Anda di halaman 1dari 19

Tugas Pengantar Ilmu Politik

Review Jurnal

Nama: Yakub Ramadhan


NPM:20041010048
Kelas:B-ADAMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PENDIDIKAN ILMU ADM. PUBLIK
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
2020
Review Jurnal dengan tema Legitimasi Kekuasaan Dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan
Wakil Kepala Daerah
1. Tema Legitimasi Kekuasaan Dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala
Daerah
A. Judul : Letigimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah Dalam Sistem
Pemerintahan Otonomi Daerah
Peneliti,Mediapublikasi:MarulakPardede,http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2018.V1
8.127-148
Tahun: 2018
Metode penelitian: metode penelitian yang dipakai dalam jurnal ini yaitu Metode
Pendekatan, Spesifikasi Penelitian, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis
Data.
Metode pendekatan: yang dipergunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
bersifat yuridis normatif, dan metode perbandingan hukum.
Bahan penelitian: bahan penelitian yang dipakai yaitu :Bahan Primer, yang
mencakup peraturan perundangundangan yang berlaku, yurisprudensi yang berkaitan
dengan pokok permasalahan penelitian. Bahan Sekunder, terdiri dari : Hasil-hasil
penelitian yang telah ada sebelumnya yang terkait dengan permasalahan penelitian;
Kepustakaan, termasuk bahan dan hasil seminar dan konferensikonferensi serta ulasan
mass-media, termasuk ulasan dalam majalah hukum, majalah populer dan surat kabar)
yang berkaitan dengan objek penelitian. Bahan Tersier, yang terdiri dari : Kamus
Hukum, Ensiklopedi dan Kamus Pendukung lainnya.
Alat penelitian: yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :Studi
kepustakaan/Normatif (Library Studies), yaitu mempelajari berbagai literatur yang
berhubungan dengan objek penelitian, termasuk penelitian normatif mengenai
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian.Studi Dokumen
(Documentary Studies) dari bahan primer dan sekunder
Pembahasan: A. Dinamika Perkembangan Hukum Pemilihan Kepala/Wakil Kepala
Daerah
Menurut yang menurut Dahi , merupakan gambaran maksimal bagi suatu
pemerintahan demokrasi di zaman moderen . Hikam , beliau menyatakan bahwa
Pemilihan Umum adalah sebuah lembaga dan sekaligus praktek politik yang
mempunyai 2 dimensi , dilihat dari luar tampak saling berseberangan . Sisa suara
dalam setiap daerah pemilihan tidak tetapi dapat digabung dengan jumlah suara dari
partai yang sama , meskipun suara tersebut diperoleh dari daerah pemilihan yang
berlainan . 22/1999 diharapkan memberikan otonomi yang besar kepada masyarakat
dengan penyerahan kewenangan bidang-bidang pemerintahan dengan pengaturan
yang terbuka atau menempatkan kekuasaan residual pada daerah otonom .

Pemerintahan di Daerah , dalam pemerintahan dimasa lalu , tidak


mencerminkan adanya otonomi riil , karena wadah DPRD tidak merupakan lembaga
legislatif daerah yang dapat menampung aspirasi masyarakat , tetapi hanyat pemda
perang . Di dalam undang-undang ini , istilah yang digunakan adalah Pemilihan
Gubernur , Bupati , dan Wali Kota .
Bagi sebagian parties yang lain , Pemilukada TIDAK Langsung ATAU Langsung
dinilai sama Saja . Kedua , Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD
mendapat dua hak sekaligus , yakni hak pilih dan hak legislasi . Pemilukada secara
langsung , tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD hak pilihnya tetap ada .

Tata Kelola Pemerintahan , kewenangan yang paling mencolok adalah


menindak dan memutus administrasi . Bawaslu kabupaten / kota bisa mengeluarkan
putusan yang bersifat pertama dan terakhir . Bawaslu punya berwenang
mendiskualifikasi peserta pemilu yang melakukan politik uang . Pasangan calon
presiden dan calon legislator yang terbukti berhasil tersebut dapat dikenai sanksi
administratif pembatalan sebagai calon .

Banyak kepala daerah terpilih yang terlibat pelaksana APBD seraya mengintip
peluang untuk melakukan korupsi . Tidak meng-herankan jika mereka yang terlibat
korupsi dan masuk penjara . Mereka yang terpilih dengan biaya besar APBN dan
APBD harus hadir sebagai pemberi solusi atas berbagai permasalahan
daerah . Namun ,yang terjadi justru sebaliknya , sebagian besar di antara mereka
malah menjadi malapetaka buat daerah dan warganya .
Kesimpulan: Dinamika perkembangan pembangunan hukum tentang pemilihan
umum kepala/wakil kepala daerah di Indonesia, sangat dinamis, mengingat terjadinya
perubahan ketentuan dimaksud dari waktu ke waktu, periode ke periode, berkembang
sangat dinamis, mengikuti perkembangan zaman. Legitimasi pemilihan kepala/wakil
kepala daerah dalam pemerintahan otonomi daerah di Indonesia ini, dapat
menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum, karena terjadi perubahan yang
secara terus menerus. Peraturan perundangundangan tentang Pemilihan kepala daerah
yang hanya memilih kepala daerah saja, diyakini akan menimbulkan permasalahan
hukum (legitimasi), terjadinya konflik diantara mereka. Karena yang memilih
wakilnya adalah kepala daerah terpilih. Dengan demikian legitimasi wakil kepala
daerah dipandang lemah tidak sama dengan kepala, wakil tidak bisa menggantikan
kepala daerah yang berhalangan tetap, karena akan dipilih oleh DPRD.

B. Judul: Perencanaan Dan Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja KPU Kabupaten


Bungo Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2015
Peneliti: Dian Octapulia Sari, Syamsurizaldi, Yuslim
Metode penelitian: Jenis Penelitian yang akan dilakukan adalah kualitatif. Alasan
peneliti menggunakan metode kualitatif adalah untuk dapat menjelaskan bagaimana
pelaksanaan anggaran diperlukan metode penelitian yang sesuai.
Teknik pengumpulan data: Adapun informan yang diwawancarai dalam penelitian
ini adalah : 1. Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bungo 2. Sekretaris KPU
Kabupaten Bungo 3. Kasubbag Umum, Keuangan dan Logistik 4. Kasubbag Program
dan Data KPU Kabupaten Bungo 5. Staff Bagian Keuangan KPU Kabupaten Bungo.
Untuk informan triangulasi adalah : 1. Kepala Bappeda Kabupaten Bungo 2. Kepala
Sub Bidang Pengeluaran PPKD, BPKAD Kabupaten Bungo 3. Bagian Keuangan
KPU Provinsi Jambi.
Hasil penelitian dan pembahasan: Ada 3 (tiga) tingkatan dalam perencanaan Pemilu
dan Pilkada yaitu, perencanaanstrategic planning, perencanaan ini terkait gambaran
apa saja hal-hal yang ingin dicapai, mulai dari visi, misi, tujuan, program dan
sebagainya dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Kemudian perencanaan
operasional, ini adalah rencana yang sangat rinci dalam mencapai tujuan, didalamnya
terdapat dimensi program dan kegiatan, anggaran, personel, logistik, dan tempat.
Yang ketiga yaitu perencanaan tahapan, program dan jadwal penyelenggaran Pemilu
dan Pilkada, yang mana perencanaan ini harus berdasarkan perencanaan strategik dan
perencanaan operasional, (Zetra, 2015 :18-19). Proses Pelaksanaan Anggaran Pilkada
Tahun 2015 Dalam penelitian ini ditemukan fakta baru bahwasanya anggaran yang
digunakan untuk pelaksanaan Pilkada serentak di Provinsi Jambi menggunakan
anggaran bersama atau sharing anggaran, yang mana memang sudah diatur di dalam
Permendagri Nomor 44 Tahun 2015. Berbeda dengan penelitian sebelumnya dari
Hendri Koeswara, Ira Irawati, dan Arry Bainus (2018) dengan judul penelitiannya
Analisis Anggaran Pelaksanaan Pemilihan Walikota Solok Pada Pilkada Serentak
Nasional Tahun 2015, dengan hasil temuannya bahwasanya Pemilihan Kota Solok
tidak terjadi pendanaan bersama dan menanggung beban anggaran dari masing-
masing daerah yang melaksanakan Pilkada serentak, Kegagalan pendanaan bersama
antara PilkadaKota Solok dengan Pilgub Sumatera Barat ini menurut penulis karena
terlambatnya pelbagaiatau variasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
tentang hal tersebut.
Kesimpulan:1. Dalam pembahasan terdapat regulasi yang belum jelas dalam
penetapannya, sehingga antara tahapan dan pelaksanaan anggaran menjadi kacau dan
tidak singkron 2. Penyebab dari anggaran kegiatan Pilkada yang tidak terealisasi dari
Pemerintah Daerah ke KPU, disebabkan oleh tidak terealisasinya beberapa dana
alokasi yang berasal dari APBN ke Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo3.
Terjadinya anggaran bersama atau sharing anggaran dapat membantu anggaran hibah
APBD Bungo menjadi lebih efisien
Saran:1. Regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan, baik itu dari Permendagri, atau
PKPU atau kebijakan lainnya harus tepat pada waktunya dalam penetapan. 2.
Penelitian ini merekomendasikan bahwa untuk anggaran Pilkada serentak
ditempatkan di APBN 3. Pemerintah dan KPU harus mempertimbangkan anggaran
bersama atau sharing anggaran, untuk meminimalisir kekeliruan dalam penyusunan
dan pengelolaan.

C. Judul: POLITIK IDENTITAS ETNIK ASLI PAPUA BERKONTESTASI DALAM


PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KOTA SORONG
Penulis: Ferinandus Leonardo Snanfi, Muhadjir Darwin, Setiadi, dan Hakimul
Ikhwan
Metode penelitian: Metode penelitian kualitatif, Nasir (1988: 64). Nawawi
(2001:167), informan yang diambil 52 informan dari representasi PNS tingkat OPD
etnik Maybrat dan etnik Pendatang, PNS dari etnis-etnis yang termarginalisasi,
Tokoh-tokoh masyarakat dari etnis-etnis asli Papua serta etnis Pendatang, Tokoh
Agama, masyarakat Moi, masyarakat Pendatang, masyarakat Teminabuan,
masyarakat Raja Ampat, masyarakat Maybrat, didalam birokrasi pemerintahan dan di
masyarakat Kota Sorong.
Teknik pengumpulan data: eknik pengumpulan data primen yaitu, wawancara yang
sifatnya spontan,objektif, tidak rekayasa. (Salim, 2006:223). wawancara mendalam
suasana keakraban dengan mengajukan pertanyaan (Bungin, 2005: 108). Observasi
sistematis pada obyek penelitian (Nawawi, 1991:100), observasi sederhana non
partisipasi, mencatat pengamatan. Observasi melalui pengamatan dan pengindraan
(Bugin, 2005: 115). teknik pengumpulan data sekunder, menurut Bungin (2001:152),
dokumen foto-foto, karya ilmiah. analisis data penelitian menggunakan M.B. Miles
dan A.M. Huberman Singarimbun dan Effendi (1995: 163).
Hasil dan pembahasan: Etnik Maybrat lewat Partai Politik Dalam Pemilihan
Monuver etnik Makassar dan etnik Maybrat dalam pemilihan kepala daerah di Kota
Sorong adalah untuk mempertahankan kursi kekuasaan wali kota dan wakil wali kota
Sorong. Dengan demikian, kedua etnik itu melakukan lobi-lobi politik di tingkat elite
politik di dalam partai politik dan DPRD Kota Sorong. Sorong, sedangkan etnik
Makassar menguasai posisi ketua umum di beberapa partai politik dan anggota DPRD
Kota Sorong . Moi untuk bergandengan tangan merebut kekuasaan di
Hal itu karena masih kentalnya egoisme
budaya, kampung, keluarga, bahasa, derajat, dan martabat dalam diri setiap
etnik. Setiap etnik mengatakan bahwa dirinyalah yang paling hebat, sedangkan etnik
lainnya berada di bawah etnik mereka. Etnik Maybrat juga mempunyai ambisi yang
sangat kuat karena mereka mengetahui bahwa mereka telah menguasai kursi nomor
satu di Kota Sorong selama 30 tahun. Sorong, dan proyek-proyek yang ada di Kota
Sorong. Maka dari pejelasan diatas dapat mengutip pernyataan Lukmantoro
Dari penjelasan politik identitas menurut Lukmantoro , menyebabkan politik identitas
etnik menonjol di Kota Sorong untuk penguasan sumber daya ekonomi seperti dana
otsus dan lain-lain sebgainya, maka etnik Papua memilih untuk tidak berkolaborasi
dengan etnik tertentu di Kota Sorong. dan Memilih etnik lainnya sebagai kawan
politiknya. Makassar dibandingkan dengan etnik Moi adanya budaya egosentrisme.
Kesimpulan: Politik identitas etnik asli Papua berkontestasi merebut kekuasaan di
Kota Sorong. Kota Sorong untuk bergadengan tanggan untuk membanguan daerah
kota sorong sesuai dengan apa yang mereka alami di Kota Sorong berdampak
melahirkan politik identitas etnik dalam proses percaturan politik pemilihan kepala
daerah di Kota Sorong, Politik identitas etnik itu dimanfaatkan sebagai alat untuk
mempersatukan kelompok-kelompok etniknya untuk kepentingan merebut kekuasaan
dalam pemilihan kepala daerah di Kota Sorong. Maka melibatkan identitas etnik dari
primodialisme, egoisme kampung, marga, budaya, saudara, dan kelompok politik
untuk melebur menjadi satu dalam semangat merebut kekuasaan dalam pemilihan
kepala daerah di Kota Sorong. Maka proses kerja politik identitas etnik yang
dimainkan oleh etnik Maybrat dan etnik Moi dalam kontestasi politik pemilihan
kepala daerah di Kota Sorong, kedua etnik tersebut tidak berkerja sama satu dengan
yang lainnya Kota Sorong. Dan juga pembagian Pembagian kekuasan politik yang
adil dan dapat dipercaya oleh kedua etnik Maybrat dan etnik Makassar. Etnik Maybrat
membuat proses-proses tanah ada etnik Moi di kota sorong, lebih mudah etnik Papau
dan etnik non Papua mudah mendapatkan tanah itu karena etnik Maybrat menekan di
administrasi dan tidak perduli dengan proses adat mereka.
B. Tema Demokrasi Dan Pemilihan Umum Kepala Daerah
1. Judul: Calon Tunggal Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Konsep
Demokrasi
Penulis: Wafia Silvi Dhesinta
Pembahasan: Pelaksanaan Pilkada Dengan Calon Tunggal Di Kabupaten
.Blitar,Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kabupaten Blitar , kemenangan atau suara
setuju atas pasangan Rijanto dan Marhenis tetap lebih banyak dibanding dengan suara
tidak setuju . Pernyataan seperti yang dipersiapkan oleh Ruchana di atas tidak dapat
disalahkan karena tidak adanya calon lawan membuat sistem demokrasi yang dikenal
selama ini oleh masyarakat adalah dengan adanya kompetisi di kompetisi yang
pilhyarat kompetisi di kompetisibi yang pilhyarati. Penetapan tersebut dilakukan oleh
KPUD Kabupaten Blitar berdasarkan penetapan tersebut ,Pasangan Rijanto-Urip
Widodo berdasarkan prosa Demokrasi melalui pemilihan umum yang dipilih oleh
warga Blitar melakukan pencoretan tersebut karena Partai Gerindra hanya
menyerahkan surat rekomendasi dari Dewan Pimpinan Partai tanpa menyertakan surat
kesepakatan Koalisi antar-Partai politik . Kebangkitan Bangsa sengaja melakukan
manuver boikot Pilkada dengan Kabupaten Blitar untuk memimpin Kabupaten Blitar
dalam lima tahun ke depan .
Kesimpulan: Alasan terbesar mengapa Kabupaten Blitar hanya mampu menghasilkan
satu pasang calon kepala daerah adalah karena keengganan partai politik lain untuk
mengusung calonnya. Terkait dengan proses pelaksanaan Pilkada serentak yang hanya
diikuti oleh satu paslon, masih terdapat beberapa permasalahan seperti kurangnya
sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Blitar tentang tata cara proses
pemungutan suara di TPS dengan surat suara “setuju” dan “tidak-setuju”. Selain
beberapa daerah belum mengetahui secara benar tata cara pemilihan pada pemilihan
referendum, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pilkada pada tanggal 9
Desember 2015 juga masih rendah. Karena faktor cuaca yakni pada saat pelaksanaan
pilkada di Kabupaten Blitar diguyur hujan, banyak warga yang lebih memilih pergi ke
sawah daripada pergi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Faktor lain seperti tidak
adanya pemilih yang berada di Kabupaten Blitar juga mendukung minimnya tingkat
partisipasi masyarakat. Geliat Pilkada serentak juga minim partisipasi dikarenakan
beberapa warga sengaja tidak memilih dengan alasan calon figur yang tidak cocok
dengan hati nuraninya. Beberapa warga merasa bahwa tidak ada kompetisi dalam
pilkada. Oleh karenanya, tingkat partisipasi partai politik ataupun calon independen
untuk ikut serta dalam proses pilkada juga mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat untuk memilih dan memberikan hak pilihnya. Demokrasi adalah sebuah
bentuk pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi dalam arti sempit juga dijelaskan oleh
Dahl yang mengemukakan bahwa dalam berbagai perbedaan pemaknaan mengenai
demokrasi, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipenuhi oleh proses pemerintahan
supaya seluruh anggota memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam
menentukan kebijakan. Dahl menjelaskan paling tidak terdapat lima kriteria,
diantaranya adalah: (1) partisipasi efektif; (2) persamaan suara; (3) pemahaman yang
cerah; (4) pengawasan agenda; (5) pencakupan orang dewasa. Upaya paling mutkahir
untuk mengukur derajat demokrasi di banyak negara adalah dengan menggunakan
konsep demokrasi ala Dahl yang mengidentifikasi dua jalan penting menuju
demokrasi yakni jalan yang terfokus pada kompetisi dan jalan yang terfokus pada
partisipasi. Demokrasi yang berjalan di Indonesia jika dikaitkan dengan konsep yang
telah dijelaskan sebelumnya yakni kriteria utama untuk mengukur demokratis
tidaknya suatu negara adalah adanya kompetisi dan partisipasi. Kompetisi dan
partisipasi tersebutlah yang kemudian melahirkan sebuah mekanisme yang disebut
dengan pemilihan umum (pemilu). Munculnya fenomena calon tunggal dalam pilkada
serentak tahun 2015 di beberapa daerah di Indonesia bukan merupakan hal yang aneh
dan baru dalam dunia internasional. Artinya, proses demokrasi politik melalui pemilu
dengan satu calon atau satu kandidat bukan berarti tidak mungkin untuk dilaksanakan.
Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi pada tataran praktik sangatlah berkembang
dan masih menjadi hal yang diperdebatkan. Perlu digarisbawahi bahwa konsep
demokrasi politik harus tetap berada pada kriteria-kriteria sebagaimana diungkapkan
oleh Dahl yakni kompetisi dan partisipasi. Fenomena calon tunggal, khususnya yang
terjadi di Kabupaten Blitar, jika dipandang secara teoritis bukanlah merupakan hal
yang dapat dikatakan tidak demokratis. Partisipasi merupakan poin yang utama pula
dalam pelaksanaan demokrasi politik. Meskipun hanya ada satu pasangan calon dalam
pilkada, proses pemungutan suara tetap merupakan hal yang harus dikerjakan karena
hak pilih masyarakat merupakan kedaulatan rakyat yang keberadaannya dijamin oleh
konstitusi.
2. Judul: Menakar efektivitas pemilu serentak 2019
Penulis: Triono
Metode Penelitian: Data-data serta argumentasi yang dibangun dalam tulisan
inimenggunakan studi kualitatif, yakni dengan mengumpulkan berbagai sumber
referensi ilmiah dari sumber primer dan sumber sekunder melalui pene-lusuran tulisan
terkait seperti jurnal, paper, dan berita media massa tentang dinamika dan fenomena
pemilu serentak di Indonesia khususnya terkait dengan pemilu serentak 2019.
Analisis data: Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan menelaah
dinamika tentang pemilu serentak di Indonesia khususnya setelah keluarnya putusan
MK Nomor 14/PUUXI/2013 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden
harus dilaksanakan serentak dengan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
pada tahun2019 sertadisahkannya UU Pemilu sebagai upaya dalam memberikan
kesimpulan tentang suatu pemikiran yang rasional dan argumentatif dalam memilah
fakta dan konsep yang ada
Hasil dan pembahasan:Penguatan sistem Presidensial melalui pemilu Serentak
Demokrasi dan pemilu seperti dua sisi mata uang yang erat
keberadaannya, pelaksanaan pemilu yang menjadi hajat rakyat menjadi ciri masih
tegaknya sistem demokrasi dalam suatu negara. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan
tertinggi memiliki hak sebagai warga negara untuk menyalurkan hak-hak politiknya
melalui pemilu, peran dan partisipasi rakyat ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai
demokrasi masih berjalan dengan baik. Jika tidak ada pemilu maka rakyat tidak
berdaulat,karena dengan pemilu, rakyat dapat menentukan siapa yang menjadi wakil-
wakil dan pemimpinnya di kursi pemerintahan sehingga mereka dapat menjadi
operator negara dalam menggapai harapan rakyat. Dalam pelaksanaannya, pemilu
sangat bergantung pada pengadopsian sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu
negara, karena akan mempengaruhi model pelaksanaan kegiatan pemilu. Dalam
perkembangan pemilu di Indonesia, secara tidak langsung upaya penguatan terhadap
sistem presidensial mulai berjalan sejak era reformasi 1998. 1945 maka akan
memberikan pengaruh terhadap tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Jika merujuk
sejarah, perubahan ini mulai terlihat dari transformasi pemilihan presiden dan wakil
presiden oleh MPR menjadi pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung
oleh rakyat pada pemilu 2004. Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih sebagai
presiden dan wakil presiden melalui pemilu langsung oleh rakyat. Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden Sistem pemilu proporsional yang dipilih Indonesia
bersamaan dengan penerapan sistem presidensial berbasis sistem multipartai dirasa
banyak kalangan tidak mencerminkan sistem yang ideal. Hal ini dikarenakan adanya
kerancuan dan tumpang tindih kepentingan politik pasca pemilu, reaksi masyarakat
terhadap pemerintah yang terbagi-bagi, terpecah dan ketidakberdayaan pemerintah
dalam menghadapi oposisi di parlemen. Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, MK memerintahkan mulai tahun 2019
pemilihan umum presiden diselenggarakan secara serentak dengan pemilihan umum
legislatif. Dengan demikian konflik eksekutiflegislatif, instabilitas, dan bahkan jalan
buntu politik sebagai komplikasi skema sistem presidensial berbasis sistem
multipartai seperti kekhawatiran Juan Linz dan Scott Mainwaring diharapkan tidak
menjadi kenyataan. Itu artinya, penyelenggaraan pemilu serentak berpotensi
memperbesar dukungan politik DPR terhadap presiden terpilih . Kedua, pembentukan
koalisi politik yang mau tidak mau harus dilakukan sebelum pemilu legislatif
diharapkan dapat memaksaparpol mengubah orientasi koalisi dari yang bersifat
jangka pendek dan cenderung oportunistik menjadi koalisi berbasis kesamaan
ideologi, visi, dan platform politik. Keempat, secara tidak langsung diharapkan terjadi
penyederhanaan sistem kepartaian menuju sistem multipartai sederhana . Sebagai
akibat terpilihnya parpol atau gabungan parpol yang sama dalam pemilu presiden dan
pemilu DPR, fragmentasi parpol di parlemen berkurang dan pada akhirnya diharapkan
berujung pada terbentuknya sistem multipartai moderat. Kelima, pemilu serentak
nasional yang terpisah dari pemilu serentak lokal diharapkan dapat mengurangi
potensi politik transaksional sebagai akibat melembaganya oportunisme politik seperti
yang berlangsung selama ini. Transaksi atas dasar kepentingan jangka pendek bisa
dikurangi jika fondasi koalisi politik berbasiskan kesamaan visi dan platform politik.
Keenam, pemilu serentak nasional yang dipisahkan dari pemilu serentak lokal
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil pilihan masyarakat karena perhatian
pemilih tidak harus terpecah pada pilihan yang terlampau banyak sekaligus di saat
yang sangat terbatas dalam bilik suara . Berdasarkan penyelenggaraan pilpres
2004, 2009, dan 2014 yang dilakukan setelah pemilu legislatif, ditemukan fakta
politik bahwa presiden terpaksa harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar
politik terlebih dahulu dengan parpol, sebagai bagian dari konsekuensi logis
dukungan demi terpilihnya sebagai presiden dan dukungan DPR dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pertimbangan MK inilah yang menjadi titik tolak
pentingnya pemilu serentak diproyeksikan dapat memperkuat sistem
presidensial. Penerapan sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem
multipartai berimplikasi pada minimnya dukungan yang diperoleh presiden di
parlemen. Giovanni mengemukakan bahwa presiden tetap memerlukan dukungan
legislatif sebab tanpa dukungan tersebut presiden akan menghadapi situasi sulit yang
mengancam stabilitas pemerintahan, kecenderungan yang muncul adalah lahirnya
konflik kepentingan antara presiden dengan parlemen. Padahal untuk untuk menjaga
stabilitas pemerintahan dalam struktur politik presidensial idealnya partai pendukung
presiden adalah partai mayoritas, yaitu partai yang didukung suara mayoritas di
parlemen. Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas pemerintahan presiden terpilih
agara presiden mudah mendapatkan dukungan secara politik dari parlemen guna
melancarkan kebijakan politik yang dibuat presiden . Dengan demikian bahwa sistem
presidensial tergantung pada dukungan politik yang ada di lembaga legislatif bagi
seorang presiden. Pemilu serentak menjadi salah satu upaya dalam memperkuat
sistem pemerintahan presidensial. Setidaknya ada 5 aspek yang perlu dilakukan dalam
upaya suksesi pemilu serentak Karakteristik hukum konservatif tersebut di atas
menjadi tidak relevan dalam konteks saat ini, era reformasi menuntut hukum dan
perundangan yang dibuat harus lebih aspiratif, responsif, dan aplikatif untuk
kepentingan bangsa dan negara. Formulasi perundang-undangan harus mampu
menampung aspirasi pemikiran lapisan masyarakat dan karakteristik bangsa Indonesia
sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima oleh seluruh lapisan
masyarakat. Dengan disahkannya UU Pemilu 2019 tentu masyarakat berharap bahwa
Pemilu 2019 dapat menjadi lebih baik lagi dibandingkan dengan model dan sistem
pemilu sebelumnya. Threshold sebesar 20-25 persen, aturan ini mensyaratkan partai
politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen jumlah kursi di DPR dan/atau
25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya untuk pengajuan calon presiden
dan wakil presiden.
3. Judul: Demokrasi dan Legalitas Mantan Narapidana dalam Pemilihan Kepala Daerah
dan Pemilihan Umum
Penulis: Muhammad Anwar Tanjung dan Retno Saraswati
Tujuan penelitian: Penelitian bertujuan untuk menganalisis legalitas mantan
narapidana dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum dalam putusan
Mahkamah Konstitusi berikut upaya yang harus dilakukan oleh penyelenggara pemilu
pasca putusan tersebut dalam rangka tetap melaksanakan nilai-nilai demokrasi dan
prinsip penyelenggaraan pemilu yang demokratis di Indonesia.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Penelitian hukum
ini dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law
in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan
patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.
Hasil dan pembahasan: Analisis Yuridis Legalitas Mantan Narapidana Dalam
Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum UUD 1945 pemerintahan hak atas
wilayah dalam hukum dan pemerintahan yang tidak ada kecualinya . Pasal 28D ayat
UUD 1945 menyatakan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan . Berdasarkan hal tersebut, kesetiaan yang dilakukan oleh warga negara
merupakan perbuatan yang dilarang oleh konstitusi . "Tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana pidana penjara 5 tahun atau lebih" ,jika diberlakukan
tanpa syarat-syarat tertentu dapat menegasi prinsip persamaan dalam hukum dan
pemerintahan serta melanggar hak seseorang atau warga negara atas
perlakuan , jaminan , Perlindungan , dan kepastian hukum yang Adil , serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum , dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan yang pada hakikatnya merupakan moralitas hukum dan moralitas
konstitusi . Membaca putusan a quo harus merupakan satu kesatuan yang harus
dipenuhi secara keseluruhan . Progresif berasal dari kata kemajuan yang berarti . 10
Hukum pemilu harus mampu dan cepat merespon perubahan masyarakat yang terjadi .
Hukum yang bertugas mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil dan
sejahtera dan membuat manusia bahagia . Hukum progresif menganut ideologi hukum
yang pro keadilan dan hukum yang prorakyat . Penemuan hukum yang progresif
secara tegas mengaitkan faktor hukum , kemanusiaan dan moralitas , sehingga
penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam kerangka menjalankan tugas
yudisialnya pada akhirnya hakannya ak menan hukum yang dilakukan oleh hakim
dalam kerangka menjalankan tugas yudisialnya yang pada akhirnya hakannya ak
menan hukum .
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan 14
Selain itu korupsi tindakan tindakan yang dilakukan pemerintah . 15 Korupsi korupsi
subjek , motivasi , maksud , cara dan korupsi dari korupsi yang dilakukan . Korupsi
dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar kode etik yang
ada . 16 Korupsi masuk ke dalam kategori kejahatan yang luar biasa . Indonesia
berstatus mantan narapidana yang merupakan bagian dari rakyat sebagai pemegang
kedaulatan pada pembatasan hak warga negara Indonesia yang ingin dan percaya
kepada mantan terpidana tersebut . Upaya melakukan hak cipta politik melalui aturan
yang hirarkhi lebih rendah dapat dilaksanakan sebagai upaya yang memiliki iktikad
baik untuk menjaga proses demokrasi secara demokratis .Dalam Kerangka hak Asasi
Manusia Pasal 28I ayat UndangUndang. Dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia hearts Pasal 71 Yang menyatakan Pemerintah
wajib Dan bertanggungjawab menghormati , melindungi , menegakkan , Diang
dangasi yan hakund . 18 Konsepsi HAM dalam perkembangannya sangat terikat
dengan konsepsi negara hukum . Dalam sebuah negara hukum sesunguhnya yang
memerintah adalah hukum, bukan manusia . Hukum dimaknai sebagai kesatuan
hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi . Hal ini berarti bahwa
dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi . Supremasi
konstitusi di samping merupakan konsep negara hukum sekaligus pelaksanaan
demokrasi karena konstitusi merupakan wujud sosial tertinggi . 19 Unsur instrinsik
hukum adalah moral berupa perbuatan yang baik dan tidak baik , pantas atau tidak
pantas dilakukan . Setiap warga negara yang telah melakukan tindak pidana sepanjang
telah menjalankan hukuman yang telah dilepas kepada dirinya maka segala hal yang
sebelumnya dicabut akan kembali / pulih dengan sendirinya. Tersisanya organik yang
bukan merupakan hasil dari putusan hakim tapi muncul karena kelompok sekelompok
orang meskipun secara preskriptif baik namun secara hakiki telah menzalimi rasa
keadilan orang lain . Bisa saja dimunculkan melalui perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 namun sangat terbuka kemungkinan untuk uji coba materi oleh
sekelompok orang atau individu yang merasa dirugikan dengan perubahan undang-
undang yang akan diberlakukan . Hal ini diberhentikan oleh larangan telah dikenakan
kepada seseorang yang telah selesai menjalani hukumannya . 20 Penghormatan hak
asasi manusia merupakan hal utama dalam demokrasi yang terwujud dalam kegiatan
pemilihan umum . Kesimpulan bahwa mantan narapidana sepanjang tidak terdapat
putusan hakim yang mengurangi hak politik yang bersangkutan maka secara
hukum , dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR , DPRD provinsi , dan
DPRD kabupaten / kota kota . Hal itu terlihat dari perlakuan hukum bila seorang
presiden dan wakil presiden di duga melakukan tindak pidana . Setiap orang tidak
terkecuali mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum . Maka setiap warga
negara dan termasuk mantan narapidana Sepanjang telah menyelesaikan masa yang
memeriksanya maka akan mempunyai hak yang sama seperti warga negara yang
terkecuali dicabut hak politiknya oleh hakim bahkan untuk seorang presiden dan
Wakil presiden sekalipun .Pengkhianatan dapat menerima informasi langsung sebagai
layanan yang ditujukan kepada seseorang atau ketika dilekatkan pada pasal-pasal
tentang keselamatan negara lebih pada pengertian ikhtiar atau upaya
bijaksana . Berkaitan DENGAN Yang Putusan a quo memberikan pengampunan
Terhadap Pelaku Yang TIDAK terlibat Beroperasi Langsung DENGAN PRRI /
Permesta dan dan GAM parties terlibat Yang hearts Pemberontakan G . 30 . S / PKI
harus diperhatikan dalampembatasan persyaratan seseorang akan mencalonkan diri
sebagai calon presiden dan wakil presiden . Fakta hukum Mahkmah Konstitusi telah
memberikan ruang konstitusional kepada mantan narapidana termasuk korupsi23 bisa
menjadi calon legislatif dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum.
Meskipun ada penolakan masyarakat pemerhati demokrasi dan pemilu melawan
mantan narapidana yang ikut dalam kontestasi pemilihan umum tahun 2019.
C. Tema Teori Dan Model Kekuasaan
 Judul: Pengembangan Perangkat Pembelajaran Materi Pecahan Berbasis Teori
Bruner Di Kelas IV SD Labschool Unesa
Penuis: Lina Wijayanti , Marsigit
Jenis penelitian: Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian dan pengembangan
yang mengadopsi model pengembangan Borg & Gall.
Subjek penelitian: Subjek penelitian ini adalah siswa SD Labscool Unesa beserta
guru kelasnya yang terdaftar pada tahun ajaran 2014/2015. Peserta didik tersebut
terdiri atas kelas IVA, IVB, dan IVC. Kelas IV A terdiri atas 19 peserta didik.
Teknik pengumpulan data: Data-data tersebut didapat dari beberapa teknik
pengumpulan data, diantaranya yaitu wawancara, penilaian produk oleh ahli (Expert
Judgment), observasi, angket, tes. Teknik instrumen yang digunakan tersebut maka
instrumen pengumpulan datanya yaitu pedoman wawancara terbuka, lembar penilaian
produk oleh ahli yang meliputi lembar penilaian silabus, RPP, media pembelajaran
dan tes hasil belajar.
Hasil dan pembahasan: Uji coba terbatas dilaksanakan di SD Labschool Unesa kelas
IVA selama 5 kali pertemuan dengan subjek penelitian sebanyak 4 peserta didik. Pada
uji coba terbatas pertemuan pertama dilakukan pembelajaran dengan menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis teori untuk materi pecahan dengan submateri
mengenai pengenalan atau konsep dasar pecahan pada kompetensi matematika, kolase
pada kompetensi SBdP, dan morfologi tubuh hewan dan fungsinya. Kemampuan
pemecahan masalah siswa mendapatkan skor rata-rata 8 dari skor maksimal 12
dengan kategori cukup baik. Rata-rata nilai peserta didik adalah 71,3 dengan kategori
tuntas. Pada lembar pengamatan terhadap kegiatan peserta didik mendapat skor 19
dari skor maksimal 21 dengan kategori sangat baik. Berdasarkan angket oleh guru
diperoleh skor 69 dari skor maksimal 80 dengan kategori sangat praktis. Kemampuan
pemecahan masalah siswa mendapatkan skor rata-rata 8,3 dari skor maksimal 12
dengan kategori cukup baik. Rata-rata nilai peserta didik adalah 76,3 dengan kategori
tuntas. Pada uji coba terbatas pertemuan keempat dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis teori untuk materi pecahan dengan
submateri penjumlahan dan pengurangan pecahan pada kompetensi
matematika, gerakan lokomotor pada kompetensi PJOK dan interaksi sosial pada
kompetensi IPS. Pada lembar pengamatan 80 dengan kategori tuntas. Pada uji coba
terbatas pertemuan kelima materi pecahan dengan submateri mengenai pecahan dalam
soal cerita pada kompetensi matematika. Adapun hasil pengamatan dilihat dari dari
skor maksimal 80 dengan kategori praktis. Kemampuan pemecahan masalah siswa
mendapatkan skor rata-rata 10 dari skor maksimal 12 dengan kategori sangat
baik. Rata-rata nilai peserta didik adalah 87,5 dengan kategori tuntas. Pada uji coba
produk operasional pertemuan keempat lembar observasi guru diperoleh 75,5 dengan
kategori tuntas. Pada uji coba produk operasional pertemuan kelima lembar observasi
guru diperoleh Kemampuan pemecahan masalah siswa mendapatkan skor rata-rata 9,8
dari skor maksimal 12 dengan kategori baik.Rata-rata nilai kognitif peserta didik
adalah 78,5 dengan kategori tuntas. Produk pengembangan berupa perangkat
pembelajaran berbasis teori Bruner pada materi pecahan dalam peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan prestasi belajar siswa ini meliputi
silabus, RPP, tes hasil belajar, dan media pembelajaran. Silabus hasil pengembangan
ini membuat guru lebih cepat dalam menyiapkan silabus dengan materi secara lebih
komprehensif. Silabus yang dikembangkan juga mencakup aspek-aspek
enaktif, ikonik, dan simbolis serta kegiatan pembelajaran yang diarahkan pada
pendekatan saintifik. RPP ini disusun secara lengkap dengan menyajikan kegiatan
pembelajaran secara runtut dan lengkap dengan memperhatikan langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan saintifik dalam tahapan teori Bruner yaitu
enaktif, ikonik dan simbolik. Kegiatan pembelajaran tersebut disusun mulai dari
kegiatan awal yaitu dengan kegiatan membuka pembelajaran, apersepsi, dan
penyampaian tujuan pembelajaran. kegiatan inti meliputi kegiatan yang menggunakan
langkah-langkah pendekatan saintifik dengan berbasiskan teori Bruner. Pada langkah
scientific approach diantaranya yaitu mengamati dengan maksud agar siswa melalui
proses dalam menemukan sesuatu, menanya berarti bahwa baik guru maupun siswa
dapat mengambil bagian ini. Guru menanya dengan maksud untuk membimbing
siswa dalam proses belajar, sedangkan siswa menanya dengan maksud menumbuhkan
kekritisan siswa terhadap apa saja yang ada di sekitarnya. Dari proses menanya siswa
dapat mendapatkan dua keterampilan yaitu berpikir kritis serta mendorong siswa
untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik, menalar dan mengasosiasi adalah
kegiatan pembelajaran yang mengacu pada kegiatan mengelompokkan ide atau
beragam peristiwa untuk kemudian diproses menjadi memori dalam
ingatannya, mencoba dan mencipta merupakan kegiatan peserta didik yang
mengharuskan peserta didik mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk
mendapatkan atau memperoleh hasil belajar yang nyata, dan mengkomunikasikan
merupakan kegiatan siswa berpendapat serta mengutarakan apa yang sudah dilakukan
selama proses pembelajaran, hal ini dapat mengasah kepercayadirian siswa. Simbolik
dimana siswa mulai menyimbolkan apa yang sudah diilustrasikan dengan
menggunakan angka maupun kata-kata. Media yang dikembangkan ini merupakan
media kit pecahan dengan beberapa media merupakan media tambahan untuk dapat
melaksanakan satu pembelajaran tematik yang terkait. Media pembelajara ini juga
dilengkapi dengan buku spesifikasi dan buku panduan penggunaan media, sehingga
diharapkan siapapun dapat memanfaatkan media ini dengan hanya membaca buku
panduan tersebut.
Kesimpulan: Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian dan
pengembangan ini dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, karena perangkat
pembelajaran tersebut valid. Perangkat pembelajaran yang berupa silabus masuk
kategori baik, perangkat pembelajaran yang berupa RPP masuk kategori sangat baik,
perangkat pembelajaran yang berupa tes hasil belajar masuk kategori sangat baik,
perangkat pembelajaran yang berupa media pembelajaran masuk kategori baik.
Perangkat pembelajaran memiliki nilai kepraktisan baik pada silabus, RPP, tes hasil
belajar, dan media pembelajaran. Rata-rata ketercapaian hasil belajar mengalami
peningkatan ditinjau dari skor pretest dan posttes, sehingga perangkat pembelajaran
yang dikembangkan memenuhi kriteria produk yang efektif. Perangkat pembelajaran
yang dikembangkan mampu menjawab kualitas produk secara khusus, yaitu
kemampuan pemecahan masalah peserta didik berangsur meningkat mulai dari
pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir dan prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dengan seluruh siswa dapat mencapai ketuntasan dalam hasil belajarnya.
Saran: Perangkat pembelajaran hasil pengembangan diharapkan dapat digunakan
oleh guru dengan tujuan untuk mengembangkan tahapan belajar siswa dengan
memperhatikan teori Bruner dalam interaksinya dengan peserta didik. Perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan sebagai contoh untuk membuat
perangkat serupa dengan tema atau subtema yang berbeda. Perangkat pembelajaran
yang dikembangkan dapat digunakan sebagai blueprint bagi sekolah untuk kemudian
dapat diubah dengan menambah dan mengurangi konten agar lebih sesuai dengan
kondisi peserta didik di sekolah. Perangkat pembelajaran yang telah dihasilkan dalam
penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber acuan bagi guruguru di sekolah dalam
melaksanakan pembelajaran pada tema peduli terhadap lingkungan sekitar di kelas IV
SD.
 Judul; Struktur Kekuasaan eksekutif Pada Periodesasi Sistem Pemerintahan
Indonesia (Tinjauan Teori Integrasi Organisasi)
Penulis: Winengan
Hasil dan pembahasan: Model Integrasi Dalam Teori Organisasi Model
differensiasi beranggapan bahwa departemen-departemen yang disusun berdasarkan
fungsi-fungsi harus didesain sedemikian rupa dan tepat agar mampu menghadapi
situasi lingkungan tertentu. Semakin besar kebutuhan differensiasi antara departemen
dan semakin perlu koordinasi, maka semakin kompleks mekanisme integrasi yang
diperlukan. Sementara menurut Pfiffner dan Presthus , model integrasi merupakan
sebuah perspektif organisasi yang beranggapan bahwa administrasi yang terintegrasi
mengacu pada suatu struktur organisasi yang mempunyai otoritas dan tanggung jawab
terpusat, termasuk seleksi kepemimpinan yang lebih ketat. Semua unit dalam
departemennya memiliki tujuan dan pengaturan sesuai dengan struktur organisasi dan
system yang ada di dalamnya selalu dikontrol oleh pimpinan yang tertinggi, termasuk
setiap unit memiliki staff dan pimpinan unit. Menurut James Fasler , «struktur yang
ideal dapat terlaksana bila ada suatu tanggungjawab dan komunikasi yang baik pada
setiap staff dan memiliki suatu bagian yang mengawasi dan mengevaluasi baik pada
skup departemen sampai negara». Model ini mungkin lebih mudah dipahami dan
diterapkan namun tentu memiliki kelemahan, yang disebut dengan «weak executive
model» . Model ini menawarkan gagasan ideal dalam mengelola sistem kekuasaan
pemerintahan, terutama terkait dengan struktur kekuasaan antara eksekutif dan
legislatif sebagai organisasi negara. The Council-Manager Model Model ini
merupakan istilah untuk dewan kota terpilih yang menunjuk seorang kepala
administrasi yang bertanggung jawab kepada dewan dalam menjalankan
pemerintahan kota. Model Council-Manajer ini banyak diterapkan oleh
perusahaan, pemerintahan daerah, sekolah setempat. Permasalahan dari pengaturan
ini, yang paling penting kegagalan untuk memberikan peran struktural kepemimpinan
politik. Dalam semangat walikota yang cenderung menjadi tidak sabar dengan
pembatasan kekuasaannya, maka dia akan mengintervensi wilayah administrasi yang
dipegang manajer. Sistem Pemerintahan Parlementer Dalam sistem
parlementer, pimpinan eksekutif atau administrator publik yang biasa dijabat oleh
Perdana Menteri , presiden, dan lainnya bergantung pada mosi atau kepercayaan
parlemen dan dapat turun dari jabatannya melalui mosi tidak percaya dari
parlemen. Dalam sistem ini, PM dipilih oleh parlemen, yang kemudian diikuti dengan
pengangkatan resmi oleh kepala negara. Parlemen adalah satu-satunya lembaga yang
anggotanya dipilih langsung rakyat melalui pemilihan Umum. Dalam sistem dua
partai yang ditunjuk membentuk kabinet segali gus sebagai perdana menteri adalah
ketua partai politik pemenang pemilu. Dalam pemilihan ini terdapat berbagai
model, seperti di India dipilih oleh electoral college yang terdiri dari parlemen dan
senat dan Presiden Italia dipilih dalam suatu rapat gabungan parlemen dan utusan
daerah . Presiden semata-mata sebagai kepala negara yang merupakan simbol negara
dan seremonial. Terdapat berbagai variasi negara-negara yang menerapkan sistem
parlementer. Ada negara yang bebentuk republik dan ada yang berbetuk kerajaan.
Israel adalah negera-negara republik yang menerapkan sistem pemerintahan
parlementer. Indonesia pada masa demokrasi liberal adalah negara republik yang
menerapkan sistem parlementer. Sedangkan negara kerajaan yang menerapkan sistem
parlementer antara lain Inggris, Malaysia, Jepang, Belanda, Belgia, dan
Swedia. Dalam menerapkan sistem parlementer ini, ada menteri-menterinya yang
dilarang merangkap jabatan sebagai anggota parlemen, seperti Belanda, tetapi ada
juga yang menterimenterinya merangkap jabatan sebagai anggota parlemen, seperti
Inggris. Dia memiliki wewenang yang sangat luas, mengangkat dan memberhentikan
kepala pemerintahan dan menteri-menteri. Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem ini, selain presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus juga sebagai
kepala negara. Pada sistem presidensial, eksekutif non-kolegial. Tidak seperti di
sistem parlementer. Namun demikian, presiden dapat diberhentikan dari jabatannya
melalui mekanisme impeacment apabila melakukan pengkhianatan, menerima
suap, dan melakukan kejahatan serius. Beberapa ciri dari sistem presidensial ini
adalah sebagai a. Sistem presidensial dianggap dapat menciptakan stabilitas eksekutif
karena didasarkan pada masa jabatan presiden yang telah ditentukan di mana selama
menjabat tidak ada yang mengganggu gugat kecuali ada situasi yang tidak normal
atau melanggar UUD yang telah ditentukan. Ini berbeda dengan sistem
parlementer, di mana pemerintah suatu waktu dapat jatuh karena mosi tidak
percaya. Ini terjadi karena masing-masing bertahan pada legitimasi yang dimiliki
karena keduanya dipilih rakyat. Konflik ini akan menjadi rumit manakala eksekutif
dan legislatif berasal dari kekuatan politik yang berbeda. Karena itu sistem
presidensial dianggap kaku, Berbeda dengan sistem parlementer yang dianggap
pleksibel, karena apabila ada konflik antara parlemen dengan kabinet dengan mudah
diselesaikan, yaitu melalui mosi tidak percaya. Dalam tinjauan model integrasi
organisasi, struktur kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh presiden dalam sistem
presidensial ini menjadi kuat atau sebanding dengan legislatif. Dia memiliki
wewenang untuk mengatur para menteri yang berada di bawahnya, karena menteri-
menteri tersebut merupakan pembantunya. Sistem pemerintahan ini dapat dikatakan
sebagai model eksekutif yang kuat. Sistem parlementer ini juga diterapkan pada masa
Indonesia menjadi negara federal Dalam konstitusi RIS 1945 tidak ada ketentuan
yang mengatur presiden dapat membubarkan parlemen, sedangkan pada UUDS 1950
ada ketentuan presiden dapat membubarkan parlemen . DPR hasil pemilu 1955
dibubarkan dan diganti dengan DPRGR yang anggotanya diangkat presiden. Akibat
tragedi G 30 S/PKI, Sukarno yang semula diangkat sebagai presiden seumur
hidup, oleh MPRS kemudian mencabutnya dan memberhentikan Sukarno sebagai
presiden
Era Orde Baru Dalam mensikapi banyaknya partai politik yang diklaim sebagai
biang kekacauan yang menimbulkan ketidakstabilan politik seperti orde lama, lagi-
lagi Suharto mengurangi jumlah partai dari 10 menjadi 3 yaitu Golkar, PPP, dan PDI.
Model, namun secara umumnya era orde baru sistem pemerintahanTerciptanya
stabilitas politik lebih disebabkan oleh faktor strong man, yaitu sang pemimpin
pemerintahan . Tiga fungsi lembaga ini yang semestinya, yaitu
legislasi, budgeting, dan controlling tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketika era
reformasi, di mana ada kebebasan sehingga tumbuh begitu banyak partai
politik, ternyata sistem presidensial tidak dapat menciptakan stabilitas. Era Reformasi
Namun yang terjadi sebaliknya, DPR melalui MPR dapat menjatuhkan presiden. Oleh
karena itu yang dipraktikkan adalah sistem parlementer. Jadi ada ketidakjelasan
pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legisltaive disini, sehingga menimbulkan
interpretasi yang berbeda-beda. Contoh aktualnya dari korban ketidakjelasan
pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia adalah pada masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid yang diturnkan di tengah jalan oleh
MPR. Meskipun presiden diberi kekuasaan yang besar , tetapi kekuasaannya itu suatu
saat bisa dicabut oleh MPR.
 Judul; Bahasa Dan Kekuasaan Politik Oposan Di Indonesia: Analisis Wacana Kritis
Penulis: Eko Kuntarto
Metode penelitian: Dalam penelitian ini digunakan metode Analisis Wacana Kritis
model Fairclough (Fairclough, 2001).
Hasil dan pembahasan:Elit politik tersebut adalah pimpinan partai dalam berbagai
tingkatan, baik pimpinan daerah maupun pimpinan pusat, serta partisan partai-partai
politik , yang belum jelas partainya dan bukan pimpinan partai. Berdasarkan tingkat
keseringannya membuat pernyataan atau berita di media sosial , tercatat beberapa elit
politik yang dapat dijadikan sumber data. Levinson , hubungan antara bahasa dan
kekuasaan dikaji pada ranah apa yang baik dan apa yang buruk, atau apa yang santun
dan apa yang kurang santun. Bahasa adalah produk budaya, yang hidup dan
berkembang pada dimensi kehidupan manusia. Sekaitan dengan hal itu, maka
penggunaan bahasa yang «amburadul» mengindikasikan lemahnya penghormatan dan
penghargaan suatu bangsa terhadap budayanya. Bahasa sebagai alat politik tecermin
melalui retorika-retorika dan narasi-narasi yang dibangun oleh para elit politik pada
ranah publik. Retorika menjadi lebih berefek dengan tambahan intonasi dan nada
suara yang membius sehingga pendengarnya mau bertindak sesuai dengan isi pesan
yang disampaikan. Sisi ini adalah sisi positif yang masih perlu dipertahankan
keberadaannya. Namun di sisi lain, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dewasa
ini berkembang penggunaan majas yang jauh menyimpang dari stilistika. Bahasa telah
digunakan untuk melancarkan propaganda dan perang wacana yang sarat
kebencian, pembunuhan karakter, penelanjangan kejelekan orang lain, pembohongan
publik, dan sebagainya. Unsur keindahan sebagai tujuan awal penggunaan gaya
bahasa untuk menarik simpati menjadi hilang sama sekali, berganti dengan unsur
kekerasan, kebencian, permusuhan, dan lain-lain yang menimbulkan antipati. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada 4 kelompok dan 36 jenis gaya bahasa yang
digunakan oleh para politikus dalam bertutur di media sosial daring, yaitu majas
sindiran , perbandingan , pertentangan , dan penegasan . Dari ketiga puluh enam jenis
majas tersebut, majas yang paling sering digunakan adalah anakronisme dan
kontradiksio in terminis , serta sarkasme, sinisme, dan ironi muka Boyolali [data P-
05/W10]. Apa pun konteks tuturnya, penggunaan kata «muka» yang diikuti oleh
[nama], cenderung bermakna negatif, seperti «muka setan, muka kucing, muka
singa, muka memar, muka pucat, muka Cina, muka tembem, dsb». Jadi penggunaan
eufemisme kata «muka» menjadi «wajah» akan memberikan efek makna yang
berbeda pada diri penerima. Analog dengan contoh tersebut adalah penggunaan kata
«rai» dalam Bahasa Jawa yang juga berarti «muka». Jadi, ketiga contoh tersebut
saling berkaitan meskipun disampaikan pada konteks, waktu, tempat, dan audiens
yang berbeda. Dengan demikian, kalimat «Rakyat Indonesia Majas kontradiksi
interminus adalah majas yang menggunakan pernyataan yang bersifat menyangkal
yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Ada kalimat yang dihilangkan. Di
rezim sekarang mengambil hak rakyat yang bernama subsidi bahan bakar tidak hati-
hati dan tidak diselenggarakan dengan baik. Gaya bahasa sarkasme, sinisme, dan ironi
yang tergolong majas sindiran menempati porsi terbanyak dari seluruh data yang
terkumpul. Bahkan, dapat dikatakan bahwa hampir keseluruhan majas yang
digunakan dalam wacana politik, termasuk anakronisme dan kontradiksio in terminis
bermakna sindirian . Namun di antara kelompok majas yang digunakan elit
politik , terdapat penggunaan majas sarkasme dan sinisme yang cukup
sering. Berdasarkan data yang terkumpul, dari 48 teks, 21 teks berisi tuturan dengan
gaya bahasa ironi . Namun demikian, gaya bahasa perbandingan dan pertentangan
yang digunakan dalam bertutur, sebagian juga bermakna ironi. Hal ini berarti kurang
lebih separoh wacana mengandung majas ironi yang tergolong pada penggunaan
bahasa tidak santun.
Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan adanya kaitan yang erat antara bahasa
dan politik, bahasa dan kekuasaan. Praktik penggunaan bahasa dalam wacana politik
dilatarbelakangi oleh ideologi dan filosofis khas. Pada wacana politik di Indonesia,
latar belakang ideologis dan filosofis tersebut tampak nyata dalam penggunaan gaya
bahasa yang dapat diamati pada pilihan kata, struktur kalimat, makna pragmatik, dan
tujuan berwacana. Penelitian juga telah menghasilkan rumusan model wacana khas
politik di Indonesia. Model tersebut merupakan interelasi (irisan) antara fungsi bahasa
sebagai alat interaksi dan menjaga hubungan baik (fungsi pragmatik), fungsi bahasa
sebagai alat kekuasaan (fungsi politik), dan fungsi bahasa sebagai alat untuk
mendeseminasikan keyakinan (fungsi ideologis). Model wacana politik khas
Indonesia tersebut dicirikan oleh, (1) kecenderungan untuk menggunakan diksi yang
bermakna sarkastik, melecehkan, membuli, menyudutkan, menyatakan yang
sebaliknya, dan apriori; (2) kebenaran realistis dikalahkan oleh kebenaran praktis, (3)
hilangnya sikap empati, penghargaan, dan kesantunan; (4) bahasa digunakan sebagai
alat politik, dan bukan sebagai alat interaksi sebagaimana dimaksud dalam teori
kesantunan berbahasa.
 judul: Analisis Kesalahan Penulisan Algoritma Pemrograman Delphi Pada
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UIN Mataram
Penulis: Rina Mariana1 , M. Fauzi2
Pendekatan penelitian: Menjadi ciri khas penelitian kualitatif adalah bersifat
deskriptif, peneliti langsung sebagai instrumen penelitian, menggunakan triangulasi
dalam pemeriksaan kebenaran data, sampel dipilih secara purposif dan menggunakan
audit trail (Hadi, 1998)
Objek penelitian: Objek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester I Jurusan
Pendidikan Matematika UIN Mataram yang terdiri dari 33 orang kelas A, 36 orang
kelas B, 34 orang kelas C, dan 36 orang kelas D
Teknik analisa data: Analsis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen 1982)
dalam Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilih-memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain..
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Spradley
Hasil dan pembahasan: Bentuk Kesalahan Setelah dilakukan beberapa uji coba
kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan program aplikasi yang diawali
dengan membangun scribs melalui editor, maka dapat ditemukan beberapa kesalahan
penulisan scribs tersebut. Kesalahan penulisan algoritma pemrograman selalu ditandai
dengan warna merah di tempat salah penulisan ketika program dalam posisi
dieksekusi melalui tombol yang ada pada Speed Bar atau F9 yang ada di
keyboard. Tidak mendeklarasikan variabel yang digunakan dalam rumus atau
instruksi. Pada gambar di bawah ini merupakan contoh kesalahan penulisan karena
tidak menulis kata var untuk mendefinisikan variabel yang akan digunakan.
Floattostr, mengubah tipe data real ke dalam bentuk string, maupun pada penulisan
huruf yang lainnya.d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesalahan.
Kesimpulan : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti dapat
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kesalahan penulisan algoritma
pemrograman Delphi pada semester ganjil Jurusan Pendidikan Matematika UIN
Mataram terdiri dari beberapa bentuk, yakni: a. Tidak mendeklarasikan
(mendefinisikan) variabel yang digunakan dalam rumus atau instruksi. b. Kesalahan
penulisan pada tanda baca, seperti tanda baca titik , koma, titik dua, titik koma, tanda
kurung, dan sama dengan. c. Kesalahan penulisan pada huruf khususnya pada
konversi data. d. Kesalahan dalam mengkhiri instruksi pemrograman. 2. Faktor-factor
yang mempengaruhi kesalahan penulisan algoritma pemrograman Delphi pada
semester ganjil Jurusan Pendidikan Matematika UIN Mataram terdiri dari dua faktor,
yakni: a. Faktor-faktor Internal, terdiri dari: 1) Kemampuan komputerisasi mahasiswa
masih kurang. 2) Minimnya pemahaman terhadap algoritma pemrograman Delphi.
Faktor ini disebabkan oleh beberapa hal seperti, jadwal perkuliahan matematika
komputasi belum teratur dan efektif, sugesti kurang dan berbeda dari masingmasing
asisten pembina terhadap praktikan, dan tidak ada rasa iri atau semangat untuk
berkompetensi pada diri mahasiswa. 3) Mayoritas mahasiswa belum mengetahui
tujuan pembelajaran program Delphi. Faktor ini disebabkan beberapa hal seperti,
rendahnya tingkat kesadaran pentingnya belajar program Delphi yang merupakan
aplikasi dari teori matematika, adanya asumsi bahwa matematika komputasi tidak
termasuk mata kuliah, dan disebabkan kesibukan, seperti kegiatan berorganisasi atau
aktivitas perkuliahan. b. Faktor-faktor Eksternal, terdiri dari: rendahnya tingkat
profesionalisme asisten pembina, sarana atau fasilitas kurang memadai (lengkap), dan
mutu isi modul atau panduan praktikum masih kurang kompetensi.
 Daftar Pustaka
 TRIONO, T. (2017). Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019. Jurnal Wacana Politik,
2(2), 156–164. https://doi.org/10.24198/jwp.v2i2.14205

 Rini, W. silvi D. (2016). Calon Tunggal Dalam Pemilihan Umum Kepala


Daerah dan Konsep Demokrasi (Analisis Terhadap Pemilihan Kepala Daerah
Kabupaten Blitar Tahun 2015). Jurnal Cita Hukum, 4(1), 87–104.
https://doi.org/10.15408/jch.v4i1.2578

 Leonardo Snanfi, F., Darwin, M., Setiadi, -, & Ikhwan, H. (2018). Politik
Identitas Etnik Asli Papua Berkontestasi Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di
Kota Sorong. Sosiohumaniora, 20(2), 122–131.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v20i2.15089

 Wijayanti, L., & Marsigit, M. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Materi Pecahan Berbasis Teori Bruner Di Kelas Iv Sd Labschool Unesa.
Jurnal Prima Edukasia, 3(2), 143. https://doi.org/10.21831/jpe.v3i2.6460

 Kuntarto, E. (2018). BAHASA DAN KEKUASAAN POLITIK OPOSAN DI


INDONESIA: ANALISIS Wacana KRITIS. Jurnal Kiprah.
https://doi.org/10.31629/kiprah.v6i2.860

 Tanjung, M. A., & Saraswati, R. (2018). Demokrasi Dan Legalitas Mantan


Narapidana Dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan Pemilihan Umum. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, 25(2), 379–399.
https://doi.org/10.20885/iustum.vol25.iss2.art9

 Winegan (2017). Struktur Kekuasaan Eksekutif Pada Periodesasi Sistem


Pemerintahan Indonesia (Tinjauan Teori Integrasi Organisasi). Jurnal Ilmiah
Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial, winenganalvin@yahoo.co.id.

 Pardede, M. (2018). Legitimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah dalam


Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah. Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
18(2), 127. https://doi.org/10.30641/dejure.2018.v18.127-148
 Sari, D. O., Syamsurizaldi, S., & Yuslim, Y. (2019). Perencanaan Dan
Pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja KPU Kabupaten Bungo Pada
Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2015.
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 6(2), 298.
https://doi.org/10.31604/jips.v6i2.2019.298-313

 Mariana, R., & Fauzi, M. (2018). Analisis Kesalahan Penulisan Algoritma


Pemrograman Delphi Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UIN
Mataram. JTAM | Jurnal Teori Dan Aplikasi Matematika, 2(2), 110.
https://doi.org/10.31764/jtam.v2i2.711.

Anda mungkin juga menyukai