otonomi daerah masalah yang telah ditetapkan, kemudian disajikan secara
sudah sesuai dengan ketentuan UU Otonomi Daerah. Hasil deskriptif.
kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai Dalam penelitian hukum normatif, yang dianalisis
pembaharuan dalam pelaksanaan otonomi daerah. bukanlah data, melainkan dilakukan secara deskriptif,
Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan interpretatif, evaluatif, argumentatif dan sistematis. Bahan
masalah yang dikaji adalah: (1) bagaimana peran serta hukum yang dikumpulkan akan disajikan secara utuh,
masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah; (2) kemudian dianalisis. Adapun analisis yang dikemukakan
konsepsi esensial apa yang perlu diterapkan dalam bersifat deskriptif artinya uraian apa adanya terhadap
menyikapi peran serta masyarakat yang sering diabaikan suatu kondisi atau posisi dari proporsi-proporsi hukum atau
pemerintah dalam penerapan otonomi daerah. non hukum. Interpretatif adalah analisis dengan cara
menginterprestasi atau menjelaskan penggunaan jenis-jenis
METODE PENELITIAN penafsiran dalam ilmu hukum, seperti penafsiran yang
sistematis dan gramatikal. Penafsiran secara sistematis
Tipe penelitian ini tergolong kedalam penelitian artinya terdapat hubungan antara pasal satu dengan pasal-
hukum normatif dan penelitian hukum kepustakaan maka pasal yang lainnya. Sedangkan penafsiran secara
titik berat penelitian mempergunakan bahan hukum bukan gramatikal adalah penafsiran berdasarkan arti kata.
data, sehingga data primer yang dipergunakan hanya Evaluatif yakni melakukan evaluasi atau penilaian tepat
bersifat memperkuat, melengkapi dan menunjang, atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah,
137
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 131‐135 ISSN: 1907-5626

sah atau tidak oleh peneliti terhadap suatu pandangan, melaksanakan kekuasaan ada pada wakil-wakil rakyat yang
proporsi, pernyataan rumusan, norma, keputusan baik yang dipilih oleh rakyat.
tertera dalam bahan hukum primer maupun bahan hukum Pokok pikiran lain yang melandasi perlunya peran
sekunder. serta masyarakat dapat dilihat dari berbagai bentuk dan
Sedangkan analisis yang bersifat argumentatif pandangan. Dari segi kualitas dapat dilihat dalam bentuk-
tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian bentuk sebagai berikut:4)
harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat Peran serta sebagai kebijaksanaan dilakukan
penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan bertolak dari pemikiran bahwa publik yang terkena
hukum makin banyak argumen makin menunjukkan dampak memiliki hak untuk diminta masukan dan
kedalam penalaran hukum. Sistematis, adalah berupa upaya pendapatnya. Informsi yang berupa pendapat, aspirasi, dan
mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi concern dari publik akan dijadikan pertimbangan dalam
hukum antara peraturan perundang-undangan yang pengambilan keputusan.
sederajat maupun antara yang tidak sederajat.2) Partisipasi dalam konteks sebagai strategi
diperlukan sebagai alat untuk memperoleh dukungan dari
PEMBAHASAN masyarakat (publik). Jika pendapat, masukan, aspirasi dan
Peran Serta Masyarakat Dalam Pelaksanaan Otonomi concern dari publik telah diperoleh, maka para proponen
Daerah akan menganggap bahwa kredibilitas keputusan sahih.
Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Partisipasi sebagai komunikasi dilakukan
otonomi daerah mempunyai jangkauan luas. Peran serta berdasarkan anggapan bahwa pemerintah (project
tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu proponent) memiliki tanggung jawab untuk menampung
yang terkena berbagai peraturan atau keputusan pendapat, aspirasi, pandangan, dan concern masyarakat.
administratif, akan tetapi meliputi pula peran serta Dalam konteks sebagai media pemecahan publik,
kelompok dan organisasi dalam masyarakat. partisipasi dianggap sebagai cara untuk mengurangi
Adapun sebagai pokok pikiran yang melandasi ketegangan dan memecahkan masalah yang menimbulkan
perlunya peran serta masyarakat dapat dikemukakan konflik. Dengan kata lain, partisipasi ditujukan untuk
sebagai berikut3): memperoleh konsensus.
Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk Peran serta sebagai terapi sosial dilakukan untuk
memberi masukan kepada Pemerintah tentang masalah menyembuhkan penyakit sosial yang terjadi di masyarakat,
yang dapat ditimbulkan oleh sesuatu rencana tindakan seperti rasa keterasingan (alineation) powerlessness, rasa
Pemerintah dengan berbagai konsekuensinya. kurang percaya diri (minder), dan lain sebagainya.
Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh Persoalan peran serta masyarakat telah menjadi isu
kesempatan untuk berperanserta dalam proses pengambilan yang terus berkembang dan diperbincangkan oleh banyak
keputusan dan tidak dihadapkan pada suatu fait accompli, orang terutama dalam pelaksanaan otonomi daerah. Tidak
akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang ada program pembangunan yang dijalankan tanpa
lebih besar guna menerima dan menyesuaikan diri dengan menyebutkan peran serta masyarakat.
keputusan tersebut. Peran serta masyarakat dalam pembangunan
Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan menjadi hal penting ketika diletakkan atas dasar keyakinan
memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh bahwa masyarakat yang paling tahu apa yang mereka
masyarakat selama proses pengambilan keputusan butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu tentang
berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada permasalahan yang mereka hadapi.
keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan. Otonomi daerah ditingkat kabupaten maupun kota
juga berdasarkan pertimbangan bahwa kabupaten/kota
Dalam hubungan dengan peran serta masyarakat lebih dekat dengan masyarakatnya sehingga lebih tahu
ini, ada pendapat yang menyatakan, bahwa dalam kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya. Karena itu
pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka hak untuk dalam pelaksanaan otonomi daerah juga menekankan
pentingnya peran serta masyarakat.

2)
Ashshofa, B., 2004. Metode Penelitian Hukum. PT. Rineka Cipta. Jakarta
3)
Koesnadi Harjosoemantri, 1986. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Hukum Lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada “Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
4)
Sudharto P. Hadi. 1999. Peran Serta Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Amdal. Makalah Seminar Bapedal, Jakarta, tanggal 3-4
Pebruari 1999 hal 2

138
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 131‐135 ISSN: 1907-5626

Yang menjadi pertanyaan dan perlu dikritisi adalah apakah Berbagai forum warga yang bermunculan
peran serta masyarakat memang sudah menjadi bagian dibeberapa kabupaten yang merupakan salah satu
yang tidak terpisahkan dari program dan dilaksanakan instrumen untuk menyerap aspirasi dan menjadi arena
secara sungguh-sungguh ataukah hanya dilaksanakan untuk berperanserta, di samping adanya instrumen-
sebagai formalitas atau sekedar wacana dan retorika belaka instrumen konvensional yang telah ada seperti musbangdes
atau hanya untuk persyaratan penyandang lembaga donor pada tingkat desa, pertemuan ditingkat kecamatan dan
atau investor? rakerbang ditingkat kabupaten, serta parlemer dan partai
Kalau memang sudah dilaksanakan dengan politiknya yang seharusnya menjadi sebuah lembaga untuk
sungguh-sungguh tentu itulah yang diharapkan oleh semua mengaktualisasikan kepentingan rakyat. Tetapi yang terjadi
pihak baik masyarakat maupun institusi yang adalah apa yang dirumuskan oleh instrumen atau lembaga
melaksanakan program tersebut. Tetapi kalau yang terjadi tersebut seringkali tidak nyambung dengan kebutuhan
adalah peran serta masyarakat hanya sebagai formalitas masyarakat.
dan retorika belaka ataupun seremonial saja maka akan Risalah-risalah yang telah disepakati dalam
sangat memprihatinkan dan akan merupakan pekerjaan pertemuan-pertemuan awal yang melibatkan masyarakat
yang perlu diselesaikan. ternyata sering tidak menjadi kebutuhan masyarakat atau
Beberapa contoh kasus yang mungkin masih apa yang terdapat dalam risalah pertemuan berbeda dengan
terjadi adalah peran serta masyarakat dalam program kebijakan publik yang dihasilkan. Seringkali kebijakan
pembangunan yang pelaksanaannya masih sebatas Pemerintah Pusat muncul dari keputusan sidang kabinet
formalitas karena Pemda ataupun institusi lain yang tidak dengan alasan untuk pertumbuhan ekonomi dalam rangka
melaksanakan dengan serius persoalan peran serta mengurangi tingkat kemiskinan.
masyarakat dan yang sering terjadi hanya sebagian Program yang diciptakan bersama masyarakat
masyarakat yang dilibatkan itupun hanya yang menyetujui seringkali dikesampingkan. Ini merupakan cerminan
program dalam suatu kegiatan pembangunan untuk ikut bahwa setiap program apapun apabila yang menawarkan
membenarkan rencana program tersebut. Padahal hak, atau memutuskan adalah Pemerintah Pusat akan
kewajiban dan peran masyarakat dalam pengelolaan dilaksanakan, tidak peduli apakah sesuai dengan kondisi
lingkungan hidup telah tercantum dengan jelas dalam ayat daerah atupun tidak.
(1), (2) dan (3) yang menyatakan: Semestinya rakyat di daerah berhak untuk
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas dilibatkan secara faktual terhadap kebijakan publik yang
lingkungan hidup yang baik dan sehat; berdampak secara sosiologis terhadap rakyat di daerah. Hal
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan tersebut dinilai akan dapat melakukan pergeseran
hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan paradigma secara sistemik dan gradual dari paradigma
lingkungan hidup; pemerintahan yang berorientasi kekuasaan menjadi
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperanserta kekuasaan yang berorientasi dan berpihak secara sungguh-
dalam pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan sungguh kepada rakyat.
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu sangat diperlukan sebuah jaminan,
Jadi jelas contoh-contoh kasus yang telah bahwa apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi
dikemukakan di muka bertentangan dengan UUPLH yang masyarakat semestinya tertuang dalam kebijakan publik
berlaku. berdasarkan sebuah peraturan daerah yang partisipatif.
Nampaknya peran serta masyarakat yang selalu Kalau peran serta masyarakat masih bersifat
didengungkan dalam setiap program baik di Pemda formalitas, seremonial semata dan hanya sebatas wacana
ataupun di institusi-institusi lainnya dengan hanya sebatas dan retorika maka partisipasi hanya menjadi alat legitimasi
retorika dan seremonial belaka, ataupun hanya janji-janji atau hak kekuasaan penguasa bahwa apa yang
muluk yang sering disampaikan pada saat menjelang dilaksanakan sesuai dengan apa yang dipersyaratkan dalam
pemilihan jabatan. Seperti contoh adalah program yang program.
termuat dalam visi dan misi para calon Gubernur, Bupati Peran serta masyarakat dalam analisis mengenai
dan Walikota. dampak lingkungan (AMDAL) merupakan bagian dari
Rupanya ruang dan arena bagi masyarakat untuk prosedur perizinan lingkungan hidup yang harus dilakukan
menyuarakan aspirasi dan berpartisipasi belum jelas oleh penanggung jawab proyek sebagai suatu bentuk
terwujud atau masih bersifat semu, walaupun ada, tidak keputusan pengelolaan lingkungan hidup.5)
dapat berjalan dengan sempurna, karena adanya arena AMDAL diperlukan tidak untuk semua rencana
politik untuk mengais rejeki bagi para penentu kebijakan kegiatan, tetapi hanya untuk kegiatan tertentu yang
yang masih hidup subur seperti lobi-lobi, suap-menyuap dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak besar dan
dan korupsi. penting terhadap lingkungan hidup. Hal tersebut telah
139
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 131‐135 ISSN: 1907-5626

ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997 Pada tahap ini terjadi kontak pertama dengan
yang menyebutkan bahwa “setiap rencana usaha dan atau berbagai pihak termasuk masyarakat yang secara potensial
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak akan terkena dampak. Konsultan akan melakukan pra
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib survai untuk menghimpun data sekunder, berupa
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan. monografi desa/kelurahan, melakukan wawancara dengan
Peran serta masyarakat dalam proses pembuatan masyarakat sekitar.
AMDAL, dalam PP No. 27 Tahun 1999 diatur dalam Pasal Pada tahap pengumpulan bahan-bahan yang
33, 34, dan 35. Pasal 33 menyebutkan bahwa setiap usaha dibutuhkan, masyarakat bisa menyampaikan pendapat atau
dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 usulan dan keluhan. Masukan dari masyarakat sangat
ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada berguna untuk penyusunan kerangka acuan (KA) untuk
masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis menentuan isu utama (main issues).
mengenai dampak lingkungan hidup. Jenis usaha Namun dalam praktek, karena waktunya amat
yang dimaksud akan ditetapkan oleh Menteri setelah singkat, banyak konsultan yang hanya menghimpun data
mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat sekunder saja tanpa melakukan wawancara sehingga isu
Menteri lain dan atau pimpinan lembaga pemerintah non utama yang semestinya yang semestinya dirumuskan lebih
departemen yang terkait. banyak hanya merupakan rumusan dari konsultan saja,
Kegiatan yang telah diumumkan kepada bukan di dasarkan sumber dari masyarakat.
masyarakat, maka dalam waktu 30 hari sejak diumumkan
rencana kegiatan tersebut, warga masyarakat yang 2. Pada waktu penyusunan analisis dampak
berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan lingkungan (AMDAL)
tanggapan tentang dilaksanakannya rencana usaha dan atau Masyarakat dapat dilibatkan untuk memberi
kegiatan yang diajukan secara tertulis kepada instansi yang pendapat atau gagasannya pada saat penyusunan AMDAL
bertanggung jawab. menghimpun data sosial ekonomi dan sosial budaya
Atas dasar masukan dari masyarakat, maka dengan menggunakan daftar pertanyaan atau wawancara.
penanggung jawab kegiatan harus mempertimbangkan dan
mengkaji secara mendalam analisis mengenai dampak 3. Pada waktu penilaian AMDAL
lingkungan hidup. Dokumen AMDAL yang telah disusun, komisi
Peran serta masyarakat, dalam proses pembuatan AMDAL akan menanggapi dan menilai dokumen KA,
AMDAL, dapat dilakukan secara individu ataupun AMDAL, dan RKL/RPL. Pada tahap ini, masyarakat dapat
kelompok, dapat dilakukan mulai pada waktu ada menyampaikan tanggapan dan penilaian melalui wakilnya
pengumuman rencana pembangunan suatu proyek kepada di komisi AMDAL. Dalam praktek, informasi adanya
masyarakat, penyusunan kerangka acuan, penyusunan pelaksanaan proyek pembangunan sering kali tidak
Amdal, dan penelitian Amdal. Hal tersebut ditegaskan disampaikan pada masyarakat tapi hanya kepada Kepala
dalam Pasal 34 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999 yang Desa atau Camat setempat yang dianggap mewakili
menyebutkan “warga masyarakat yang berkepentingan pendapat masyarakat. Setelah itu, masyarakat diminta
wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, tinggal menyetujui dan mendukung adanya pelaksanaan
penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, proyek. Sementara kemungkinan masyarakat untuk ikut
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana masuk dalam komisi AMDAL sebagai bentuk akses publik
pemantauan lingkungan hidup”. Secara lebih jelas tahap- jarang sekali terjadi dan dalam praktek justru diwakili
tahap, dimana masyarakat dapat berperan serta adalah: Kepala desa atau Camat setempat untuk tingkat daerah dan
1. Pada waktu penyusunan kerangka acuan Bupati atau Bappeda/Bagian Lingkungan Hidup untuk
Jika suatu usaha atau kegiatan yang diajukan tingkat pusat. Kondisi seperti itu sudah barang tentu
pemrakarsa proyek termasuk dalam kategori dampak kurang mencerminkan aspirasi masyarakat yang
penting, maka pemrakarsa dengan dibantu konsultan harus sebenarnya.6)
menyusun dokumen Kerangka Acuan (KA). Sebagai bahan Dari proses perbuatan Analisis Mengenai Dampak
untuk penyusunan kerangka acuan, di samping diperlukan Lingkungan (AMDAL) yang selama ini dilakukan menurut
deskripsi usaha atau kegiatan, konsultan Amdal akan Sudharto P. Hadi mengandung kelemahan, di antaranya:
menghimpun data berupa gambaran umum daerah
penelitian.
______________________________
5)
Natangsa Subakti. 2001. Penegakan Hukum Lingkungan dan Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta
6)
Sudharto P. Hadi, Op.Cit., hal 8-9

140
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 136‐144   ISSN:  1907‐5626 

1. Pada waktu penyusunan KA dan AMDAL, forumnya berkepanjangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
terbatas dan waktunya singkat. Seringkali penyusun Daerah.
AMDAL hanya mengumpulkan responden di suatu Konsep otonomi nyata dan bertanggung jawab
tempat, kemudian diwawancarai secara bersama. yang dilaksanakan pada era berlakunya Undang-undang
Kondisi ini tidak memungkinkan responden No. 5 Tahun 19748) tentang Pokok-pokok Pemeritahan di
menyampaikan gagasannya dengan leluasa dan Daerah, dipandang tidak relevan lagi dengan tuntutan
convenience. Forum semacam itu dapat dikategorikan masyarakat dan perkembangan dunia yang semakin
sebagai bentuk non participation dan kadar kontaknya mengglobal.
sangat rendah. Oleh karena itu bangsa Indonesia perlu
2. Tidak adanya informasi tentang rencana usaha atau melaksanakan pembaharuan dalam sistem penyelenggaraan
kegiatan. Ketika responden diwawancarai, mereka tidak negara agar memberikan otonomi secara utuh dan seluas-
mengetahui sama sekali tentang deskripsi proyek. Hal luasnya kepada Daerah.
tersebut menyulitkan responden dalam membayangkan Atas dasar itu, maka lahirlah keputusan politik
apa yang akan terjadi jika proyek itu dilaksanakan. tentang perlunya penerapan otonomi yang sesungguhnya
Dengan demikian, informasi isu dan concern yang kemudian terformulasi dalam Ketetapan MPR RI
masyarakat tidak akan terjaring. Nomor XV Tahun 1998 sebagai produk dari Sidang
3. Forum komisi terlalu formal, sekalipun masyarakat Istimewa MPR Tahun 1998, dengan memberikan otonomi
dilibatkan dalam proses penilaian dokumen AMDAL, kepada Daerah secara utuh dan seluas-luasnya.
kecil kemungkinan mereka bisa mengutarakan gagasan Kemudian dengan mempertimbangkan berbagai
dan pendapatnya dengan bebas dan conveneince karena aspek yang berkembang maka dalam menindaklanjuti
suasananya terbatas dan bersama dengan pihak-pihak keputusan politik yang fundamental dibidang otonomi
lain yang tidak setara yakni para pejabat dan tersebut lahirlah dua paket Undang-undang tentang
konsultan/pakar. Jika ditinjau dari segi kualitas, teknik Otonomi Daerah, yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun
ini sekedar sebagai strategi dan proforma, sekedar 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang
memenuhi peraturan tanpa memperhatikan kualitas Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
peran serta maupun dampaknya pada perencanan. Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua Undang-
4. Kadar kontak rendah, semua teknik peran serta dalam undang tersebut telah meletakkan prinsip-prinsip yang
proses pembuatan AMDAL yang diterapkan fundamental kearah terciptanya format baru sistem
menunjukkan bahwa kadar kontak antara pihak-pihak penyelenggaraan pemerintahan yang secara normatif lebih
yang terlibat (pemrakarsa, masyarakat, pemerintah) demokratis dan menghargai karakteristik lokal.9)
termasuk kategori rendah, karena itu memungkinkan Pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah
akan sulit untuk terjadi interaksi yang intensif. dengan mempertimbangkan konfigurasi Indonesia yang
spesifik secara geografis, geopolitik dan sangat pluralistik,
Konsepsi Esensial yang Perlu Diterapkan dalam dapat memberikan banyak perbedaan dengan negara-
Menyikapi Peran Serta Masyarakat yang Sering negara lain. Atas dasar itu dalam pemberian otonomi
Diabaikan daerah setidaknya mengandung tiga esensi, antara lain :
Otonomi daerah adalah manifestasi dari penerapan Pertama, otonomi harus memberikan kesempatan yang
asas desentralisasi teritorial sebagaimana amanat Pasal 18 seluas-luasnya dan mampu menumbuhkan kedaulatan
Undang-Undang Dasar 1945.7) Dalam sejarah rakyat. Dalam arti bahwa otonomi harus dapat menjadi
penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sejauh ini salah satu alat penyalur aspirasi masyarakat secara
belum dapat diwujudkan secara utuh, dan yang demokratis, transparan dan akuntabel. Konsepsi
berkembang subur adalah semangat sentralistik. Sementara otonomi daerah ini menjadi satu pilihan karena
desentralisasi terjadi distorsi dan otonomi daerah sentralisasi yang sudah berlangsung dalam waktu panjang
mengalami deviasi yang sangat elementer dengan selama ini dianggap sebagai sumber inefisiensi
hilangnya nilai-nilai demokrasi dalam implementasinya. penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta
Distribusi kewenangan dan pembagian pendapatan yang pembelengguan kreatifitas masyarakat dan Pemerintah
bersumber dari sumberdaya alam antara Pemerintah Pusat Daerah.
dan Daerah tidak berimbang dan tidak proporsional. Hal Oleh karena itu dalam pemberian otonomi ini kedaulatan
ini menimbulkan konflik kepentingan yang rakyat harus mendapat porsi yang utama dalam proses
pengambilan kebijakan publik. Pengalaman menunjukkan
______________________________
7)
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia.
8)
Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
9)
Undang-Undang Otonomi Daerah. 2005. op.cit

141
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 131‐135 ISSN: 1907-5626

bahwa tanpa melibatkan stakeholders yang ada di Daerah Pertama, konsep otonomi daerah berkaitan dengan
dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan cara pembagian secara vertikal kekuasan pemerintahan.
publik selalu muncul kebijakan yang tidak berpihak kepada Cukup banyak literatur mengenai pemerintahan modern
kepentingan masyarakat yang pada gilirannya melahirkan yang mengatakan bahwa federalisme merupakan
konflik kepentingan antara Pemerintah dan Masyarakat. desentralisasi “tertinggi” dalam pengaturan proses dinamik
Dengan demikian akan dapat dibangun sistem hubungan antara pusat dan daerah. Alasan ini terkesan
penyelenggaran pemerintahan daerah yang demokratis, mendasari cara berpikir UU No. 32 Tahun 2004, yang
transparan dan akuntabel serta dapat berfungsinya institusi- menggeser paradigma otonomi daerah menurut pasal (1) c
institusi politik dan kemasyarakatan sebagai alat UU No. 5 Tahun 1974 sebagai “hak, wewenang dan
penyaluran aspirasi dan sekaligus sebagai alat kontrol kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
Dalam konteks ini otonomi daerah tidak lagi tangganya sendiri”, menjadi seperti yang diformulasikan
dipandang sebagai desentralisasi administratif yang hanya dalam pasal (1) h UU No. 32 Tahun 2004 yaitu
sekedar menempatkan otonomi sebagai kewajiban “kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
Pemerintah Daerah, untuk melaksanakan kewenangan yang mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
bersifat administratif melainkan proses demokratisasi harus prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat”. Dalam
menjadi bagian penting dari makna pemberian otonomi hubungannya dengan konsep otonomi daerah, pasal 4 ayat
daerah. (2) UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa Daerah
Kedua, pemberian otonomi harus mampu Provinsi, Kabupaten dan Kota masing-masing memiliki
menempatkan kebinekaan sebagai modal dalam pembagian urusan pemerintahan (Pasal 13 dan Pasal 14).
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, bukan Kedua, dasar kerakyatan dalam desentralisasi
memposisikan perbedaan dan pluralistik itu sebagai dikatakan oleh Hatta sebagai hak rakyat di daerah untuk
kendala yang menghambat pembangunan. menentukan nasibnya sendiri dan mengatur pemerintahan
Oleh karena itu dalam penerapan otonomi harus sendiri (self bestuur). Hans Kelsen menyatakan bahwa
memperhatikan kondisi dan karakteristik lokal dengan meskipun cita-cita kedaulatan rakyat juga dapat terwujud
menghilangkan paradigma lama yang menganut pola dalam suasana sentralisme, tetapi desentralisasi tetap
penyeragaman, baik pada aspek kualifikasi aparatur merupakan cara terbaik mewujudkan kedaulatan rakyat.
maupun struktur birokrasi. Konsep otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004
Dengan demikian Daerah perlu diberikan telah memberikan penekanan pada 2 (dua) variabel penting
kewenangan mengatur penyelenggaraan pemerintahannya dalam teori desentralisasi yaitu pertama, kewenangan
termasuk pembangunan disegala bidang sesuai dengan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan
aspirasi, adat dan budaya serta lingkungan kondisi masyarakat setempat dan kedua, aspirasi masyarakat yang
daerahnya. harus menjadi acuan dalam penggunaan kewenangan
Ketiga, esensi penting lainnya yang harus daerah otonom.
mendapat porsi besar dalam pemberian otonomi adalah Ketiga, sistem pelayanan publik yang efektif dan
bagaimana Pemerintah melalui berbagai regulasi mampu efisien adalah prinsip dasar dari desentralisasi. Hal itu
mengubah peredaran uang yang selama ini masih ditegaskan dalam definisi otonomi daerah menurut UU No.
terkonsentrasi di pusat pemerintahan dapat dialihkan atau 32 Tahun 2004 dengan istilah “mengatur dan mengurus
didistribusikan keseluruh daerah. Aspek ini menjadi kepentingan masyarakat setempat”. Implikasi dari
penting, karena tingkat kemampuan daerah yang tidak pengaturan itu adalah antara lain alokasi dana perimbangan
sama. yang mampu mendukung kapasitas pelayanan (service
Oleh karena itu Pemerintah harus memberi capacity) Pemerintah Daerah.
berbagai insentif dalam bentuk kebijakan ekonomi yang Pelayanan publik yang ditegaskan sebagai
berpihak pada pertumbuhan daerah. Pemberian kewajiban normatif Pemerintah Daerah beserta aparatnya
perimbangan keuangan yang proporsional dan kebijakan harus tercemin dalam Rencana Strategik (Renstra) Kepala
perpajakan yang adil utamanya bagi daerah yang tidak Daerah berdasarkan PP No. 108 Tahun 2000, yang
punya potensi sumberdaya alam. digunakan sebagai tolok ukur penilaian bagi kinerja Kepala
Esensi dari tujuan otonomi daerah adalah Daerah. Standar pelayanan bagi Pemerintah Daerah yang
efektivitas dan efisiensi pelayanan pemerintah bagi menjadi konsekuensi dari otonomi daerah merupakan
kepentingan rakyat. Paradigma berpikir dalam penataan standar dan ukuran dari kinerja pelayanan publik bagi
otonomi daerah seyogyanya bertitik tolak dari 3 (tiga) hal pemerintah Daerah. Hal inilah yang sebenarnya harus
pokok, yaitu: konsep otonomi daerah, dasar kerakyatan dan dimunculkan sebagai wacana dalam otonomi daerah dan
sistem pelayanan publik. Berikut akan dijelaskan hal-hal political decentralization harus menempatkan rakyat
pokok dalam otonomi daerah tersebut.
142
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 131‐135 ISSN: 1907-5626

sebagai subyek dalam otonomi daerah dengan pelayanan demikian, masyarakat hanya mempunyai kesempatan
publik sebagai pilar utama penopang otonomi daerah. untuk berpartisipasi pada tingkat penilaian (review), bukan
Disamping itu peran serta masyarakat dalam sejak tahap niat pemrakarsa proyek melakukan kegiatannya
AMDAL merupakan bagian terpenting dalam sehingga dapat mengurangi (mereduksi) kemungkinan
meelaksanakan kegiatan pembangunan di era otonomi masyarakat untuk memberikan pendapatnya secara matang
daerah. atas suatu proses AMDAL.
Agar dalam proses AMDAL dapat bersifat aspiratif,
maka menurut Heroepoetri Arimbi, 1998 perlu dilakukan 4. Mekanisme banding masyarakat
hal-hal sebagai berikut:10) Mekanisme pengajuan keberatan masyarakat
1. Perlu dipikirkan mekanisme pelayanan informasi di terhadap keputusan yang mereka tidak menyetujui
masing-masing Komisi AMDAL. seharusnya ada, sebagai upaya untuk memberikan saluran
2. Perlu dijalankan mekanisme pemberitahuan kebutuhan aspirasi masyarakat yang tidak tertampung.
(notification) yang sudah dituangkan dalam PP Karena itu, mekanismenya harus dicipatakan sekaligus
AMDAL. sebagai sarana untuk mendorong pengambil keputusan
3. Harus ada ketentuan yang mewajibkan pelibatan untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh
masyarakat sejak awal. masukan yang didapat dari masyarakat.
4. Perlu dikembangkan mekanisme banding dari
masyarakat atas setiap keputusan AMDAL yang tidak
mereka setujui.
5. Pengadaan dana partisipasi masyarakat yang
mendukung masyarakat untuk berpartisipasi dalam 5. Dana partisipasi masyarakat
proses AMDAL. Untuk mendukung suatu proses partisipasi
Untuk melaksanakan beberapa ketentuan tersebut masyarakat diperlukan dukungan sumber daya manusia
diatas, diperlukan strategi pelaksana secara berjenjang. dan sumber-sumber dana. Karena itu diusulkan agar
Strategi pelaksana tersebut, yaitu: dikembangkan dana partisipasi masyarakat dalam
1. Mekanisme pelayanan informasi AMDAL.
Perlu dibangun unit khusus di masing-masing Persoalan yang menjadi kendala turut serta atau
instansi yang bertanggung jawab, di Bapedal, Bapedalda, partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan AMDAL,
dan unit khusus pelayanan informasi sebagai penunjang menurut pengamatan Heroepoetri Arimbi, 199811), adalah
kegiatan komisi AMDAL, seperti pengelolaan pertama, adanya AMDAL fiktif, kedua, kurangnya tenaga
perpustakaan terhadap semua dokumen AMDAL yang ahli yang memadai, ketiga, masalah di tingkat konsultan
telah disetujui dan up dating informasi mengenai status dan komisi AMDAL; keempat, masalah pembiayaan atau
suatu AMDAL, membuat ringkasan AMDAL dari suatu dana pembuatan; dan kelima, penataan.
rencana kegiatan.
Dasar hukum dari pembentukan unit ini bisa SIMPULAN DAN SARAN
dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Ketua Simpulan
Bapedal yang secara spesifik menyebutkan mandatnya, 1. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan otonomi
sekaligus hak dan kewajiban masyarakat untuk menikmati daerah sampai saat ini masih bersifat semu belum
unit pelayanan ini. dapat berjalan dengan sempurna dan sering diabaikan.
2. Konsepsi esensial yang perlu diterapkan dalam
2. Mekanisme pemberitahuan (notification) menyikapi peran serta masyarakat yang sering
Pengumuman atas rencana kegiatan yang wajib diabaikan pemerintah dalam penerapan otonomi daerah
memiliki AMDAL ditentukan dalam PP AMDAL, adalah :
namun karena tiadanya penjelasan tentang mekanisme a. Otonomi daerah harus memberikan kesempatan
pemberitahuan, menjadikan ketentuan tersebut mudah seluas-luasnya dan mampu menumbuhkan
diabaikan. kedaulatan rakyat;
b. Otonomi daerah harus mampu menempatkan
3. Pelibatan masyarakat secara dini kebhinekaan sebagai modal dalam
Dalam praktek selama ini, peran serta masyarakat penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
tidak dilakukan secara dini, namun hanya ditempatkan bukan memposisikan perbedaan dan pluralistik
untuk berpartisipasi dalam komisi AMDAL. Dengan sebagai kendala yang menghambat pembangunan;
_______________________________________
11)
Heroepoetri, Arimbi. 1998. Partisipasi Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Bapedal. Jakarta

143
ECOTROPHIC ♦ 4 (2) : 136‐144   ISSN:  1907‐5626 

Dadang Juliantara, 2004. Mewujudkan Kabupaten Partisipatif.


c. Otonomi daerah harus memperoleh porsi besar Pustaka Jogja Mandiri. Yogyakarta
dalam pemberian otonomi melalui berbagai Heroepoetri, Arimbi. 1998. Partisipasi Masyarakat dan
regulasi yang mampu mengubah peredaran uang Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Bapedal.
yang terkonsentrasi di pusat untuk didistribusikan Jakarta
keseluruh daerah nusantara. Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia,
d. Otonomi daerah harus memperhatikan peran serta 2000. Makalah “Otonomi Dibidang Pengelolaan
masyarakat dalam AMDAL yang merupakan Lingkungan Hidup. Mataram, 8 Mei 2000
bagian terpenting dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan Koesnadi Harjosoemantri, 1986. Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar dalam Hukum Lingkungan pada Fakultas
Saran Hukum Universitas Gadjah Mada “Aspek Hukum Peran
Untuk menanggulangi peran serta masyarakat yang Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan
seringkali diabaikan oleh pemerintah selaku penentu Hidup”. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
kebijakan dalam pelaksanaan otonomi daerah sampai
sekarang ini sangat diperlukan sebuah jaminan bahwa apa Natangsa Subakti. 2001. Penegakan Hukum Lingkungan dan
Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas. Universitas
yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat tertuang
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
dalam kebijakan publik berdasarkan sebuah peraturan
daerah yang partisipatif. Sudharto P. Hadi. 1999. Peran Serta Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses Amdal. Makalah
DAFTAR PUSTAKA Seminar Bapedal, Jakarta, tanggal 3-4 Pebruari 1999 hal 2
Undang-Undang Otonomi Daerah. 2005 . UU No. 32 Tahun
Ashshofa, B., 2004. Metode Penelitian Hukum. PT. Rineka 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Citra Umbara.
Cipta. Jakarta Bandung

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), 1998. Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun Pemerintahan di Daerah
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bapedal. Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Republik
Jakarta Indonesia.

144

Anda mungkin juga menyukai