Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 3 PPKN

Primadito Satria Pamungkas


049456864
1. Dari uraian yang dijelaskan lakukanlah analisis faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!
 Demokrasi, otonomi daerah, dan pemerintahan di Indonesia
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti sistem politik, pemerintahan,
dan sistem perwakilan. Ada beberapa faktor strategis yang juga
mempengaruhi otonomi daerah, seperti inovasi teknologi,
pemilihan kepala daerah, politik transnasional, kepemimpinan,
dan hubungan intra dan antar daerah, dan faktor tersebut relevan
dengan konteks nasional dan daerah pusat. Hubungan pusat-daerah
menimbulkan permasalahan tersendiri dan pada akhirnya bermuara
pada otonomi daerah ala Indonesia. Otonomi daerah tidak hanya
berarti pelaksanaan demokrasi, tetapi juga mendorong
berkembangnya inisiatif individu untuk mengambil keputusan
yang menyangkut kepentingan masyarakat. Dengan berkembangnya
inisiatif individu, tercapailah arti demokrasi, yaitu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pengalaman desentralisasi dan otonomi daerah di negara-negara


berkembang telah mempengaruhi program dan kebijakan lain,
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bukan sekadar proses
teknis pelaksanaan rencana tertentu. Sebaliknya, itu adalah proses
interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diprediksi.
Berbagai faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi
umum dari berbagai jenis sangat mempengaruhi sejauh mana
kebijakan yang ditetapkan akan diterapkan seperti yang
diharapkan dan sejauh mana implementasi mencapai tujuan
kebijakan.

Menurut Yosef Riwu Kaho (1991:60), ada beberapa faktor yang


mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Secara
khusus, faktor manusia, faktor keuangan daerah, faktor donasi,
dan faktor organisasi dan administrasi dalam pelaksanaannya.
Faktor-faktor ini selalu terjalin dan, seperti organisme tubuh,
tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu faktor tidak bekerja secara
maksimal, maka faktor lain akan terpengaruh. Mengacu pada
pendapat Yusuf di atas, beberapa faktor tersebut perlu
diperhatikan.

Misalnya terkait dengan Human Factor Executor. Tentu faktor ini


harus dilihat secara menyeluruh dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, mulai dari pimpinan daerah dan pejabat
tinggi pemerintah daerah, ketua dan anggota DPRD, serta peran
aktif seluruh lapisan masyarakat. Aparatur pemerintah, baik
eksekutif maupun legislatif, harus memiliki integritas dan
moralitas yang terkait dengan etika atau tata kelola. Dengan
demikian, tindakan pemerintah dan aktivitas politik dewan lokal
dipengaruhi oleh pejabat dan elit politik masing-masing.
Menurut Jaka Triwidaryanta dari YB Widyo Hari Murdianto
(2006:
61), pemimpin daerah harus memahami nilai-nilai lokal,
menunjukkan solidaritas dan menjadi pelayan yang dapat
dipercaya. Begitu pula instansi pemerintah yang profesional, dan
penunjukkannya benar-benar berdasarkan kebutuhan. Ritme kerja
yang mengutamakan efektifitas dan efisiensi sebenarnya bukanlah
pilar, melainkan pengerahan secara besar-besaran, yakni oleh
banyak pegawai. tapi itu tidak tergantung beban kerjanya.
Anggota legislatif, di sisi lain, sebenarnya diisi oleh politisi yang
merupakan politisi yang mengutamakan kepentingan negara. Tak
kalah pentingnya, kehadiran masyarakat di wilayah kelurahan juga
diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam segala aspek yang
memungkinkan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.

Faktor keuangan daerah juga penting untuk mendukung


pelaksanaan otonomi daerah. Tidak ada bisnis yang membutuhkan
uang, jadi pasti setiap orang membutuhkan uang untuk menunjang
kehidupan dan aktivitas kehidupan ini. Hal ini juga berlaku dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Daripada mengandalkan
eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dengan kedok
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), pemerintah daerah
harus mencari sumber keuangan yang kreatif dan terbarukan untuk
memaksimalkan potensi mereka.

Selain faktor manusia dan keuangan yang disebutkan di atas,


faktor peralatan juga harus diperhatikan. Karena tanpa alat dan
perlengkapan, manusia tidak dapat hidup dengan baik. Oleh
karena itu alat atau perangkat ini sangat penting, terutama dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Peralatan harus dilengkapi dengan
baik untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka memberikan
pelayanan publik secara optimal, efektif dan efisien. Apalagi di
era digital berbasis online seperti saat ini, dengan semakin
banyaknya teknologi baru, otomatis beberapa teknologi lama
tertinggal. Perkembangan teknologi di era digital khususnya di
bidang komunikasi sangat pesat. Dalam konteks ini, tentunya hal
ini menghambat dan mempersulit implementasi electronic
government (e-gov) ketika fungsi-fungsi pemerintahan dilakukan
dengan menggunakan perangkat secara manual.
Terakhir, faktor organisasi dan manajemen. Menurut Yosef
Riwukaho (1991:257), untuk mencapai organisasi yang baik dan
sehat, dalam setiap organisasi perlu diterapkan asas - asas
tertentu. Prinsip-prinsip yang disebutkan sekurang-kurangnya
mencakup hal-hal sebagai berikut: pembagian kerja;
pendelegasian wewenang; koordinasi; kesatuan kendali dan
komando. Berkaitan dengan hal tersebut, kepala daerah harus
menjadi pengelola yang kredibel yang diharapkan mampu
menyelenggarakan semua lini otonomi daerah untuk mencapai
tujuan pelaksanaan otonomi daerah di era digital.

2. Lakukanlah analisis faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam


melaksanakan otonomi daerah di Indonesia!
 Pasca pengesahan paket UU tentang otonomi daerah, banyak yang
membicarakan sisi positifnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
otonomi daerah telah membawa perubahan positif bagi daerah
dalam hal pengaturan diri daerah. Kewenangan ini merupakan
impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung
memposisikan daerah sebagai pemain yang kurang penting atau
periferal dalam pembangunan. Dulu, pengerukan potensi daerah ke
pusat terus berlanjut dengan balutan pemerataan pembangunan.
Alih-alih menikmati pembangunan, daerah justru mengalami
proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut,
banyak daerah yang tampak optimis dapat mengubah situasi yang
kurang menguntungkan tersebut.
Ada beberapa hambatan yang dikhawatirkan bila dibiarkan
berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan
ketatanegaraan Indonesia. Adapun masalah-masalah tersebut
antara lain :
Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah
Salah satu konsekuensi dari otonomi adalah meningkatnya
kewenangan daerah dalam mengelola perekonomian, mulai dari
mengumpulkan pendapatan hingga mengalokasikan penggunaan
pendapatan daerah. Padahal, dengan kewenangan seperti itu, ada
risiko yang melekat bahwa daerah akan berupaya memaksimalkan,
bukan mengoptimalkan, keuntungan pendapatan daerah. Upaya ini
didasarkan pada kenyataan bahwa daerah harus memiliki sumber
daya yang cukup baik untuk keperluan rutin maupun
pembangunan.

Dalam skenario seperti itu, banyak daerah terjebak dalam


intensifikasi pendapatan asli daerah, yaitu pemungutan pajak dan
retribusi. Model ini tentu sangat penting bagi pemerintah kota
mudah diimplementasikan karena kekuatan lembaga negara yang
bersatu; kekuatan yang tidak dapat dijalankan dalam negara
demokrasi modern. Model warisan kolonial ini merupakan pilihan
yang paling penting karena pemerintah tidak dapat
mengembangkan karakter kewirausahaan.

Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi


Daerah yang Belum Mantap
Desentralisasi adalah mekanisme manajemen yang mempengaruhi
hubungan antara negara dan pemerintah daerah. Desentralisasi
diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
Administrasi. Sebagai instrumen pendidikan politik di daerah.
Menjaga keutuhan negara kesatuan atau integrasi nasional.
Diwujudkan dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep desentralisasi dan
otonomi harus kokoh.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
serta UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, maka sejumlah besar fungsi-fungsi pemerintahan
dialihkan dari pusat ke daerah, dalam banyak hal melewati
provinsi. Kedua undang-undang tersebut mencerminkan realitas
politik bahwa sebagian besar warga negara Indonesia
menginginkan peran yang lebih besar dalam mengatur urusannya
sendiri. Namun, tata pemerintahan daerah yang baik saat ini
belum diterapkan di Indonesia, meskipun sistem desentralisasi
telah diterapkan. Untuk mewujudkan bentuk pelayanan
kepentingan umum sesuai prinsip desentralisasi, diperlukan
perubahan paradigma yang radikal dari mesin birokrasi sebagai
unsur utama.
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Belum


Memadai.
Kekuatan politik baru yang nyata muncul dari parlemen daerah.
Badan legislatif tersebut dapat secara mandiri memilih gubernur
dan bupati/walikota tanpa membahayakan kepentingan dan
pengaruh politik pemerintah pusat. Kebijakan daerah juga dapat
diputuskan secara mandiri di tingkat daerah dengan persetujuan
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Setidaknya ada dua alasan utama mengapa hal ini bisa terjadi,
yaitu: Pertama, pemerintah pusat terkesan tidak pernah serius
memberikan hak otonomi kepada pemerintah daerah. Kedua,
desentralisasi memicu semangat yang tak terkendali di kalangan
elit di beberapa daerah, sehingga menimbulkan sentimen daerah
yang sangat kuat. Istilah "Putra Daerah" berdiri di mana-mana
mewakili pendapat daerah, yang memanifestasikan dirinya sebagai
semacam keharusan yang harus dipenuhi oleh pemerintah utama
daerah.
berdasarkan jumlah penduduk asli daerah tersebut.
3. Lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai
masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi
daerah!
 Partisipasi masyarakat dalam mengatasi hambatan pelaksanaan
otonomi daerah memiliki cakupan yang luas. Partisipasi Ini bukan
hanya tentang partisipasi individu beberapa peraturan atau
keputusan yang terpengaruh administratif, tetapi juga mencakup
partisipasi kelompok dan organisasi dalam masyarakat.
Adapun ide dasar di baliknya kebutuhan akan keterlibatan
masyarakat dapat ditekankan sebagai berikut :
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan memberikan masukan
terhadap pemerintah tentang hal-hal ini dapat dihasilkan dari
rencana tindakan pemerintah dengan konsekuensi yang berbeda.

Seorang warga negara yang telah memperoleh kemampuan untuk


berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak
dipaksa untuk patuh pada umumnya menunjukkan kesediaan yang
lebih besar untuk menerima dan beradaptasi dengan keputusan
tersebut.

Berbicara tentang keterlibatan sosial ini adalah pendapat yang


menyatakan bahwa di suatu pemerintahan dengan sistem
perwakilan, maka wakil rakyat berhak menjalankan kekuasaan
dipilih oleh rakyat.

Gagasan utama lain di balik perlunya peran dan masyarakat dapat


dilihat dalam berbagai bentuk dan perspektif. Secara kualitatif
dapat dilihat dalam bentuk-bentuk berikut:

Partisipasi masyarakat sebagai kebijakan diimplementasikan


mulai dari gagasan bahwa publik memiliki dampak influence
berhak menerima umpan balik dan pendapatnya. Informasi berupa
pendapat, keinginan , dan kekhawatiran publik dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan.

Partisipasi dalam konteks sebagai strategi dibutuhkan sebagai


sarana untuk mendapatkan dukungan masyarakat (umum). Jika
pendapat, kontribusi, keinginan, perhatian publik diterima,
kemudian pendukung membutuhkan kredibilitas keputusan yang
valid.

Sebagai sarana pemecah publik partisipasi dipandang sebagai cara


untuk mengurangi ketegangan dan memecahkan masalah yang
disebabkan oleh konflik. Jadi partisipasi itu disengaja mencapai
konsensus.
Partisipasi sebagai terapi sosial direncanakan untuk
menyembuhkan penyakit sosial di masyarakat, seperti perasaan
terasing (alineation), perasaan tidak berdaya kurang iman dll.

Partisipasi masyarakat telah menjadi masalah yang terus


berkembang dan dituturkan oleh banyak orang khususnya dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Tidak ada program yang berjalan
tanpa menyebutkan partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi penting
ketika ditempatkan atas dasar kepercayaan bahwa kebanyakan
orang tahu apa yang mereka butuhkan dan masyarakat juga yang
paling tahu masalah yang mereka hadapi.

Otonomi daerah di tingkat kabupaten dan kota juga berdasarkan


wilayah/kota tersebut lebih dekat dengan orang sehingga mereka
tahu lebih banyak kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Karena
itu dalam pelaksanaan otonomi daerah juga ditekankan tentang
pentingnya partisipasi sosial.

4. Peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek  good


governance.
 Menurut Effendi (2005), Good Governance atau Pemerintahan
yang Baik diterjemahkan sebagai Pemerintahan yang Dapat
Dipercaya (Bintoro Tjokroamidjojo), Good and Responsible
Governance atau LAN, Good Governance atau UNDP, dan ada
yang mengartikan Good Governance sebagai Clean Governance.
Namun demikian, penerapan clean good management tidaklah
mudah, diperlukan komitmen yang kuat dari para pelaku dan
pemangku kepentingan yang terlibat, seperti pemerintah,
masyarakat dan swasta.

Mahasiswa merupakan kelompok intelektual muda yang nantinya


akan menjadi generasi penerus bangsa, sehingga mahasiswa
memegang peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik di masyarakat. Mahasiswa juga memiliki
kewajiban untuk melakukan yang terbaik dalam perkuliahan untuk
membawa perubahan yang baik bagi masyarakat sekitar. Ada tiga
peran penting yang harus dimainkan mahasiswa kepada
masyarakat untuk menerapkan manajemen yang baik, antara lain
Agent of Change, Agent of Control dan Iron Stock.

Sebagai salah satu komponen sosial, mahasiswa tidak pernah


lepas dari ikatan dialektis dengan struktur yang ada, baik sosial,
ekonomi maupun politik. Sebagai aktor sosial mereka harus
bereaksi terhadap perubahan yang terjadi, tetapi pada saat yang
sama reaksi harus dibatasi oleh latar belakang sejarah dan
struktur yang ada.

Sebagai agen perubahan, mahasiswa tidak hanya diam mengamati


keadaan lingkungan, tetapi mahasiswa harus mampu melakukan
perubahan dan mengubah keadaan lingkungan menjadi lebih baik.
Mahasiswa harus mampu berperan sebagai katalisator atau
diidentikkan sebagai katalisator perubahan yang pada akhirnya
akan berdampak positif dan memperjuangkan perubahan yang akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Mahasiswa juga berperan penting dalam penyelenggaraan


pemerintahan yang baik sebagai pengarah atau pengawas
kebijakan yang ditetapkan dalam sistem pemerintahan. Bagaimana
mengkritisi dan mengamati situasi terkini di masyarakat sekitar,
baik di kampus maupun di masyarakat luas. Sebagai agen
pengawas, mahasiswa harus dilibatkan sebagai aktor di
masyarakat agar menjadi panutan di masyarakat dan tidak hanya
duduk diam dan menonton.

Mahasiswa juga diharapkan menjadi sumber atau pemimpin masa


depan negara, generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan yang
kuat dan akhlak yang baik yang dapat menggantikan
kepemimpinan generasi sebelumnya.

Referensi :

BMP MKDU4111 Pendidikan Kewarganegaraan

Zuhro, R. Siti. "Demokrasi, otonomi daerah dan pemerintahan indonesia." Interaktif:


Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial 10.1 (2018): 1-41.

Fahri, Marratu. "FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN


PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH." Jurnal Ilmu Pemerintahan Unbara
1.1 (2022): 19-25.

Nasution, Akmal Huda. "Otonomi Daerah: Masalah dan Penyelesaiannya di


Indonesia." Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan) 4.2 (2016): 206-
215.

Ardhana, I. P. G. "Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Amdal di Era


Otonomi Daerah." Ecotrophic 4.2 (2009): 374116.

kompasiana.com "Peran Penting Mahasiswa dalam Mewujudkan Good Governance


di Lingkungan Masyarakat", 8 Juni 2022.
<https://www.kompasiana.com/lianakhusnulsaputri/62a085782154ae661843da62/
peran-penting-mahasiswa-dalam-mewujudkan-good-governance-di-lingkungan-
masyarakat > [Diakses, 20 November 2022]

Anda mungkin juga menyukai