Anda di halaman 1dari 9

Modul Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Ilham Hudi, S.Pd.,M.Pd

TATAP MUKA 3
Pendahuluan
Most peoples of our world favor democracy over other types of government (John J
Patrick, 1999: 1). Kalimat tersebut memang menjadi realita di dunia saat ini karna konsep
demokrasi sebagian besar negara di dunia telah menggunakannya. Meskipun negara yang
tidak terang benderang menyebutkan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan akan tetapi
seperangkat konsep seperti persamaan hak, keterbukaan, partisipasi, pemerintahan yang adil
dan jujur tetap di adopsi dan itu merupakan konsep-konsep inti dari demokrasi. Huntington
(1991, 7) menyebutkan bahwa suatu pemerintah bisa dikatakan demokratis apabila memiliki
kriteria pengambilan keputusan bersama, pemilihan umum yang adil, jujur, dan kesempatan
yang sama untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan. Pemilihan yang demokratis tidak memilih
berdasarkan perawakanya, suku dan etnik, agama, dan seterusnya. Sehingga demokrasi
menekankan atas kebebasan, keterbukaan, keteraturan, adil, melalui pemilu dengan suara
terbanyak adalah esensi dari demokrasi perwakilan.
Terdapat perbedaan dalam penetapan tonggak sejarah lahirnya demokrasi di dunia.
Sebagian besar ilmuan menyatakan demokrasi berasal dari tradisi Yunani Kuno dan ada juga
ilmuan yang beranggapan bahwa demokrasi sesungguhnya telah dikembangkan sejak masa
mesir kuno dan Mesopotamia kuno sebagaimana tulisan Yves Schemeil berjudul “democracy
before democracy”. Terlepas sepakat atau tidaknya penetapan tonggak sejarah demokrasi,
layaknya diterima secara bijak sebagai kekayaan data tentang gagasan demokrasi dalam lintas
waktu (Suyatno, 2008:6). Demokrasi pada zaman dahulu dikenal sebagai sistem delegasi yang
memungkinkan sebagian besar masyarakat terlibat secara langsung dalam pengambilan
keputusan dan perundingan. Hal ini disebabkan karna jumlah penduduk kota yang
memungkinkan dapat diakomodir dalam berkumpul. Demokrasi yang sekarang berjalan banyak
mengadopsi pemikiran Abroham Lincon’s yaitu demokrasi keterwakilan. Sehingga bisa
dikatakan bahwa demokrasi yang sekarang berjalan bersifat terbatas hanya orang-orang terpilih
melalui pemilihan yang dapat mengambil keputusan. Konsep demokrasi kuno dan modern tetap
mengimplikasikan bahwa kekuasaan berada pada tangan rakyat melalui partisipasi dengan nilai
persamaan, pemilihan yang bebas dan bertanggung jawab.
Suleman (2010: 37) dalam bukunya “Demokrasi untuk Indonesia: pemikiran politik Bung
Hatta” menyebutkan substansi demokrasi menurut Bung Hatta adalah rakyat yang berdaulat di
semua aspek kehidupan. Lebih lanjut menurut Bung Hatta, hal tersebut dapat dicapai jika
demokrasi berdasarkan pada paham kebersamaan dan kekeluargaan khususnya musyawarah
atau mufakat dalam kehidupan politik serta tolong-menolong melalui koperasi dalam kehidupan
ekonomi. Demokrasi Bung Hatta tersebut bersumber dari ajaran Islam tentang perdamaiaan,
kebenaran dan persaudaraan antar sesama umat manusia, paham sosialisme barat tentang
peri kemanusiaan dan tradisi kebersamaan atau kekeluargaan yang juga terdapat di tradisi-
tradisi bangsa Indonesia.
Indonesia telah mengalami beberapa kali eksperimen demokrasi. Demokrasi
konstitusional pada awal-awal negara merdeka yang menonjolkan peran partai-partai di
parlemen, dianggap kurang cocok karena masih awamnya masyarakat dengan demokrasi
tersebut sehingga melahirkan pergesekan politik dan pemberontakan terhadap pemerintah
pada waktu itu. Demokrasi terpimpin yang diterapkan oleh presiden Soekarno, menjadi banyak
pertentangan karena dominannya peran politik presiden sebagai pusat kekuasaan negara dan
berkembangnya pengaruh komunis sehingga pada periode ini MPRS mencabut pembatasan
masa pemerintahan Presiden lima tahun dan mengangkat presiden Soekarno menjadi presiden
seumur hidup. Demokrasi Pancasila yang diterapkan pada masa pemerintahan presiden
Soeharto, sebagai kritik terhadap penguasa orde lama yang menawarkan perubahan yang lebih
baik. Akan tetapi setelah beberapa periode kepemimpinan, demokrasi pancasila tidak
dijalankan secara utuh bahkan pancasila digunakan sebagai alat tameng kekuasaan yang
menyebabkan dominannya peran miter, sentralisasi kekuasaan, merebaknya praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Kini demokrasi era reformasi yang nilai-nilai penerapanya bersumber
dari Pancasila.
Reformasi merupakan tanda perubahan yang ingin dilakukan oleh bangsa ini agar
partisipasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat dapat dilakukan tampa
kehilangan nyawa dan mengembalikan peran serta fungsi partai politik sebagaimana mestinya.
Pasang-surut demokrasi di Indonesia menandakan bahwa bangsa kita terus belajar dari
pengalaman untuk menata kehidupan yang demokratis.

MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan pada tatap muka 6 (enam) materi Demokrasi
Indonesiaadalah buku ajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi,
modul Pendidikan Kewarganegaraan, dan power point.
JUDUL
Demokrasi Indonesia
TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pada materi Demokrasi Indonesia Mahasiswa diharapkan dapat mendiskripsikan pengertian
dan konsep demokrasi, menunjukkan sikap positif terhadap pengembangan demokrasi di
Indonesia melalui pelaksanaan pemilihan umum, teguh pendirian mengenai hakikat,
instrumentasi, dan praksis demokrasi Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD
1945.
URAIAN MATERI
1. Konsep Demokrasi
Sebagian besar orang mungkin telah mengenal dan sudah terbiasa dengan istilah
demokrasi. Demokrasi yang memiliki artipemerintahan dari rakyatdimana kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat dandijalankan langsung oleh mereka melalui
sistempemilihan. Ucapan yang terkenal tentang pengertian demokrasi disampaikan oleh
PresidenAmerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) yaitu Abraham Lincoln, yang secara
sederhanademokrasi diartikansebagai “the government from the people, by the people, and
for the people” artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Berdasar banyak literatur yang ada istilah demokrasi pertama kali dipakai di Yunani
Kuno, tepatnya di negara kota (polis) Athena pada sekitar abad ke-6 sampai abad ke-3 SM
untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku di sana. Yunani pada waktu itu
terdiri dari beberapa negara kota (polis) seperti Athena, Makedonia dan Sparta. Di tahun
508 SM merupakan awal bagi seorang warga Athena yaitu Kleistenes mengadakan
beberapa pembaharuan pemerintahan negara kota Athena (Suseno, 1997:100). Kleistenes
bangsawan Athena membagi para warga Yunani yang pada waktu itu berjumlah sekitar
300.000 jiwa kedalam beberapa suku, masing-masing terdiri atas beberapa demes (desa)
dan demes mengirim wakilnya ke dalam Majelis 500 orang perwakilan. Keanggotaan majelis
tersebut dibatasi satu tahun dan seseorang dibatasi hanya dua kali selama hidupnya untuk
dapat menjadi anggota. Majelis perwakilan mengambil keputusan mengenai semua
masalah yang menyangkut kehidupan kota Athena.
Sistem pemerintahan hasil pembaharuan Kleistenes oleh sejarawan Herodotus (490-
420 SM) diistilahkan dengan nama demokratia untuk menyebut sistem kenegaraan hasil
pembaharuan Kleistenes dan lebih lanjut sistem demokratia Athena akhirnya banyak
diadopsi oleh polis-polis lain di Yunani. Sistem demokrasi di yunani kuno ini bertahan
sampai dihancurkan oleh Iskandar Agung dari Romawi pada tahun 322 SM dan setelah
Yunani kalah melawan Romawi saat itu demokrasi Yunani kuno dianggap hilang dari muka
bumi. Selanjutnya gagasan tentang demokrasi di Eropa memasuki abad kegelapan (Dark
Age). Istilah dan gagasan tentang demokrasi mulai lagi berkembang di Eropa terutama
setelah kemunculan konsep nagara bangsa (nation state) pada abad 17. Azhari (2005: 2)
menyebut bahwa gagasan demokrasi disemai oleh pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes
(1588-1679), John Locke (1632-1704), Montesqiueu (1689-1755), dan JJ Rousseau (1712-
1778), yang mendorong berkembangnya demokrasi dan konstitusionalisme di Eropa dan
Amerika Utara. Pada kurun waktu tersebut berkembang ide sekulerisasi dan kedaulatan
rakyat yang menjadi dasar pemikiran tentang demokrasi modern. Berdasar sejarah tersebut,
kita bisa mengetahui adanya demokrasi yang berkembang di Yunani yang disebut
demokrasi kuno dan demokrasi yang berkembang selanjutnya di Eropa Barat yang dikenal
sebagai demokrasi modern.
Sunarso, dkk. (2008: 66-67) memisahkan demokrasi dalam beberapa tataran
berpikir antara satu dengan lainnya yaitu demokrasi sebagai ide atau konsep dan demokrasi
sebagai praksis. Pertama, sebagai ide atau konsep yaitu siapapun akan dapat menyusun
suatu daftar sangat panjang mengenai arti, makna, sikap, dan perilaku yang tergolong
demokratis. Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat. Kedaulatan itu berkenaan dengan
kebebasan berbicara, berkumpul, dan berserikat serta kebebasan memilih. Keduanya
merupakan contoh ide demokrasi yang dapat diberikan. Kedua, demokrasi sebagai praksis
adalah demokrasi sesungguhnya sudah menjelma menjadi sistem. Sebagai sebuah sistem
kinerja demokrasi terikat oleh seperangkat aturan main tertentu. Jadi, apabila dalam sebuah
sistem demokrasi ada yang tidak menaati aturan main yang sudah berlaku maka aktivitas
tersebut akan merusak demokrasi. Dengan kata lain, aktivitas yang tidak menaati aturan
main maka dalam konteks sistem demokrasi yang berlaku menjadi tidak demokratis atau
antidemokrasi. Demokrasi tidak cukup hanya diwujudkan dengan penyelenggaraan pemilu
setiap periode tertentu serta adanya lembaga perwakilan rakyat. Sebab selain hal-hal
tersebut negara yang demokratis memerlukan perlindungan hak asasi manusia serta
adanya supremasi hukum.
Fatah (1994: 5) mengkategorikan demokrasi dalam 3 (tiga) makna yaitu demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi sebagai sistem politik dan demokrasi sebagai
sikap hidup.
a. Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan
Demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan merupakan pengertian awal
yang dikemukakan para ahli seperti Plato dan Aristotoles. Para ahli tersebut
menyebutkan bahwa bentuk pemerintahan yang baik itu ada tiga yakni monarki,
aristokrasi, dan demokrasi. Jadi demokrasi adalah salah satu dari tiga bentuk
pemerintahan. Menurut Plato dan Aristotoles demokrasi merupakan suatu bentuk
pemerintahan dimana pemerintahan itu dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat banyak. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Aristokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok
orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Ketiganya
bentuk pemerintahan tersebut dapat berubah menjadi bentuk pemerintahan yang buruk
seperti (i) tirani, (ii) oligarki dan (iii) mobokrasi atau okhlokrasi. Tirani adalah suatu
bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan
dijalankan untuk kepentingan pribadi. Oligarki adalah suatu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh sekelompok dan dijalankan untuk kelompok itu sendiri. Sedangkan
mobokrasi/okhlokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat,
tetapi rakyat tidak tahu apa-apa, rakyat tidak berpendidikan, dan rakyat tidak paham
tentang pemerintahan.
b. Demokrasi sebagai Sistem Politik
Demokrasi tidak hanya dipahami sebagai sebagai bentuk pemerintahan, lebih
luas lagi sebagai sistem politik. Pendapat Nicollo Machiavelli (1467-1527), tentang
pemerintahan bahwa negara merupakan hal yang pokok sedangkan spsesiesnya adalah
republik dan monarki. Republik merupakan bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
seorang presiden atau perdana menteri. Sedangkan monarki, bentuk pemerintahan
bersifat kerajaan yang bergelar raja, ratu, kaisar, atau sultan. Pembagian dua bentuk
pemerintahan republik dan monarki didasarkan pada cara pengangkatan atau
penunjukkan pemimpin negara. Republik adalah penunjukkan pemimpin negara
berdasarkan pemilihan maka bentuk pemerintahannya disebut republik. Monarki adalah
penunjukkan pemimpin negara berdasarkan keturunan atau pewarisan maka bentuk
pemerintahannya monarki. Demokrasi berkembang sebagai suatu sistem politik dalam
bernegara jika bentuk pemerintahannya adalah republik atau monarki. Sistem politik
berdasarkan demokrasi merupakan sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan yang berkala didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana demokratis.
c. Demokrasi sebagai Sikap Hidup
Demokrasi sebagai pandangan hidup tidak datang dengan sendirinya dalam
kehidupan bernegara. Demokrasi sebagai pandangan hidup memerlukan perangkat
pendukung yaitu budaya yang kondusif sebagai pola pikir dan bentuk konkrit dari
manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup. Bentuk
kehidupan yang demokratis akan kokoh bila di kalangan masyarakat sudah tumbuh
nilai-nilai demokrasi. Demokrasi sebagai sikap hidup didalamnya ada nilai-nilai
demokrasi yang dipraktikkan oleh masyarakatnya seperti kebebasan untuk
berpartisipasi, berpendapat, membuat kelompok, saling percaya, toleransi, kerjasama
yang selanjutnya memunculkan budaya demokrasi. Pemimpin politik harus memiliki
sikap hidup yang demokratis berupa rasa tanggung jawab dan toleransi yang akan
mendukung sistem atau pemerintahan demokrasi.
2. Pelaksanaan konsep Demokrasi di Indonesia
Sunarso, dkk. (2008: 69-70) menyimpulkan bahwa demokrasi dapat dipisahkan
berdasarkan cara menyampaikan pendapat, berdasarkan titik perhatian atau prioritasnya,
berdasarkan prinsip idiologi, dan berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat
kelengkapan negara.
Berdasarkan cara menyampaikan pendapat, demokrasi terbagi atas demokrasi
langsung, demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan, demokrasi perwakilan
dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. (i) Demokrasi langsung memungkinkan
semua warga negara tanpa melalui perwakilan seperti pejabat yang dipilih atau diangkat
untuk dapat ikut dalam pembuatan keputusan negara. (ii) Demokrasi tidak langsung
digunakan sistem perwakilan dimana keputusan diambil melalui perwakilan warga negara.
Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu.
Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat disalurkan
melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Pejabat pemerintahan
dalam sistem demokrasi perwakilan memangku jabatan atas nama rakyat dan tetap
bertanggungjawab kepada rakyat, atas semua tindakan yang mereka lakukan. (iii)
Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi ini
merupakan campuran anatara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat
memilih wakilnya untuk duduk didalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam
menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat. Demokrasi ini
antara lain dijalankan di Swiss.
Berdasarkan titik perhatian atau prioritasnya demokrasi dibedakan menjadi
demokrasi formal, demokrasi material, dan demokrasi campuran. (i) Demokrasi formal
secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang
politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Individu diberi kebebasan yang luas,
sehingga demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal. (ii) Demokrasi material memandang
manusia mempunyai kesamaan dalam bidang sosial-ekonomi, sehingga persamaan bidang
politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi semacam ini dikembangkan di negara sosialis
komunis. (iii) Demokrasi Campuran dari kedua demokrasi sebelumnya. Di dalam sistem
demokrasi ini diupayakan untuk menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan
menempatkan persamaan derajat dan hak setiap orang.
Berdasarkan prinsip idiologi, demokrasi dibedakan menjadi demokrasi liberal dan
demokrasi rakyat atau proletar. (i) Demokrasi liberal memberikan kebebasan yang luas
pada individu. Campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan ditolak. Tindakan
sewenang-wenang pemerintah terhadap warganya dihindari. Pemerintah bertindak atas
dasar konstitusi atau hukum dasar. (ii) Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar bertujuan
menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak mengenal perebedaan kelas. Semua
warga negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.
Berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat kelengkapan negara, demokrasi
dibedakan menjadi demokrasi parlementer dan demokrasi presidensial. (i) Demokrasi
Parlementer memiliki ciri dewan perwakilan rakyat (DPR) lebih kuat dari pemerintah, menteri
bertanggung jawab pada DPR, program kebijaksanaan kabinet disesuaikan dengan tujuan
politik anggota parlemen, dan kedudukan kepala negara sebagai simbol tidak dapat
diganggu gugat. (ii) Demokrasi Presidensial memiliki ciri negara dikepalai presiden,
kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang dipilih dari dan oleh
rakyat melalui badan perwakilan, presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan
memberhentikan menteri, menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR melainkan kepada
presiden, Presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga negara
dan tidak dapat saling membubarkan.
Ada banyak jenis demokrasi yang dipraktikkan oleh berbagai negara. Di antaranya
ialah demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi
Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, dan demokrasi nasional. Negara
mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasi. Hal ini
ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta
tujuan yang ingin dicapainya. Negara Indonesia telah mentasbihkan dirinya sebagai negara
demokrasi atau negara yang berkedaulatan rakyat.
Konsep demokrasi di Indonesia telah ada dan berlangsung lama sebelum negara
berdiri. Gagasan tentang demokrasi secara sederhana seringkali nampak dalam ungkapan,
cerita atau mitos. Misalnya, orang Minangkabau membanggakan tradisi demokrasi mereka,
yang dinyatakan dalam ungkapan “Bulek aei dek pambuluah, bulek kato dek mufakat” (Bulat
air karena pembuluh/bambu, bulat kata karena mufakat). Orang Jawa, secara samar-samar
menunjukkan tentang gagasan demokrasi dengan mengacu kebiasaan rakyat Jawa untuk
pepe (berjemur) di muka keraton bila mereka ingin mengungkapkan persoalan hidupnya
kepada Raja (Risterkdikti. 2016: 146). Pancasila telah dikembangkan dalam aturan dasar
kehidupan bernegara UUD 1945. Oleh karena itu, pelaksanaan demokrasi di Indonesia
harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yaitu dasar Ketuhanan Yang Maha Esa atau
relegius, kemanusiaan atau hak asasi manusia, persatuan atau pluralisme, perwakilan atau
langsung, keadilan dan kesejahteraan, dan negara hukum. Ini berarti dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Hal
ini dapat dicontohkan ketika partisipasi dan penyelenggaraan pemilu tidak dibenarkan
apabila melakukan kecurangan, menimbulkan perpecahan atau disintegrasi bangsa karena
hal itu bertentangan dengan dasar persatuan.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia telah menghasilkan sejumlah kemajuan berarti
dari segi prosedural. Pemilu legislatif, pemilu presiden, hingga Pilkada dapat berlangsung
dengan bebas, transparan, demokratis, dan paling penting dalam suasana damai. Check
and balance di antara lembaga-lembaga eksekutif dengan legislatif juga berlaangsung
sangat dinamis. Masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kualitas demokrasi seiring
dengan kemajuan prosedur demokrasi. Masyarakat juga mengharapkan pemerintahan yang
dihasilkan melalui prosedur demokrasi mampu menangkap dan mengartikulasikan
kepentingan publik jauh lebih baik dibandingkan masa sebelumnya serta menjauhkan diri
dari kepentingan-kepentingan sempit kelompok atau golongan tertentu.
3. Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila
Winarno (2007:100) mengemukakan bahwa untuk berhasilnya demokrasi dalam
suatu negara, terdapat dua hal penting yangmesti ada. Pertama, Tumbuh dan
berkembangnya nilai-nilai demokrasi yangmenjadi sikap dan pola hidup masyarakat dan
penyelenggara negara dalamkehidupan berbangsa dan bernegara (disebut kultur politik);
dan Kedua,Terbentuk dan berjalannya lembaga demokrasi dalam sistem politik
danpemerintahan (disebut struktur politik).
Demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sejarah perkembangan
demokrasi Indonesia dapat dibagidalam tiga masa yaitu demokrasikonstitusional, demokrasi
terpimpin, dan demokrasi pancasila. Demokrasi konstitusional yang menonjolkan peran
parlemen serta partai-partaikarena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer. Demokrasi
terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpangdari demokrasi konstitusional yang
secara formal merupakan landasannya danmenunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusionalyang menonjolkan sistem
presidensiil (lembaga kepresidenan sangat dominan,parlemen dibuat tidak berdaya)
kekuasaan presiden menjadi tidak terkontrol. Kebanyakan para pakar berpendapat bahwa
matinya demokrasi di Indonesia dimulai sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
oleh Presiden Soekarno sampai dengan runtuhnya Presiden Soeharto, 21 Mei 1998.
Dengan kata lain demokrasi terpimpin pada masa Soekarno dan demokrasi Pancasila pada
masa Soeharto sesungguhnya tidak ada melainkan hanya sebagai penamaan demokrasi
saja. Demokrasi yang sesungguhnya mulai hidup kembali sejak era reformasi setelah
lengsernya Soeharto pada tahun 1998, akibat reformasi yang diprakarsai oleh mahasiswa.
Sejak itu, bangsa Indonesia mulai belajar demokrasi kembali setelah tenggelam lebih
kurang 40 tahun lamanya.
Demokrasi konstitusional atau sistem parlementer (1945-1959) merupakan produk
dari Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Pengumuman Badan Pekerja, 11
November 1945 dan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang menyatakan bahwa
tanggung jawab politik terletak di tangan menteri. Hal ini dipertahankan praktis sampai
dikeluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mencabut UUDS 1950 dan menetapkan
kembali UUD 1945 sebagai UUD negara.Sejak tanggal 17 Agustus 1950, dengan
kembalinya RI ke dalam bentuk negara kesatuan, berlakulah UUD Sementara 1950 sebagai
pengganti UUD RIS 1949. Negara menganut sistem pemerintahan parlementer, di mana
para menteri bertanggung jawab kepada badan legislatif (parlemen). Pada masa ini terdapat
kebebasan yang diberikan kepada rakyat tanpa pembatasan dan persyaratan yang tegas
dan nyata untuk melakukan kegiatan politik, sehingga berakibat semakin banyak partai-
partai politik yang bermunculan. Persaingan secara terbuka antarpartai sangat kentara
dalam panggung politik nasional. Masing-masing partai berusaha untuk mencapai cita-cita
politiknya. Akibatnya, pada penyelenggaraan pemilu yang pertama, sejak Indonesia
diproklamirkan, sangat banyak partai yang menjadi kontestan pemilu. Secara politis kondisi
terlalu banyaknya partai sungguh merupakan hal yang merugikan. Salah satu buktinya
adalah ketidak mampuan Konstituante untuk menetapkan UUD yang baru sebagai
pengganti UUDS 1950. Yang menonjol adalah persaingan antarpartai politik dari
golongannya, sehingga kepentingan nasional yang lebih besar terabaikan. Dilihat dari
kepentingan nasional tentu hal ini tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, Presiden Soekarno
selaku kepala negara pada waktu itu mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa
Konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menghendaki
terbentuknya MPRS dan DPRS. Dekrit ini dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Sejak itu
pula dimulainya babak baru pelaksanaan demokrasi.
Demokrasi terpimpin (1959-1965) merupakan istilah yang dikemukakan oleh
Presiden Soekarno sewaktu membuka Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Hal
ini menunjukkan tata kehidupan politik baru yang mengubah segi-segi negatif demokrasi
liberal. Di berbagai wilayah timbul pemberontakan seperti DI/TII, PRRI, Permesta dan
sebagainya yang melancarkan perlawanan bersenjata kepada pemerintah pusat. Kondisi ini
sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga pemerintah perlu
menghadapi situasi politik dan keamanan ini melalui jalan tercepat yaitu dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian lahirlah periode demokrasi terpimpin di Indonesia.
Dalam kenyataannya kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat dan berpikir dibatasi
dalam tingkat-tingkat tertentu. Beberapa ketentuan dan peraturan tentang penyederhanaan
partai, pengakuan dan pengawasan serta pembubaran partai menunjukkan bahwa presiden
mempunyai peranan dan kekuasaan terhadap kehidupan suatu partai. Hal ini berarti
presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan
kekuatan-kekuatan yang menghalanginya. Dengan demikian, jelas sekali bahwa nasib
partai politik ditentukan presiden.
Demokrasi pancasila (1965-1998) dimulai pada masa orde baru dibawah pimpinan
Soeharto. Pada awalnya demokrasi pancasila dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan
Indonesia yang kacau balau setelah pemberontakan PKI September 1965. Orde baru lahir
dengan tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan dan kebobrokan
demokrasi terpimpin pada masa orde lama. Pada awalnya, orde baru berupaya untuk
memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang. Dalam bidang politik dibuatlah UU No.
15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum, UU No. 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Atas dasar UU tersebut orde baru mengadakan
pemilihan umum pertama. Pada awalnya rakyat memang merasakan peningkatan kondisi di
berbagai bidang kehidupan, melalui serangkaian program yang dituangkan dalam GBHN
dan Repelita. Setelah mengalami penderitaan sejak penjajahan, awal kemerdekaan hingga
berakhirnya orde lama. Namun demikian, lama-kelamaan program-program pemerintah
orde baru bukannya diperuntukkan bagi kepentingan penguasa. Ambisi penguasa orde baru
mulai merambah ke seluruh sendi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde
baru menjadi otoriter, namun seolah-olah dilaksanakan secara demokratis. Pelaksanaan
demokrasi Pancasila masih belum sesuai dengan jiwa, semangat, dan ciri-ciri umumnya.
Hal itu terjadi karena presiden begitu dominan baik dalam suprastruktur maupun dalam
infrastuktur politik. Akibatnya, banyak terjadi manipulasi politik dan KKN menjadi
membudaya, sehingga negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang
berkepanjangan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela dan membudaya,
pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang yang dekat dengan penguasa,
kesenjangan semakin melebar, utang luar negeri menjadi menggunung. Akhirnya, badai
krisis ekonomi menjalar menjadi krisis multi dimensi. Rakyat yang dipelopori mahasiswa
menuntut dilakukannya reformasi di segala bidang. Akhirnya, runtuhlah orde baru
bersamaan mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Sejak itu pula dimulainya
demokrasi pancasila pada era reformasi.
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi (1998-sekarang) ini telah
banyak memberikan ruang gerak kepada partai politik maupun dewan perwakilan rakyat
(DPR) untuk mengawasi pemerintahan secara kritis, pemberian peluang untuk berunjuk
rasa dan beroposisi, dan optimalisasi hak-hak DPR seperti hak bertanya, interpelasi,
inisiatif, dan amandemen. Keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof. Dr. BJ.
Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan
pemerintahan transisi yang akan membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara
menyeluruh serta menata sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan
mengadakan perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.
Bila dibandingkan sesungguhnya secara esensial terdapat kesesuaian antarapilar-
pilar demokrasi universal dan demokrasi Pancasila yang berdasarkan UUD1945. Yang tidak
terdapat dalam pilar demokrasi universal tetapi merupakan salahsatu pilar demokrasi
Pancasila ialah demokrasi berdasarkan ke-Tuhan-an YangMaha Esa. Inilah yang
merupakan ciri khasnya demokrasi Indonesia yang seringdisebut dengan istilah
teodemokrasi, yakni demokrasi dalam konteks kekuasaanTuhan Yang maha Esa. Dengan
kata lain, demokrasi universal adalah demokrasiyang bernuansa sekuler, sedangkan
demokrasi Indonesia adalah demokrasi yangberke-Tuhan-an Yang Maha Esa (Winataputra,
2002:120).
Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo (Sunarso, 2008: 74), demokrasi pancasila
adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa
Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
Adapun prinsip-prinsip demokrasi pancasila menyangkut (i) persamaan bagi seluruh rakyat
indonesia, (ii) keseimbangan antara hak dan kewajiban, (iii) pelaksanaan kebebasan yang
bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang
lain, (iv) mewujudkan rasa keadilan sosial, (v) pengambilan keputusan dengan
musyawarah, (vi) mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan, dan (vii)
menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Demokrasi bukan sekedarbentuk pemerintahan maupun sistem politik. Demokrasi
pancasila merupakan sikap hidupyang harus tumbuh dan berkembang dalam diri warga
negara, baik yangsedang memerintah yaitu penyelenggaran negara maupun warga negara
biasa yang tidak sedangmemerintah. Sikap hidup demokrasi ini pada gilirannyaakan
menghasilkan budaya demokrasi. Sikap hidup dan budaya demokrasidiperlukan guna
mendukung bentuk pemerintahan maupun sistem politikdemokrasi.
RANGKUMAN
Rangkuman materi tatap muka 6 (enam):
1. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka melalui sistem pemilihan.
2. Demokrasi dapat dipisahkan berdasarkan cara menyampaikan pendapat, berdasarkan titik
perhatian atau prioritasnya, berdasarkan prinsip idiologi, dan berdasarkan wewenang dan
hubungan antar alat kelengkapan negara.
3. Sejarah perkembangan demokrasi Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu demokrasi
konstitusional, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila.
4. Demokrasi Pancasila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan tertinggi ada pada
rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Demokrasi
Pancasila dalam arti sempit adalah kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, A. F. 2005. Menemukan Demokrasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.


Fatah, E. S. 1994. Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Huntington, S. P. 1991. The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century.
London: University of Oklahoma Press.
Patrick, J. J. 1999. Concepts at the core of education for democratic citizenship. Dalam
Bahmueller, C. F. dan Patrick, J. J. Principles and Practices of Education for Democratic
Citizenship: International Perspectives and Projects (pp 1-40). Bloomington: the ERIC
Adjunct Clearinghouse for International Civic Education.
Risterkdikti. 2016. Buku ajar mata kuliah wajib umum Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Suleman, Z. 2010. Demokrasi untuk Indonesia: pemikiran politik Bung Hatta. Jakarta: Kompas
media nusantara.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan: PKn Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Unit Mata Kuliah Umum, Universitas Negeri Yogyakarta.
Suseno, F. M. 1997. Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofis. Jakarta: Gramedia.
Suyatno. 2008. Menjelajahi Demokrasi. Bandung: Humaniora
Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan: Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.
Winataputra, U. S. 2002. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi. Jakarta: Dirjend Dikti Diknas.

Anda mungkin juga menyukai