Anda di halaman 1dari 3

PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS TENTANG DEMOKRASI DELIBERATIF

Demokrasi deliberatif diperkenalkan oleh Jurgen Habermas. Demokrasi deliberatif yang


diperkenalkan oleh Jurgen Habermas, mungkin bisa menjadi solusi alternatif untuk menjawab
persoalan demokrasi tersebut. Demokrasi deliberatif bukan sebuah gaya baru mengenai bentuk
demokrasi yang ada, seperti: demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan demokrasi
parlementer, tapi ia sebuah model yang secara politis diharapkan mampu menjelaskan dinamika
komunikasi politis dalam negara demokratis. Habermas memandang komunikasi yang terdapat
dalam negara demokratis selama ini belum dapat diwujudkan. Komunikasi yang dimaksud dalam
konteks ini adalah komunikasi masyarakat dan pemimpin.

Demokrasi deliberatif yang ditawarkan Jurgen Habermas menjadi sumbangan pemikiran yang
bisa dipertimbangkan untuk menyelesaikan persoalan demokrasi saat ini. Hal ini berdasarkan
bahwa demokrasi deliberatif menyaratkan adanya komunikasi antara masyarakat dan negara
(baca: pemimpin) yang diistilahkan dengan ruang publik (public sphere). Jadi, ada proses-proses
diskursif yang terbangun. Makanya, ruang publik itu didefinisikan sebagai tempat bagi publik
untuk mengekspresikan kebebasan dan otonomi mereka.

Karya Jurgen Habermas yang banyak membahas demokrasi deliberatif adalah Faktizitas und
Geltung, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris: Between Facts and Norms: Contribution to
a Discourse Theory of Law and Democracy. Karya ini menjadi bukti komitmen Habermas
terhadap negara hukum demokratis. Faktizitas und Geltung lahir dari asumsi Habermas bahwa
“negara hukum tidak dapat diperoleh maupun dipertahankan tanpa demokrasi radikal”. Dalam
demokrasi deliberatif, negara tidak lagi menentukan hukum dan kebijakan-kebijakan politik
lainnya dalam ruang tertutup (splendid isolation), tetapi masyarakat dapat memberikan
kontribusinya dalam pembentukan setiap kebijakan politik dan hukum.

Demokrasi deliberatif menekankan pentingnya partisipasi publik yang sifatnya dialogis dan
sintesis, dan secara bersama-sama berupaya mencari kebenaran yang berakar pada fakta, peduli
pada kepentingan masyarakat, dan tidak doktriner. Demokrasi deliberatif mewadahi kelemahan-
kelemahan mekanisme pemungutan suara yang dilahirkan oleh demokrasi liberal, yang
menempatkan sang peraih suara terbanyak sebagai pihak yang “berhak menentukan tindakan
bersama”.

Dalam beberapa buku karya Habermas yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
disebutkan bahwa Habermas menempatkan demokrasi dan ruang publik sebagai model pragmatis
yang mau tidak mau harus berakar pada sistem nilai rasio komunikasi dalam masyarakat karena
model ini berhubungan dengan ruang publik secara komunikatif serta sifat dari model tersebut
sangat ilmiah dan perlu disikusikan dengan pertimbangan yang rasional.
Peran serta masyarakat dalam kehidupan bernegara sangat penting. Peran itu hanya bisa terwujud
kalau ada komunikasi bagus antara masyarakat dan pemimpin. Negara harus bisa memberikan
ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi. Inilah yang dalam teori Jurgen Habermas disebut
dengan Demokrasi Deliberatif. Teori ini berakar dalam teori tindakan komunikatif. Atau boleh
dikatakan, teori tindakan komunikatif merupakan basis epistemik bagi teori demokrasi
deliberatif. Menurut Habermas, komunikasi sudah selalu merupakan ciri dasar kehidupan
bersama manusia. Dalam bahasa Habermas sendiri, demokrasi deliberatif adalah suatu teori yang
menerima deliberasi rasional di antara para warga sebagai sumber legitimasi politik.
Muthhar, Moh. Asy’ari. 2013. MEMBACA DEMOKRASI DELIBERATIF JURGEN
HABERMAS DALAM DINAMIKA POLITIK INDONESIA. Hal. 49-72.

Habermas (1982) menjelaskan, ketika kemampuan memproduksi hukum didelegasikan melalui


pola-pola pertukaran jaring-jaring sistem sosial tertentu yang beroperasi secara independen maka
reproduksi hukum akan jatuh di bawah kekuasaan bayang-bayang kekuasaan dualitas ambigu
yang memisahkan negara dari unit-unit sosial masyarakat. Pendapat Habermas ini merupakan
gugatan atas model demokrasi perwakilan yang tidak menempatkan konstituen dalam proses
penempatan hukum secara menyeluruh. Dalam model ini, konstituen hanya memiliki hak-hak
politik untuk memilih calon anggota parlemen, lalu setelah itu selesailah perannya secara
konstitusional. Hal ini menyebabkan ambiguitas hukum karena negara akan menciptakan sistem
sosial yang beroperasi tidak berdasarkan pada keinginan masyarakat.

Demokrasi deliberatif memberikan sorotan tajam mengenai bagaimana prosedur hukum itu
dibentuk. Undang-undang, yang diresmikan dalam demokrasi deliberatif, merupakan suatu
dialog antara mekanisme legislatif dan diskursus-diskursus, baik formal maupun informal,
dalam dinamika masyarakat sipil. Demokrasi deliberatif memberikan ruang di luar kekuasaan
administratif negara. Ruang itu merupakan jaringan-jaringan komunikasi publik dalam
masyarakat sipil.

Menurut Habermas, ruang publik harus memenuhi dua persyaratan, yaitu bebas dan kritis. Bebas
artinya setiap pihak dapat berbicara di mana pun, berkumpul, dan berpartisipasi dalam debat
politis. Sementara kritis artinya siap dan mampu secara adil dan bertanggung jawab menyoroti
proses pengambilan keputusan yang bersifat publik.

Demokrasi, menurut Habermas, harus memiliki dimensi deliberatif, yaitu posisi ketika kebijakan
publik harus disahkan terlebih dahulu dalam diskursus publik. Dengan demikian, demokrasi
deliberatif ingin membuka ruang partisipasi yang luas bagi warga negara. Partisipasi yang luas
ini bertujuan menciptakan hukum yang sah. Pandangan ini merupakan kritik atas pendapat
Rousseau (2007), bahwa sumber legitimasi adalah kehendak umum sehingga, bagaimanapun
prosesnya, jika sebuah produk hukum dinyatakan sebagai kehendak umum, berarti produk
tersebut sudah terlegitimasi. Hal ini ditentang oleh Habermas (1982), yang mencontohkan bahwa
dalam suatu negara, jika undang-undang dianggap sebagai sebuah kehendak umum, tidak peduli
apakah dalam pembuatannya melalui cara yang partisipatif atau tidak, dan emansipatoris atau
tidak, maka undang-undang tersebut dapat dikatakan terlegitimasi.
Haliim, Wimmy. 2016. DEMOKRASI DELIBERATIF INDONESIA: KONSEP
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEMBENTUK DEMOKRASI DAN HUKUM
YANG RESPONSIF. Masyarakat Indonesia, 42(1). Hal. 19-30.

Anda mungkin juga menyukai