Anda di halaman 1dari 6

DEMOKRASI DAN PUBLIC POLICY DELIBERATIF

MATA KULIAH KEBIJAKAN PUBLIK

OLEH
Abdurrohim Nur (071411333029)

DEPARTEMEN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
DEMOKRASI DAN PUBLIC POLICY DELIBERATIF

Abdurrohim Nur / 071411333029

Konsep Dasar Demokrasi

Istilah demokrasi (democracy) berasal dari penggalan kata bahasa Yunani


yakni demos dan kratos/cratein. Demos berarti rakyat dan cratein berarti
pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Salah satu pendapat
terkenal dikemukakan oleh Abraham Lincoln di tahun 1863 yang mengatakan
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
(government of the people, by the people and for the people).

Tindakan komunikatif masyarakat modern dengan segala kompleksitasnya


merupakan wujud solusi mengatasi masyarakat berkemajemukan gaya hidup dan
orientasi nilai oleh seorang Habermas. Tindakan komunikatif adalah tindakan yang
mengarahkan diri pada konsensus1. Artinya, setiap tindakan menjadi tindakan
rasional yang berorientasi kepada kesepahaman, persetujuan dan rasa saling
mengerti. Konsensus semacam itu, bagi Habermas, hanya dapat dicapai melalui
diskursus praktis yang tidak lain adalah prosedur komunikasi. Diskursus praktis
adalah suatu prosedur (cara) masyarakat untuk saling berkomunikasi secara rasional
dengan pemahaman intersubjektif. Dalam tipe diskursus ini anggota masyarakat
mempersoalkan klaim ketepatan dari norma-norma yang mengatur tindakan
mereka.

Untuk mencapai konsensus rasional yang diterima umum, Habermas


mengajukan tiga prasyarat komunikasi sebagai berikut: Pertama keikutsertaan di
dalam sebuah diskursus hanya mungkin, jika orang mempergunakan bahasa yang
sama dan secara konsisten mematuhi aturan-aturan logis dan semantis dari bahasa
tersebut. Kedua, kesamaan dalam memperoleh kesempatan dalam diskursus hanya
dapat terwujud, jika setiap peserta memiliki maksud untuk mencapai konsensus
yang tidak memihak dan memandang para peserta lainnya sebagai pribadi-pribadi
otonom yang tulus, bertanggungjawab sejajar dan tidak menganggap mereka ini
hanya sebagai sarana belaka. Ketiga, harus ada aturan-aturan yang dipatuhi secara

1
F. Budi Hardiman, Teori Diskursus dan Demokrasi, (makalah), STF Driyarkara: Diskursus.com
umum yang mengamankan proses diskursus dari tekanan dan diskriminasi. Aturan-
aturan tersebut harus memastikan bahwa orang mencapai konsensus berkat
paksaan tidak memaksa dari argumen yang lebih baik.

Demokrasi Deliberatif

Kata deliberatif berasal dari kata Latin deliberatio atau deliberasi


(Indonesia) yang artinya konsultasi, musyawarah, atau menimbang-nimbang.
Demokrasi bersifat deliberatif jika proses pemberian alasan atas suatu kandidat
kebijakan publik diuji lebih dahulu lewat konsultasi publik, atau diskursus publik.
Demokrasi deliberatif ingin meningkatkan intensitas partisipasi warga negara
dalam proses pebentukan aspirasi dan opini agar kebijakan-kebijakan dan undang-
undang yang dihasilkan oleh pihak yang memerintah semakin mendekati harapan
pihak yang diperintah2. Intensifikasi proses deliberasi lewat diskursus publik ini
merupakan jalan untuk merealisasikan konsep demokrasi, Regierung der Regierten
(pemerintahan oleh yang diperintah). Demokrasi deliberatif memiliki makna
tersirat yaitu diskursus praktis, formasi opini dan aspirasi politik, serta kedaulatan
rakyat sebagai prosedur.

Menurut Habermas, sahihlah norma-norma tindakan yang kiranya dapat


disetujui oleh semua orang yang mungkin terkena oleh mereka sebagai peserta
sebuah diskursus rasional. Implikasinya adalah tugas forum demokrasi deliberatif
adalah membiarkan setiap orang menghargai pendapat mereka sendiri, memberikan
ruang bagi perbedaan pendapat; dengan demikian ada cukup banyak perspektif
yang masuk. Individualitas sangat ditekankan. Pengandaiannya setiap individu
dalam masyarakat memiliki kompetensi komunikatif.

Demokrasi deliberatif dipopulerkan oleh Habermas, kemudian Gautmann


dan Thompson, dan James S.Fishkin. Meskipun para teoretikus memiliki perbedaan
dalam hal fokus kajian, pada dasarnya semua menggambarkan mengenai proses
musyawarah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak.
Musyawarah sebagai metode yang ideal untuk mendapatkan keputusan. Dalam
proses musyawarah untuk mencapai titik demokrasi deliberatif, Nuswantoro

2
F. Budi Hardiman, 2009, Demokrasi Deliberatif, Yogyakarta: Kanisius,
(2015:57) menekankan harus memiliki argumentasi, adanya dialog, saling
menghormati pendapat satu dengan pendapat lainnya, serta berupaya untuk
mencapai titik temu dan mufakat.

Hardiman (2009:130) memaparkan karakteristik demokrasi deliberatif dari


Habermas. Pertama, Habermas juga mementingkan aturan-aturan main demokratis,
jaminan hak-hak kebebasan, adanya partai-partai yang berkompetisi, pemilihan
umum yang fair, asas mayoritas, debat publik dll. Menurut Habermas bila
demokrasi deliberatif juga menekankan pentingnya dan arti normatif prosedur
demokratis.

Kedua, Hardiman (2009:131) mencoba mengembangkan sebuah model


demokrasi yang peka terhadap konteks, sebuah model yang memperhitungkan
perubahan-perubahan yang telah terjadi di dalam masyarakat-masyarakat kompleks
yang terglobalisasi dewasa ini. Akan tetapi demokrasi deliberatif yang
dimaksudkan oleh Habermas bukanlah analisis-analisis atas kompleksitas
masyarakat dewasa ini untuk membuktikan bahwa demokrasi dimungkinkan berkat
perkembangan-perkembangan baru dalam bidang teknologi informasi.

Habermas justru berupaya untuk menunjukkan bahwa demokratisasi tidak


dapat ditanamankan dari luar ke dalam masyarakat kompleks. Demokratisasi
berkembang dari dalam masyarakat-masyarakat itu sendiri dan didorong oleh
sistem politik yang sudah ada. Ketiga, model Hardiman (2009:132) juga beroperasi
dengan ciri-ciri ideal deliberatif, seperti pentingnya bentuk argumentasi,
inklusivitas para peserta, kebebasan dari paksaan, pencapaian konsensus dll. Tetapi,
Habermas memusatkan diri pada pelaksanaan prosedur demokratis tidak hanya
pada sistem politik yang terorganisir secara formal. Jika demokrasi berarti
pemerintah oleh yang diperintah, pelaksanaan prosedur ini harus dapat
dibentangkan sampai pada formasi pendapat secara tak terorganisir dan informal di
dalam masyarakat. Oleh karena itu, Habermas menekankan apa yang disebut
dengan proses demokrasi deliberasi jalur ganda yang terjadi pembagian kerja antara
sistem politik dan ruang publik.

Habermas menekankan bahwa legitimasi suatu keputusan publik diperoleh


melalui pengujian publik dalam proses deliberasi yang mengembangkan aspirasi
rakyat dalam ruang publik dan proses legislasi hukum oleh lembaga legislatif.
Habermas melihat bahwa sebenarnya dalam demokrasi deliberatif kekuasaan
komunikatif memegang peranan penting. Kekuasaan yang bagaimana? Kekuasaan
ini terbentuk dalam forum diskusi publik. Kekuasaan komunikatif menurut
Habermas terbentuk lewat pengakuan faktual atas klaim-klaim keseluruhan yang
terbukan terhadap kritik dan dicapai secara diskursif.

Public Policy Deliberatif

Analisis kebijakan deliberatik oleh Maarten Hajer dan Henderik Wagenaar


(2003). Keduanya mengembangkan konsep ini dari Frank Fischer dan John
Forester. Konsep yang dikembangkan ialah sebagai berikut:

And solid work in planning theory demonstrated how planners in


concrete situations of conflict relied on interactive and deliberative and giving
reasons, exploring the implication of various value positions and developing joint
responsibility in concrete situations.

Kebijakan deliberatif merupakan bentuk derivasi dari demokrasi deliberatif.


Sementara demokrasi deliberatif berakar pada konsepsi ruang publik (public
sphere) dari Habermas (2007a, 2007b, 2008). Demokrasi deliberatif mengutamakan
penggunaan tata cara pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan
penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan
warga negara (stakeholder).

Karya Hajer dan Wagenaar berisi kumpulan tulisan tentang di mana praktik
deliberative model dalam analisis kebijakan. Judith E. Innes dan David E. Booker
misalnya, dalam bab tentang Collaborative policymaking: Governance Through
Dialogue, memaparkan The Sacramento Water Forum, sebagai sebuah forum
konstituen atau para pihak atau stekholders, yang terdiri atas lebih dari selusim
wakil publik, yang merumuskan kebijakn publik, di bidang air di kawasan
California. Keputusan inilah yang kemudian diangkat pemerintah sebagai
kebijakan publik. Proses analisis kebijakn public odel musyawarah ini jauh
berbeda dengan model-model teknokratik karena peran analis kebijaka hanya
sebagai fasilitator agar masyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakan atas
dirinya sendiri.

Peran pemerintah disini lebih sebagai legislator kehendak public.


Sementara peran analis kebijakan adalah sebagai prosesor proses dialog public agar
menghasilkan keputusan publik untuk dijadikan kebijakan publik. Di Indonesia,
komsep ini dikenal dengan istilah musyawarah untuk mufakat. Di desa Indonesia
masa lalu, keputusan tidak dibuat oleh pemerintah desa, namun oleh publik, warga
desa, yang kemudian bermusyawarah dan tercapai mufakat. Mufakat ini yang
diangkat sebagai kebijakan publik. Keuntungannya, setiap pihak bertanggung
jawab atas keberhasilan kebijakan publik. Kelemahannya, prosesnya acap kali
panjang dan bertele-tele.

Kesimpulannya, Kebijakan (Policy) deliberatif memiliki kecenderungan


untuk beradaptasi di negara desentralisasi karena sifat masyarakatnya yang
komunal dan lebih-lebih karena fenomena distrust publik terhadap praktik
administrasi publik belum juga berkurang. Kedua, munculnya konsep kebijakan
publik deliberatif tidak terpisah dari pergeseran orientasi ilmu administrasi publik
dari goverment ke governance di satu sisi dan bentuk derivasi demokrasi deliberatif
di sisi yang lain. Ketiga, praktik proses kebijakan deliberatif sebenarnya sudah
mendapat dukungan dari sebagai kebijakan di tingkat nasional. Namun kurang
adanya koherensi dengan kebijakan yang lain, maka lemah dalam implementasinya.

Anda mungkin juga menyukai