Anda di halaman 1dari 32

Sejarah Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu demos dan
kratos. Demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintah. Jika digabungkan kedua kata tersebut
berarti kekuasaan rakyat atau pemerintah dari rakyat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud demokrasi adalah suatu sistem pererintahan yang berasal dari rakyat dan selalu
mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan negara.
Demokrasi pertama-tama merupakan gagasan yang mengendalikan bahwa kekuasaan itu adalah
dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih partisipatif demokrasi bahkan disebut
sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama rakyat artinya, kekuasan itu pada
pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan
memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.
Keempat ciri itulah yang tercakup dalam pengertian kedulatan rakyat, yaitu bahwa kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat, diselenggarakan untuk rakyat dan oleh rakyat sendiri, serta dengan
terus membuka diri dengan melibatkan seluas mungkin peran serta rakyat dalam penyelenggaraan
negara.
Namun demikian, penerapan system demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada zaman
Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang menjadi warga negara terlibat langsung dalam
pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang menyangkut
kehidupan negara. Demokrasi zaman Yunani kuno sering disebut dengan demokrasi langsung atau
demokrasi murni. Penerapan sistem demokrasi dengan cara tadi tentunya tidak mungkin lagi untuk
dilaksanakan, karena saat ini hampir setiap negara memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah
penduduk yang sangat besar. Kondisi itulah yang membuat setiap perkara kenegaran tidak mungkin
dibicarakan secara langsung dengan seluruh rakyat. Oleh karena dilakukan secara perwakilan, maka
sistem demokrasi seperti ini seiring disebut sebagai demokrasi tak langsung atau demokrasi
perwakilan.
Sejarah Demokrasi di Dunia
Negara yang pertama kali melaksanakan sistem demokrasi adalah Athena. Ia tepatnya
berupa negara-kota yang terletak di Yunani. Proses pemerintahan di Athena itu dimulai oleh
Kleistenes pada tahun 507 sebelum Masehi dengan perubahan konstitusi dan diselesaikan oleh
Efialtes pada tahun 462-461 sebelum Masehi. Setelah kematian Efialtes, tidak ada badan politik
yang lebih berkuasa daripada Dewan Rakyat. Dewan Rakyat di Athena terbuka bagi semua warga
negara lelaki yang merdeka dan sudah dewasa, tidak peduli pendapatan atau tingkatannya.
Pertemuan diadakan 40 kali setahun, biasanya di suatu tempat yang disebut Pniks, suatu amfiteater
alam pada salah satu bukit di sebelah barat Akropolis. Dalam teori, setiap anggota Dewan Rakyat
dapat mengatakan apa saja, asalkan ia dapat menguasai pendengar. Salah seorang tokoh penting
pada masa jaya Athena ialah Perikles, seorang prajurit, aristokrat, ahli pidato, dan warga kota
pertama. Pada musim dingin tahun 431-430 sebelum Masehi, ketika perang Peloponnesus mulai,
Perikles menyampaikan suatu pidato pemakaman. Alih-alih menghormati yang gugur saja, ia
memilih memuliakan Athena :
Konstitusi kita disebut demokrasi, karena kekuasaan tidak ada di tangan segolongan kecil
melainkan di tangan seluruh rakyat. Dalam menyelesaikan masalah pribadi, semua orang setara di
hadapan hukum; bila soalnya ialah memilih seseorang di atas orang lain untuk jabatan dengan
tanggung jawab umum, yang diperhitungkan bukan keanggotaannya dalam salah satu golongan
tertentu, tetapi kecakapan orang itu. Di sini setiap orang tidak hanya menaruh perhatian akan
urusannya sendiri, melainkan juga urusan negara.
Selanjutnya di Eropa selama berabad-abad sistem pemerintahan sebagian besar adalah monarki
absolut. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan muculnya Magna Charta tahun 1215 di
Inggris. Piagam ini merupakan kontrak antara raja Inggris dengan bangsawan. Isi piagam tersebut
adalah kesepakatan bahwa raja John mengakui dan menjamin beberapa hak yang dimiliki
bawahannya. Selanjutnya sejak abad 13 perjuangan terhadap perekembangan demokrasi terus
berjalan.
Pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi antara lain John Locke dari Inggris
(1632-1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689-1755). Menurut Locke hak-hak politik
mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik. Montesquieu,
menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik dengan pembatasan kekuasaan yang
dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica menganjurkan pemisahan kekuasaan. Ketiganya
terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang.
Reformasi intelektual yang disusul oleh reformasi dan revolusi sosial yang berlangsung sepanjang
abad ke 17 dan 18 di Eropa Barat, diantaranya telah melahirkan sistem demokrasi di dalam tata
bermasyarakat dan berpemerintahan. Sebenarnya yang terjadi di Eropa ketika demokrasi menjadi
alternatif adalah penerusan dari suatu tradisi tentang tata cara pengaturan hidup bersama yang
dilaksanakan oleh warga kota Athena, Yunani, pada beberapa abad sebelum masehi. Sejak tiga
dekade terakhir dunia menyaksikan kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan demokrasi.
Sejak tahun 1972 jumlah negara yang mengadopsi sistem politik demokrasi telah meningkat lebih
dari dua kali lipat, dari 44 menjadi 107. Pada akhir tahun 90-an, hampir seluruh negara di dunia ini
mengadopsi pemerintahan demokratis, meski masing-masing dengan variasi sistem politik tertentu.
Sejarah Demokrasi di Indonesia
Bangsa dan negeri Indonesia telah mengadopsi sistem demokrasi, meski harus diberi pula
catatan-catatan tentang pengalaman ber-Demokrasi Terpimpin pada masa Soekarno dan
berDemokrasi Pancasila pada masa Soeharto. Di era reformasi sekarang, Indonesia tetap
mengadopsi sistem itu. Berdasarkan kedua pengalaman berdemokrasi di tanah air tersebut, era
reformasi sekarang ini biasa dipandang sebagai era transisi menuju demokrasi yang
sesungguhnya. Dalam masa yang singkat, Indonesia di era reformasi telah melaksanakan pemilu
calon anggota legislatif, calon presiden dan wakilnya secara langsung, serta pilkada di berbagai
daerah dan kota. Pada masa yang singkat pula, semangat pemekaran dan perubahan status wilayah
tampak di beberapa kawasan di tanah air.
Usaha untuk memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan yang demokratis tersebut misalnya
dapat dilihat dari hadirnya rumusan model demokrasi Indonesia di dua zaman pemerintahan
Indonesia, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno dikenal yang
dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto model
demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila.
Namun, hingga hampir sepuluh tahun perubahan politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia,
transisi menuju pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan sebuah
pemerintahan yang profesional, efektif, efisien, dan kredibel. Demokrasi yang terbentuk sejauh ini,
meminjam istilah Olle Tornquist hanya menghasilkan Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih
menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik
kedaulatan.
Demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, akhirnya hanya bisa dilihat sebagai demokrasi elitis,
dimana kekuasaan terletak pada sirkulasi para elit. Rakyat hanya sebagai pendukung, untuk memilih
siapa dari kelompok elit yang sebaiknya memerintah masyarakat.
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta:
Konstitusi Press.
Dwiyono, Agus. 2007.Kewarganegaraan SMP Kelas VIII. Jakarta: Yudhistira.
Mathar, M. Qasim. Umat Beragama di Alam Demokrasi.
http://www.komunitasdemokrasi.or.id/
Verdinand, Memilih Demokrasi untuk Indonesia, http://portalhi.web.id/
Arti Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat. kata kratos berarti
pemerintahan. Jadi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat,yaitu pemerintahan yang rakyatnya
memegang peranan yang sangat menenentukan.
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara
dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang diplih melalui pemilu.
Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara,
beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga Negara, menegakan rule of law, adanya
pemerintahan menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat warga Negara memberi
peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Pengertian demokrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1. Abraham Lincoln, Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
2. Kranemburg, Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos (rakyat) dan kratos
(pemerintahan). Jadi, demokrasi berarti cara memerintah dari rakyat.
3. Charles Costello, Demokrasi adalah sistem social dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-
kekuasaan emerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan
warga negara.
4. Koentjoro Poerbopranoto, Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat.
Hal ini berarti suatu sistem dimana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan negara.
5. Harris Soche, Demokrasi adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada rakyat.
6. Sarjen
Setiap sistem demokrasi selalu didasarkan pada ide bahwa warga negara seharusnya terlibat dalam
hal tertentu di bidang pembuatan keputusan politik. baik secara langsung maupun melalui wakil
pilihan mereka di lembaga perwakilan.
7. Merriam, Webster Dictionary
Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat: khususnya, oleh mayoritas:
pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik
langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan
cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik: rakyat umum khususnya untuk
mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan
atau kesewenang-wenangan.
8. Yusuf Al-Qordhawi
Demokrasi adalah Wadah Masyarakat untuk memilih sesorang untuk mengurus dan mengatur
urusan mereka. Pimpinanya bukan orang yang mereka benci, peraturannya bukan yang mereka
tidak kehendaki, dan mereka berhak meminta pertanggungjawaban penguasa jika pemimpin
tersebut salah. Merekapun berhak memecatnya jika menyeleweng. mereka juga tidak boleh
dibawa ke sistem ekonomi, sosial, budaya. atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak
mereka sukai
9. Menurut Abdul Ghani Ar Rahhal
Di dalam bukunya. Al Islamiyyin wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai
"kekuasaan rakyat oleh rakyat". Rakyat adalah sumber kekuasaan. la juga menyebutkan bahwa
orang yang pertama kali mengungkap teori demokrasi adalah Plato. Menurut Plato. sumber
kekuasaan adalah keinginan yang satu bukan majemuk. Definisi ini juga yang dikatakan oleh
Muhammad Quthb dalam bukunya Madzahib Fikriyyah Mu'ashirah
Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal
dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.
Dalam Negara demokrasi, kata demokrasi pada hakekatnya mengandung makna (Masoed,
1997) adalah partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan . (partisipasi politik), yaitu;
1. Penduduk ikut pemilu;
2. Penduduk hadir dalam rapat selama 5 tahun terakhir;
3. Penduduk ikut kampanye pemilu;
4. Penduduk jadi anggota parpol dan ormas;
5. Penduduk komunikasi langsung dengan pejabat pemerintah.
Perwujudan sistem demokrasi pada masing-masing negara dapat berbeda-beda tergantung dari
kondisi dan situasi dari negara yang bersangkutan.
Manfaat Demokrasi
Demokrasi dapat memberi manfaat dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, yaitu:
1. Kesetaraan sebagai warga Negara. Disini demokrasi memperlakukan semua orang adalah
sama dan sederajat. Prinsip kesetaraan menuntut perlakuan sama terhadap pandangan-
pandangan atau pendapat dan pilihan setiap warga Negara.
2. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan umum. Kebijakan dapat mencerminkan keinginan
rakyatnya. Semakin besar suara rakyat dalam menentukan semakin besar pula kemungkinan
kebijakan itu menceminkan keinginan dan aspirasi rakyat.
3. Pluralisme dan kompromi. Demokrasi mengisyaratkan kebhinekaan dan kemajemukan
dalam masyarakat maupun kesamaan kedudukan diantara para warga Negara. Dalam
demokrasi untuk mengatasi perbedaan-perbedaan adalah lewat diskusi, persuasi, kompromi,
dan bukan dengan paksanaan atau pameran kekuasaan.
4. Menjamin hak-hak dasar. Demokrasi menjamin kebebasan-kebebasan dasar tentang hak-hak
sipil dan politis; hak kebebasan berbicara dan berekspresi, hak berserikat dan berkumpul,
hak bergerak, dsb. Hak-hak itu memungkinkan pengembangan diri setiap individu dan
memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan kolektif yang lebih baik.
5. Pembaruan kehidupan social. Demokrasi memungkinkan terjadinya pembawan kehidupan
social. Penghapusan kebijakan-kebijakan yang telah usang secara rutin dan pergantian para
politisi dilakukan dengan cara yang santun, dan damai. Demokrasi memuluskan proses alih
generasi tanpa pergolakan.
Ciri-Ciri Sistem Demokrasi
Ciri-ciri sistem demokrasi dimaksudkan untuk membedakan penyelenggaraan pemerintahan Negara
yang demokratis, yaitu:
1. Memungkinkan adanya pergantian pemerintahan secara berkala;
2. Anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama menempati kedudukan dalam
pemerintahan untuk masa jabatan tertentu, seperti; presiden, menteri, gubemur dsb;
3. Adanya pengakuan dan anggota masyarakat terhadap kehadiran tokoh-tokoh yang sah yang
berjuang mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan; sekaligus sebagai tandingan bagi
pemerintah yang sedang berkuasa;
4. Dilakukan pemilihan lain untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah tertentu yang
diharapkan dapat mewakili kepentingan rakyat tertentu;
5. Agar kehendak masing-masing golongan dapat diketahui oleh pemenntah atau anggota
masyarakat lain, maka harus diakui adanya hak menyatakan pendapat (lisan, tertulis,
pertemuan, media elektronik dan media cetak, dsb);
6. Pengakuan terhadap anggota masyarakat yang tidak ikut serta dalam pemilihan umum.

Ciri-ciri kepribadian yang demokratis:
(1) Menerima orang lain;
(2) terbuka terhadap pengalaman dan ide-ide baru;
(3) bertanggungjawab;
(4) Waspada terhadap kekuasaan;
(5) Toleransi terhadap perbedaan-perbedaan;
(6) Emosi-emosinya terkendali;
(7) Menaruh kepercayaan terhadap lingkungan

Nilai-Nilai Demokrasi
Untuk menumbuhkan keyakinan akan baiknya system demokrasi, maka harus ada pola perilaku
yang menjadi tuntunan atau norma nilai-nilai demokrasi yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai dan
demokrasi membutuhkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kesadaran akan puralisme. Masyarakat yang hidup demokratis harus menjaga keberagaman
yang ada di masyarakat. Demokrasi menjamin keseimbangan hak dan kewajiban setiap
warga Negara.
2. Sikap yang jujur dan pikiran yang sehat. Pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip
musyawarah prinsip mufakat, dan mementingkan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Pengambilan keputusan dalam demokrasi membutuhkan kejujuran, logis atau berdasar akal
sehat dan sikap tulus setiap orang untuk beritikad baik.
3. Demokrasi membutuhkan kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap serta itikad baik.
Masyarakat yang terkotak-kotak dan penuh curiga kepada masyarakat lainnya
mengakibatkan demokrasi tidak berjalan dengan baik.
4. Demokrasi membutuhkan sikap kedewasaan. Semangat demokrasi menuntut kesediaan
masyarakat untuk membenkan kritik yang membangun, disampaikan dengan cara yang
sopan dan bertanggung jawab untuk kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu.
5. Demokrasi membutuhkan pertimbangan moral. Demokrasi mewajibkan adanya keyakinan
bahwa cara mencapai kemenangan haruslah sejalan dengan tujuan dan berdasarkan moral
serta tidak menghalalkan segala cara. Demokrasi memerlukan pertimbangan moral atau
keluhuran akhlak menjadi acuan dalam berbuat dan mencapal tujuan.

MASA DEMOKRASI
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf
perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan.
Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga
periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )

MASA DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD
tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet
bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan
anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan
karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak.
Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai (
kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan
diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang
( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya,
maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain
ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju
ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun
(1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun.

Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )

Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan
kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat.

Sementara para elit politik sibuk dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami kesulitan
karena adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian ysng menimbulkan
labilnya sosial-ekonomi. Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain :

a. Pemberontakan Kahar Muzakar
Kahar Muzakar adalah putra Sulawesi yang pada zaman perang kemerdekaan berjuang di
Jawa. Setelah kembali ke Sulawesi bergabung dengan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS)
dan pada tahun 1950 menuntut agar pasukannya masuk APRIS. Tuntutannya ditolak tetapi kepada
anggotanya yang memenuhi syarat diperbolehkan masuk, sedangkan sisanya dimasukkan ke dalam
Corps Cadangan Nasional. Kahar akan diberikan pangkat letkol, tetapi saat pelantikan, tanggal 17
Agustus 1951, ia bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dan mengacau. Januari 1952
menyatakan diri ikut sebagai bagian anggota Kartosuwiryo. Selama empat belas tahun
memberontak, namun akhirnya berhasi dilumpuhkan setelah salah seorang anak buahnya, yaitu
Bahar Matiliu menyerahkan diri. Ia berhasil ditembak oleh pasukan Divisi Siliwangi pada bulan
Februari 1965.

b. Pemberontakan di Jawa Tengah
Pengaruh DI meluas di Jawa Tengah, yaitu di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan yang
dihadapi pemerintah dengan operasi-operasi militer. Di Kebumen pemberontakan dilakukan oleh
Angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai Somalangu, yang setelah intinya dapat
ditumpas, sisanya bergabung dengan DI/TII. Di lingkunganAngkatan Darat juga terjadi perembesan
pemberontakan ini, sehingga Batalyon 426 di Kudus dan Magelang juga memberontak dan
bergabung dengan DI/TII (Desember 1951). Sebagian dari mereka mengadakan gerilya di Merbabu-
Merapi Complex (MMC). Untuk menghadapi mereka, pemerintah membentuk pasukan khusus
yang diberi namaBanteng Raiders. Juni 1954 kekuatan mereka bisa dipatahkan.

c. Pemberontakan di Aceh
Pengikut DI di Aceh memproklamirkan daerahnya sebagai bagian dari NII pada tanggal 20
September 1953. Pemimpinnya adalah Daud Beureueh, seorang ulama dan pejuang kemerdekaan
yang pernah menjabat gubernur Militer Daerah Aceh tahun 1947. Pada mulanya mereka dapat
menguasai sebagian besar daerah Aceh termasuk kota-kotanya. Setelah pemerintah mengadakan
operasi, mereka menyingkir ke hutan. Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kol. M. Jasin mengambil
prakarsa mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang berhasil mengembalikan Daud
Beureueh ke masyarakat (Desember 1962).

d. Peristiwa 17 Oktober 1952
Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan Angkatan Darat. Kol.
Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan Kol. A.H. Nasution selaku KSAD. Ia
mengajukan surat kepada Mentri Pertahanan dan Presiden dengan tembusan kepada parlemen berisi
soal tersebut dan meminta agar Kol. A.H. Nasution diganti. Manai Sophian selaku anggota
parlemen mengajukan mosi agar pemerintah segera membentuk panitia untuk mempelajari
masalahnya dan mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap usaha campur tangan parlemen
terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD mendesak kepada Presiden untuk membubarkan
Parlemen. Desakan ini jugas dilakukan oleh rakyat dengan mengadakan demonstrasi ke gedung
parlemen dan Istana Merdeka. Presiden menolak tuntutan ini dewngan alasan tidak ingin menjadi
seorang diktator, tetapi akan berusaha segera mempercepat pemilu. Kol. A.H. Nasution akhirnya
mengundurkan diri, diikuti oleh Mayjen T.B. Simatupang. Jabatan ini akhirnya digantikan oleh Kol.
Bambang Sugeng.

e. Peristiwa 27 Juni 1955
Peristiwa ini merupakan lanjutan peristiwa sebelumnya. Karena dianggap bahwa pemerintah
belum mampu menyelesaiakan persolan tersebut. Bambang Sugeng mengundurkan diri dari
jabatannya. Sementara belum terpilih KSAD yang baru, pimpinan KSAD dipegang oleh Wakil
KSAD yaitu Kol. Zulkifli Lubis. Kemudian pemerintah mengangkat Kol. Bambang Utoyo sebagai
KSAD yang baru, tetapi pada saat pelantikannya, 27 Juni 1955, tidak ada satupun perwira AD yang
hadir. Peristiwa ini menyebabkan kabinet Ali-Wongso jatuh. Kemudian pada masa Kabinet
Burhanudin Harahap, bekas KSAD yang lama, yaitu Kol. A.H. Nasution, kembali diangkat menjadi
KSAD (7 November 1955). Peristiwa di Angkatan Perang yang bersifat liberal juga terjadi pada
tanggal 14 Desember 1955. Yaitu ketika Komodor Udara Hubertus Suyono dilantik menjadi Staf
Angkatan Udara di Pangkalan Udara Cililitan (Halim Perdanakusuma), segerombolan prajurit
pasukan kehormatan maju dan menolak pelantikan tersebut. Kemudian mereka meninggalkan
barisdan diikuti oleh pasukan pembawa panji-panji Angkatan Udara, sehingga upacara batal.

f. Dewan-dewan Daerah
Diawali dengan pembentukan Bewan Banteng oleh Kol (pensiun) Ismail Lengah di Padang
(20 November 1956), dengan ketuanya Ahmad Husein, Komandan Resimen IV Tentara Teritorium
(TT) I di Padang. Mereka mengajukan tuntutan kepada pemerintah pusat tentang otonomi daerah.
Larangan KSAD agar tentara tidak berpolitik tidak dihiraukan. Mereka malah mengambil alaih
pemerintahan daerah Sumatra Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyodiharjo (20 Desember 1956).
Tindakan tersebut diikuti oleh daerah-daerah lain seperti pembentukan Dewan Gajah di Sumatra
Utara (Kol. M. Simbolon), Dewan Garuda di Sumatra Selatan (Kol. Barlian), dan Dewan Manguni
di Sulawesi Utara (Letkol. H.N.V. Samual). Peristiwa-peristiwa ini dilatarbelakangi oleh karena
pembangunan yang tidak merata, padahal daerah-daerah tersebut telah memberikan devisa bagi
negara.
Pemerintah berusaha mengatasi masalah tersebut dengan mengadakan perundingan dan janji
pemerataan pembangunan. Namun usaha tersebut tidak berhasil. Akhirnya operasi militerpun
dilancarkan (17 Desember 1957).

g. Usaha Pembunuhan terhadap Kepala Negara
Rasa tidak puas golongan ekstrim kanan memuncak dan dilampiaskan dalam bentuk usaha
pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Perguruan Cikini Jakarta (30 November 1957). Usaha
tersebut gagal, tetapi menimbulkan banyak korban. Para pelaku dapat ditangkap, dan dijatuhi
hukuman mati.
Usaha kedua terjadi pada saat Idhul Adha di halaman Istana Jakarta. Kemudian terjadi lagi.
Pelakunya Letnan Udara II D.A. Maukar dengan mempergunakan pesawat Mig 17. Istana Merdeka
dan Bogor ditembakinya dari udara (9 Maret 1960). Dilakukan Maukar bersama kelompoknya,
Manguni, dengan tujuan agar pemerintah mau berunding dengan PRRI dan Permesta. Usaha
tersebut sia-sia.

h. Pemberontakan PRRI dan Permesta
Akhmad Husein, beserta para tokoh Masyumi dan dewan daerah mengadakan rapat di
Sungai Dareh, Sumatra Barat (9 Januari 1958). Keesokan harinya pada saat rapat akbar di Padang,
Akhmad Husein mengultimatum pemerintah agar Kabinet Juanda dalam waktu 524 jam
menyerahkan mandat kepada Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX agar membentuk
zaken kabinet dan agar Presiden kembali sebagai Presiden Konstitusional. Ultimatum tersebut
ditolak oleh Pemerintah. Akhirnya Husein membentuk Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) berikut pembentukan kabinetnya dengan Syafrudin Prawiranegara sebaga
Perdana Mentri (15 Februari 1958). Hal tersebut diikuti oleh Sulawesi Utara di bawah pimpinan
Letkol D.J. Somba yang membentuk Gerakan Piagam Perjuangan Semerta (Permesta).
Pemberontakan ini ditumpas dengaan operasi militer selama beberapa tahun.


Selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh Pemerintah dalam beberapa bidang.
Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi kemunduran. Kesulitan-kesulitan tersebut
antara lain dalam bidang:

a. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya, sehingga
berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi panglima ini. Lembaga seperti
DPR dan Konstituante hasil PEMILU merupakan forum utama politik, sehingga persoalan ekonomi
kurang mendapat perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi karena umur
kabinet pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan. Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952,
pemerintah berusaha keras untuk melaksanakannya. Dalam suasana liberal, PEMILU diikuti oleh
puluha partai, organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun ikut serta sebagai pemilih.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan tertib. Ada empat partai
yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI, Nahdatul Ulama, dan PKI.
Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak memberikan hasil seperti
yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan
konstituante setelah lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk
menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai anggota PBB ke-60
(27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah
Belanda tentang Irian Jaya ( Papua ) tidak memperoleh penyelesaian yang memuaskan, seperti telah
tercantum dalam persetujuan KMB, sehingga secara sepihak Pemerintah Indonesia membatalkan
perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun 1956. Sumbangan positif Indonesia dalam dunia
Internasional adalah dikirimkannya tentara Indonesia dalam United Nations Amergency Forces
(UNEF) untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan
diberangkatkan Januari 1957.

b. Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan mengadakan
sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret 1950). Uang Rp. 5,00 ke atas
dinyatakan hanya bernilai setengahnya, sedangkan setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari
tindakan tersebut Pemerintah dapat menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk
menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk mengimbangi import.
Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh BE yang dapat diperjualbelikan. Harga
BE meningkat, sehingga pemerintah membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak
berhasil meningkatkan perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang bertugas menyusun
rencana pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur (1959). Tetapi
peningkatan belum juga terjadi, karena labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah
juga cenderung bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga rupiah merosot.

c. Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa (ormas),
khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-ekonomi yang kian merosot
menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk dalam pemerintahan karena dapat menguasai
massa. PKI makin berkembang, dalam Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu dari empat
besar dan kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).


d. Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil dalam bidang
budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, Pemerintah membuka banyak
universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas (Thomas Cup)
Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini berhasilmemperoleh piala tersebut (Juni
1958). Selain itu juga Indonesia berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah peraturan dari
pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim Tahun 1939,
yang menyebutkan wilayah teritorial Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut diukur dari garis rendah
pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan wilayah daratannya. Peraturan ini dinilai sangat
merugikan bangsa Indonesia. Karena itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13
Desember 1957 yang juga disebut sebagai Deklarasi Juanda tentang Wilayah Perairan
Indonesia.Indonesia juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan tentang batas
wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini tertuang dalam Pengumuman
Pemerintah tentang Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan
perjanjian dengan negara-negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak
terjadi kesalahpahaman.

SUMBER PUSTAKA
1. Dasar Ilmu Politik
2. Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia. Kelas 3 SMA. 1992

Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia (1959-1965)
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik
tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal mi
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru,
sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap. Berikut latar belakang munculnya
penerapan demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno.
a. Konstituante Gagal Menyusun Undang Undang Dasar Baru
Hasil pemilihan umum memunculkan NU dan PKI sebagai partai besar di samping PNI dan Masyumi.
Setelah pemilihan umum itu dibentuk Kabinet Ali Sastroamidjojo II pada tanggal 24 Maret 1956 berdasarkan
perimbangan partai-partai di dalam pariemen. Kabinet ini juga tidak lama bertahan, karena adanya oposisi
dari daerah-daerah di luar Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan pembangunan di daerah.
Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekamo memanggil semua pejabat sipil dan militer beserta semua
pimpinan partai politik ke Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu untuk pertama kalinya Presiden Soekarno
mengaju-kan konsepsi yang berisi antara lain sebagai berikut.
Dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang terdiri atas wakil-wakil semua partai ditambah dengan
golongan fungsional.
Dibentuk Dewan Nasional (kemudian bernama Dewan Pertimbangan Agung). Anggota-anggotanya
adalah wakil-wakil partai dan golongan fungsional dalam masyarakat. Fungsi dewan ini adalah
member! nasehat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Konsepsi itu ditolak oleh beberapa partai, yakni Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik, dan PRI. Mereka
berpendapat bahwa mengubah susunan ketatanegaraan secara radikal hams diserahkan kepada Konstituante.
Suhu politik pun semakin bertambah panas. Dalam peringatan Sumpah Pemuda pada tahun 1957, Presiden
Soekamo menyatakan bahwa segala kesulitan yang dihadapi negara pada waktu itu disebabkan adanya
banyak partai politik, sehingga merusak persatuan dan kesatuan negara. Oleh karena itu, ada baiknya parta-
partai politik dibubarkan.
Kemudian, dengan alasan menyelamatkan negara, Presiden Soekarno mengajukan suatu konsepsi
dengan nama Demokrasi Terpimpin. Konsepsi Presiden itu mendapat tantangan yang hebat. Untuk sementara
waktu, masalah politik dan perdebatan Konsepsi Presiden menjadi beku, karena perhatian masyarakat
diarahkan kepada upaya penumpasan pem-berontakan FRRI-Permesta. Setelah pemberontakan itu berhasil
diatasi, masalah politik muncul kembali. Masalah menjadi sangat serius, karena konstituante mengalami
kemacetan dalam menetapkan dasar negara. Kemacetan itu teriadi karena masing-masing partai hanya
mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan atau mendahulukan kepentingan negara dan
bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi oleh konstituante adalah tentang
penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok
partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya menghendaki
agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam upaya mengatasi kemacetan konstituante, muncul gagasan untuk kembali ke UUD 1945 dari
kalangan ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945, maka berbagai kekalutan politik dapat diselesaikan dengan
dasar yang kokoh untuk diselesaikan, yaitu pemerintahan yang stabil, masalah dasar negara teratasi,
semangat '45 dapat dipulihkan, sehingga persatuan dapat dipulihkan juga. Berbagai partai politik ada yang
memberikan dukungan terhadap gagasan tersebut, kemudian Kabinet juga menerima gagasan kembali ke
UUD 1945 pada tanggal 19 Februari 1959.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno menyampaikan anjuran pemerintah supaya
konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi konsdtusi Negara Republik Indonesia. Menanggapi anjuran
pemerintah itu dan sesuai dengan aturan yang berlaku, konstituante dapat menentukan sikap atau melakukan
pemungutan suara. Pemungutan suara dilaksanakan riga kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih
banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua
pertiga. Hal ini menjadi masalah, karena masih belum memenuhi quorum. Keadaan politik masih tetap tidak
menentu. Kegagalan konstituante mengambil keputusan itu menunjukkan bahwa anggota dari partai-partai
politik yang hadir masih tetap mengabdi kepada kepentingin partainya. Hal ini membukdkan bahwa selama
tiga tahun konstituante ti-iak mampu mengambil keputusan untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti
UUD Sementara 1950.

Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian anggotanya menyatakan
tidak akan menghadiri sidang konstituante lagi. Sementara itu sejak tanggal 3 Juni 1959, konstituante
memasuki masa reses dan ternyata merupakan resesnya yang terakhir. Pada saat itu pula Penguasa Perang
Pusat dengan peraturan Nomor : PRT/PEPERPU/040/1959 melarang adanya kegiatan politik. Berbagai
partai dan ABRI mendukung usul supaya UUD 1945 diberlakukan kembali.

b. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar baru.
Keadaan itu semakin mengguncangkan situasi politik di Indonesia pada saat itu. Bahkan, masing-masing
partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Oleh sebab itu,
sejak tahun 1956 kondisi dan situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau.
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa membahayakan dan mengancam keutuhan negara
dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas karena adanya ketegangan yang diikuti dengan
keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai politik yang berada di Konstituante. Rakyat sudah tidak sabar
lagi dan menginginkan agar pemerintah. mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan
sidang Konstituante. Namun, Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.
Kegagalan Konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya untuk membuat undang-undang dasar
baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutan konstitusional. Undang-Undang Dasar yang menjadi
dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedang-kan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan
Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang disebut dengan Konsepsi Presiden.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden
Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Pemberlakuan
kembali Undang-undang Dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujud-kan persatuan dan kesatuan
nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi
sebagai berikut: (1) Pembubaran Konstituante. (2) berlakunya kembali UUD 1945 dan idak berlakunya
UUDS 1950, (3) Pembentukkan MPRS dan DPAS.
Dekrit Presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat Indonesia. KSAD langsung mengeluarkan
perintah harian kepada seluruh anggota TNI untuk mengamankan Dekrit Presiden. Mahkamah Agung juga
membenarkan keberadaan Dekrit itu. DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 juga menyatakan kesediaannya
untuk terus bekerja berdasarkan UUD 1945.

c. Pengaruh Dekrit Presiden
Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 telah memenuhi harapan rakyat. Namun demikian, harapan itu akhirnya hilang, karena ternyata UUD
1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 1945 yang menjadi dasar hukum konstitusional
penyelenggaraan pemerintahan hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Hal ini terlihat dengan jelas dari
masalah-masalah berikut ini,
Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan
tetapi, pada kenyataannya MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan
oleh MPRS. Hal ini terlihat dengan jelas dari tindakan presiden ketika mengangkat ketua MPRS yang
dirangkap oleh wakil perdana menteri III dan mengangkat wakil-wakil ketua MPRS yang dipilih dari
pimpinan partai-partai besar (PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan
sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
Pembentukan MPRS Presiden Soekarno juga membentuk MPRS ber-dasarkan Penetapan Presiden No.
2 tahun 1959. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno itu bertentangan dengan UUD 1945, karena
dalam UUD 1945 telah ditetapkan bahwa pengangkatan anggota MPR sebagai lembaga tertinggi negara
hams melalui pemilihan umum, sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-
anggotanya yang duduk di MPR.
Manifesto Politik Republik Indonesia Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 berjudul "Penemuan
Kembali Revolusi Kita", dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia. Atas usulan dari DPA yang
bersidang tanggal 23-25 September 1959 agar Manifestio Politik Republik Indoneia itu dijadi-kan Garis-
garis Besar Haluan Negara. Inti Manifesto Politik itu adalah USDEK (Undang Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Keperibadian Indonesia).
Pembubaran DPR hasil pemilu dan pembentukkan DPR-GR Anggota DPR hasil pemilu tahun 1955
mencoba menjalankan fungsinya dengan menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden. Sebagai akibat dari
penolakan itu, DPR hasil pemilu dibubarkan dan diganti dengan pembentukkan DPR-GR (Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Padahal langkah ini bertentangan dengan UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Keanggotaan dalam DPR-GR diduduki oleh tokoh-tokoh beberapa partai besar, seperti PNI, NU, dan
PKI. Ketiga partai ini dianggap telah mewakili seluruh golongan seperti golongan nasionalis, agama, dan
komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. Dalam pidato Presiden Soekarno pada upacara pelantikan
DPR-GR pada tanggal 25 Juni 1960 disebutkan tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manifesto Politik, me-
realisasikan Amanat Penderitaan Rakyat dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Selanjutnya, untuk
menegakkan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mendirikan lembaga-lembaga negara lainnya,
misalnya Front Nasional yang dibentuk melalui Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959.
Masuknya pengaruh PKI Konsep Nasakom memberi peluang kepada PKI untuk memperluas dan
mengembangkan pengaruhnya. Secara perlahan dan hati-hati, PKI berusaha untuk menggeser kekuatan-
kekuatan yang yang berusaha menghalanginya. Sasaran PKI selanjutnya adalah berusaha menggeser
kedudukan Pancasila dan UUD 1945 digantikan menjadi komunis. Setelah itu, PKI mengambil alih
kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. Untuk mewujudkan rencananya, PKI memengaruhi
sistem Demokrasi Terpimpin. Hal ini terlihat dengan jelas bahwa konsep terpimpin dari Presiden Soekarno
yang berporos nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom) mendapat dukungan sepenuhnya dari pimpinan
PKI, D.N. Aidit. Bahkan melalui Nasakom, PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno bahwa Presiden
Soekarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
Arah politik luar negeri Indonesia terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif menjadi
condong pada salah satu poros. Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang diarahkan pada negara-
negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi dilandasi oleh
pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan
kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia
dan negara-negara kornunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo
merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan
imperialis (Nekolim).
Bentuk perwujudan poros anti imperialis dan kolonialis itu dibentuk poros Jakarta - Phnom Penh -
Hanoi - Peking - Pyong Yang. Akibatnya ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi
sempit, karena berkiblat ke negera-negara komunis. Selain itu, pemerintah juga menjalankan politik
konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukkan negara
federasi Malaysia yang dianggap proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi itu, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi Komando
Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.

Pelaksanaan Dwikora itu diawali dengan pembentukan Komando Siaga dipimpin Marsekal Omar
Dani. Komando Siaga ini bertugas untuk mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat. Hal ini
menunjuk-kan adanya campur-tangan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.

d. Kehidupan Politik di Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai tindak lanjut Dekrit Presiden adalah penataan kehidupan politik sesuai ketentuan-ketentuan
demokrasi terpimpin. Selain dibentuk kabinet kerja, juga dibentuk lembaga-lembaga negara seperti MPRS,
DPR-GR dan Front Nasional. Keanggotaan umum lembaga itu disusun berdasarkan komposisi gotong-
royong sebagai perwujudan dari demokrasi terpimpin.
TNI dan POLRI disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas
empat angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan
Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Menteri Panglima Angkatan yang
kedudukannya langsung berada di bawah Presiden /Panglima Tertinggi ABRI. Golongan ABRI diakui
sebagai salah satu golongan fungsional dan menjadi salah satu kekuatan sosial politik. Dengan demikian,
ABRI dapat memainkan peranannya sebagai salah satu kekuatan sosial politik.
Berdasarkan Penpres No. 7 Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959, kehidupan partai politik ditata
dengan menetapkan syarat-syarat yang hams dipenuhi oleh partai politik. Partai politik yang tidak memenuhi
syarat dihapuskan, misalnya jumlah anggotanya terlalu sedikit. Dengan dikeluarkannya Penpres itu, partai
politik yang masih dapat bertahan antara lain PNI, Partai Masyumi, Partai NU, PKI, Partai Katolik, Parkindo,
PSI, Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah lebih
dikenal dengan tindakan penyederhanaan kepartaian. Sementara itu, sejumlah tokoh dari Partai Masyumi dan
PSI terlibat dalam gerakan PRRI-Permesta, sehingga kedua partai ini dibubarkan oleh pemerintah.
Dalam keadaan seperti itu, kekuatan politik yang ada pada waktu itu adalah presiden dan ABRI serta
partai-partai, terutama PKI. Presiden Soekamo dalam politiknya selalu berusaha untuk menjaga
keseimbangan (balance of power) dalam tubuh ABRI dan juga antara ABRI dengan partai politik. Untuk
menjaga keseimbangan itu, Presiden Soekarno memerlukan dukungan dari PKI. Namun, PKI hanya
mengutamakan kepentingannya sendiri agar dapat memainkan perannya yang dominan di bidang politik.
Dominasi PKI itu diperoleh dengan mendukung konsep Nasakom Presiden Soekarno.
Sementara itu, tuduhan terhadap PKI yang bersifat internasional (kurang nasional) dan anti agama
dijawab bahwa PKI menerima Manipol (Manifesto Politik) yang di dalamnya mencakup Pancasila. Ajakan
Presiden Soekarno supaya jangan komunistophobi (takut terhadap komunis) sangat menguntung-kan PKI dan
menjadikan PKI aman. PKI mendapat keuntungan dan perlindungan dari kebijakan politik Presiden
Soekarno.
Dalam rangka mewujudkan sosialisme (dan kelak komunisme) di Indonesia, PKI menempuh tindakan-
tindakan sebagai berikut.
a) Dalam Negeri; berusaha menyusup ke partai-partai politik atau organisasi massa (ormas) yang
menjadi lawannya, kemudian memecah belah. Di bidang pendidikan mengusahakan agar marxisme-
leninisme menjadi salah satu mata pelajaran wajib. Di bidang militer mencoba meng-indoktrinasi para
perwira dengan ajaran komunis dan membina sel-sel di kalangan ABRI.
b) Luar Negeri; berusaha mengubah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif menjadi politik
yang menjurus ke negara-negara komunis.
PKI dicurigai mempunyai keinginan untuk merebut kekuasaan pemerintahan. Kecurigaan ini
berdasarkan pengalaman masa lalu, yaitu pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Pada tahun 1964,
ditemukan dokumen yang memuat rencana PKI merebut kekuasaan. PKI menyatakan bahwa dokumen itu
palsu. Berkat perlindungan Presiden Soekarno dan dominasi di bidang politik, tidak ada tindakan lebih lanjut
atas tuduhan itu. D.N. Aidit (Ketua PKI) di hadapan peserta kursus Kader Revolusi menyatakan bahwa
Pancasila hanya merupakan alat pemersatu dan kalau sudah bersatu, Pancasila tidak diperlukan lagi.
Pemyataan ini tidak mendapat tindakan dan peringatan dari Presiden Soekamo, sehingga PKI dapat
melakukan intimidasi dan teror politik di segala bidang. -
Pada bidang kebudayaan dan pers, PKI memengaruhi Presiden Soekarno untuk melarang Manifesto
Kebudayaan (Manikebu) dan Barisan Pendukung Soekarno (BPS). Alasannya keduanya didukung dinas
intelijen Amerika Serikat (CIA). Sebenarnya yang ditentang PKI bukan manifesto kebudayaan, tetapi
terselenggaranya Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI) yang berhasil membentuk organisasi
pengarang dengan nama Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI). PKI juga berhasil memengaruhi
Antara (Kantor berita) dan RRI.
Di bidang kepartaian, PKI berhasil menfitnah Partai Murba, sehingga partai itu dibubarkan oleh
Presiden Soekarno. PKI juga mengadakan penyusupan ke partai-partai lain. PNI yang dipimpin oleh Ali
Sastroamidjojo sebagai ketua dan Jenderal Surachman sebagai sekretaris jenderalnya disusupi PKI. Besarnya
pengaruh PKI pada PNI (Ali - Surachman) menyebabkan marhaenisme diberi arti marxisme yang diterapkan
di Indonesia. Tokoh-tokoh marhaenisme sejati seperti Osa Maliki dipecat dari keanggotaan partai. Golongan
Osa Maliki membentuk pengurus tandingan, sehingga terbentuklah PNI Osa-Usep (Ketuanya Osa Maliki dan
sekretaris jenderalnya Usep Ranuwijaya). Dengan demikian, PNI pecah menjadi dua.
Pada bidang agraria dan pertanian, PKI melalui ormasnya, Barisan Tani Indonesia (BTI) berhasil
mengacaukan pelaksanaan landreform di beberapa tempat dan melakukan aksi sepihak dalam bentuk
penyerobotan tanah, seperti di Klaten, Boyolali, Kediri (Peristiwa Jengkol), dan Sumatera Utara (Peristiwa
Bandar Betsy). Aksi sepihak itu bertujuan untuk mengacaukan keadaan dan juga sebagai alat ukur untuk
mengetahui reaksi dan tindakan yang akan dilakukan oleh pihak ABRI.
Dalam usaha memengaruhi ABRI, PKI mempergunakan jalur resmi dan jalur tidak resmi. Jalur resmi
adalah Komisaris Politik Nasakom yang mendampingi Panglima atau Komandan Kesatuan. Sedangkan jalur
tidak resmi adalah melalui Biro Khusus yang diketuai oleh Kamaruzaman (Syam). Rupanya melalui
penempatan Komisaris Politik Nasakom yang terdiri atas PNI dan NU, PKI kurang berhasil karena
ketangguhan sikap pimpinan ABRI. ABRI mampu menanggulangi pengaruh PKI, bahkan dapat menjadi
penghalang bagi PKI dalam usahanya membentuk negara komunis. Oleh karena itu, pada peristiwa Gerakan
30 September, yang dijadikan sasaran PKI adalah ABRI, khususnya angkatan darat.
Republik Rakyat Cina (RRC) menyarankan agar Presiden Soekarno membentuk Angkatan Kelima
untuk melengkapi empat angkatan yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk memperkuat kedudukan PKI.
Presiden Soekarno tidak setuju dengan pembentukan angkatan kelima, dan dengan tegas ditolak oleh
pimpinan Angkatan Darat. Akhimya, PKI menganjurkan agar dibentuk Kabinet Nasakom. Namun, anjuran
itu hanya membawa hasil sedikit, yaitu dengan diangkatnya beberapa tokoh PKI, seperti D.N. Aidit, M.H.
Lukman, dan Nyoto menjadi Menteri Negara.

http://suwandi-sejarah.blogspot.com/2012/11/masa-demokrasi-terpimpin-di-indonesia.html






























Masa Demokrasi Pancasila
1. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru
Demokrasi Pancasila mengandung arti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi
haruslah disertai rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaan masing-masing, menjunjung tinggi nilal-nilal kemanusiaan sesuai dengan martabat dan
harkat manusia, haruslah menjamin persatuan dan kesatuan bangsa, mengutamakan musyawarah
dalam menyelesaian masalah bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social.
Demokrasi Pancasila berpangkal dari kekeluargaan dan gotong royong. Semangat kekeluargaan itu
sendiri sudah lama dianut dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, khususnya di masyarakat
pedesaan.
Mengapa lahir demokrasi Pancasila? Munculnya demokrsi Pancasila adalah adanya berbagai
penyelewengan dan permasalahan yang di alami oleh bangsa Indonesia pada berlakunya demokrsi
parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis demokrasi tersebut tidak cocok doterapkan
diindonesia yang bernapaskan kekeluargaan dan gotong royong.
Sejak lahirnya orde baru di Indonesia diberlakukan demokrasi Pancasila sampai saat ini. Meskipun
demojrasi ini tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi konstitusional, namun praktik demokrasi
yang dijalankan pada masa orde baru masih terdapat berbagai peyimpangan yang tidak ejalan
dengan ciri dan prinsip demokrasi pancasila, diantaranya:
1) Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan adil
2) Penegakkan kebebasan berpolitik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3) Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak mandiri karena para hakim adalah anggota PNS
Departemen Kehakiman
4) Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat
5) System kepartaian yang tidak otonom dan berat sebelah
6) Maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
7) Menteri-menteri dan Gubernur di angkat menjadi anggota MPR
2. Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Reformasi
Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi pancasila. Namun
perbedaanya terletak pada aturan pelaksanaan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pancasila dari
masa orde baru pelaksanaan demokrasi pada masa orde reformasi sekarang ini yaitu :
1. Pemilihan umum lebih demokratis
2. Partai politik lebih mandiri
3. Lembaga demokrasi lebih berfungsi
4. Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan Negara) masing-masing bersifat otonom penuh.
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan yang dibuat be\rdasarkan
kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan lebih mudah diwujudkan. Tata cara pelaksanaan
demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanisme konstitusional karena penyelenggaraan pemeritah
Negara Republik Indonesia berdasarkan konstitusi.
Demokrasi pancasila hanya akan dapat dilaksanakandengan baik apabila nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dapat dipahami dan dihayati sebagai nilai-nilai budaya politik yang
mempengaruhi sikap hidup politik pendukungnya.
Catatan penting : kegagalan Demokrasi Pancasila pada zaman orde baru, bukan berasal dari konsep
dasar demokrasi pancasila, melainkan lebih kepada praktik atau pelaksanaanya yang mengingkari
keberadaan Demokrasi Pancasila
http://thynaituthya.wordpress.com/2013/11/23/makalah-pkn-tentang-demokrasi-indonesia/


Jenis-Jenis Demokrasi

Demokrasi merupakan suatu konsep yang dapat dikaji secara luas dari berbagai sudut pandang dan
sisi kehidupan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis demokrasi yang ada di dunia.

1. Demokrasi Berdasarkan Cara Penyampaian Pendapat

a. Demokrasi Langsung
Dalam demokrasi langsung, rakyat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk
menjalankan kebijakan pemerintahan. Demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih.
Di sinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi
mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan. Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan
hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatif belum berkembang, di mana secara fisik
memungkinkan seluruh elektorat untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan
pemerintahan tersebut bersifat kecil.

Demokrasi langsung berkembang di negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak
dapat dilaksanakan di dalam masyarakat yang kompleks dan negara yang besar. Demokrasi murni
yang masih bisa diambil contoh terdapat di wilayah Switzerland. Bentuk demokrasi murni ini masih
berlaku di Switzerland dan beberapa negara yang didalamnya terdapat referendum dan inisiatif.
Beberapa negara ada yang sangat memungkinkan rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum,
bahkan untuk mengamandemenkan konstitusional dan menetapkan permasalahan publik politik
secara langsung tanpa campur tangan representatif.

b. Demokrasi Tidak Langsung atau Demokrasi Perwakilan.
Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu. Rakyat
memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-
wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Di dalam negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu,
untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatif. Para
representatif inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat di dalam
pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat.
(Garner).
Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan
aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau
representatif. Bagaimanapun, di dalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak
ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatif.

c. Demokrasi Perwakilan dengan Sistem Pengawasan Langsung dari Rakyat
Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan.
Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat
dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat.

2. Demokrasi Berdasarkan Titik Perhatian atau Prioritasnya
a. Demokrasi Formal
Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang pada kedudukan yang sama dalam bidang
politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Individu diberi kebebasan yang luas, sehingga
demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal.
b. Demokrasi Material
Demokrasi material memandang manusia mempunyai kesamaan dalam bidang sosial-ekonomi,
sehingga persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi semacam ini dikembangkan
di negara sosialis-komunis.

c. Demokrasi Campuran
Demokrasi ini meruapakan campuran dari kedua demokrasi tersebut di atas. Demokrasi ini
berupaya menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan derajat dan
hak setiap orang.

3. Berdasarkan Prinsip Idiologi, demokrasi dibagi dalam:

a. Demokrasi Liberal
Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas pada individu. Campur tangan pemerintah
diminimalkan bahkan ditolak. Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap warganya
dihindari. Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi (hukum dasar).
b. Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Proletar
Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak mengenal perebedaan
kelas. Semua warga negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.

4. Berdasarkan Wewenang dan Hubungan antar Alat Kelengkapan Negara

a. Demokrasi Sistem Parlementer
Ciri-ciri pemerintahan parlementer:
- DPR lebih kuat dari pemerintah.
- Menteri bertanggung jawab pada DPR
- Program kebijaksanaan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen.
- Kedudukan kepala negara sebagai simbol
- Tidak dapat diganggu gugat.

b. Demokrasi Sistem Pemisahan/Pembagian Kekuasaan (Presidensial)
Ciri-ciri pemerintahannya:
- Negara dikepalai presiden
- Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang dipilih dari dan oleh rakyat
melalui badan perwakilan.
- Presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri.
- Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR, melainkan kepada presiden.
- Presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga negara, dan tidak dapat
saling membubarkan

http://kewarganegaraanblog.wordpress.com/2013/11/10/pengertian-dan-jenis-jenis-demokrasi/















Penyelenggaraan Demokrasi
Penyelenggaraan Demokrasi atau kedaulatan rakyat Indonesiaa adalah secara langsung melalui
sistim perwakilan. Perwujudan demokrasi di Indonesia ditunjukkan dalam 3 cabang kekuasaan,
yaitu Majelis Perwalikan Rakyat [ Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) dan Dewan PErwakilan
Daerah(DPD)], Presiden dan Wakil Presiden, dan Mahkamah Agung(Mahkamah Konstitusi dan
Mahkamah Kasasi).

Demokrasi Langsung
Penyaluran Kedaulatan rakyat dilaksanakan secara langsung melalui pemilihan umum, pelaksanaan
referendum(setuju atau tidak setuju) atas rencana perubahan UUD.
Kedaulatan rakyat juga dapat disalurkan melalui hak atas kebebasan pers, kebebeasan berpendapat,
hak atas kebebasan beroganisasi dan berserikat, hak atas kebebasan informasi, serta hak lain- nya
yang dijamin dalam Konstitusi.

Setiap hal yang dibuat oleh manusia memiliki kelebihan dan kekurangan begitu juga dengan
demokrasi di Indonesia. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan demokrasi langsung dan
perwakilan

1. Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Langsung
Kelebihan
Rakyat memiliki kontrl terhadap kekusaan politik
Demokrasi ini mampu meningkatkan kesadaran politik rakyatnya, serta merangsang mereka
untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas pribadinya.
Menurunkan ketergantungan rakyat kepada elit politik
Mudah diterapkan pada komunitas dengan jumlah kecil
Kekurangan
Sulit untuk diterapkan pada sebuah komunitas yang besar
Menguras banyak waktu untuk setiap kebijakan yang butuh diselesaikan secara bersama
sehingga dapat memicu apatisme
Tidak mudah untuk menghidari kelompok yang mayoritas atau dominan

2. Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Perwakilan
Kelebihan
Lebih mudah digunakan untuk masyarakat yang plural
Meringankan beban masyarakat dari tugas yang berhubungan dengan kebijakan
bersama(perumusan dan pelaksanaan).
Kekuasaan dan fungsi-fungsi kenegaraan dipegang oleh orang yang lebih berkapasitas
Kekurangan
Mungkin terjadi perbedaan kepentingan antara rakyat yang mendukung dan wakil rakyat
yang mewakili
Rakyat mudah kecewa karena wakil rakyat tidak membawa amanah ketika mereka
berkampanye sebelum terpilih

http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/05/kelebihan-dan-kekurangan-
demokrasi.html







Prinsip-prinsip Demokrasi

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.

Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang

http://mklh11demokrasi.blogspot.com/



Nilai dan Budaya Demokrasi
a. Nilai Demokrasi
Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan untuk menjadi landasan atau pedoman berperilaku dalam
negara demokrasi. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai nilai-nilai demokrasi.

1) Rusli Karim (1991)
Rusli Karim menyebutkan bahwa perlunya kepribadian yang demokratis meliputi inisiatif, toleransi,
disposisi resiprositas, komitmen, kecintaan terhadap keterbukaan, tanggung jawab, serta kerja sama
keterhubungan.

2) Zamroni (2001)
Menurut Zamroni, demokrasi akan tumbuh kokoh jika di kalangan masya- rakat tumbuh kultur dan
nilai-nilai demokrasi, yakni toleransi, terbuka dalam berkomunikasi, bebas mengemukakan dan
menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, saling
menghargai, mampu mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri atau
tidak menggantungkan diri pada orang lain, kebersamaan dan keseimbangan.

3) Henry B. Mayo (1990)
Henry B. Mayo mengklasifikasikan 8 nilai demokrasi, yaitu pengakuan penghormatan atas
kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan, penegakan keadilan, pengakuan dan penghormatan
terhadap keanekaragaman, penggunaan paksaan sesedikit mungkin, pergantian penguasan secara
teratur, penjaminan perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, serta penyelesaian
pertikaian secara damai dan sukarela.

b. Budaya Demokrasi
Masyarakat yang menerima dan melaksanakan secara terus menerus nilai-nilai demokrasi
dalam kehidupannya akan menghasilkan budaya demokrasi. Menurut Macridis dan Brown,
terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat menopang kehidupan politik demokratis di samping
juga ragam budaya politik yang lebih menopang kehidupan politik totaliter. Budaya politik yang
diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga masyarakatnya lebih mendukung
demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa saling curiga, kebencian, dan saling
tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti budaya demokrasi menurut kedua pakar itu
adalah kerja sama, saling percaya, toleransi, menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan
kompromi.


Menurut Branson, bahwa setiap warga negara dalam negara demokrasi semestinya memiliki
kebijakan-kebijakan kewarganegaraan karena tanpa hal itu sistem pemerintahan demokrasi tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan adalah tuntutan agar
semua warga negara menempatkan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi. Hal itu meliputi
disposisi kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.

http://hening24go.blogspot.com/p/pkn-bab-2-demokrasi.html



Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

1. Demokrasi di Masa Orde Lama

a. Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur
demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah akuntabilitas
politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang bebas, dan terjaminnya
hak politik rakyat. Cara kerja sistem pemerintahan parlemen, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
2. Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, kepala
pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri;
3. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri-kabinet dibentuk dengan bertanggung jawab kepada DPR;
4. Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multi- partai. Partai
politik yang menguasai mayoritas DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara
pemerintahan negara;
5. Apabila kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet
baru;
6. Apabila DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru, DPR
dibubarkan dan diadakan pemilihan umum;
7. Apabila DPR menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang baik, DPR dapat
memberi mosi tidak percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang diberi mosi tidak
percaya harus mengundurkan/membubarkan diri.

Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer adalah sebagai berikut.
1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata pasca- peristiwa 17
Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke kabinet Wilopo, sebagian lagi
condong ke Presiden Soekarno.
2. Masa kerja rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak kebijak- sanaan jangka
panjang pemerintah yang tidak dapat terlaksana.
3. Telah terjadi perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa
Anshory, mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami tentang
apakah akan merugikan umat beragama lain atau tidak.
4. Masa kegiatan kampanye pemilu yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya
ketegangan di masyarakat.
5. 5. Pemerintah pusat mendapat tantangan dari daerah-daerah seperti pembe- rontakan PRRI
dan Permesta.




Selain hal-hal negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa
demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
2. Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang
cepat pula.
3. Pers bebas sehingga banyak variasi isi media massa.
4. DPR berfungsi dengan baik.
5. Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
6. Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk
dalam kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
7. Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di
Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.

Namun, proses demokrasi masa parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas
politik, kelangsungan pemerintahan, dan menciptakan kese- jahteraan rakyat. Kegagalan tersebut
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak ada anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan dasar negara. Hal ini
memicu Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Landasan sosial ekonomi rakyat masih rendah.
3. Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan politik dan partai politik sangat
mementingkan kelompok atau dirinya sendiri daripada kepentingan bangsa.

b. Masa demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin muncul dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap partai-partai
politik yang dinilai lebih mementingkan kepentingan partai dan ideologinya masing-masing
daripada kepentingan yang lebih luas. Presiden Soekarno menekankan pentingnya peranan
pemimpin dalam proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang belum selesai. Menurut
ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi terpimpin adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan Nasakom. Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
1. Terbatasnya peran partai politik.
2. Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia.
3. Dominannya peran presiden, yaitu Presiden Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan
pemerintahan negara.

Pada demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan negara
demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Pelanggaran prinsip kebebasan kekuasaan kehakiman
Dalam UU No. 19 Tahun 1964 ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi, presiden berhak untuk
mencampuri proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengakibatkan
kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk menghukum pemimpin politik yang
menentang kebijakan pemerintah.
2. Pengekangan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik
Hal tersebut terjadi terhadap kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang dibatasi dan tidak
boleh menentang kebijakan pemerintah.
3. Pelampauan batas wewenang
Presiden banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa berkonsultasi terlebih
dahulu dengan DPR.

4. Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional
Presiden membentuk lembaga kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945 misalnya Front Nasional
yang ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan pembentukan negara
komunis di Indonesia.
5. Pengutamaan fungsi presiden.
Pengutamaan fungsi presiden tampak dalam hal-hal berikut.
Dalam mekanisme kerja, jika MPR dan DPR, tidak berhasil mengambil putusan,
persoalan tersebut diserahkan kepada presiden untuk memutuskan.
Pimpinan MPR, DPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya diberi kedudukan sebagai
menteri sehingga mereka menjadi bawahan presiden. Padahal menurut UUD 1945
MPR adalah lembaga yang membawahkan presiden dan berkedudukan lebih tinggi
dari presiden, sedangkan lembaga-lembaga negara yang lain (DPR, BPK, dan MA)
sejajar dengan presiden.
Pembubaran DPR oleh presiden terjadi karena DPR menolak menyetujui RAPBN yang
diusulkan pemerintah. Padahal UUD 1945 mengatur bahwa presiden tidak dapat
membubarkan DPR dan jika DPR menolak anggaran yang diajukan, pemerintah
menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Akhir dari demokrasi terpimpin berawal
dari pemberontakan G 30 S/PKI, ketika Presiden Soekarno gagal dalam
mempertahankan keseimbangan antara kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan
militer. Demokrasi terpimpin berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah
11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi
keadaan.

2. Demokrasi di Masa Orde Baru

Pelaksanaan demokrasi selama masa demokrasi terpimpin adalah penyimpangan terhadap
aturan dasar hidup bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu, Pemerintahan Orde Baru
mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
Seluruh kegiatan pemerintahan negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus
dijalankan sesuai dengan tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam
perkembangannya Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang sentralistis. Lembaga
kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik dan menjadi pembentuk dan penentu agenda
nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi legacies bagi seluruh lembaga pemerintah dan
negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru sama dengan masa Orde Lama, yaitu terjadi
penyimpangan-penyimpangan, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Pemberantasan hak-hak politik rakyat
Misalnya jumlah partai politik yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP, Golkar, dan PDI.
Pegawai negeri dan ABRI diharuskan untuk mendukung partai penguasa, yaitu Golkar. Pertemuan-
pertemuan politik harus mendapat izin penguasa. Ada perlakuan diskriminatif terhadap anak
keturunan orang yang terlibat G 30 S/PKI . Para pengkritik pemerintah dikucilkan secara politik
bahkan diculik.
b) Pemusatan kekuasaan di tangan presiden
Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan MA. Anggota
MPR yang diangkat dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena presiden merupakan
panglima tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus lulus penyaringan yang
diadakan oleh aparat militer.
c) Pemilu yang tidak demokratis
Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan ketidakadilan
karena hak-hak parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk kemenangan Golkar.

d) Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
Akibat dari penggunaan kekuasaan yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi, kolusi, dan nepotisme
tumbuh subur. KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis multidimensi berkepanjangan.

Pemerintahan Suharto yang otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa berhasil
menekannya untuk mengundurkan diri sebagai presiden. Pernyataan diri itu terjadi pada tanggal 21
Mei 1998. Adapun hal yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah sebagai berikut.
1. Terjadi krisis politik dan keruntuhan legitimasi politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak lagi
mempercayai pemerintahan Orde Baru dan mengharapkan adanya pemerintahan yang baru.
2. Tidak bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Banyak menteri yang tidak lagi
mendukung pemerintahan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak bersedia lagi
menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
3. Ekonomi nasional hancur yang ditandai oleh adanya krisis mata uang dan krisis ekonomi
yang tidak mampu ditanggulangi.
4. Muncul desakan semangat demokratis dari para pendukung demokrasi.


3. Demokrasi di Masa Kini

Mundurnya Suharto ditandai dengan naiknya B.J. Habibie sebagai presiden. B.J. Habibie
menjadi presiden RI yang ke-3 menggantikan Presiden Suharto yang mengundurkan diri. Pergantian
tersebut didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika presiden mangkat,
berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh wakil
presiden sampai habis waktunya.
Presiden B.J. Habibie menyatakan bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan
transisional. Disebut masa transisi karena merupakan masa perpindahan pemerintahan yang
selanjutnya akan dibentuk pemerintahan baru yang demokratis dan berdasarkan kehendak rakyat.
Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 dianggap tahun yang penuh gejolak dan diwarnai oleh
kerusuhan di beberapa daerah, antara lain konflik di Ambon dan Maluku, kerusuhan di Aceh, dan
kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur.
Pada tanggal 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya
ialah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan dilakukan dengan voting. Hasilnya
diperoleh Megawati memperoleh suara terbanyak. Dengan demikian, wakil presiden RI periode
19992004 ialah Megawati yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati dengan wakilnya Hamzah
Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya.
Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden
dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu
dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan anggota DPR,
DPRD provinsi, DPRD kota/ kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan
presiden dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden
dan wakil presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004
2009.









Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi

Para ahli politik berpendapat bahwa pemilu merupakan salah satu kriteria penting untuk
mengukur kadar demokratisasi sistem politik di suatu negara. Pemilu menjadi tolok ukur untuk
menilai demokratis tidaknya suatu negara. Menurut Eep Saefullah Fatah, ada dua tipe pemilu.
1. Pemilu berfungsi sebagai formalitas politik, artinya pemilu hanya dijadikan alat legalisasi
pemerintahan nondemokratis. Kemenangan kontestan merupakan hasil rekayasa kelompok
kekuatan bukan pilihan bebas politik rakyat. Pemenang pemilu telah diketahui sebelum
pelaksanaannya sendiri sehingga sistem politik demikian sulit dikategorikan sebagai
demokratis.
2. Pemilu berfungsi sebagai alat demokrasi. Di negara demokratis pemilu sebagai alat
demokrasi dijalankan secara adil, jujur, bersih, bebas, dan kompetitif. Pemilu menjadi ajang
pilihan rakyat dalam menentukan pemilihannya.

Rusli Karim membedakan tiga corak pemilu, yaitu sebagai berikut.
a) Pemilu kompetitif dalam suatu sistem demokratis. Ciri-cirinya adalah
Rekrutmen elit politik,
Kesiapan bagi perubahan kekuasaan,
Legitimasi politik pemerintahan koalisi partai,
Representasi pendapat dan kepentingan para pemilih,
Peningkatan kesadaran politik rakyat melalui kejelasan problem dan alternatif politik,
Pendorong kompetisi bagi kekuasaan politik,
Pembentukan suatu oposisi yang mampu menjalankan kontrol,
Pemertautan lembaga politik dengan pilihan pemilih.
b) Pemilu semikompetitif dalam suatu sistem otoritarian. Ciri-cirinya adalah
Manifestasi dan integrasi parsial partai politik,
Perolehan reputasi di luar negeri,
Penyesuaian kekuasaan yang dirancang untuk menstabilkan sistem,
Upaya pelegitimasian bagi kekuasaan yang ada.
c) Pemilu non kompetitif dalam sistem totalitarian. Ciri-cirinya adalah:
Penjelasan kriteria kebijakan pemerintahan,
Perolehan persatuan moral dan politik rakyat,
Pendokumentasian adanya dukungan bagi pemerintah,
Mobilisasi seluruh kekutan sosial.

Adanya pemilu belum tentu menjadikan negara itu sebagai negara demokratis, tetapi hanya
pemilu yang demokratislah yang mampu membentuk negara demokrasi. Agar negara dianggap
demokratis, pemilu harus dijalankan dengan cara yang demokratis, yaitu pemilu dengan corak yang
kompetitif.
(a) Fungsi Pemilihan Umum
Pemilu diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau sistem
pemerintahan demokrasi. Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara langsung,
diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan roda
pemerintahan suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu sebagai sarana demokrasi politik
memiliki empat fungsi, yakni sebagai berikut.
1. Prosedur rakyat dalam memilih dan mengawasi pemerintahan
Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif. Wakil-
wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya. Pemilu merupakan proses
pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi anggota perwakilan dan juga organ
pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai fungsi perwakilan politik.
2. Legitimasi politik
Pemerintahan yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat sehingga memiliki
keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan kebijakan yang akan ditaati
oleh rakyat. Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi atas pilihan dan partisipasi politik
yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi, kehendak rakyat merupakan dasar bagi keabsahan
pemerintahan.
3. Mekanisme pergantian elit politik
Dengan pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik dengan yang
lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian rakyat terhadap kinerja
para elit politik di masa lalu. Jika para elit politik yang telah dipilih di masa lalu dianggap tidak
mampu memenuhi harapan rakyat, orang itu cenderung tidak akan dipilih kembali kemudian
menggantinya dengan elite politik yang baru.
4. Pendidikan politik
Fungsi pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat langsung, terbuka,
dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi.
Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu berperan sebagai sarana pengembangan budaya
politik demokratis. Oleh sebab itu, pemilu harus dilaksanakan secara demokratis pula.
(b) Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilu
Dalam pemilu demokratis mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi dapat
terwadahi dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis akan mengembangkan dan
melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Eep Saifullah Fatah, syarat-syarat pemilu yang
demokratis, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Adanya kekuasaan membentuk tempat penampungan bagi aspirasi rakyat,
2. Adanya pengakuan hak pilih yang universal,
3. Netralitas birokrasi,
4. Penghitungan suara yang jujur,
5. Rekrutmen yang terbuka bagi para calon,
6. Adanya kebebasan pemilih untuk menentukan calon,
7. Adanya komite atau panitia pemilihan yang independen, dan
8. Adanya kekuasaan bagi kontestan dalam berkampanye.

Menurut Austin Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.
1. Hak pilih umum.
Pemilu disebut demokratis apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak pilih pasif
ataupun aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus ditentukan secara demokratis,
yaitu melalui undang- undang.
2. Kesetaraan bobot suara.
Ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak boleh ada
sekelompok warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang
memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi sebuah kursi parlemen harus
berlaku umum.
3. Tersedianya pemilihan yang signifikan.
Hakikat memilih diasumsikan sebagai adanya lebih dari satu pilihan.
4. Kebebasan nominasi.
Pilihan-pilihan memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyi- ratkan pentingnya
kebebasan berorganisasi. Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan prinsip kebebasan
untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah pilihan-pilihan yang signifikan dapat
dijamin dalam proses pemilihan umum.



5. Persamaan hak kampanye.
Program kerja dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diketahui oleh
pemilih. Oleh karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu. Melalui proses tersebut
massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan program kerja para kontestan pemilu.
6. Kebebasan dalam memberikan suara.
Pemberi suara harus terbebas dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam menentukan
pilihannya. Harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi kerahasiaannya dari pihak mana
pun, terutama dari penguasa.
7. Kejujuran dalam penghitungan suara.
Kecurangan dalam penghitungan suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat ke dalam
badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat menopang
perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara periodik.
Pemilu tidak diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu dimaksudkan sebagai
sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.


(c) Pemilu di Indonesia
Sampai saat ini pemilu di Indonesia telah berlangsung sepuluh kali, yakni
1. Pemilu masa Orde Lama, yakni pemilu 1955.
2. Pemilu masa Orde Baru, yakni pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
3. Pemilu masa Reformasi, yakni pemilu 1999, 2004, dan 2009.

Ketentuan konstitusional mengenai pemilihan umum diatur dalam UUD 1945 amendemen
ketiga pasal 22E sebagai berikut.
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil
Presiden, DPRD.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.

Pemilihan umum perlu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
1. Langsung berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2. Umum berarti setiap warga negara yang memenuhi persyaratan berhak ikut serta dalam
pemilu tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
3. Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
5. Jujur berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, pengawas
pemilu, pemantau pemilu, pemilih dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Adil berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

Pemilu yang paling demokratis baru dialami bangsa Indonesia melalui pemilu 1955.
Puluhan partai dan calon perseorangan menjadi kontestan sehingga rakyat benar-benar berpeluang
memilih sesuai dengan aspirasi masing-masing. Namun, setelah itu, iklim politik menjadi begitu
ketat selama masa demokrasi terpimpin. Selama masa Orde Baru telah dilakukan enam kali pemilu.
Hanya ada tiga lembaga pemerintahan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilu, yaitu
MPR/DPR, DPRD, dan Kepala Desa. Akan tetapi, ada jabatan-jabatan pemerintah lain yang diisi
melalui proses pemilihan tidak langsung oleh rakyat. Yang dimaksudkan itu adalah pemilihan
bupati. Pemilihan bupati itu dilakukan oleh MPR.
Pemilihan menganut sistem proporsional sehingga diharapkan seluruh suara rakyat
diperhitungkan dalam pengisian anggota parlemen. Jika ada kontestan yang tidak memperoleh suara
sama sekali, kontestan tetap dijamin memperoleh 5 kursi di parlemen. Pemilu bukanlah institusi
politik yang berdiri sendiri. Keberadaan dan kualitas pemilu sangat terkenal dengan sistem
perlindungan hak-hak politik rakyat yang tercermin dalam sistem kepartaian sebagai hulunya dan
struktur kelembagaan parlemen sebagai muaranya.
Salah satu prinsip yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mengatur sistem
kepartaian adalah prinsip massa mengambang. Kenyataannya prinsip itu diwujudkan dalam upaya
untuk menjauhkan rakyat dari kegiatan politik kecuali pada saat-saat pemilu.
Selama masa Orde Baru tercatat adanya pemilu yang relatif demokratis, yaitu dalam bentuk
pemilihan kepala desa. Penghitungan dan pelaporan hasil dilakukan secara terbuka di depan warga
pemilih sehingga memperkecil peluang manipulasi suara. Kemenangan ditentukan dengan suara
terbanyak dengan jumlah pemilih yang telah memenuhi quorum.
Bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu yang relatif memenuhi syarat-syarat
pemilu demokratis pada pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009. Apabila pemilu terlaksana dengan baik
(LUBER JURDIL) ada harapan kita akan menuju ke pemerintahan/kehidupan yang lebih
demokratis.


Perilaku yang Mendukung Tegaknya Prinsip-Prinsip Demokrasi

Suatu negara disebut negara demokrasi jika negara tersebut menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi dapat berjalan jika didukung oleh warga negara
yang demokratis. Budaya demokrasi harus menjadi gaya hidup bagi setiap warga bangsa karena
dengan cara itulah demokrasi berdasarkan Pancasila dalam bidang politik, ekonomi ataupun sosial
benar-benar dapat dijalankan. Jadi, warga negara harus berperilaku yang demokratis agar dapat
mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi di negaranya. Perilaku demokratis adalah perilaku
yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Nilai demokrasi merupakan sesuatu yang baik, yang
diyakini bermanfaat bagi terciptanya negara demokrasi. Contoh nilai demokrasi, antara lain adalah
terbuka, tanggung jawab, adil, menghargai, mengakui perbedaan, anti kekerasan, damai, dan kerja
sama. Berdasarkan nilai-nilai demokrasi, perilaku yang mendukung tegaknya prinsip-prinsip
demokrasi adalah sebagai berikut.
1. Menerima dan melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
2. Menghargai orang lain yang berbeda pendapat dan tidak memusuhinya.
3. Berusaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau masalah secara damai bukan dengan
kekerasan.
4. Menerima kekalahan secara dewasa apabila telah diputuskan secara demokratis.
5. Memberi pendapat, kritik, ide, masukan bagi tegaknya demokrasi.
6. Bertanggung jawab atas apa yang dikemukakan dan dilakukan secara bebas.
7. Menangani tindak kriminal sesuai dengan jalur hukum bukan dengan main hakim sendiri.



a) Penerapan Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekitar
Demokrasi tidak datang dengan sendirinya dan budaya demokrasi tidak muncul begitu saja,
melainkan harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini, mulai dari lingkungan kecil, seperti keluarga
sampai lingkungan besar, seperti negara bahkan dalam hubungan internasional.
1. Contoh penerapan demokrasi di lingkungan keluarga, antara lain adalah sebagai berikut.
(a) Menghargai pendapat orang tua dan saudara,
(b) Bertanggung jawab atas perbuatannya,
(c) Musyawarah untuk pembagian kerja,
(d) Bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah yang ada,
(e) Bersedia untuk menerima kehadiran saudara-saudaranya sendiri, dan
(f) Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi.

2. Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan masyarakat, antara lain adalah
sebagai berikut.
(a) Mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya,
(b) Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya,
(c) Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kesepakatan,
(d) Bersedia hidup bersama dengan semua warga negara tanpa membeda-bedakan,
(e) Tidak merasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain,
(f) Menaati peraturan lingkungan dan hukum yang berlaku, dan
Melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama.

3. Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan sekolah, antara lain adalah sebagai
berikut.
(a) Menaati peraturan disiplin sekolah,
(b) Menerima dengan ikhlas hasil kesepakatan,
(c) Menghargai pendapat teman lain meskipun pendapat itu berbeda dengan kita,
(d) Bersedia untuk bergaul dengan teman sekolah tanpa diskriminasi,
(e) Melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama,
(f) Menerima teman yang berbeda latar belakang suku, budaya, ras, dan agama, dan
(g) Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah.

Peran serta siswa dalam menerapkan budaya demokrasi dapat dilakukan dengan kegiatan
pemilihan umum melalui kegiatan di sekolah, antara lain pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua
OSIS, pemilihan tugas piket, pembagian ketua kelompok diskusi, dan pemilihan ketua panitia
olahraga/kesenian. Pengendalian diri juga merupakan unsur penting dari budaya demokrasi.
Pengendalian diri tidak hanya berlaku dalam kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Contoh sikap pengendalian diri dalam keluarga adalah sebagai berikut.
Mengatur kegiatan rumah tangga dengan tertib,
Menghindari perkataan yang menyakitkan hati orang tua/anggota keluarga, dan
Selalu mengingat kebutuhan anggota keluarga yang lain.
2. Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
Tidak membuat gaduh ketika pelajaran berlangsung,
Menghindari perkataan yang menyakiti hati guru atau teman, dan
Menggunakan waktu istirahat untuk kegiatan yang positif.
3. Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan tempat tinggal kita adalah sebagai berikut.
Menghindari penggunaan kata-kata yang menyakiti hati orang lain,
Bergaul dengan tetangga dan masyarakat sekitar sesuai dengan norma lingkungan,
Tidak membuat keonaran di kampung.
Penerapan Budaya Demokrasi di Kehidupan Bernegara
Dalam kehidupan bernegara, penerapan budaya demokrasi dapat dilakukan oleh para
pemegang pemerintahan atau pemimpin politik. Apabila tingkah laku pemerintah sesuai dengan
budaya demokrasi, pemerintahan ataupun lembaga- lembaga negara dapat berjalan secara
demokratis pula. Sebaliknya, apabila tingkah laku para pemimpin jauh dari budaya demokrasi,
pemerintahan atau lembaga-lembaga negara meskipun sudah dibuat demokratis, tidak dapat
berjalan dengan baik.

Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara adalah sebagai berikut.
1. Berani bertanggung jawab terhadap sikap dan perbuatan yang dilakukan,
2. Tidak memberi contoh perilaku kekerasan kepada warga,
3. Tidak saling menghujat, memfitnah, mengatakan buruk kepada sesama pemimpin,
4. Sikap terbuka dan tidak berbohong kepada publik,
5. Sikap mengedepankan kedamaian pada masyarakat,
6. Perilaku taat pada hukum dan peraturan perundang-undangan,
7. Mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan,
8. Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik,
9. Bersedia para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya,
10. Bersedia menerima kekalahan secara dewasa dan ikhlas.


Pemimpin yang berbudaya demokrasi akan sangat mendukung pemerintahan demokrasi dan
akan memberikan contoh yang dapat memupuk budaya demokrasi di kalangan rakyat.

http://hening24go.blogspot.com/p/pkn-bab-2-demokrasi.html

Anda mungkin juga menyukai