Anda di halaman 1dari 15

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

(MPR)

Disusun oleh:
Sri Amelia Pane 2202100004
Rahmad Risky Nasution 2202100006
Suryani 2202100059

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN
PADANGSIDIMPUAN
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa


atas ridho dan hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah
ini dengan usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat
memberi pelajaran positif bagi kita semua.
Terimakasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga
kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan usaha semaksimal mungkin.
Terimakasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya
makalah ini, Ayah Ibu, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan
telah membantu kelompok kami.
Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha
sekuat tenaga dalam penyelesaian tugas ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat
manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran kelompok
kami, kami harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa
datang.

Padangsidimpuan, Desember 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Masalah....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5
A. Kedudukan MPR..................................................................................5
B. Tugas dan Wewenang MPR.................................................................8
C. Struktur MPR........................................................................................9
D. Tata Tertib MPR...................................................................................9
E. Kode Etik MPR.....................................................................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah lembaga
legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia. UU No 12 Tahun 2011 menyebutkan tata
urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1. UUD 1945 2.
Ketetapan MPR 3. UU/peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 4.
Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden 6. Peraturan Daerah Propinsi 7.
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota Dalam UU No 12 Tahun 2011 tersebut
ditegaskan pula,bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai
dengan hierarkinya, Artinya ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan Tap
MPR sebagai peraturan perundang-undangan yang kekuatan hukumnya lebih
kuat dari Undang-Undang.
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) menjadi variabel bebas, yang menggerakkan konstruksi
politik sangat kondusif bagi bangkitnya demokratisasi politik tidak saja
menyangkut relasi antara badan legislatif terhadap kelembagaan suprastruktur
politik lainnya, terutama antara pihak DPR terhadap eksekutif, tetapi juga hingga
di tingkat internal kelembagaan perwakilan itu sendiri, yaitu baik pada masing-
masing alat kelengkapan dan fraksi, serta masingmasing supporting system-nya.
Perjalanan lahirnya perangkat pengaturan kelembagaan politik dalam
konteks demokratisasi, diarahkan dalam rangka usaha menciptakan check and
balances. Check and balances mempunyai arti mendasar dalam hubungan
antarkelembagaan negara. Misalnya, untuk aspek legislasi, check and balances
mempunyai lima fungsi. Pertama, sebagai fungsi penyelenggara pemerintahan,
di mana eksekutif dan legislatif mempunyai tugas dan tanggungjawab yang
saling terkait dan saling memerlukan konsultasi sehingga terkadang tampak
tumpang tindih. Namun di sinilah fungsi check and balances agar tidak ada satu
lembaga negara lebih dominan tanpa control dari lembaga lain. Kedua, sebagai
fungsi pembagi kekuasaan dalam lembaga legislatif sendiri, di mana melalui

1
sistem pemerintahan yang dianut, seperti halnya sistem presidensial di
Indonesia, diharapkan terjadi mekanisme control secara internal. Ketiga, fungsi
hirarkis antara pemerintah pusat dan daerah. Keempat, sebagai fungsi
akuntabilitas perwakilan dengan pemilihnya. Kelima, sebagai fungsi kehadiran
pemilih untuk menyuarakan aspirasinya.
Tetapi pada kenyataannya, dengan ketidakmampuan kelompok reformasi
total jamak, seperti halnya mahasiswa dan masyarakat sipil dalam berhadapan
dengan kelompok regim maka proses politik mengalami kompromi berhadapan
dengan dominasi kalangan pro status quo dan pihak pendukung perubahan
gradual. Pada gilirannya kondisi ini, memunculkan tuduhan tentang
perlindungan kepentingan status quo dan bahkan anggapan rekayasa demokrasi
prosedural perwakilan. Meskipun telah menjalankan fungsi legislasi secara
optimal, DPR tetap saja tidak sepi dari kesan atau penilaian yang kurang
memuaskan bagi berbagai kalangan. Sejumlah produk legislasi DPR dianggap
kurang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Produk legislasi
berupa undang-undang (UU) terkesan tidak serius dirancang dan dibahas,
sebaliknya lebih didasarkan pada kepentingan kelompok dan kompromi politik.
Bahkan, secara vulgar ada pihak yang menilai dalam pembahasan Rancangan
Undang-Undang (RUU) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terjadi transaksi
dan jual beli pasal.
Tentu yang melakukannya adalah mereka yang berkepentingan dengan
pasal-pasal krusial dalam RUU yang dibahas. Kesan atau penilaian lainnya, DPR
periode 2009-2014 dianggap kurang menjalankan fungsi legislasi, dengan tidak
tercapainya target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2012
sebanyak 70 RUU. Ruang lingkup pembaruan politik yang sangat terbatas bagi
dukungan substansial pelaksanaan fungsi-fungsi kelembagaan perwakilan
politik, baik menyangkut MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dianggap membuktikan
titik lemah dari politik kompromi antarkepentingan dan tuntutan antarkalangan
tersebut. Konstruksi prosedural politik yang menghambat pelaksanaan
kewenangan perwakilan politik, di tengah kuatnya desakan tuntutan politik
demokratisasi, juga cukup menempatkan peran kenegaraan MPR dan DPR yang

2
terjebak pada seremoni prosedural pelaksanaan fungsi-fungsinya. Kendala
politik demikian, membutuhkan transformasi alat kelengkapan dan reposisi
fraksi atau pengelompokkan keanggotannya, agar dapat secara maksimal
mendorong peran kelembagaannya yang kondusif bagi produktivitas perannya
dalam agenda nasional.
Transformasi posisional alat kelengkapan dan reposisi fraksi sebagai
kepanjangan tangan kekuatan politik partai tidak lain merupakan terjemahan dari
proses konsolidasi demokrasi yang tidak sekedar peningkatan kapasitas
artikulasi aspirasi dalam produk-produk yang dihasilkan, tetapi juga tetap
mempunyai kreatifitas untuk bergerak secara sangat dinamis sesuai aturan main
dalam koridor konstitusi yang digariskan. Berbagai persoalan yang dihadapi
tersebut kemudian dilakukan upaya perbaikan dengan ditetapkannya UU No.17
Tahun 2014 tentang MD3. Namun dalam perkembangannya, khususnya dalam
kepemimpinan MPR dan DPR dinilai kurang mencerminkan proporsionalitas
yang didasarkan pada mayoritas kursi di parlemen.
Beberapa partai politik yang memiliki kursi terbanyak justru tidak
terwakili di dalam kepemimpinan MPR dan DPR. Sehingga hal ini dinilai akan
menghambat kinerja MPR dan DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
khususnya dalam mewujudkan sistem pemerintahan presidensial yang lebih
efektif. Di samping itu perubahan konfigurasi politik di DPR pada permulaan
periode Tahun 2014 yang turut mengubah susunan Pimpinan Alat Kelengkapan
Dewan, masih menyisakan persoalan jumlah Pimpinan Mahkamah Kehormatan
Dewan yang belum sama dengan jumlah Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan
lainnya sehingga berjumlah ganjil yang memudahkan dalam pengambilan
keputusan.
Hal lain menyangkut substansi penting perubahan UUD NRI 1945 adalah
tentang penegasan DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-
undang. Kekuasaan membentuk undangundang ini menjadi dasar dari fungsi
legislasi DPR RI. Dalam rangka mengoptimalkan fungsi legislasi ini, Badan
Legislasi sebagai salah satu Alat Kelengkapan Dewan DPR RI berdasarkan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 justru dikurangi tugasnya dalam menyusun

3
rancangan undang-undang dan naskah akademik. Pengurangan tugas ini
menyebabkan menurunnya kuantitas pencapaian target Prolegnas DPR RI secara
keseluruhan, oleh karena itu dipandang perlu untuk memberikan kembali tugas
Badan Legislasi untuk menyusun rancangan undang-undang berikut naskah
akademiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Kedudukan MPR?
2. Apa Tugas dan Wewenang MPR?
3. Bagaimana Struktur MPR?
4. Bagaimana Tata Tertib MPR?
5. Bagaimana Kode Etik MPR?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Kedudukan MPR.
2. Untuk Mengetahui Tugas dan Wewenang MPR.
3. Untuk Mengetahui Struktur MPR.
4. Untuk Mengetahui Tata Tertib MPR.
5. Untuk Mengetahui Kode Etik MPR.

D.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan MPR
MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
sekarang ini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga
negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya
lembaga tertinggi negara maka tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan
lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945
adalah lembaga negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana
kedaulatan rakyat oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
adalah para wakil rakyat yang berasal dari pemilihan umum. MPR bukan
pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1
Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Ketentuan mengenai
keanggotaan MPR tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945

Visi MPR dapat diuraikan sebagai berikut:

1. MPR menjadi rumah kebangsaan memiliki makna bahwa MPR adalah


representasi Majelis Kebangsaan yang menjalankan mandat konstitusional
guna menjembatani berbagai arus perubahan, pemikiran, aspirasi
masyarakat dan daerah dengan mengedepankan etika politik kebangsaan
yang bertumpu pada nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan, kekeluargaan,
toleransi, kebhinnekaan, dan gotong-royong dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. MPR sebagai pengawal ideologi Pancasila memiliki makna bahwa MPR
sebagai satu-satunya lembaga negara pembentuk konstitusi (the making of
the constitution), adalah pengawal ideologi negara (the guardian of the state
ideology) Pancasila agar tetap hidup menjadi bintang pemandu dalam

5
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam
mewujudkan tujuan bernegara.
3. MPR sebagai pengawal kedaulatan rakyat memiliki makna bahwa MPR
adalah lembaga negara pelaksana kedaulatan rakyat yang memiliki
kewenangan tertinggi untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar, menjamin tegaknya kedaulatan rakyat dan supremasi konstitusi
dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kemasyarakatan sesuai dengan
dinamika aspirasi masyarakat dan daerah, perkembangan politik dan
ketatanegaraan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

MISI MPR RI

Dalam rangka mewujudkan visi “MPR menjadi rumah kebangsaan,


pengawal ideologi Pancasila, dan kedaulatan rakyat”, maka misi MPR adalah:

1. Melaksanakan wewenang dan tugas konstitusional Majelis


Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan UUD NRI Tahun 1945
dan peraturan perundang-undangan, dengan berlandaskan asas legalitas,
asas kekeluargaan, musyawarah, dan gotong royong;
2. Melaksanakan revitalisasi nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika serta Ketetapan MPRS/MPR dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
3. Mengawal penataan sistem ketatanegaraan, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan pelaksanaannya;
4. Memperjuangkan aspirasi masyarakat dan daerah tentang pelaksanaan UUD
NRI Tahun 1945 dalam setiap kebijakan nasional;
5. Memperkukuh prinsip permusyawaratan, kerukunan nasional, persatuan dan
kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan semangat Bhinneka Tunggal Ika;
6. Menegakkan etika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang
politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan keamanan;

6
7. Meningkatkan akuntabilitas kinerja lembaga-lembaga negara dalam
melaksanakan wewenang dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI
Tahun 1945 dalam rangka memenuhi hak kedaulatan rakyat untuk
meningkatkan partisipasi dan akses informasi kepada masyarakat;
8. Mewujudkan harmonisasi hubungan antar lembaga negara dalam
melaksanakan wewenang dan tugas yang diamanatkan oleh UUD NRI
Tahun 1945 berdasarkan prinsip checks and balances;
9. Memperkuat harmonisasi dalam hubungan diplomatik antar parlemen dan
antar negara sahabat dalam rangka mendukung pelaksanaan politik luar
negeri yang bebas dan aktif serta fungsi diplomasi parlemen.

FUNGSI MPR

Setelah adanya amendemen UUD 1945, kedudukan MPR sejajardengan


lembaga tinggi negara lainnya. Susunan keanggotaan MPR terdiriatas anggota
DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung melalui pemilu. Fungsi
MPR sebelum dan sesudah adanya amendemen UUD 1945tetap sama seperti
berikut: MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat mengawasi jalannya
pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekuti&agar
kekuasaan pemerintah tidak menindas rakyat. Dengandemikian, kekuasaan MPR
tidak dijalankan secara sewenangwenang.Sebagai pemegang kekuasaan
legislati& untuk menjalankankeinginan rakyat yang diinterpretasikan dalam
undang-undang dansebagai pembuat UUD.

TUJUAN MPR

Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi MPR, MPR


menetapkan 9 (sembilan) tujuan strategis yang akan dicapai dalam 5 (lima)
tahun (2015-2019), sebagai berikut:

1. Mewujudkan pelaksanaan wewenang dan tugas konstitusional Majelis


Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan UUD NRI Tahun 1945
dan peraturan perundang-undangan dengan berlandaskan asas legalitas, asas
kekeluargaan, musyawarah, dan gotong royong;

7
2. Meningkatkan kualitas pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika serta ketetapan MPRS/MPR dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
3. Mewujudkan sistem ketatanegaraan, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan pelaksanaannya sesuai dengan ideologi
dan dasar negara Pancasila, dinamika aspirasi masyarakat dan daerah,
perkembangan politik dan ketatanegaraan Indonesia;
4. Mewujudkan kebijakan nasional yang demokratis, transparan dan akuntabel
sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat dan daerah;
5. Mewujudkan prinsip permusyawaratan, kualitas kerukunan nasional,
persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan semangat Bhinneka Tunggal Ika;
6. Mewujudkan pelaksanaan etika kehidupan berbangsa dan bernegara oleh
penyelenggara negara dan masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial
dan budaya serta pertahanan keamanan;
7. Mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap lembagalembaga negara
dalam melaksanakan wewenang dan tugas yang diamanatkan oleh UUD
NRI Tahun 1945 melalui penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga
negara kepada seluruh rakyat Indonesia;
8. Menciptakan suasana kondusif hubungan kerja antar lembaga-lembaga
negara dalam melaksanakan wewenang dan tugas yang diamanatkan oleh
UUD NRI Tahun 1945 berdasarkan prinsip checks and balances;
9. Menciptakan penguatan dan harmonisasi dalam hubungan diplomatik antar
parlemen dan antar negara sahabat dalam rangka mendukung pelaksanaan
politik luar negeri yang bebas dan aktif serta fungsi diplomasi parlemen.

B. Tugas dan Wewenang MPR


Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan

8
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas
dan wewenang, yaitu :

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;


2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum
dalam sidang paripurna MPR;
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya
setelah presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk
menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripuma MPR;
4. Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam
masa jabatannya;
5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-
lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang paket calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa
jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
7. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.

C. Struktur MPR
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kekuasaan tertinggi dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat berdasarkan asas kedaulatan rakyat dengan hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keanggotaan MPR itu
terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan
sehingga seluruh rakyat, seluruh golongan, dan seluruh daerah mempunyai wakil
dalam MPR dan MPR betul-betul merupakan penjelmaan rakyat.

9
D. Tata Tertib MPR
Tata tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tertuang dalam
Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2019 Tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

E. Kode Etik MPR


Kode etik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tertuang dalam
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 /
MPR / 2010 Tentang Peraturan Kode Etik Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
sekarang ini bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga
negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya
lembaga tertinggi negara maka tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi negara dan
lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945
adalah lembaga negara.
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR mempunyai 7 poin
tugas dan wewenang.
Keanggotaan MPR itu terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan
Daerah dan Utusan Golongan sehingga seluruh rakyat, seluruh golongan, dan
seluruh daerah mempunyai wakil dalam MPR dan MPR betul-betul merupakan
penjelmaan rakyat.
Tata tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tertuang dalam
Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2019 Tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Kode etik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tertuang dalam
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 /
MPR / 2010 Tentang Peraturan Kode Etik Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga


Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Setjen MKRI, 2006.

Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah


Perubahan Keempat, Jakarta: PSHTN UI, tanpa tahun.

Baylis, Thomas A. Governing By Committee: Collegial Leadership in


Advanced Societies. New York : University of New York
Press, 1989.

Harman, Benny K. Negeri Mafia Koruptor: Menggugat Peran DPR


Reformasi, Yogyakarta: Lamalera, 2012.

Lussier, Robert N. dan Christopher F. Achua, Leadership : Theory,

Application, and Skill Development, 4th Edition. Mason,


Ohio

: South-Western Cengage Learning, 2010.

Maass, Arthur. Area and Power a Theory of Local Government.

Illionis: Glencoe, 1959.

Meny, Yves dan Andrew Knap, Government And Politics In Western


Europe, third edition, New York: Oxford University Press,
1998.

Mullins, Laurie J. Management and Organisational Behavior,

7thEdition, Essex: Pearson Education Limited, 2005.

Muslimin, Amarah. Beberapa Asas Dan Pengertian Pokok Tentang


Administrasi dan Hukum Administrasi. Bandung: Alumni,
1985.

12

Anda mungkin juga menyukai