Anda di halaman 1dari 11

NAMA : SYAHWA RAMADHAN

NPM : 20042010239

KELAS : (D) ADMINISTRASI BISNIS

MEREVIEW JURNAL

A. TEMA PERTAMA : LEGITIMASI KEKUASAAN DALAM PEMILIHAN KEPALA


DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

REVIEW JURNAL PERTAMA

LEGITIMASI PEMILIHAN KEPALA/WAKIL KEPALA


DAERAH
DALAM SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAERAH
Dinamika perkembangan pembangunan hukum tentang pemilihan umum kepala/wakil
kepala daerah di Indonesia, sangat dinamis, mengingat terjadinya perubahan ketentuan
dimaksud dari waktu ke waktu, periode ke periode, berkembang sangat dinamis, mengikuti
perkembangan zaman. Legitimasi pemilihan kepala/wakil kepala daerah dalam pemerintahan
otonomi daerah di Indonesia ini, dapat menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum,
karena terjadi perubahan yang secara terus menerus. Peraturan perundang undangan tentang
Pemilihan kepala daerah yang hanya memilih kepala daerah saja, diyakini akan menimbulkan
permasalahan hukum (legitimasi), terjadinya konflik diantara mereka. Karena yang memilih
wakilnya adalah kepala daerah terpilih. Dengan demikian legitimasi wakil kepala daerah
dipandang lemah tidak sama dengan kepala, wakil tidak bisa menggantikan kepala daerah
yang berhalangan tetap, karena akan dipilih oleh DPRD.

DAFTAR PUSTAKA :

Pardede, M. (2018). Legitimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah dalam Sistem


Pemerintahan Otonomi Daerah. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(2), 127.
https://doi.org/10.30641/dejure.2018.v18.127-148
REVIEW JURNAL KEDUA

PRAKONDISI UNTUK MENGUKUHKAN LEGITIMASI


PEMERINTAHAN

Kinerja pemerintah dalam mengelola pemerintahan secara bertanggung jawab akan


mempengaruhi derajat legitimasi pemerintahan yang diperolehnya melalui pemilu. Bahkan,
dalam hal pemerintahan hasil pemilu melakukan praktik korupsi, manajerial pemerintahan
yang buruk dalam menyediakan public service akan mendelegitimasi kekuasaan
pemerintahan secara langsung karena makna legitimasi tidak bersifat formal sebagaimana
dijamin oleh pemilu. Oleh karena legitimasi lebih dimaknai sebagai kerja konkret
penyelenggara negara, maka upaya mengukuhkan kembali legitimasi pemerintahan perlu
dilakukan dengan memastikan format pemilu dapat menghasilkan penyelenggara negara yang
mampu menyelenggarakan fungsi pemerintahan secara bertanggung jawab. Namun,
persoalannya hingga kini format pemilu masih belum dapat menghasilkan penyelenggara
negara yang benar-benar dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan tata kelola yang baik
dan bertanggung jawab. Untuk itu dibutuhkan pembenahan pada format pemilu yang saat ini
berlaku dengan mengidentifikasi tahap pemilu yang berpengaruh pada kualitas kandidat
pemilu, yakni tahap pencalonan. Dalam tahapan pencalonan, partai politik melakukan
rekrutmen politik dan menyeleksi kader yang akan diikutsertakan dalam pemilu, baik pemilu
legislatif maupun pemilu eksekutif. Proses seleksi tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan
partai politik sehingga baik buruknya kandidat menjadi tanggung jawab partai politik.
Keadaan ini menimbulkan persoalan tersendiri karena praktik yang terjadi selama ini
menunjukan tidak adanya transparansi dalam rekrutment kandidat untuk pencalonan oleh
partai politik. Akibatnya, kandidat yang dicalonkan lebih didasarkan pada hubungan relasi
dan faktor posisi kandidat yang bersangkutan di dalam suatu partai politik. Hal inilah yang
kemudian menjadi salah satu prakondisi yang menghambat keberhasilan pemilu dalam
menghasilkan penyelenggara negara yang kapabel. Dengan demikian, untuk menangani
persoalan ini, praktik rekrutmen politik harus dilakukan secara transparan.

DAFTAR PUSTAKA :

Darmawan, D. (2013). Pre-Conditions for Enhancing the Legitimacy of Governance. 47–62.


REVIEW JURNAL KETIGA

LEGITIMASI POLITIK PEMERINTAH DESA


(STUDI PENGUNDURAN DIRI KEPALA DESA DI DESA
CINDAI ALUS
KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN BANJAR)

Pemerintah Desa (Kepala Desa) Cindai Alus Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar
masa jabatan tahun 2008-2014 tidak lagi mendapat legitimasi politik pada Tahun 2010 untuk
menjalankan kewenangan (authority) dan keputusan politik. Hilangnya legitimasi politik
terhadap pemerintah desa Cinda Alus disebabkan: Pertama, kurangnya responsiveness
terhadap tuntutan warga; Kedua, ketidakpahaman akan batasan unsur struktur pemerintah
desa sehingga mengeluarkan keputusan politik yang bukan kewenangan yang dimilikinya
seperti keputusan dan kewenangan untuk memecat Ketua Rukun Tetangga; Ketiga, karena
salah dalam keputusan politiknya sehingga kepala desa mendapat resistensi warga desa;
Keempat, tidak memiliki kemampuan berhubungan dengan mitra penyelenggara
pemerintahan lain (BPD) dengan ditandai adanya hubungan yang disharmonis sehingga
mempersulitnya dalam mempertahankan kekuasaannya; dan Kelima, kurang professional
dalam memimpin pemerintahan sehingga terjadi pemanfaatan kekuasaan yang dimiliki dalam
mendukung kelancaran bisnisnya.

DAFTAR PUSTAKA :

Martapura, K., & Banjar, K. (2012). dan keputusan politik. Delegitimasi politik pemerintah
desa tersebut disebabkan oleh faktor kepemimpinan yang kurang. I, 58–72.
B. TEMA KEDUA : DEMOKRASI DAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

REVIEW JURNAL PERTAMA

PEMILIHAN LANGSUNG KEPALA DAERAH DI


INDONESIA:
BEBERAPA CATATAN KRITIS UNTUK PARTAI POLITIK
Partai politik memainkan peran signifikan dalam upaya menghasilkan calon-calon
pemimpin daerah yang berintegritas dan bisa mengemban amanat rakyat melalui pilkada
langsung. Dalam rangka itu proses yang dilakukan oleh partai politik untuk menghasilkan
calon pemimpin daerah sangat menentukan, apakah dilakukan dengan baik atau sebaliknya.
Sejauh ini, praktik yang dilakukan oleh partai politik dalam upaya tersebut masih terlihat
buruk seperti proses pengusungan kandidat elitis, rekrutmen calon yang buruk, pencalonan
diduga menggunakan uang “mahar”, dan politik kekerabatan di daerah. Praktik seperti itu
dapat mencederai substansi pilkada sebagai ajang demokrasi untuk menghasilkan calon
kepala daerah yang kredibel dan akseptabel di mata masyarakat daerah. Oleh karena itu, perlu
pembaruan bagi partai politik agar calon yang diusung dan didukung rakyat nantinya bisa
memenuhi harapan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA :

Hanafi, R. I. (2014). Pemilihan Langsung Kepala Daerah di Indonesia: Beberapa Catatan


Kritis Untuk Partai Politik. Jurnal Penelitian Politik, 11(2), 1–16.
http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/197
REVIEW JURNAL KEDUA

DEMOKRASI, PARTAI POLITIK, DAN PEMILIHAN


KEPALA DAERAH

 DEMOKRASI DAN DEMOKRATISASI


Demokratisasi erat kaitannya dengan transisi demokrasi. Demokratisasi adalah
perubahan politik yang bergerak ke arah demokratis. Sedangkan, transisi adalah titik awal
atau interval masa rezim otoriterian dengan rezim demokratis. Transisi demokrasi mengacu
pada sebuah proses untuk mencapai taraf maksimal dari demokratisasi, yaitu konsolidasi
demokrasi. Jadi transisi demokrasi itu adalah bagian dari proses demokratisasi. Dengan
demikian dapat dikemukakan, demokratisasi adalah sarana untuk mencapai demokrasi,
sehingga ide-ide tentang demokratisasi berkaitan dengan strategi untuk mencapai
demokrasi.
 PARTAI POLITIK
Partai politik adalah kelompok otonom dari warga negara, memiliki kegunaan dalam
membuat nominasi-nominasi dan peserta pemilu, memiliki keinginan memandu pengawasan
pada kekuasaan pemerintahan terus merebut jabatanjabatan publik dalam organisasi
pemerintahan.
Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya. Fungsi utama dan
pertama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan
program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Partai politik baik dalam sistem
politik apapun, apalagi sistem politik demokrasi, ia pasti harus melaksanakan sejumlah
fungsi, di antaranya Sosialisasi Politik, Partisipasi Politik, Pemadu kepentingan di parlemen
sehingga berwenang, Komunikasi Politik, Pengendalian Politik, dan Kontrol Politik.
 PEMILIHAN KEPALA DAERAH
Kepala Daerah yang berperan sebagai kepala wilayah administratif adalah
penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Di tangan kepala
daerahlah suatu daerah akan dinilai berhasil atau gagal, dimana rakyat dan pemerintah pusat
berhak mengevaluasinya secara faktual dan menyeluruh. Kepala Daerah akan dinilai rakyat
karena saat ini ia dipilih melalui pilkada. Kinerja kepala daerah akan dinilai juga oleh DPRD
Provinsi, berkaitan dengan regulasi, anggaran, dan sampai seberapa sukses dalam
mengeksekusi kewenangan dan urusan rumah tangga daerah sebagai dampak langsung
otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA :

Sulaeman, A. (2017). Demokrasi, Partai Politik Dan Pemilihan Kepala Daerah. CosmoGov,
1(1), 12. https://doi.org/10.24198/cosmogov.v1i1.11857
REVIEW JURNAL KETIGA

PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK YANG


DEMOKRATIS, DAMAI DAN BERMARTABAT
Agar Pilkada serentak dapat berjalan lancar, aman, kondusif, efisien dan berkualitas
sesuai harapan masyarakat, untuk itu peran perangkat aturan hukum menjadi hal yang sangat
penting. Masyarakat pun tidak dapat menangguhkan keberlangsungan pilkada serentak hanya
kepada penyelenggara pemilu. Dibutuhkan kerjasama seluruh elemen masyarakat untuk
mendukung keberhasilan pilkada serentak tersebut. Apabila masyarakat selalu bersikap
apatis terhadap proses pilkada, maka apapun upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah
untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas hanya akan berujung sia-sia. Semoga
masyarakat Indonesia mampu memaknai Pilkada Serentak ini sebagai proses perubahan
bangsa yang semakin berkualitas. Hal ini merupakan tantangan demokrasi, di mana rakyat
Indonesia telah memilih pilihannya untuk sebuah sistem demokrasi, untuk itu mari
bertanggung jawab mewujudkan demokrasi yang damai dan bertanggungjawab guna
mensukseskan kepentingan nasional, semoga demokrasi membawa kebaikan bagi kita
semua.

DAFTAR PUSTAKA :

Arifulloh, A. (2015). Pelaksanaan Pilkada Serentak yang Demokratis, Damai dan


Bermartabat. Pembaharuan Hukum, 2(2), 301–311.
jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/viewFile/1376/1060
C. TEMA KETIGA : TEORI DAN MODEL KEKUASAAN

REVIEW JURNAL PERTAMA

Model Kekuasaan Politik Ibnu Khaldun


( Sebuah Pelajaran Berharga bagi Bangsa Indonesia)
Ibnu Khaldun menjadikan thaba’i umran sebagai landasan dasar teori kritisnya dalam
menganalisa masyarakat. Ketika dia menganalisis bagaimana perkembangan masyarakat
suku dan bagaimana mereka mengalami perkembangan menuju masyarakat bernegara, Ibnu
Khaldun menemukan landasan dasarnya pada kekuatan Ashobiah. Karena itu, konsepsi
ashobiah sangat urgen dalam mengetahui konsepsi filsafat politik Ibnu Khaldun.

DAFTAR PUSTAKA :

Mansur, M. (2007). Model Kekuasaan Politik Ibnu Khaldun (Sebuah Pelajaran Berharga bagi
Bangsa Indonesia). Unisia, 30(66), 377–383.
https://doi.org/10.20885/unisia.vol30.iss66.art5
REVIEW JURNAL KEDUA

KEKUASAAN NEGARA DAN KEKUASAAN


PEMERINTAHAN MENURUT PANDANGAN POLITIK
IKWANUL MUSLIMIN

Kekuasaan negara dan kekuasaan pemerintahan, kekuasaan apa pun dia, jika ia
mematuhi kehendak yang secara universal valid, dan bertindak sesuai hukum, maka akan
terwujudlah cita-cita bersama dalam negara.Hal ini menjadi starting point bagi
penyelenggaraan negara yang akuntabel, amanah, transparan, jujur, adil, dan dapat dipercaya.
Rakyat pasti akan merasa aman dan nyaman jika secara ideal kekuasaan ini benar-benar
dapat diimplementasikan dengan baik dan adil.

Penguasa Negara dan Pemerintahan yang jujur dan adil akan membawa manfaat
secara aksiologis bagai rakyat, manakala pelakunya memilki komitmen moral yang tinggi,
integritas pribadi, etika politik yang imperatif. Justru itulah akal budi manusia memegang
peranan penting untuk mengontrol pengalaman indera yang ambisius, korup, tamak dan haus
kekuasaan. Dari sini terlihat jelas bahwa calon pemimpin kedepan harus memiliki wawasan
akademis yang luas, visioner, dan akuntebel serta responsif terhadap rakyat yang
mendukungnya.

Pemikiran politik tentang kekuasaan baik kekuasaan negara maupun kekuasaan


pemerintahan (eksekutif) merupakan bukti bahwa pemikiran politik Ikhwanul Muslimin
bersifat modern, namun tetap mempertahankan nilai-nilai agama dalam realisasinya.

DAFTAR PUSTAKA :

Nursalam, 2016, metode penelitian, & Fallis, A. . (2013). 済無 No Title No Title. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
REVIEW JURNAL KETIGA

TEORI KEKUASAAN MICHEL FOUCAULT:


TANTANGAN BAGI SOSIOLOGI POLITIK

Konsep kekuasaan Foucauldian sesungguhnya telah menghadirkan tantangan


terhadap ilmu politik dan sosiologi politik terutama dalam memahami konsep kekuasaan.
Sosiologi politik kerapkali melihat kekuasaan sebagai atribusi, kapasitas, ataupun modal
yang dimiliki atau digenggam seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Persoalannya,
praktik penundukan biasanya dilakukan dengan cara-cara yang tidak akan mudah ditangkap
jika hanya menyelidiki pada sumber penundukan yang berasal dari kekuasaan atributif.
Bentuk-bentuk penundukan sebagai wujud praktik kekuasaan jauh lebih kompleks dan rumit.
Cara-cara negatif dan kasat mata tidak akan membuat dominasi menjadi mapan dan bertahan.
Tetapi dengan memanipulasi keinginan-keinginan, ideologi, dan hasrat sulit dapat
membangkitkan rasa mawas diri seseorang, sehingga penundukan dan eksploitasi terasa
sebagai kenikmatan dan candu.

Teknik yang lebih canggih bahkan telah meniadakan keberadaan aktor dominan
dengan aktor yang didominasi karena praktik penundukan terjadi dalam relasi strategis yang
kompleks. Tidak ada dominasi. Pemenjaraan atas kehendak dan kebebasan pun nihil. Namun,
justru melalui kebebasan praktik-praktik sosial dapat melanggengkan eksploitasi dan
penundukan diri. Praktik kekuasaan ini tidak kasat mata dan hampir mustahil dapat
tertangkap melalui kacamata teori kekuasaan yang umum digunakan dalam diskursus politik.
Di sinilah letak keunggulan teori kekuasaan Foucault; ia menyediakan preparat yang lebih
canggih dalam memotret realitas kekuasaan yang kompleks dan rumit itu.

DAFTAR PUSTAKA :

Kamahi, U. (2017). Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan bagi Sosiologi Politik
(Umar Kamahi). Al-Khitabah, 3(3), 117–133. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Al-Khitabah/article/view/2926
REVIEW JURNAL KEEMPAT

META KONSEP KEKUASAAN DAN DEMOKRASI DALAM


KAJIAN TEORI POLITIK

Dalam kajian teori politik konsepsi power, demokrasi dan legitimasi terus
berkembang sesuai dengan perkembangan kondisi sosial dan politik setra ekonomi yang
bergerak dengan sangat dinamis di berbagai ruang. Oleh karena itu studi tentang power dan
demokrasi serta legitimasi harus memperhatikan aspek konteks dengan melihat latar belakang
sosial dan politik di setiap perkembangan masing-masing teori. Bagaimana power atau
kekuasaan beroperasi dan bagaimana discourse tentang kekuasaan tersebut berkembang
menjadi penting diperhatikan.
Dengan melihat berbagai perkembangan konsep power dan demokrasi maka rumusan
tentang kekuasaan dalam konteks masyarakat modern juga dapat menghasilkan rumusan baru
yang berangkat dari kasus yang sangat lokal namun bisa menjadi representasi internasional
karena mewakili sebagai konsep yang membantah atau mendukung bahkan menambahi
konsep-konsep yang telah dikembangkan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA :

Triantini, Z. elly. (2019). Meta Konsep Kekuasaan Dan Demokrasi Dalam Kajian Teori
Politik. 2(2), 1–15.

Anda mungkin juga menyukai