Anda di halaman 1dari 4

PERAN PANITIA PENGAWAS PEMILU TINGKAT KABUPATEN

DALAM UPAYA MEMINIMALISASI KONFLIK HORIZONTAL ANTAR


PESERTA PEMILIHAN KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH
DI KABUPATEN SOLOK SELATAN TAHUN 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


Proses demokrasi di Indonesia memasuki babak baru dengan lahirnya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang di dalamnya mengatur
tentang mekanisme pergantian kepemimpinan di daerah, yaitu Pemilihan Kepala Daerah
secara langsung (pasal 24 ayat 5). Hal ini merupakan lompatan besar dalam perjalanan
demokrasi di Indonesia, karena walaupun sudah sejak lama Indonesia menganut sistem
demokrasi Pancasila, namun pada kenyataannya keterlibatan rakyat sebagai elemen penting
dari demokrasi dalam berbagai proses politik tidak mendapat peran dan perhatian yang
signifikan.
Keterlibatan rakyat dalam menentukan dan memilih pemimpinnya merupakan salah
satu indikator berjalannya proses demokratisasi, hal ini baru dirasakan sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada masa
sebelumnya, Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui perwakilannya yang
duduk di lembaga perwakilan/DPRD. Mekanisme seperti ini dirasakan kurang mewakili dan
mencerminkan aspirasi rakyat. Salah satu penyebabnya adalah rakyat tidak mengetahui
kapasitas dan kualitas calon pemimpin, dan melemahkan aspek akuntabilitas dan transparansi
sebagai syarat terwujudnya good governance (pemerintahan yang baik)[1].
 
Ada beberapa aspek positif dari penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung terhadap kehidupan demokrasi secara lokal/regional, antara lain dengan pemilihan
secara langsung Kepala Daerah yang terpilih akan memiliki legitimasi yang kuat, sehingga
akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah. Sehingga dengan adanya
pemerintahan yang legitimate, tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung proses
pembangunan akan tinggi. Hal ini merupakan modal dasar dalam menciptakan good
governance.
Di samping itu Pilkada secara langsung merupakan wujud dari model pengisian
pejabat publik oleh rakyat, sehingga akuntabilitas pemilik kekuasaan (Kepala Daerah)
menjadi lebih nyata/kongkret. Namun demikian, pelaksanaan pilkada sejak tahun 2004 di
berbagai daerah di Indonesia dalam implementasinya masih menyisakan berbagai
permasalahan. Ada beberapa kecenderungan negatif yang muncul dalam pelaksanaan pilkada
secara langsung antara lain:
a.    Munculnya praktek jual beli kursi
b.   Praktek beli pengaruh
c.    Mempengaruhi penyelenggara Pilkada, sehingga mempengaruhi netralitas      penyelenggara
d.   Praktek beli suara
Keempat kecenderungan negatif yang penulis sebutkan merupakan pemicu timbulnya
konflik, baik itu antar peserta pilkada atau tim sukses pasangan calon, ataupun meluas kepada
masyarakat umum dan penyelenggara Pilkada. Dalam hal-hal tertentu, praktik diskriminasi
juga berseberangan dengan UU Nomor 22 Tahun1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
menekankan pada prinsip desentralisasi dengan ciri partisipasi seluruhmasyarakat tanpa
membedakan laki dan perempuan.[2]
Undang-undang terbaru yang mengatur tentang Pemilihan Umum adalah Undang-
undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Dengan
diundangkannya UU tersebut terdapat perubahan eksistensi lembaga pengawas pemilu. Jika
sebelumnya dalam UU No 12 tahun 2003 maupun UU 32 tahun 2004, lembaga pengawas
pusat diposisikan sebagai lembaga bersifat ad hoc, sedangkan dalam UU No 22 tahun 2007
lembaga pengawas pemilu diganti menjadi Badan Pengawas Pemilu yang bersifat permanen.
Kemudian juga pihak-pihak yang terlibat dalam Pilkada sifatnya lokal, berada di
daerah, dan oleh karena itu peluang konflik horizontal antar peserta Pilkada sangatlah
mungkin terjadi. Atas dasar hal tersebut di atas, penguatan kapasitas penyelenggara
Pilkada baik KPUD maupun Panwaslu merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, dalam
mengawal berlangsungnya Pilkada, Panwaslu memainkan peranan yang cukup penting,
karena Panitia Pengawas merupakan perangkat yang dibentuk khusus untuk mengawasi
proses Pilkada, bagaikan wasit dalam sebuah pertandingan, yang dituntut kenetralannya dan
ketidakberpihakannya dalam menjalankan mekanisme pengawasan pada seluruh tahapan
proses pilkada.
Beberapa penelitian yang membahas masalah ini adalah: Budi Agustono (2005)
mengkaji Desentralisasi Dan Potensi Konflik Horizontal yang menhasilkan Desentralisasi
telah mengurangi kekuasaan pusat atas daerah, malah dalam batas tertentu daerah tidak lagi
bisa dikendalikan pusat. Meski kekuasaan daerah berkurang tetapi pusat tetap mempunyai
political leverage atas daerah. Dalam hal pemekaran misalnya, elite lokal harus melakukan
negosiasi dengan pusat. Sebaliknya agar daerah tetap bergantung dengan berbagai cara pusat
memanfaatkan political leverage-nya untuk tetap memperkuat posisinya atas daerah. Dengan
begitu, kekuasaan pusat terus-menerus berkibar di daerah, meski pun suasana politik saat ini
telah berubah.
 Abdul Hakim G Nusantara mengkaji Konflik Sosial Dari Aspek Penegak Hukum
menghasilkan Hukum yang dibentuk melalui proses yang memenuhi syarat legitimasinya itu
dijalankan oleh kekuasaan yudisial yang kompeten dan independen, dalam arti bebas dari
berbagai pengaruh yang dapat menciderai kedaulatan (otonomi) hukum. Kekuasaan yudisial
meliputi wewenang penyidikan oleh Polisi, wewenang penuntutan oleh Jaksa Penuntut
Umum, dan Pengadilan oleh Hakim. Polisi, Jaksa, dan Hakim inilah merupakan sub-sistem
yang membentuk sistem yudisial.
Pemekaran kabupaten dan provinsi baru dikhawatirkan akan menimbulkan konflik
horizontal yang dapat menggoyahkan bangunan kekuasaan lokal. Apalagi jika pemekaran
kabupaten atau provinsi baru ini memaksa penduduk yang menolak bergabung ke wilayah
baru tanpa memperhatian latar belakang kesukuan, agama, dan juga teritorial dapat dipastikan
akan menciptakan konflik horizontal. Kasus pemekaran seperti yang terjadi di Kabupaten
Mamasa, Sulawesi Barat misalnya, yang berujung dengan kekerasan antar-agama ini
merupakan contoh dari konflik horizontal itu sebagai akibat dari pemekaran daerah. Namun
dari daerah lain berdirinya kabupaten baru dapat mencegah terjadinya gesekan antarsuku
Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Peran
Panitia Pengawas Pemilu Tingkat Kabupaten dalam Upaya Meminimalisasi  Konflik
Horizontal Antar Peserta Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2010”.

1.2  Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran Panitia Pengawasan Pemilu dalam Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Solok
Selatan yang dilaksanakan oleh Panwaslu Kabupaten Solok Selatan tahun 2010?
2.  Apa saja konfilk besar dan kecil yang terjadi dan bagaimana penyelesaiannya dalam Tahapan
Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Solok Selatan yang dilaksanakan oleh Panwaslu Kabupaten
Solok Selatan tahun 2010?
3.  Apa saja hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pilkada Kabupaten Solok Selatan tahun
2010?

1.4 Tujuan Penelitian


            Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui peran Panitia Pengawasan Pemilu dalam Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Solok
Selatan yang dilaksanakan oleh Panwaslu Kabupaten Solok Selatan tahun 2010.
.
2. Mengetahui apa saja sengketa dan bagaimana penyelesaiannya dalam tahapan  Pemilihan
Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Solok Selatan yang dilaksanakan oleh Panwaslu Kabupaten
Solok Selatan tahun 2010.
3. Mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan proses  pengawasan Pilkada
Kabupaten Solok Selatan?

1.5  Kegunaan Penelitian


Beberapa manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Secara teoritis, melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis serta dapat
menambah pengetahuan dalam bidang kebijakan Publik, birokrasi dan pemilihan umum
khususnya dan Administrasi Negara pada umumnya.
b.   Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sumbangan
pemikiran bagi Panwaslu, KPUD, Partai Politik dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam
penyelenggaraan Pemilu dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan demokrasi di
Kabupaten Solok Selatan.

Anda mungkin juga menyukai