Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2022-2023

Mata kuliah : Kapita Selekta Politik Kenegaraan


Semester/Kelas : II/Banjarnegara
Prodi : Magister Pendidikan Dasar
Hari / Tanggal : Selasa, 9 Mei 2023
Waktu : 15.15 WIB – 17.15 WIB
Sifat soal : Open Book/Internet
Dosen : Dr. Wakhudin, M.Pd.

PETUNJUK:
-
Bacalah soal secara teliti dan cermat. Jawablah dengan jelas menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar;
-
Utamakan jawaban menggunakan pemikiran sendiri yang logis dan dapat
dipertanggungjawabkan;
-
Boleh membuka buku teks dan internet. Tapi cantumkan sumbernya, sebagaimana
cara penulisan ilmiah.
-
Selamat melaksanakan tugas dengan baik.

SOAL
1. Indonesia menganut sistem trias politika. Jelaskan maksud trias politika itu.
Bagaimana praktik trias politika dalam dinamika politik kita ! (Bobot/nilai 25%)

Trias Politika adalah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan . Pemisahan
kekuasaan ini dilakukan bertujuan mencegah pemusatan kekuasaan pada satu orang
atau kelompok sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa.
Trias politika memisahkan atau membagi kekuasaan menjadi 3 yaitu :
1. Legislatif ( Pembuat Undang-Undang),
2. Eksekutif (Pelaksana Undang-Undang),
3. Yudikatif ( Lembaga yang mengawasi pelaksanaan Undang-Undang)

Praktik Trias Politika dalam dinamika politik di Indonesia


Pada masa orde baru atau masa sebelum amandemen, UUD 1945 menganut
paham pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, bukan pemisahan kekuasaan
yang bersifat horizontal. Pada saat itu ada istilah Lembaga Tertinggi Negara yaitu
MPR yang berada langsung di bawah UUD 1945 dan di bawahnya ada Lembaga
Tinggi Negara yang terdiri dari Presiden dan wakil presiden, DPA, DPR, MA dan
BPK. Dalam perspektif kekuasaan yang bersifat vertikal, prinsip kesederajatan
dan perimbangan kekuasaan tidak bersifat primer karena itu dalam UUD 1945
sebelum amandemen tidak di atur pemisahan yang tegas dari fungsi legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
Adanya Lembaga tertinggi negara yaitu MPR sebagai wujud kedaulatan
rakyat maka Lembaga Tinggi negara bertanggung jawab kepada MPR. Dalam
perjalanan sejarah Indonesia, Presiden adalah mandataris MPR sehingga pada saat
itu jika masa jabatan presiden berakhir maka ada pertanggungjawaban presiden
kepada MPR. MPR juga bisa memberhentikan presiden jika dianggap kurang
layak. Fungsi Lembaga legislatif kurang aktif, lebih banyak hanya melakukan
fungsi pengawasan. Lembaga eksekutif dalam hal ini presiden selain memiliki
kekuasaan pemerintahan juga memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-
undang dan peraturan pemerintah sedang legislatif hanya memberi persetujuan.
Setelah UUD 1945 di amandemen, terjadi perubahan susunan
ketatanegaraan. MPR yang sebelumnya merupakan Lembaga Tertinggi Negara
berubah menjadi Lembaga Tinggi Negara. Sistem Pemerintah Negara Republik
Indonesia menurut UUD 1945 pasca perubahan keempat tahun 2002 telah
menetapkan tentang pembentukan susunan dan kekuasaan/ wewenang badan-
badan kenegaraan adalah sebagai berikut
1) Dewan Perwakilan Rakyat;
2) Dewan Perwakilan Daerah;
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat;
4) Badan Pemeriksa Keuangan;
5) Presiden dan Wakil Presiden;
6) Mahkamah Agung;
7) Mahkamah konstitusi;
8) Komisi Yudisial.
Badan-badan kenegaraan ini kemudian di bagi dalam pembagian kekuasaan
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif atau istilahnya pembagian kekuasaan trias
politika.
Trias Politika di Indonesia membagi kekuasaan menjadi 3 yaitu :
1. Legislatif ( Pembuat Undang-Undang) ,
Lembaga legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang.
Lembaga legislatif terdiri dari MPR (Majelis Permusyawaratan rakyat), DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
2. Eksekutif (Pelaksana Undang-Undang),
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
Lembaga eksekutif dipimpin oleh kepala negara dalam hal ini meliputi
presiden, wakil presiden dan Menteri-menteri yang ditunjuk presiden.
3. Yudikatif ( Lembaga yang mengawasi pelaksanaan Undang-Undang)
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan
Undang-undang. Lembaga yudikatif terdiri dari MK (Mahkamah Konstitusi),
MA ( Mahkamah Agung) dan KY (Komisi Yudisial).
Selain sudah di bagi dalam Lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif ada satu
Lembaga lagi yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak masuk dalam 3
lembaga tersebut atau berdiri sendiri.
Sekarang, bila dilihat struktur ketatanegaraan, MPR ditempatkan sejajar
sebagai parlemen/legislatif yang mempunyai kewenangan dan fungsi yang sama
dengan parlemen lainnya. Fungsi legislatif meliputi fungsi legislasi atau
pengaturan, fungsi pengawasan dan fungsi representasi. Lembaga Eksekutif di
Indonesia meliputi presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang
membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif yaitu mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun
memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Badan Yudikatif Indonesia
berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
Secara teori pembagian kekuasaan trias politika Indonesia sekarang
memiliki kekuasaan yang sejajar secara horizontal karena sudah tidak ada
Lembaga Tertinggi Negara lagi dimana Lembaga tinggi negara harus bertanggung
jawab pada MPR. Kekuasaan trias politika ini ada untuk mengekang kekuasaan
antara Lembaga yang satu dengan Lembaga yang lain supaya tidak ada pemusatan
kekuasaan pada satu titik. Eksekutif tidak punya kewenangan membubarkan
legislatif ataupun sebaliknya. Dan mereka tidak mempertanggungjawabkan
kinerjanya pada siapapun seperti saat dulu Lembaga Tinggi Negara
mempertanggungjawabkan kinerjanya pada MPR. Tetapi pada prakteknya ada
kecenderungan kekuasaan eksekutif yang lebih besar.
Jika dipikirkan lebih jauh, seharusnya mereka bertanggung jawab pada
rakyat, tapi rakyat seperti tidak bisa minta pertanggungjawaban lagi karena tidak
ada Lembaga yang dibuat mewakili rakyat untuk meminta pertanggung jawaban
mereka, atau mungkin lembaganya sudah dikuasai mereka yang berkuasa. Ada
Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat tapi posisi sejajar
sehingga tidak bisa meminta pertanggungjawaban juga. Tidak ada intervensi satu
sama lain, DPR tidak bisa memecat presiden dan presiden tidak bisa
membubarkan DPR. Aturannya dibuat seperti itu. Selesai masa kerja ya sudah
rampung tidak ada pertanggungjawaban apa-apa. Saya jadi ingat saat
pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak MPR di tahun 1999, padahal kalau
di pikir lagi dalam waktu singkat Habibie berhasil menstabilkan politik dan
ekonomi saat itu pasca reformasi tapi ya saat itu di tolak oleh MPR. Kalau
sekarang presiden harus mempertanggungjawabkan kinerjanya juga kira-kira
bagaimana ya? Beserta para Dewan yang katanya wakil rakyat tapi lebih
memikirkan partainya sendiri juga ada pertanggungjawabannya, jangan membuat
undang-undang yang merugikan rakyat. Atau malah Lembaga Yudikatif, yang
harusnya mengadili malah hakim tertangkap menerima suap. Jadi apakah sistem
tatanegara sekarang setelah amandemen lebih baik dari yang dulu? Jadi ragu.
Sebenarnya pelaksanaan trias politika diberbagai negara juga tidak ada
yang murni, karena pelaksanannya menyesuaikan dengan kondisi negara tersebut.
Mungkin termasuk Indonesia juga pelaksanaan trias politikanya sudah
menyesuaikan dengan bangsa Indonesia. Tapi apakah sistem yang sekarang yang
berjalan adalah yang terbaik? Saya jadi bertanya-tanya, atau mungkin terbaik
untuk kalangan tertentu yang berkuasa, elit politik yang berkuasa, kaum oligarki
dan kaum-kaum mereka. Saya jadi bertanya-tanya, mau dibawa kemana
Indonesia.
2. Indonesia menganut sistem demokrasi, tepatnya demokrasi Pancasila. Bagaimana
pendapat Anda tentang penerapan demokrasi saat ini? (Bobot/nilai 25%)

Indonesia adalah negara demokrasi dengan sistem yang di anut adalah


demokrasi Pancasila. Secara konstitusi, Landasan dan teori yang di anut adalah
demokrasi Pancasila. Demokrasi yang berdasarkan pada sila-sila Pancasila. Tapi
apakah pelaksanaanya sudah sesuai dengan teori demokrasi Pancasila itu sendiri?.
Secara praktiknya Indonesia memang sudah melaksanakan demokrasi
dengan diselenggarakannya pemilu atau kadang disebut juga pesta demokrasi. Tapi
pelaksanaannya rasanya belum benar-benar demokrasi Pancasila.. Pemilu di
Indonesia dilaksanakan dengan cara rakyat secara langsung memilih pemimpin
ataupun memilih wakilnya di DPR/DPRD. Secara praktiknya memang seperti itu,
tapi menurut saya sendiri apa yang terjadi di Indonesia saat ini bukan demokrasi
yang sebenar-benarnya demokrasi. Demokrasi sendiri artinya dari rakyaat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Tapi apa yang terjadi sekarang tidak seperti itu. Hanya
kulit luarnya yang dibungkus dengan istilah demokrasi, sistemnya seolah-olah
demokrasi dengan melibatkan rakyat secara langsung tapi hasilnya ya seperti ini
saja. Demokrasi yang hasilnya sudah di setting oleh elit politik atau oligarki untuk
keuntungan kelompok tertentu.
Pemilu yang katanya pesta demokrasi, ya adanya ajang politik uang.
Pemerintahan seperti ini lah yang dihasilkan dari politik uang tersebut. Mereka
yang terpilih karena politik uang lebih memikirkan balik modal dengan proyek-
proyek yang mengatasnamakan rakyat tapi ujung-ujungnya dikorupsi juga. Ada
bantuan BLT dikorupsi, sampai di kementrian Agama juga korupsi semuanya
dikorupsi. Heran saya dengan mereka yang terpilih dari hasil pesta demokrasi yang
ternyata dari rakyat, oleh rakyat tapi tidak untuk rakyat. Sepertinya hamper semua
Lembaga di Indonesia ada kasus korupsi. Apakah Indonesia kekurangan orang
yang jujur?
Mungkin tanpa rakyat mengikuti pemilu pun, pemimpin yang akan menang
juga sudah ditentukan. Suara bisa dibeli, hasil pemilu bisa dimanipulasi. Siapa yang
sedang berkuasa ya merekalah yang jadi penentu kebijakan. Terkadang saya
bertanya-tanya, suara kita itu benar-benar dipakai atau tidak? Ada gunanya apa
tidak? Kok ya yang terpilih sudah bisa ditebak yang diusung oleh siapa? Ingin
sekali melawan itu. Hasil elektabilitas, survey atau apapun seperti tidak nyata
karena hasil pesanan saja, atau tergantung media mana yang menyiarkan dan
mendukung yang mana yaitu yang hasilnya diperlihatkan bagus. Demokrasi yang
sedang berjalan di Indonesia sekarang rasanya tidak cocok dengan demokrasi
Pancasila.
Istilah Oposisi pada pemerintahan untuk partai yang kalah pemilu yang
harusnya bisa jadi pemantau kebijakan pemerintah juga sepertinya sekarang tidak
berjalan. Karena ada istilah bagi-bagi kekuasaan bahkan untuk partai yang kalah
pemilu, atau pun calon yang kalah pemilu. Secara tampak depan bagus, terlihat
kompak dan Bersatu tapi kalua dilihat dari sudut pandang lain kan jadi tidak
konsisten. Lalu kalau pemerintah membuat kebijakan yang tidak sesuai untuk
rakyat, siapa yang mengkritisi? Kalau yang seharusnya bertindak sebagai oposisi
sudah masuk dalam pemerintahan tersebut, jadi tidak ada penyeimbang. Nyatanya
praktik bagi-bagi kekuasaan memang terjadi, dan yang sudah dapat bagian ya harus
mengikuti aturan yang berkuasa. Mungkin kira-kira seperti itu.
Mungkin jika benar-benar berjalan demokrasi Pancasila, demokrasi yang
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang berlandaskan pada sila-sila Pancasila
maka kondisi Indonesia bisa lebih baik, kestabilan politik, ekonomi bisa di capai.
Tapi karena demokrasinya seolah-olah demokrasi Pancasila tapi ternyata hanya
menguntungkan elit politik tertentu, berasa seperti rakyat dibohongi dengan sistem
yang dibuat mereka. Pemilu memilih siapa, yang menang ya yang sudah disiapkan
jadi apa gunanya rakyat memilih langsung? Mereka yang katanya wakil rakyat,di
DPR harusnya berbicara di dewan mewakili rakyat nyatanya banyak yang hanya
mewakili kepentingan golongannya. Apakah mereka sudah benar-benar mewakili
rakyat?. Begitulah Demokrasi di Indonesia, katanya demokrasi Pancasila tapi
pelaksanaannya terlihat seperti demokrasi tapi bukan demokrasi Pancasila yang
sesungguhnya.
Saya justru berharap demokrasi yang dijalankan di Indonesia
disederhanakan. Tidak perlu membuang-buang anggaran untuk pesta demokrasi
gila-gilaan yang justru democrazy. Mungkin kami, rakyat Indonesia belum siap
dengan demokrasi langsung yang justru jadi politik uang yang membuat mental
rakyat jadi seperti ini. Hak suara bisa dibeli dengan uang atau hibah, hadiah,
proyek tertentu. Kenapa pemilu jadi ajang jualan suara apalagi masih banyak
masyarakat yang tidak paham dengan dampak dibelinya suara mereka dengan
lembaran biru atau merah tersebut. Tahunya dapat untuk beli sesuatu yang habis
saat itu, tapi sebenarnya menggadaikan masa depan mereka pada sesuatu yang
belum tentu amanah nantinya. Sesuatu yang dimulai dengan hal yang tidak baik,
maka tidak akan menghasilkan hal yang baik.

3. Politik merupakan masalah yang sangat sentral dan esensial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sebab segala hal ditentukan oleh politik. Tapi dalam
kenyataan, politik sering tidak disukai banyak orang, terutama wanita. Mohon
jelaskan sejumlah pertanyaan berikut ini (Bobot 50%):
a. Nama, tempat Anda bekerja.
b. Alasan mengapa Anda menyukai atau tidak menyukai politik
c. Korelasi politik dengan Sekolah Dasar pada umumnya dan SD tempat Anda
bekerja
d. Harapan Anda tentang politik nasional
e. Harapan Anda tentang pemimpin nasional
f. Harapan Anda tentang kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dengan
politik

Nama saya Muji Iriyani, saat ini saya bekerja sebagai Kepala sekolah di
SD Negeri 1 Banjarkulon Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara.
Apakah saya menyukai politik? Ya saya suka politik, walaupun bukan pakar
politik tapi saya suka mempelajarinya atau mengikuti perkembangannya jika
ada kesempatan. Membaca tentang politik, membahas, mengikuti
perkembangan politik itu jadi membuat kita berfikir dengan lingkungan kita,
apa yang sedang terjadi sebenanrnya? Pengalihan isu kah? Atau ada rencana
lebih besar dibelakangnya. Setidaknya untuk melihat perkembangan terkini ya
kalua bicara politik ya kira-kira apa yang sedang terjadi dengan bangsa ini.
Karena pada dasarnya kita tidak bisa lepas dari politik itu sendiri. Semua
kebijakan pemerintah pun pasti ada hubungannya dengan politik. Politik bisa
diartikan cara atau strategi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Politik ada yang baik dan ada yang buruk tapi kadang juga abu-abu
diantara keduanya. Tapi jika membiarkan politik yang buruk saja yang
berkembang ya bisa kacau. Harus ada orang baik dengan politik baik yang
tujuannya juga baik agar seimbang. supaya politik tidak hanya menguntungkan
segelintir elit politik di negeri ini dan kami rakyat yang tidak bisa berpolitik ya
hanya jadi korban politik. Terkadang semakin samar mana yang baik mana
yang buruk. Mana politik yang berpihak pada rakyat, mana politik yang
berpihak pada golongan karena rakyat di suguhi dengan pencitraan oleh media.
Saya suka politik inginya supaya tidak tertipu dengan politik itu sendiri.
Walaupun suka tapi tidak ada keinginan masuk untuk terjun di dunia politik,
Lebih suka mengamati, sepertinya tidak bakat berpolitik praktis. Saya suka
mengamati dan mengikuti perkembangannya saja, berharap tidak tertipu
dengan politik diluar sana.
Korelasi politik dengan sekolah dasar pada umumnya tentu ada.
Kebijakan-kebijakan yang ada atau diterapkan di sekolah dasar sedikit banyak
pasti ada unsur politiknya. Saya bingung mau menjawab hubungan dari segi
mana, apakah pentingnya pendidikan politik di sekolah dasar atau praktik
politik disekolah dasar itu sendiri. Politik sendiri adalah cara atau strategi
bagaimana caranya meraih tujuan yang kita inginkan tentunya dengan cara
yang baik. Jika dengan menghalalkan segala cara maka menuju pada politik
jahat. Di sekolah saya apakah ada politik? Apakah saya sebagai Kepala sekolah
sebenarnya juga melakukan politik? Sepertinya iya, tentu kaitannya bukan pada
politik praktis yang terkait pada parpol atau pemerintahan tertentu. Contohnya
jika saya ingin wali murid memperhatikan sekolah, maka saya harus
menunjukkan prestasi sekolah yang bagus sehingga ada respon bagus dari wali
murid yang misalkan tujuan saya supaya wali murid berpartisipasi dalam
kegiatan sekolah atau membantu kebutuhan sekolah dan mendukung program-
program sekolah. Untuk mencapai hal tersebut saya harus membuat cara atau
strategi dan bisa dibilang itu berpolitik. Termasuk memanfaatkan potensi guru,
siswa dan warga sekolah untuk memajukan sekolah dengan berbagai kebijakan
yang diambil juga sudah masuk berpolitik. Selain itu bisa juga dengan strategi
mendekati tokoh-tokoh penting disekitar sekolah untuk dilibatkan dalam
kegiatan sekolah, dengan tujuan promosi supaya peserta didik yang masuk di
tahun ajaran baru meningkat. Sebenarnya sekolah juga melakukan politik saat
PPDB, misalnya jemput bola langsung ke TK bahkan dor to dor dari rumah ke
rumah dan dengan memberikan beberapa fasilitas seperti seragam dan
peralatan sekolah supaya anak masuk ke sekolah saya. Bahkan termasuk
keputusan membeli mobil yang digunakan untuk antar jemput siswa
merupakan salah satu strategi untuk tetap mendapat siswa yang jarak agak jauh
atau melewati sekolah lain supaya tetap masuk kesekolah saya. Jadi kebijakan-
kebijakan disekolah yang saya ambil ternyata banyak unsur politiknya sejalan
dengan apa yang dibutuhkan oleh sekolah.
Harapan saya pada politik nasional adalah supaya politik itu bisa
dimanfaatkan untuk sebenar-benarnya untuk kepentingan rakyat. Bagaimana
politik itu menghasilkan pemerintahan yang tidak disetir oleh kelompok
tertentu yang hanya diarahkan menguntungkan segelintir orang yang berkuasa.
Bagaimana politik nasional bisa mensejahterakan rakyatnya, politik bisa
menghasilkan stabilitas politik, ekonomi dan keamanan negara sehingga rakyat
merasa aman dan tidak didzolimi oleh para pelaku politik. Kembali pada arti
demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat yang mana??
Tentu rakyat Indonesia, bukan rakyat negara tetangga. Bagaimana politik
nasional bisa melindungi kami, rakyatnya, warga negaranya dimanapun kami
berada.
Harapan saya tentang pemimpin nasional yang seperti apa? Saya
berharap pemimpin yang berpihak pada rakyat dan bukan pada kepentingan
kelompok yang mengusungnya. Pemimpin yang baiknya bukan hanya
pencitraan saat menjelang pemilu. Pemimpin yang memiliki rencana jauh
kedepan untuk rakyatnya bukan sekedar mencari untung untuk kelompoknya
disaat berkuasa apalagi yang mementingkan tetap mendapat untung bahkan
disaat nanti sudah tidak berkuasa. Tidak menginginkan pemimpin boneka yang
di setir oleh kelompok tertentu . Mau berasal dari partai manapun, saat sudah
terpilih menjadi pemimpin, ya naungilah seluruh rakyatnya bukan hanya rakyat
dari partainya atau hanya mementingkan golongannya. Pemimpin yang
mencintai Indonesia dan benar-benar menghargai perjuangan untuk Indonesia
merdeka. Bukan yang membiarkan atau malah menggadaikan negaranya.
Pemimpin yang tahu tanggung jawabnya sebagai pemimpin bahwa apa yang
dilakukannya sebagai pemimpin akan dipertanggung jawabkan nanti sehingga
benar-benar bisa menjadi tuntunan yang baik. Pemimpin yang amanah.
Pemimpin yang religiusitasnya juga bagus, supaya ingat akan kehidupan
akhirat jadi kebijakannya akan menyeimbangkan kepentinngan dunia dan
akhirat supaya Allah memberi keberkahan kepada kita. Jangan sampai
pemimpin membawa rakyatnya jauh dari agama apalagi menjadi negara
sekuler atau komunis. Tidak ada pemimpin yang sempurna, tapi setidaknya
seorang pemimpin yang mementingkan kepentingan rakyatnya diatas
kepentingan golongannya dan kepentingannya sendiri.
Harapan saya tentang kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat dengan
politik. Saya berharap politik bisa membawa perubahan yang baik, walaupun
tetap tergantung pada siapa yang berpolitik. Saya berharap politik bisa
membawa kesejahteraan pada masyarakat dan kebahagiaan pada masyarakat.
Politik tidak bisa dipisahkan dari ekonomi, bahkan tujuan dari berpolitik
biasanya tidak jauh dari faktor ekonomi dan kekuasaan. Siapa yang berkuasa,
dia akan berpolitik untuk mendapat keuntungan dibidang ekonomi. Alurnya
seperti itu muter-muter saja. Politik baik bisa dimanfaatkan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dan juga kebahagiaan di saat politik tidak
dimanfaatkan hanya untuk kepentingan segelintir orang. Harus banyak orang-
orang yang kuat secara ekonomi dan berpolitik baik sehingga tujuannya bukan
memperkaya diri sendiri melainkan mengabdi untuk masyarakat. Tidak tertarik
korupsi karena sudah merasa cukup. Politik untuk meraih kekuasaan yang
membutuhkan biaya mahal itu justru bisa jadi pemicu korupsi, istilahnya kaya
harus balik modal. Apakah jika politik berawal dari politik yang jujur dan
bersih, tidak perlu politik uang yang membeli suara dalam pemilu, maka politik
di negeri ini akan lebih baik?? .Tapi mungkin mentalitas rakyat Indonesia yang
sudah terbiasa dengan politik uang juga perlu diperbaiki supaya tidak
menggadaikan suaranya dengan nominal sedikit yang dampaknya jangka
panjang. Semoga politik yang di awali dengan hal yang baik bisa membawa
pada kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat untuk kedepannya. Kami
mengharapkan politik yang berpihak pada masyarakat. Politik yang tujuannya
untuk kesejahteraan masyarakat sehingga arti demokrasi dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat benar-benar terealisasi. Politik bisa membawa
kebaikan dengan tujuan dan cara yang baik sehingga politik bisa memberikan
kesejahteraan dan kebahagiaan untuk masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai