Anda di halaman 1dari 10

Judul.

: Teori-Teori Demokrasi

ISSN. : 978-979-076-387-6

Penyunting. : Muslim Muftih, M.Si dan

Hj. Didah Durrotun Naafisah, M.Ag

Penerbit. : Pustaka Setia

Tebal / Jumlah Halaman : 33 mm dan 336 Halaman

TEORI-TEORI DEMOKRASI

Demokrasi memang bukanlah merupakan sistem politik yang ideal Penolakan


terhadap demokrasi berlangsung berabad-abad, Kemudian,setelah revolusi Prancis,
gagasan demokrasi sebagai sistem yang dianggap layak untuk mengatasi berbagai
kelemahan dari sistem monarki yang cenderung elistis dan hanya mengutamakan
segelintir orang yang berada di lingkungan kerajaan, demokrasi mulai memperoleh
perhatian dunia dan pemikiran tentang demokrasi terus berevolusi mengatasi tantangan-
tantangan yang muncul dalam bentuk gelombang antidemokrasi, khususnya dari sistem
komunisme, militerisme, dan fasisme.

Kritik mengenai demokrasi akan selalu muncul, tetapi selain mengandung


kelemahan, demokrasi juga mengandung kekuatan dan kebaikan, yaitu bahwa
demokrasi memperkuat harga diri manusia dan menyediakan kesempatan pendidikan
kewarganegaraan secara terus-menerus (mempertinggi budaya politik). Demokrasi
secara substansif memperluas ide demokrasi di luar mekanisme formal Demokrasi
mengidentifikasikan konsep dengan memasukkan penekanan pada kebebasan dan
diwakilinya kepentingan melalui forum publik yang dipilih dan partisipasi kelompok.
Tujuan demokrasi bukan terletak pada struktur organisasi yang tersusun bagus dan
indah, melainkan pertumbuhan warga negara dalam mencapai penentuan diri sendiri.
Pemikiran dan teori-teori demokrasi dari para tokoh demokrasi barat seperti Jurgen
Habermas, Hannah Arendt, dan Jean Jacques Rousseau masing-masing dibahas dari
latar belakang pemikiran, filosofis, kontribusi, bentuk, tindakan, hingga kritik terhadap
teori-teori tersebut. Oleh karena itu, buku Teori-teori Demokrasi ini dapat dijadikan
literatur seputar kajian teori demokrasi karena materi-materi yang dibahasnya, selain
untuk memenuhi tanggung jawab intelektual, juga mengakselerasi proses pelembagaan
demokrasi agar lebih sesuai dengan tuntutan substansial dari nilai demokrasi

Demokrasi memang bukan merupakan sistem politik yang ideal. Itulah sebabnya,
dua filsuf besar Yunani, yaitu Socrates dan Aristoteles tidak menempatkan demokrasi
sebagai pilihannya. Socrates menganggap bahwa sistem demokrasi dapat melahirkan
pemimpin yang dungu karena proses pemilihan pemimpin yang melibatkan orang-orang
yang tidak memiliki kapasitas dan kapabililitas untuk memilih. Aristoteles
menempatkan aristokrasi sebagai pilihannya, karena seorang aristrokrat memiliki
kelebihan dalam tata kelola pemerintahan, sekaligus kemampuan berpikir yang dapat
diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi rakyatnya. Arsitokrat
adalah orang terdidik yang hampir sama dengan seorang filsuf yang mampu
memberikan pikirannya untuk masyarakat. Aristokrat juga memiliki kecakapan untuk
memerintah karena berasal dari lingkungan kerajaan yang selalu berhubungan dengan
tata kelola pemerintahan.

A. Mendefinisikan Demokrasi

Menurut Paul Broker, definisi tentang demokrasi' memiliki banyak terminologi,


antara lain menyangkut aturan manusia, aturan majelis, aturan partai, aturan umum,
kediktatoran kaum proletar, partisipasi politik maksimal, kompetisi para elite dalam
meraih suara, multipartai, pluralisme sosial dan politik, persamaan hak, kebebasan
berpolitik dan sipil, sebuah masyarakat yang bebas, ekonomi pasar bebas, dan lain-lain.
David Beetham dan Kevin Boyle mengemukakan bahwa demokrasi merupakan bagian
dari khazanah dalam membuat keputusan secara kolektif. Demokrasi berusaha untuk
mewujudkan keinginan bahwa keputusan yang memengaruhi perkumpulan secara
keseluruhan harus diambil oleh semua anggota dan masing-masing anggota mempunyai
hak yang sama dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan. Dengan kata lain,
demokrasi memiliki prinsip kembar sebagai kontrol rakyat atas proses pembuatan
keputusan secara kolektif dan memiliki kesamaan hak dalam mengendalikan hal itu.?

Dari definisi David Beetham dan Kevin Boyle, tampak dua hal yang esensial.
Pertama, demokrasi merupakan perwujudan keinginan secara keseluruhan anggota dan
dalam hal ini semua anggota memiliki hak yang sama. Kedua, demokrasi merupakan
indikator tentang sejauh mana prinsip kendali rakyat dan kesetaraan politis dapat
diwujudkan serta bagaimana partisipasi rakyat dapat semakin nyata dalam mewujudkan
pengambilan/ pembuatan keputusan secara kolektif.

Definisi tersebut tidak semuanya saling melengkapi, sehingga konsep demokrasi


menjadi cukup membingungkan. Dalam aplikasinya, konsep demokrasi kadang-kadang
saling berlawanan. Kontradiksi ini menyangkut hal bahwa demokrasi adalah sebagai
konsep preskriptif atau deskriptif; demokrasi itu sebagai prosedur kelembagaan atau
gagasan normatif;demokrasi representatif versus demokrasi langsung; demokrasi
partisipasi versus demokrasi elite; demokrasi liberal versus nonliberal (populis, Marx,
radikal); demokrasi sosial versus demokrasi politik; demokrasi sebagai hak asasi
seseorang atau kebaikan kolektif; demokrasi sebagai realisasi persamaan atau
mengompromisasikan perbedaan. Berbagai kontradiktif tersebut menyebabkan definisi
demokrasi itu menjadi bahan perdebatan.

B. Perkembangan Demokrasi

Dalam perkembangannya, demokrasi memberikan ruang bagi praktik politik yang


bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip demokrasi. Praktik politik tersebut
berlangsung karena konsep warga tidak lagi dimaknai sebagai elemen penting dalam
demokrasi. Dalam situasi ini, liberalisme mengalami kebuntuan dalam menjawab cara
hubungan warga dengan negara dimaknai. Demokrasi juga memberi ruang untuk
menjadikan makna politik menjadi merosot. Politik menjadi praktik pengejaran
kepentingan individual dan golongan, bukan lagi dalam kerangka kebersamaan untuk
mencapai kemaslahatan bersama. Gejala ini memaksa kita untuk merumuskan tuntutan
baru untuk mengembalikan makna politik, sekaligus merehabilitasinya, yaitu politik
sebagai upaya mencapai kemaslahatan bersama. Situasi baru ini, perlu didorong oleh
subjek politik baru dalam demokrasi, yaitu partisipasi aktif warga untuk mewujudkan
tujuan politik yang baru.
Sejak 500 (lima ratus) tahun sebelum Masehi, sejarah demokrasi dicatat karena ada
sekelompok kecil manusia di Yunani dan Romawi yang mulai mengembangkan sistem
pemerintahan yang memberikan kesempatan cukup besar bagi publik untuk ikut serta
dalam merancang keputusan. Permulaan pertumbuhan demokrasi telah mencakup
beberapa asas dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu
gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai
kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang agama
yang menyusulnya.Sudah lazim dikisahkan, istilah demokrasi berasal dari Yunani
Kuno, democratia. Plato yang memiliki asli Aristocles (427 – 347 M) sering disebut
sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah democratia itu. Demosberarti
rakyat, kratos berarti pemerintahan. Demokrasi menurut Plato kala itu adalah adanya
sistem pemerintahan yang dikelola oleh para filosof. Hanya para filosofislah yang
mampu melahirkan gagasan dan bagaimana memilih antara yang baik dan yang buruk
untuk masyarakat. Belakangan diketahui sebetulnya yang diinginkan oleh Plato adalah
sebuah aristokrasi

C. Pemikiran Barat Tentang Demokrasi

Menurut Jurgen Habermas, akal manusia adalah kekuatan etika dan moral. Habermas
merasakan bahwa makna demokrasi dan signifikansinya adalah sebuah pencapaian
historis. Ia menerjemahkan hal ini pada tingkat filosofis dalam sebuah komitmen untuk
mempertahankan semua manfaat modernitas dari semua yang fokus secara eksklusif
pada kerugiannya atau pada masa depan yang akan ditaklukkan. Habermas menulis,
“Fakta bahwa seseorang akan menjadi sadar pada pencapaian ini adalah ketika mereka
terancam. Hal inimerupakan keadaan yang penting untuk perhatian filsafat."

Kontribusi Habermas terhadap teori secara keseluruhan merupakan rekonstruksi


proyek modernitas yang belum rampung. Kontribusinya terhadap teori demokrasi harus
dipahami dalam konteks ini. Konsep kaum proseduralis terhadap demokrasi deliberatif
didesain untuk mengklarifikasi visi yang terdapat di jantung kultural politik yang alami
liberal. Visi tersebut dihasilkan melalui opini diskursif dan formasi kehendak sendiri.
Habermas tetap bertahan dari mereka yang mencari rekomendasi politik yang konkret
dari sebuah teori kritik masyarakat. Karena tidakdapat menunjukkan hal-hal yang
seharusnya kita lakukan, Habermas memprovokasi, mempertanyakan, dan mencoba
membantu kita untuk menumbuhkan kesadaran diri tentang tekanan antara teori dan
praktik yang kita telah terjaring di dalamnya. Dengan pendekatan yang membatasi diri
ini, Habermas tetap membuka kemungkinan bahwa kita sebagai warga negara
masyarakat demokratis sebenarnya dapat menjadi lebih rasional dan bertanggung jawab.

D. Konsep Demokrasi

Tonggak pemikiran individualisme telah mengaktualisasikan menjadienergi


perubahan dalam cara bernegara dan bermasyarakat, dimulai oleh John Locke pada abad
ke-18 dan Herbert Spencer pada abad ke-19,dan terus mengalami beberapa evolusi.
Dalam perkembangan ini, individualisme bergantung pada cara pandang individu dalam
kehidupan dan beriringan dengan konsep demokrasi, yaitu kebebasan (liberalism) dan
kesetaraan, terlepas dari fenomena negatif, unsur kebebasan ini mampu memberikan
warna baru dalam berdemokrasi. Klasifikasi yang ditawarkan oleh pemikir filsuf politik
telah membedakan konsep berpikir antara liberalisme lama dan liberalisme baru. Hal ini
merupakan solusi dari berbagai permasalahan kehidupan yang fungsi utilitas atau
kebahagiaan bersama anggota masyarakat kepada individu telah terganggu yang
mengakibatkankeseimbangan sebuah sistem dan memengaruhi kestabilan masyarakat,
seperti ketimpangan standar hidup, pengangguran, polusi industri, dan sebagainya.

utama dalam pemikiran Herbert berkisar tentang negara dan individualisme. Di


antara yang menarik untuk dilihat adalah proses negara industrialis sebagai proses
evolusi dari negara militeristik. Hal ini membuka ruang perdebatan baru mengingat
karakteristik otoriter yang melekat pada diri militer dengan karakteristik komando,
tertutup, dan uniform berubah menjadi negara industrialis yang bersifat terbuka,
demokrasi, dan individualistis. Hal ini menjadi semacam pemaknaan bahwa
demokrasimuncul dari militer, bukan dari pemberontakan berpikir individualis dan
mempengaruhi masyarakat yang menginginkan kebebasan dan kesetaraan serta
pembatasan kekuasaan.

Dalam konsepsi negara militer terdapat kontradiksi dengan berkembangnya Laissez


Faire dengan mempersempit turun tangan negara terhadap perekonomian, terutama
dalam perdagangan dalam sebuah pasar.Ironis memang jika negara militeristik
memegang platform pasar bebas dengan memperkecil ruang negara yang notabene
negara dikendalikan oleh seorang militer dengan fungsi otoriter dan komando.

Ideologi liberal memang mempunyai instrumen pengendalian (kontrol), tetapi


batasan sampai di mana tingkat pengendalian menjadi perdebatan di antara kaum
liberal. Jeremy Bentham percaya bahwa sifat dasar manusia yang berusaha untuk
mencari kesenangan dan menghindari kesusahan akan menjadi faktor penentu sikap
individu yang seharusnya dilakukan. Akan tetapi, individu tersebut biasanya
mempunyai penilaian yang terbaik dari keinginan mereka. Oleh karena itu, individu
seharusnya dapat diizinkan untuk melakukan tindakan sebagaimana tindakan individu
tersebut mampu memberikan rasa nyaman. Dengan argumen ini, John Stuart Mill yang
merasa takut bahwa individu tersebut tidak mengikuti arah pengendalian yang
dikehendaki bersama menyarankan bahwa di luar batasan yang layak, demokrasi
sebagai pilar kebebasan dengan prinsip kesetaraan hanya akan memberikan sedikit
kemajuan. Walaupun demikian, pengendalian diri (self control) menempatkan
pandangan yang berbeda di antara kaum liberal dan prinsip ide manusia sebagai
manusia rasional menyebabkan tumbuhnya paham ideologi liberal sepanjang sejarahnya
hingga kini.

E. Liberalisme Lama Dan Liberalisme Baru

Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama untuk menyebut ideologi dunia
Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai
berakhirnya abad pertengahan (abad ke-5 sampai abad ke-15). Disebut liberal, yang
secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme
menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja (Adams,
2004:20). Hal ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat pada abad pertengahan
ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.

Ideologi Barat juga dapat disebut dengan istilah kapitalisme atau demokrasi. Jika istilah
kapitalisme lebih digunakan untuk menamai sistem ekonominya

 Liberalisme Lama

Dalam Ebenstein, disebutkan bahwa liberalisme lama mempunyai beberapa karakter


khusus, antara lain semangat empirisme untuk dunia filsafat, etika utilitarian,
agnotisme agama, persaingan ekonomi, antiotoritarianisme dalam kehidupan politik,
semangat antiimperalisme, pasifisme, dan perdagangan bebas dalam dunia
hubungan internasional. Ciri-ciri ini merupakan refleksi dari semangat
individualisme yang merupakan akar dari liberalisme. Spencer menulis pandangan
filosofi politiknya tentang individualisme

 Liberalisme Baru

Menurut liberalisme baru, harus ada penolakan atas kinerja kapitalisme yang hanya
diasalkan pada logika modal atau kapital. Transaksi ekonomi hanyalah salah satu
bentuk dari relasi sosial manusia. Oleh karena itu, hubungan sosial manusia
bukanlah mengabdi pada kapitalisme, melainkan kapitalisme yang harus mengabdi
untuk membantu kebutuhan relasi sosial manusia agar berlangsung dengan adil dan
kompetitif.

Kapitalisme merupakan sistem ciptaan manusia atau human construct. Oleh


sebab itu, pastilah dapat diubah serta dimodifikasi dan didesain ulang oleh manusia.
Dalam proses mengubah dan memodifikasi kapitalisme itu, diperlukan proses
transformasi kapitalisme, untuk upaya untuk menciptakan bentuk baru kapitalisme
yang lebuh sesuai dengan kebutuhan relasi sosial manusia.noda segelintir pengusaha

F. Model-Model Demokrasi
 Elitisme

Menurut Weber merujuk pada demokrasi perwakilan modern sebagai demokrasi


pemimpin yang plebisit'. Disebut plebisit karena pemilihanumum yang rutin di negara-
negara Barat (Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat) secara progresif menjadi tak dapat
dibedakan dari pemilihanlangsung kepada pemerintah. Menurut Weber, kompetisi yang
terjadi dalam hal demokrasi terjadi karena kaum elite semakin ingm mempertahankan
dan menjaga kepentingannya sendiri. Bahkan, dalam pemilihan langsung pun,
kredibilitas dan popularitas kelompok pemimpin tertentu

 Pluralisme

Pluralisme adalah para analis politik, yang secara luas diartikan sebagai ahli teori
demokratik empiris, yang mencoba menjawab pertanyaan tentang pemikiran
Schumpeter. Schumpeter berasumsi bahwa penduduk dianggap terisolasi dan rapuh di
dunia yang penuh dengan bentrokan kompetisi kaum elite. Jika demikian, Schumpeter
memberikan batasan jelas pada para pemilih dan yang dipilih dalam pemilu, yaitu
dengan mengatakan bahwa masyarakat tidak memberikan kontribusi jelas dalam
pengambilan keputusan Para pluralis mencoba untuk menjawabnya dengan memberikan
perhatian secara langsung pada dinamika ‘kelompok politik”. Dengan mengeksplorasi
hubungan antara kompetisi dalam pemilu dan aktivitas kelompok dengan kepentingan
yang terorganisasi, para pluralis berkata bahwa politik demokrasi modern sebenarnya
jauh lebih kompetitif, dan hasil kebijakannya pun jauh lebih memuaskan semua pihak,
meskipun para pluralis memiliki tujuan yang sama dengan Schumpeter dan Weber,
yaitu memberikan gambaran yang realistik dan objektif.

 Westminster

Esensi model Westminster adalah aturan majoritarian. Model tersebut dipandang


sebagai solusi yang paling jelas bagi dilema pengertian "rakyat”.dalam definisi
demokrasi kita. Siapa yang akan memerintah dan demikepentingan siapa pemerintah
harus merespons ketika rakyat tidak setuju dan memiliki pilihan yang berbeda? Salah
satu jawabannya adalah rakyat mayoritas. Jawaban lainnya adalah kebulatan suara atau
mayoritas yang memenuhi syarat, mengandung aturan minoritas-atau setidaknya veto
minoritas serta pemerintah demi kaum mayoritas dan selaras dengan keinginan
mayoritas sangat dekat dengan gagasan demokrasi ideal daripada pemerintah yang
responsif terhadap kaum minoritas.

 Demokrasi Konsensus

Model konsensus dari demokrasi dapat digambarkan dalam delapan elemen yang
sangat jauh berbeda dengan karakteristik majoritarian dari model Westminster. Swiss
dan Belgia akan menjadi contoh yang paling baik, seperti halnya Inggris dan Selandia
Baru yang menjadi model Westminster. Perhatian yang sama harus diberikan pada
kasus Belgia danSwiss: keduanya mencontohkan model konsensus yang sangat baik,
tetapi tidak dengan sempurna. Delapan elemen terenut adalah

1. Pembagian Kekuasaan eksekutif


2. Pemisahan kekuasaan
3. Bicarmeralisme seimbang
4. Sistem multipartai
5. Sistem partai multidimensi
6. Proposional representasi
7. Federalisme dan desentralisasi
8. Konstitusi tertulis dan veto minoritas

G. Kelemahan Demokrasi

Ketika sistem demokrasi datang dan menjadi acuan, segalanya menjadi mungkin.
Sekelompok etnis mayoritas di beberapa negara yang dipaparkan oleh Mann ini dapat
berkuasa secara demokratis. Namun, secara tidak terduga, sekelompok etnis mayoritas
dapat bertindak secara tirani dalam menghadapi etnis minoritas. Hal ini dikarenakan
kekuasaan adalah milik kaum mayoritas. Dalam banyak kasus, etnis minoritas dianggap
berbeda dan tidak memiliki peradaban yang sama dengan etnis mayoritas. Pada
akhirnya, kasus pembersihan etnis dapat terjadi dengan berbagai kasus dan alasan yang
berbeda-beda. Namun, ada satu esensi bahwa demokrasi juga bisa dimaknai dalam
pemahaman yang berbeda. Tidak ada satu negara pun yang hanya monoetnis (satu suku)
karena sejak negara-negara didirikan, terdapat pengaturan kelas terhadap daerah lain
dan kelompok etnis. Menurut lebih dari seratus negara, sebagian besar multietnis itu
dicapai dengan cara dipaksa, bersifat asimilasi aristokratik lateral secara sukarela atas
berbagai kelompok etnis, dimulai dengan artistokratik, kemudian bergerak pada struktur
kelas bawah. Adapun kelemahan demokrasi adalah

1. Dipimpin oleh orang tidak kompeten : dalam demokrasi terkadang kita


menemukan orang yang tidak cocok di posisi pemerintahan tertentu
karena setiap warga negara dapat menduduki posisi tersebut
2. tidak tertarik pada pemilu : prosentase pemilih dalam pemilu
kebanyakan tidak sampai 90% karena masih banyak yang apatis dan
memilih golput daripada menentukan pilihannya yang tidak sesuai
3. pengaruh kuat dari partai politik : banyak kader dari partai politik
mengutamakan kepentingan partai dari pada kepentingan rakyat
4. penyalahgunaan dana rakyat : banyak ditemukan penyalahgunaan dana
dan cenderung terjadi korupsi dalam pengelolaan keuangan

Anda mungkin juga menyukai