Anda di halaman 1dari 5

MEMAHAMI IMPEACHMENT PRESIDEN : PEMBERHENTIAN ERA

KEPEMIMPINAN IR. SOEKARNO

Tugas akhir Mata Kuliah Kepresidenan 2017

Oleh

Abdurrohim Nur

071411333029

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
MEMAHAMI IMPEACHMENT PRESIDEN : PEMBERHENTIAN ERA
KEPEMIMPINAN IR. SOEKARNO

Indonesia merupakan Negara Hukum. Berdasarkan Undang-undang Dasar


Tahun 1945, sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia secara formal lebih
dominan menganut sistem presidensial ketimbang sistem parlementer. Bentuk
karakteristik Indonesia menggunakan Pemerintahan Presidensial adalah masa
jabatan Presiden yang pasti (Fixed term) diatur dalam konstitusi hukum.

Sebagai bentuk legitimasi kekuasaan eksekutif maka harus mendapatkan


dukungan sosial, politik dan hukum yang berlaku agar Presiden mendapatkan
legitimasi kokoh atau hukum (Strong Executive). Ciri yang lain dari sistem
Presidensial adalah kekuasaan pemerintahan beserta pertanggungjawabannya
yang berpusat pada presiden (concentration of power and responsibility upon the
president). Selain posisi yang kokoh dan kuat, seorang presiden juga mempunyai
kekuasaan tunggal dalam menjalankan perintah (single chief executive).3 (tiga)
Jabatan presiden dipegang oleh seorang individu. Itu artinya, individu yang
menjabat presiden tersebut mempunyai kekuasaan tunggal dalam menjalankan
pemerintahan serta posisinya kuat dan kokoh atau tidak mudah untuk dijatuhkan.

Padahal secara alamiah, seorang itu tidak selalu baik dan benar. Artinya,
seorang manusia terkadang pernah melakukan kesalahan, baik itu kesalahan yang
dikategorikan sebagai suatu perbuatan kriminal, maupun kesalahan dalam
menjalankan tugas yang diembannya. Untuk mengantisipasi terjadinya
penyelewengan pemerintah yang dilakukan oleh seorang presiden sebagai akibat
dari kesalahan yang dilakukan itu, maka harus ada mekanisme koreksi demi
terciptanya pemerintahan yang demokratis. Bahkan tidak menutup kemungkinan,
mekanisme koreksi tersebut nantinya berakibat pada pemberhentian presiden di
tengah masa jabatannya.

Perberhentian presiden (impeachment) ditengah masa jabatannya karena


telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Perundang-undangan, sering juga
disebut sebagai Presidential Impeachment Process. Selain itu, Seorang presiden
hanya dapat diberhentikan berdasarkan articles of impeachment dan melalui
impeachment procedure yang sudah diatur dalam konstitusi Indonesia.

Dalam kurun 72 tahun Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia telah


mengenal sebuah mekanisme impeachment terhadap Presiden melalui hukum dan
demokrasi berdasarkan konstitusi Indonesia, seperti Presiden Soekarno tahun
1967 dan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 2001.

Presiden Soekarno dan Demokrasi Terpimpin

Jalan perjuangan Presiden Soekarno berliku-liku, dari sebuah kejayaan


sampai keterpurukan kepemimpinannya. Sejak Soekarno memberlakukan
Pemerintahan Indonesia menjadi Demokrasi terpimpin, Soekarno sudah
menunjukkan tanda-tanda otoritariannya. Demokrasi Terpimpin tegak selama 7
tahun (1959-1966) menandai keputusan serta pemikirian berpusat pada pemimpin
negara, Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan
oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10
November 1956.

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno


diawali oleh anjuran Soekarno agar undang-undang yang digunakan untuk
menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan
pro dan kontra di kalangan anggota Konstituante. Namun hasil voting tidak
mencapai 2/3 bagian, maka usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Melalui permasalahan antara Soekarno dengan Konstituante, maka
ia mengeluarkan sebuah dekrit fenomenal yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Isi dekrit Presiden 5 Juli 1959 : (1) Tidak berlaku kembali UUDS 1950, (2)
Berlakunya kembali UUD 1945, (3) Dibubarkan Konstituante, dan (4)
Pembentukan MPRS dan DPAS. Kemudian atas dasar penetapan Presiden
No.4/1960 dibentuk DPR-GR.

Kemudian pada tanggal 13 November 1963, Soekarno sebagai presiden


merombak Kabinet Kerja III menjadi Kabinet Kerja IV yang juga menempatkan
Ketua dan Wakil Ketua DPRGR, Ketua dan Wakil Ketua MPRS, Ketua dan Wakil
Ketua DPA, dan Ketua Dewan Perancang Nasional sebagai Menteri. Dengan
demikian kedudukan keempat badan negara tersebut berada di bawah posisinya.1

Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi pemanis Demokrasi Terpimpin


Soekarno sebagai aktor utama yang menimbulkan krisis ekonomi Indonesia saat
itu. Selain itu, muncul pula pertarungan antara ABRI dengan PKI yang berakhir
dengan muncul tragedi pemberontakan G 30S/PKI yang mampu memanaskan
konstelasi Soekarno dalam menguatkan kepemimpinannya. Mahasiswa pun sigap
dalam idealisnya utuk menggelar aksi demonstrasi, mengusung Tritura, disusul
dengan reshuffle kabinet Soekarno yang terjadi berkali-kali. Selain itu, Soekarno
juga mengupayakan reshuffle kabinet Dwikora yang disempurnakan yang terdiri
dari 100 menteri dengan kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi

Akhir Kepemimpinan Soekarno

Mengetahui kondisi krisis Pemerintahan berbasis Demokrasi Terpimpin,


akhirya Soekarno melakukan upaya terakhir pada tanggal 22 Juni 1966 bersamaan
dengan pelantikan pimpinan MPRS, dengan melakukan yang disebutnya sebagai
pidato pertanggungjawaban sukarela. DPR-GR tidak puas dengan pidatonya yang
berjudul Nawaksara pada Sidang umum MPRS 1966 itu, khususnya hal-hal yang
berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya G 30S/PKI. Karenanya DPR-GR saat itu
mengajukan pernyataan pendapat kepada Presiden dan memorandum kepada
MPRS yang menghendaki dilengkapinya pidato Nawaksara oleh Presiden
Soekarno.

Atas dasar memorandum ini, maka diadakanlah Sidang Istimewa MPRS


untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soekarno. Karena
pertanggungjawaban yang disampaikan Presiden Soekarno tidak dapat diterima,
maka melalui Tap No. XXXIII/MPRS/1967, Majelis mencabut kekuasaan
pemerintahan dari Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden. Pasal 8
Undang-undang Dasar 1945 yang mengharuskan wakil Presiden menggantikan
posisi Presiden saat terjadi kekosongan kekuasaan, tidak berlaku. Karena saat itu
tidak ada Wakil Presiden.

1 Mulyosudarmo, dalam http//widi.wikisource.org/wiki/ “Mekanisme Impeachment & Hukum


Acara Mahkamah Konstitusi” diakses tanggal 11 Oktober 2009
Soekarno tidak memenuhi pertanggungjawaban konstitusionalnya serta
dinilai telah tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS, maka MPRS
menyatakan bahwa Presiden sebagai demisioner. Regenerasi kepemimpinan
negara dari Soekarno ke Soeharto ini, dengan demikian bukan karena alasan
mangkat atau berhentinya soekarno, melainkan karena kondisi yang dinilai
sebagai tidak dapat menjalankan kewajibannya. ketentuan maupun praktek
ketatanegaraan, kondisi ini pada akhirnya digunakan sebagai alasan
pemberhentian presiden pada masa jabatannya.Walaupun tidak ada ukuran yang
jelas mengenai alasan pemberhentian presiden, tetapi pada prakteknya proses
impeachment telah terjadi pada presiden RI.

Forum previlegiatum sebagai proses penegakan hukum seorang kepala


negara dan/atau kepala pemerintahan melalui peradilan pidana biasa pada saat
yang bersangkutan masih menjabat, tidak diakui oleh konstitusi maupun praktek
ketatanegaraan.

Anda mungkin juga menyukai