Anda di halaman 1dari 5

Relasi Elite Politik dan Konstituen Pasca-Pemilu

Pelaksanaan pemilu pada dasarnya merupakan manifestasi dan konsekuensi


dari negara demokratis. Tentunya sebagai negara yang plural, Indonesia memiliki
tantangan tersendiri dalam upayanya untuk menyelenggarakan pemilu. Dimana
kondisi masyarakat yang plural membuka celah terjadinya kerenggangan hubungan
pada saat pelakanaan maupun pasca pemilihan umum. Persoalan yang dihadapi pasca
pemilihan umum selalu sama, yaitu berkaitan dengan janji politik yang tak kunjung
terealisasikan. Tentu hal ini berkaitan erat dengan bagaimana hubungan antar elit
politik dengan konstituennya.
Pada dasarnya sebelum adanya hubungan yang ideal yang tercipta antara elit
politik dengan konstituen, maka seharusnya ada upaya yang dilakukan untuk
membuat pola relasi yang intensif antara elit politik dengan konstituen. Hal ini
menjadi penting, karena esensi dari wakil rakyat itu sendiri adalah untuk mewakili
aspirasi masyarakat yang dilakukan dengan menyerap, menampung sampai
memperjuangkan kepentingan konstituennya, demi mencapai suatu produk kebijakan
yang memberi manfaat bagi masyarakat. Kesadaran akan tanggung jawab menjadi
penting bagi seorang elit politik. Oleh sebab itu, menjadi suatu keharusan bagi elit
politik untuk menjalin relasi yang intensif dengan konstituennya. Berkaitan dengan
hal tersebut, ada beberapa poin yang bersifat substansial berkaitan dengan relasi elit
politik dengan konstituen, diantaranya:
a. Adanya konstruksi pola relasi antara elit politik dengan konstituen secara
jelas. Hal ini tergambar dari proses pembagian daerah pemilihan yang jelas,
baik dari segi wilayah dan masyarakat yang diwakilkan.
b. Adanya komunikasi politik yang terjalin antara elit politik dengan konstituen
yang dilakukan secara berkesinambungan. Dimana komunikasi politik
menjadi salah satu cara untuk menjalin hubungan antar pemerintah dengan
masyarakat. Elit politik berperan sebagai komunikator dalam menyampaikan
berbagai program maupun kebijakan yang diagendakan. Hal ini tentunya
akan mendorong partisipasi dari konstituen untuk memberikan pemikirannya,
berupa kritik maupun masukan kepada pemerintah. Oleh sebab itu tanpa
adanya komunikasi yang terjalin, maka terjadi hambatan terutama bagi
sistem politik, dimana aspirasi konstituen tidak bisa bisa terwujud.
c. Adanya suatu mekanisme yang efektif dimana konstituen bisa meminta
bentuk pertanggungjawaban wakilnya, sebagai pelaksana tugas. Dengan
demikian, konstituen memiliki peranan juga dalam mengevaluasi kinerja para
elit politik ini.
Begitupun pendapat yang dituturkan oleh ahli politik Hoogerwerf, bahwa ada
beberapa model yang menjelaskan bagaimana pola relasi elite politik dengan
konstituennya sebagai berikut1:
a. Model delegasi, model ini menjelaskan bahwa hubungan elit politik
yaitusebagai utusan bagi konstituennya. Dimana elit politik memiliki
kewajiban untuk menjalankan mandat dari konstituen yang memilihnya.
b. Model penguasaan, model ini memandang bahwa penguasa/elit politik
merupakan seseorang yang diberikan kuasa secara penuh, untuk dapat
bertindak dan memutuskan perilakunya berdasarkan penilaiannya sendiri.
c. Model politicos, model ini merupakan sebuah model hubungan antara
penguasa/elit politik dengan konstituen yang diwakili, yang disesuaikan
dengan keadaan. Artinya, pola hubungannya bisa bersifat delegate atau
trustee.
Pada dasarnya pola interaksi yang tercipta antara elite politik dan konstituen
pasca pemuli ini cukup erat, mengingat apa yang sudah diberikan dan dijanjikan oleh
elit politik saat masa pemilu. Namun, selain karena itu elit politik seharusnya
mengadakan rekonsiliasi sebagai agenda untuk menggabungkan masyarakat atau
konstituen yang dulunya pernah selisih paham karena beda pendapat saat pemilu.
Dan juga sebagai kelanjutan dari terpilihnya para elit politik, maka para
elitmesti mengajak para pendukungnya berpartisipasi mengawasi kinerja pemerintah
eksekutif dan legislatif2. Elit politik juga tentu memiliki kewajiban untuk menampung
aspirasi dari konsituen dan menganalisisnya sebagai salah satu bahan pertimbangan
untuk nantinya mengambil kebijakan.
Strategi Elite Politik Dalam Menyalurkan Aspirasi Konstituennya
Sebagai elite politik tentu saja memiliki peran untuk menyampaikan aspirasi
dari konstituennya, hal ini juga sebagai bentuk elite dalam menjaga hubungan baik
antara elite dengan konstituennya agar menghambat adanya sirkulasi politik yang
baru. Di Indonesia sendiri, bisa mengambil contoh DPRD sebagai lembaga legislative
yang mewakili kepentingan rakyat, merupakan salah satu lembaga yang memili tugas

1
Salang, S. Parlemen: Antara kepentingan politik vs aspirasi rakyat. Jurnal Konstitusi, 3(4), 90-120.
2
Nicky Aulia Widadio. (2019) Perluden: Elite Politik Diminta Rekonsiliasi Masyarakat Pasca-Pemilu. Diakses
melalui https://www.aa.com.tr/id/politik/perludem-elite-politik-diminta-rekonsiliasi-masyarakat-pasca-
pemilu/1517886 [onlie]. Pada tanggal 18 Oktober 2021.
dalam menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah. Menurut Undang-undang Nomor
17 tahun 2014 yang membahas terkait DPR, DPRD, DPD, dan MPR yang
menjelaskan bahwasannya lembaga-lembaga tersebut memiliki kewajiban untuk
menghimpun, menyerap, dan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh
konstituennya atau masyarakat.3 Dalam melakukan penyerapan, penghimpunan dan
peninjauan pelaksanaan aspirasi ke dalam bentuk kebijakan, memiliki pengaruh
kepercayaan antara konstituen dengan elite politik, dari kaca mata konstituen
pengesahan kebijakan yang berlandaskan keresahan konstituen merupakan bentuk
kinerja yang bagus dari elite politik.
Strategi yang dapat direalisasikan oleh elite politik terhadap konstituennya
adalah melalui peran sebagai komunikator yang baik. Kondisi negara Indonesia yang
sangat heterogen membuat banyak aspirasi dan kepentingan yang masuk dari
konstituen yang membuat elite politik dihadapkan dengan tantangan konflik di tengah
masyarakat. Perlunya dibangun komunikasi yang baik untuk menyampaikan
informasi dengan jelas sehingga meminimalisir adanya sentiment dari konstituen.
Harus adanya pemberian pemahaman lebih lanjut yang diberikan terhadap konstituen
agar mereka mengerti substansi dari sebuah tindakan yang diambil oleh elite politik.
Dalam setiap acara komunikasi, komunikator merupakan unsur yang sangat penting
peranannya, meskipun nanti keberhasilan komunikasi dimaksudkan secara
keseluruhan, tidak hanya ditentukan oleh sumbernya, tetapi mempertimbangkan
fungsinya sebagai inisiator dalam kegiatan yang bersangkutan, maka bagaimanapun
dapat dilihat seberapa besar menentukan peran, oleh karena itu, dalam mengamati
proses komunikasi politik, pertama-tama perlu dipahami karakteristik masing-masing
komunikator.4
Selain komunikasi, elite politik bisa menggunakan strategi untuk
meningkatkan kredibilitasnya sebagai penyalur aspirasi. Pentingnya kredibilitas yang
dimiliki oleh elite politik ini sebagai sarana problem solving, semakin tinggi
kredibilitas seseorang, maka semakin mudah pula untuk menghasilkan solusi yang
tepat dan taktis. Dengan adanya solusi-solusi yang diberikan serta tindakan dalam
menindak lanjuti aspirasi oleh elite politik terhadap konstituennya, hal ini dapat
menarik kepercayaan antara satu dengan yang lainnya, sehingga jika dihubungkan
3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN
RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH. https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf
4
Paendong Joan Lolowang. 2021. PERAN ANGGOTA DPRD FRAKSI PDI PERJUANGAN DALAM MENYALURKAN
ASPIRASI MASYARAKAT KABUPATEN MINAHASA. Jurnal Politico, Vol. 10, No. 4
pada kekuasaan elite politik, akan sangat mudah untuk melanggengkan kekuasaan
elite.
Elite politik juga dapat merealisasikan dan menggunakan Dana Program
Pembangunan Daerah Pemilihan berpacu dengan kepentingan dan kemaslahatan
masyarakat. Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan yang dikenal sebagai
dana aspirasi ini penting bagi konstituen untuk mempermudah menjalankan
aktifitasnya. Sudah sebagai kewajiban bagi elite politik untuk tidak menyalahgunakan
wewenang dalam menggunakan dana aspirasi tersebut hanya untuk kepentingan
politiknya saja, akan tetapi lebih mengutamakan kebutuhan dari konstituennya.
Ketepatan dalam penyaluran dana aspirasi ini tidak hanya berdampak positif bagi
konstituen, namun juga memiliki dampak yang positif untuk elite politik. Jika
penyaluran dana aspirasi ini tepat sasaran, maka keuntungan tidak akan tercapai hanya
diperoleh oleh konstituen, tetapi juga menjadi keuntungan bagi anggota dewan,
karena secara tidak langsung nama baik elite politik akan naik dimata konstituen.5

DAFTAR PUSTAKA
Salang, S. (2006). Parlemen: Antara kepentingan politik vs aspirasi rakyat. Jurnal
Konstitusi, 3(4), 90-120.
Aulia Widadio, Nicky. (2019) Perluden: Elite Politik Diminta Rekonsiliasi
Masyarakat Pasca-Pemilu. Diakses melalui
https://www.aa.com.tr/id/politik/perludem-elite-politik-diminta-rekonsiliasi-
masyarakat-pasca-pemilu/1517886 [onlie]. Pada tanggal 18 Oktober 2021.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf
Lolowang, J. P. (2021). Peran Anggota Dprd Fraksi Pdi Perjuangan Dalam
Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Kabupaten Minahasa. Jurnal Politico, Vol.
10, No. 4
Afnan, M., & Zainal A. (2017). Dana Aspirasi Dan Pola Hubungan Konstituen
Dengan Wakil Di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
FISIP Unsyiah, Vol. 2, No. 2.

5
Muhammad Afnan & Zainal Abidin. 2017. DANA ASPIRASI DAN POLA HUBUNGAN KONSTITUEN DENGAN WAKIL
DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai