Oleh
NIM: E051221071
UNIVERSITAS HASSANUDIN
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam proses pengambilan keputusan, partai politik tentu memegang peranan yang
sangat besar. Seperti kita ketahui, presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara di
Indonesia pada saat ini dipilih secara langsung oleh rakyat dan pastinya diusung oleh suatu partai
politik. Oleh sebab itu pastilah presiden dalam menjalankan perintahnya sedikit atau banyak
dipengaruhi oleh kebijakan partai politik yang mengusungnya, karena dalam hal ini eksekutif
adalah implementasi dari partai politik yang mengusungnya. Di Indonesia sendiri seperti yang
tertuang pada Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 5 ayat 1, diatur bahwa Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan dalam pasal 20
ayat 4 disebutkan Presiden mengesah rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang. Hal itulah yang secara tidak langsung membuat partai politik
dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan melalui badan eksekutif.
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga bisa didefiniskan dalam
banyak terminologi. Meski, konsep demokrasi secara umum seperti dikemukakan Presiden
Amerika Serikat Abraham Lincoln (1809-1865) yang mendefinisikan demokrasi sebagai:
Government of the people, by the people, for the people. Demokrasi sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Muhadam & Ilham, 2017). Hakikat demokrasi adalah
kemanfaatan dengan sebesar-besarnya segala bentuk kebijakan untuk kepentingan rakyat.
David Baetham dan Kevin Boyle (2000) melihat demokrasi dalam dua hal penting,
pertama;demokrasi merupakan perwujudan keinginan secara keseluruhan anggota, dan setiap
anggota mempunyai hak yang sama; kedua, adanya partisipasi rakyat dalam mengontrol
kesetaraan politis tersebut. (Mufti, 2013). Dalam pandangan ini konsep demokrasi berada dalam
posisi yang memungkinkan tidak adanya marginalitas antara satu kandidat dengan kandidat yang
lain, atau antara individu yang satu dengan individu yang lain sebagai bagian dari rakyat guna
mengontrol terwujudnya kesetaraan seca-ra politis. Kesempatan yang sama untuk memilih dan
dipilih serta berperilaku politis dalam bentuk –bentuk kegiatan politik yang setara atau seimbang.
Sementara itu kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorangatau sekelompok
orang untuk mempenga-ruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa
sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang
mempunyai kekuasaan itu. (Budiardjo, 2004). Robert M. Max Iver dalam (Budiardjo, 2004)
mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain,
baik secara langsung dengan jalan memberi perintah maupun secara tidak langsung dengan
mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Dalam pandangan Max Weber (1947) salah
satu bentuk kekuasaan adalah kekuasaan legal-formal. Artinya kekuasaan yang ada dan sah serta
dibuat melalui mekanisme yang konstitusional sehingga berdasarkan hal tersebut seperangkat
peraturan perundang-undangan secara resmi dan diatur secara impersonal. Sehingga dengan
demikian setiap orang harus tunduk dan patuh kepada kekuasaan legal-formal tersebut, karena
peraturan yang membuat seseorang untuk patuh, bukan karena kekuasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau sekelompok orang.
Menurut Kinicki dan Williams (2011:196), “decision making is the process of identifying
and choosing alternative courses of action”. Pernyataan ini menegaskan bahwa pengambilan
keputusan merupakan sebuah proses memilih tindakan yang tepat diantara alternatif tindakan
yang ada. Hal serupa diungkapkan Greenberg dan Baron (2008:358), “decision making as the
process of making choices from among several alternatives”. Daft (2012:238), “decision making
is the process of identifying problems and opportunities and then resolving them”. Pengambilan
keputusan selain sebagai proses mengidentifikasi masalah dan peluang juga termasuk di
dalamnya proses menemukan jalan keluar dari masalah tersebut. Hal serupa juga diungkapkan
Shani, Chandler, Coget, dan Lau (2009:293), “…is an analytical process leading to a selection
of action among alternatives option”. Dan Allen, Plunkett dan Attner (2013:152), “… is the
process of identifying problem and opportunities, developing alternative solutions, choosing an
alternative, and implementing it.” Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2008:226), “decision
making is the process of identifying problems and opportunities and resolving them or taking
advantage of them.” Dalam proses pengambilan keputusan guna menyelesaikan permasalahan
dapat muncul peluang dan keuntungan dari permasalahan yang ada.
Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangal strategis dalam setiap sistem
demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses
pemerintahan dan warga ne gara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang
sebetulnya menentukan demokrasi. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk
diperkuat derajat pelembagaannya (the de gree of institutionalization) dalam setiap sistem politik
yang demokratis.
Melalui badan legislatif, partai politik juga dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Hampir sama seperti penjelasan sebelumnya, orang-orang yang duduk dalam
parlemen pastilah juga diusung oleh partai politik pada saat pemilihan umum berlangsung.
Seperti halnya presiden, legislatif yang ada di Indonesia yaitu DPR juga mempunyai pengaruh
dalam proses ini, hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 amandemen pertama
dalam pasal 20 ayat 1 yang menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa proses pembuatan
kebijakan yang dilakukan DPR kaitannya dengan pembentukan undang-undang dikuasai penuh
oleh DPR yang didalamnya adalah partai politik.
Selain melalui badan eksekutif dan legislatif seperti pada dua penjelasan sebelumnya,
partai politik juga dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dengan melalui mekanisme
yang ada pada tubuh partai politik itu sendiri, yaitu menyampaikan aspirasi-aspirasinya kepada
pihak yang berwenang dengan cara “lobby”.
BAB II
KESIMPULAN
Ristian, A. (2016). Demokrasi dan Kekuasaan Politik Calon Incumbent. Jurnal Ilmu
Pemerintahan: Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah, 1(1):189-202
Mufti, M & Durrotun, N.D. (2013). Teori-Teori Demokrasi. Bandung: CV Pustaka Setia