Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUKUM TATA NEGARA

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : Rudiadi, SH., MH.

KELOMPOK 1

AISYAH PUTRI INDRA (12120724973)

AUREL DEROSAN (12120723762)

JESSICA PINGKAN (12120725065)

NABILA AZZAHRA (12120724172)

PUTRI SEPHIA RINI (12120723718)

RITA PRASETIANI (12120724239)

ZULMA YUNITA (12120724861)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Presidensil di Indonesia ............................... 5

B. Sistem Pemerintahan Parlementer di Indonesia ............................. 7

C. Sistem Pemerintahan Campuran .................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 16

B. Saran ............................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum bentuk sistem pemerintahan terdiri dari dua sistem
yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan
presidensial. Tetapi dalam berbagai literatur terdapat juga sistem
pemerintahan semi parlementer dan sistem pemerintahan semi presidensial.
Sistem pemerintahan semi lebih identitk dengan sistem pemerintahan
campuran atau hybrid. Sistem pemerintahan semi merupakan sistem
pemerintahan campuran antara presidensial dengan parlementer. Sistem
pemerintahan semi presidensial merupakan campuran dua sistem
pemerintahan yaitu presidensial dan parlementer. Hanya karakter sistem
pemerintahan presidensial lebih kuat di sistem pemerintahan semi
presidensial. Begitu juga sebaliknya tentang sistem pemerintahan semi
parlementer. Jika melihat konstitusi secara utuh maka sistem pemerintahan
Indonesia cenderung kepada sistem pemerintahan Presidensial. Hal tersebut
dikarenakan banyaknya pengaturan di konstitusi yang cenderung terhadap
sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan sesungguhnya merupakan relasi pelaksana
pemerintahan di eksekutif dalam hal ini Presiden dengan pelaksana di
legislative yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat. Artinya sistem
pemerintahan merupakan relasi cabang kekuasaan eksekutif dengan cabang
kekuasaan legislatif. Pengertian tentang sistem pemerintahan tersebut tidak
lepas dari adanya teori tentang cabang kekuasaan dalam sebuah negara.
Teori cabang kekuasaan dalam sebuah negara menyatakan bahwa negara
sesungguhnya mempunyai tiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Legislatif merupakan pembuat undang-undang atau
kebijakan. Eksekutif merupakan pelaksana undang-undang atau kebijakan.
Yudikatif adalah penegak terhadap penyelewengan dari undang-undang
atau yudikatif.

1
Indonesia sesungguhnya menerapkan sistem pemerintahan
presidensial jika berkaca pada Undang-Undang Dasar 1945 setelah
perubahan. Bukti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menerapkan sistem
pemerintahan presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan antara
cabang kekuasaan eksekutif dengan cabang kekuasaan legislatif. Pemisahan
kekuasaan dari dua cabang kekuasaan tersebut adalah indikator penting dari
adanya sistem pemerintahan presidensial. Kekuasaan eksekutif atau
pemerintah yang telah banyak mengalami pemisahan dengan kekuasaan
legislatif merupakan indikator dari sistem pemerintahan presidensial.
Pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif dengan legislaif dapat
dilihat dari adanya Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan. Undang-Undang Dasar
1945 sebelum perubahan memberikan kekuasaan kepada Presiden sebagai
kepala cabang eksekutif untuk membuat undang-undang. Setelah adanya
perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Presiden sudah tidak lagi
mempunyai kewenangan untuk membuat undang-undang. Kewenangan
Presiden hanya mengajukan Rancangan Undang-Undang. Kewenangan
membuat undangundang menurut Undang-Undang Dasar 1945 yang telah
diperubahan adalah merupakan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat
atau DPR. Hal itu merupakan bukti adanya pemisahan kekuasaan dan juga
bukti bahwa sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan Undang-
Undang dasar 1945 adalah sistem pemerintahan presidensial.
Pemilihan Presiden dalam sistem pemerintahan Presidensial yang
tidak dilakukan langsung oleh rakyat pemilih tetapi diserahkan kepada MPR
mengandung beberapa masalah. Seiring dengan perjalanan waktu, terjadi
perubahan di sana-sini. Setelah adanya amandemen Undang-Undang Dasar
1945, rakyat diberikan hak yang lebih istimewa lagi yaitu dapat memilih
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, di mana pada saat berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, hal tersebut adalah
mutlak yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Proses
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bisa dilakukan dengan cara
diusulkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta

2
pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan
Wakil Presiden. Selanjutnya, akhir dari pada proses demokrasi tersebut,
institusi penyelenggaraan pemilihan umum akan mengumumkan pemenang
pemilu dan akan melahirkan satu pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden yang merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia yang
nantinya akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam sistem ini, diambil hal-hal yang terbaik dari sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini
terbentuk dari sejarah perjalanan pemerintahan suatu negara. Jadi, dalam
sistem pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai kepala negara,
juga memiliki perdana menteri, sebagai kepala pemerintahan, untuk
memimpin kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Jika presiden
tidak memiliki posisi dominan dalam sistem pemerintahan ini, maka
presiden hanya sebagai lambang dalam pemerintahan dan kedudukan
kabinet bisa goyah. Berbeda dengan sistim pemerintahan Parlementer dan
Presidensiil yang memiliki banyak contoh praktis dalam ketatanegaraan
dipelbagai negara, maka sistim campuran (hybrid/mixed system) adalah
sistim yang jarang sekali diterapkan. Pengelompokkannya juga bukanlah
pernyataan konstitusi atau founding father/framer constitution dari suatu
negara, melainkan dari pemahaman para pakar terhadap pelaksanaan
praktis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosofi check and balance pada sistem presidensiil di
Indonesia ?
2. Bagaimana sistem parlementer di Indonesia?
3. Apa itu sistem campuran?

3
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana filosofi check and balance sistem
pemerintahan presidensiil di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagiaman sistem pemerintahan parlementer di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui Apa itu sistem pemerintahan campuran

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Presidensil di Indonesia

Indonesia saat ini menganut sistem pemerintahan Presidensil,


dimana adanya pemisahan kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif yang berdasarkan prinsip “checks and balances”, ketentuan
ini tertuang dalam konstitusi, namun tetap diperlukan langkah
penyempurnaan, terutama pengaturan atas pembatasan kekuasaan dan
wewenang yang jelas antara ketiga lembaga Negara tersebut. Penelitian
ini merupakan penelitian hukum normatif, yang menggunakan
pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini, penulis ingin
mengetahui dan membahas berbagai teori dan praktek berdasarkan
UUD 1945 atas pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara teoritis kewenangan lembaga-
lembaga negara di Indonesia mengarah pada sistem pemerintahan
presidensil, namun kemudian secara praktek dalam menjalankan fungsi
dan kewenangan, lembaga negara tidak mencerminkan bahwa sistem
pemerintahan Indonesia menganut pemisahan kekuasaan yang ada
dalam sistem pemerintahan presidensil akan tetapi lebih dekat pada
sistem pembagian kekuasaan. Dengan demikian, ketentuan yang
diterapkan berdasarkan UUD 1945 diperlukan kembali upaya
penyempurnaan, agar secara konsepsional dan prakteknya dapat
berjalan secara ideal.

Indonesia merupakan negara dengan sistem pemerintahan


Presidensial. didasarkan pada kesepakatan pendiri bangsa (founding
father) dalam siding Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPK) pada 29 Mei- 1 Juni dan 10-17 Juli 1945. Sistem
pemerintahan presidensil itu mempunyai ciri-ciri yang khas
sebagaimana dianut di Amerika Serikat. Pertama, sistem itu didasarkan
atas asas pemisahan kekuasaan. Seorang pakar ilmu politik Amerika
Serikat menyatakan it is based upon the separation of power principle.

5
Yang kedua, tidak ada pertanggungjawaban bersama antara Presiden
sebagai pemimpin eksekutif dengan anggota anggotanya. Anggota-
anggota yang bernama menteri itu sepenuhnya bertanggungjawab
kepada Presiden. Yang ketiga, Presiden tidak dapat membubarkan DPR
dan yang keempat, Presiden itu dipilih oleh Dewan Pemilih.

Prinsip checks and balances ini dapat dioperasionalkan melalui cara-


cara, sebagai berikut:

a. Pemberian kewenangan untuk melakukan tindakan kepada lebih


dari satu lembaga misalnya kewenangan pembuatan undang-undang
diberikan kepada pemerintahan dan parlemen
b. pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih
dari satu lembaga misalnya efektif dan legislative
c. upaya hukum investment lembaga yang satu terhadap lembaga
lainnya yang
d. pengawasan langsung dari satu lembaga terhadap lembaga negara
lainnya seperti eksekutif diawasi oleh legislatif
e. pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai lembaga
pemutus perkara sengketa kewenangan antara lembaga eksekutif
dan legislative
Dengan berdasar uraian tersebut, maka sistem pemerintahan
adalah hubungan antara penyelengara negara atau lembaga-lembaga
yang melaksanakan kegiatan pemerintah dalam arti luas dalam suatu
tatanan untuk mencapai tujuan negara dengan adanya pemisahan
kekuasaan yang dapat menjamin kehidupan bernegara. Secara lebih
khusus lagi, hubungan tersebut akan dikaitkan antara lembaga
eksekutif dan lembaga legislatif yang kemudian dituangkan dalam
naskah konstitusi.

6
B. Sistem Parlementer di Indonesia
Sistem pemerintahan adalah pola pengaturan hubungan antara
lembaga Negara yang satu dengan lembaga negara yang lain atau bila
disederhanakan ialah hubungan antara lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Hubungan itu meliputi hubungan hukum, hubungan
organisasi, hubungn kekuasaan maupun hubungan fungsi. Sistem
pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara
lembaga-lembaga negara, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Sistem pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Sistem pemerintahan ini pada
era demokrasi modern dapat dibagai dalam tiga kelas, tergantung pada
hubungan antara organ-organ pemerintahan yang mewakili tiga fungsi
yang berbeda, yaitu: Pertama, pemerintahan rakyat melalui perwakilan
dengan sistem parlementer. Kedua, pemerintahan rakyat melalui
perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaan atau sistem
presidensial. Ketiga,pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan
disertai pengawasan langsung oleh rakyat.
Mencermati kajian tentang sistem pemerintahan parlementer,
perbedaan model yang ada tidak banyak dipersoalkan, karena itu kajian
lebih banyak diarahakin pada karakter umum sistem pemerintahan
parlementer, objek utama yang diperebutkan adalah parlemen, berkaitan
dengan itu, pemilihan umum parlemen menjadi sangat penting karena
kekuasaan eksekutif mungkin dapat diperoleh setelah partai konsestan
pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam parlemen
seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh suara
mayoritas beberapa partai politik bergabung (koalisi) untuk membentuk
kabinet. Untuk mendalami karakter sistem pemerintahn parlemen, tidak
cukup dengan hanya memperhatikan parlemen sebgai objek utama yang
diperebutkan sistem parlementer merupakan sistem dan menterinya
bertanggung jawab kepada parlemen ditambah dengan kekuasaan yang
lebih kepada parlemen. Dengan argumentasi ini, sistem pemerintahan
parlementer, badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama

7
lain, kabinet sebagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab
diharap mencerminkan kekuatan- kekuatan politik dalam legislatif yang
mendukungnya dan mati-hidupnya kabinet bergantung kepada
dukungan dalam badan legislatif.
Sistem pemerintahan parlementer didasarkan atas asas defusion of
powers. Jadi presidensiil separation of powers, parlementer defusion of
powers. Pada sistem parlementer, baik pemerintah maupun parlemen itu
dapat saling membubarkan. Pemerintah dapat dibubarkan oleh parlemen
apabila tidak mendapat dukungan mayoritas dari anggota parlemen,
parlemen pun dapat dibubarkan oleh pemerintah melalui kepala negara
apabila dianggap tidak mencerminkan lagi aspirasi rakyatnya. Sistem
parlementer kepala pemerintahannya adalah Perdana Menteri, sebagai
kepala eksekutif yang ditetapkan oleh kepala negara, apakah itu
Presiden, atau dengan sebutan seperti raja. Sistem parlementer menjadi
bagian dari sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia sejak
tahun 1949-1959 dengan konstitusi berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949
dan UUD 1950.

Prinsip pokok ataupun karakteristik umum dibawah ini dapat


memberikan kita kemudahan untuk mengetahui bahwa sistem
pemerintahan yang dianut suatu Negara tersebut merupakan sistem
pemerintahan parlementer antara lain yaitu:
a. Hubungan antara lembaga parlemen dan pemerintah tidak murni
terpisahkan;
b. Fungsi eksekutif dibagi kepada dua bagian, yaitu kepala pemerintah
dan kepala Negara;
c. kepala pemerintah andiangkat oleh kepala Negara;
d. kepala pemerintahan mengangkat menteri-Menteri sebagi satu-
kesatuan institusi yang bersifat kolektif;
e. Menteri biasanya berasal dari anggota parlemen;

8
f. Pemerintah berrtanggung jawab kepada parlemenm bukan kepada
rakyat pemilih karena, pemerintah tidak dipilih oleh rakyat
pemerintah juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui parlemen;
g. Kepala pemerintahan dapat meemeberikan pendapat kepada kepala
Negara untuk membubarkan parlemen;
h. Dianutnya prinsip supermasi parlemen sehingga kedudukan
parlemen dianggap lebih tinggi dari pada bagian-bagian dari
pemerintahan;
i. Sistem kekuasaan negara terpusat pada parlemen.

Kelebihan dari sistem pemerintahan parlemen adalah:

• Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan


publik sangat jelas.
• Pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet.
• Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi
penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
• Kekurangan pemerintahan parlementer

Sistem pemerintahan parlementer juga memiliki kekurangan,


sebagai berikut:

• Kedudukan badan eksekutif atau kabinet tergantung pada mayoritas


dukungan parlemen, sehingga dapat dijatuhkan parlemen sewaktu-
waktu.
• Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak ditentukan
berakhir sesuai dengan masa jabatannya.
• Kabinet dapat mengendalikan parlemen, jika para anggota kabinet
merupakan anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas.

9
Demokrasi Pemerintahan Parlementer di Indonesia

Tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS), yang


merupakan bentuk negara hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar
(KMB) dan pengakuan kedaulatan dengan Belanda, resmi dibubarkan.
Abdurakhman dan kawan-kawan menyebutkan bahwa RIS kemudian
diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seiring
dengan itu, sistem pemerintahannya pun berubah menjadi Demokrasi
Parlementer dan berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950.

Menurut tulisan Ahmad Muslih dan kawan-kawan dalam Ilmu


Pengetahuan Sosial (2015:96), pada masa Demokrasi Parlementer,
muncul partai-partai politik baru yang bebas berpendapat serta
mengkritisi pemerintahan. Kendati awal kelahiran semua partai ini
merupakan semangat revolusi, namun akhirnya mengakibatkan
persaingan tidak sehat. Bahkan, bisa dikatakan ketika masa itu
indoneisa mengalami ketidakstabilan pemerintahan.

Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia (1950-1959)

Secara garis besar, kabinet-kabinet di Indonesia terbagi menjadi


tujuh era di bawah pimpinan perdana menteri. Setiap periodenya pasti
memiliki permasalahannya masing-masing. Berikut ini ketujuh masa
tersebut:

1. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951) Kabinet ini berupaya


sekuat tenaga melibatkan semua partai yang ada di parlemen.
Namun, Mohamad Natsir selaku perdana menteri ternyata
kesulitan memberikan posisi kepada partai politik yang
berseberangan. Natsir adalah tokoh Masyumi, partai Islam yang
amat kuat saat itu. Usahanya untuk merangkul Partai Nasional
Indonesia (PNI) selalu saja kandas. Remy Madinier dalam Islam
and Politics in Indonesia: The Masyumi Party Between Democracy
and Integralism (2015) menyebutkan, PNI memang kerap
berseberangan pandangan dengan Masyumi. PNI bahkan
melakukan tuntutan terhadap Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun
1950 yang dilkeluarkan Natsir. Sebagian besar parlemen berpihak
kepada PNI sehingga akhirnya Natsir mengundurkan diri dari
jabatannya.

10
2. Kabinet Sukiman (April 1951-Februari 1952) PNI mendapatkan
posisinya dalam kabinet ini. Namun, sama seperti sebelumnya
masih terdapat masalah. Sama seperti Natsir, Sukiman
Wiryosanjoyo sang perdana menteri adalah orang Masyumi.
Beberapa kebijakan Sukiman ditentang oleh PNI, bahkan
kabinetnya mendapatkan mosi tidak percaya dari partai politik
yang dibentuk oleh Sukarno tersebut. Kabinet Sukiman berakhir
pada 23 Februari 1952.

3. Kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953) Pada masanya, Wilopo


selaku perdana menteri berhasil mendapatkan mayoritas suara
parlemen. Tugas pokok Wilopo ketika itu menjalankan Pemilu
untuk memilih anggota parlemen dan konstituante. Akan tetapi,
sebelum Pemilu dilaksanakan, Kabinet Wilopo gulung tikar.

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli 1953-Juli 1955) Ali


Sastroamidjojo melanjutkan tugas kabinet sebelumnya untuk
melaksanakan Pemilu. Pada 31 Mei 1954, dibentuk Panitia
Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Rencananya kala itu, Pemilu
akan diadakan pada 29 September (DPR) dan 15 Desember
(Konstituante) 1955. Akan tetapi, lagi-lagi seperti yang dialami
Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar pada Juli 1955
dan digantikan dengan Kabinet Burhanuddin Harahap di bulan
berikutnya.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955- Maret 1956)


Burhanuddin Harahap dengan kabinetnya berhasil melaksanakan
Pemilu yang sudah direncanakan tanpa mengubah waktu
pelaksanaan. Pemilu 1955 berjalan relatif lancar dan disebut-sebut
sebagai pemilu paling demokratis. Kendati begitu, masalah
ternyata terjadi pula. Sukarno ingin melibatkan PKI dalam kabinet
kendati tidak disetujui oleh koalisi partai lainnya. Alhasil, Kabinet
Burhanuddin Harahap bubar pada Maret 1956.

11
6. Kabinet Ali Sastoamidjojo II (Maret 1956-Maret 1957) Berbagai
masalah juga dialami Kabinet Ali Sastoamidjojo untuk kali kedua
ini, dari persoalan Irian Barat , otonomi daerah, nasib buruh,
keuangan negara, dan lainnya. Ali Sastroamidjojo pada periode
yang keduanya ini tidak berhasil memaksa Belanda untuk
menyerahkan Irian Barat. Kabinet ini pun mulai menuia kritik dan
akhirnya bubar dalam setahun.

7. Kabinet Djuanda (Maret 1957-Juli 1959) Terdapat 5 program kerja


utama yang dijalankan Djuanda Kartawijaya, yakni membentuk
dewan, normalisasi keadaan Indonesia, membatalkan pelaksanaan
KMB, memperjuangkan Irian Barat, dan melaksanakan
pembangunan. Salah satu permasalahan ketika itu muncul ketika
Deklarasi Djuanda diterapkan. Kebijakan ini ternyata membuat
negara-negara lain keberatan sehingga Indonesia harus melakukan
perundingan terkait penyelesaiannya.

Akhir Demokrasi Parlementer

Singkatnya waktu periode pemerintahan kabinet-kabinet membuat


keadaan politik Indonesia tidak stabil, bahkan hal ini ditakutkan
berimbas pada segala aspek lain negara. Hal tersebut akhirnya
terselesaikan setelah Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
pada 5 Juli 1959. Di dalamnya, termuat bahwa Dewan Konstituante
dibubarkan dan Indonesia kembali ke UUD 1945 alias meninggalkan
UUDS 1950. Selain itu, dibentuk juga Majelis Permusyaratan Rakyat
Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS). Demokrasi Liberal yang sebelumnya sudah membawa
kekacauan terhadap stabilitas pemerintahan akhirnya digantikan
dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang berlaku sejak 1959 hingga
1965.

12
C. Sistem Campuran
Pemerintahan campuran (atau konstitusi campuran) adalah sebuah
bentuk pemerintahan yang mencampur unsur-unsur demokrasi,
aristokrasi, dan monarki. Gagasan tersebut dipopulerkan pada zaman
klasik dalam rangka mendeskripsikan stabilitas, inovasi dan kesuksesan
republik sebagai sebuah bentuk pemerintahan yang dikembangkan di
bawah konstitusi Romawi.
Tak seperti demokrasi, aristokrasi atau monarki klasik, di bawah
pemerintahan campuran, para penguasa dipilih oleh warga negara
ketimbang meraih jabatan mereka melalui warisan atau sortisi(pada
masa Yunani-Romawi, sortisi dianggap sebagai karakteristik utama
demokrasi klasik).
Konsep dari pemerintahan campuran dipelajari pada masa
Renaisans dan Abad Pencerahan, oleh Machiavelli, Vico, Kant, Hobbes
dan lain-lain. Konsep tersebut merupakan teori paling berpengaruh pada
kalangan pendukung republikanisme. Berbagai sekolah menyebut
negara-negara modern, seperti EU dan AS, sebagai negara yang
memegang konstitusi campuran.
Plato dalam bukunya The Republic membagi pemerintahan dalam
lima jenis dasar (empat merupakan bentuk yang telah ada dan satu
merupakan bentuk gagasan Plato, yang berdiri "hanya dalam pidato"):
• demokrasi: pemerintahan oleh beberapa orang
• oligarki: pemerintahan oleh sedikit orang
• timokrasi: pemerintahan oleh orang-orang yang dihargai atau
dihormati
• tirani: pemerintahan oleh satu orang untuk dirinya sendiri
• aristokrasi: pemerintahan oleh orang terbaik (bentuk gagasan
pemerintahan buatan Plato)

13
Dalam sistem ini, diambil hal-hal yang terbaik dari sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.
Sistem ini terbentuk dari sejarah perjalanan pemerintahan suatu negara.
Jadi, dalam sistem pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai
kepala negara, juga memiliki perdana menteri, sebagai kepala
pemerintahan, untuk memimpin kabinet yang bertanggung jawab
kepada parlemen. Jika presiden tidak memiliki posisi dominan dalam
sistem pemerintahan ini, maka presiden hanya sebagai lambang dalam
pemerintahan dan kedudukan kabinet bisa goyah.
Berbeda dengan sistim pemerintahan Parlementer dan Presidensiil
yang memiliki banyak contoh praktis dalam ketatanegaraan dipelbagai
negara, maka sistim campuran (hybrid/mixed system) adalah sistim
yang jarang sekali diterapkan. Pengelompokkannya juga bukanlah
pernyataan konstitusi atau founding father/framer constitution dari
suatu negara, melainkan dari pemahaman para pakar terhadap
pelaksanaan praktis. Contoh negara yang menerapkan sistem
pemerintahan campuran ini adalah negara Prancis.
1. Ciri-ciri Sistem pemerintahan campuran
I Md. Pasek Diantha berpendapat bahwa terdapat 3 ciri utama dari
sistim campuran, yaitu:
a. Menteri-menteri dipilih oleh Parlemen.
b. Lamanya masa jabatan eksekutif ditentukan dengan pasti dalam
konstitusi.
c. Menteri-menteri tidak bertanggung jawab baik kepada parlemen
maupun kepada presiden
Menurutnya sistim pertama adalah ciri pokok sistim pemerintahan
parlementer, ciri kedua dianut oleh sistim presidensiil sedangkan ciri
ketiga merupakan ciri khas sistim campuran yang tidak dianut oleh
kedua sistim lainnya.

14
2. Kekurangan sisitem pemerintahan campuran
Sebagai sebuah sistim bentukan manusia tentu saja sistim Hybrid
juga memiliki kekurangan dan kelebihan sebagaimana juga sistim
pemerintahan lainnya. Kekurangan sisitim campuran ini adalah:
a. lines of authority, what is the president's realm and the PMs? De
Gaulle as pres never accepted that there were limits to what he
could do executively. "Clearly, it is the president alone who holds
and delegates the authority of the State."
b. Cohabitation could lead to immobilism or conflict (though 1997 to
2002 cohabitation between Gaullist president Chirac-foreign
affairs, Europe-and Socialist PM Jospin-socio-economic affairs-
relatively harmonious). Earlier Mitterand cohabitation: accept
what government proposed as long as within the limits of fair and
honest government.
3. Kelebihan sisitem pemerintahan campuran
Kekurangan dari ketidak jelasan pengaturan pemerintahan yang
dapat menimbulkan perpecahan diantara dual executive juga memiliki
sisi positif dalam menjaga pemerintahan, yaitu:
a. Stronger more decisive and competent government than
parliamentary system as operated under earlier Third and Fourth
Republics
b. Can have more technocratic ministers (professionals in area of
authority). Melalui Konstitusi Republik Ke-lima, Prancis dapat
berkembang dengan sangat luar biasa pasca 1958. Hal itu disebabkan
dibatasinya kekuasaan politik dari sistim multipartai yang dianut
konstitusi sebelumnya. Kalangan professional menjadi kunci
perkembangan Prancis seperti saat ini. Model mixed Prancis tersebut
pada awal 1990 banyak ditiru oleh negara-negara eropa Timur.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-
lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain
menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga
negara dalam suatu sistem politik meliputi 3 institusi pokok, yaitu eksekutif
legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain
seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri. Pembagian sistem
pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan
ministerial (parlemen).
1. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Pada sistem pemerintahan Presidensial, presiden memegang fungsi
ganda, yaitu sebagai kepala negara dan sekaligus sebagai kepala
pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensial memisahkan kekuasaan
yang tegas antara lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga
antara yang satu dengan yang lain seharusnya tidak dapat saling
mempengaruhi. Terkait dengan hal itu, segala keputusan-keputusan
penting dalam sitem pemerintahan Presidensial dapat dibuat dengan atau
tanpa pertimbangan anggota kabinet. Pemisahan kekuasaan antara
legislatif, eksekutif, yudikatif biasa kita sebut sebagai trias politica.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
Pada sistem parlementer, baik pemerintah maupun parlemen itu
dapat saling membubarkan. Pemerintah dapat dibubarkan oleh parlemen
apabila tidak mendapat dukungan mayoritas dari anggota parlemen,
parlemen pun dapat dibubarkan oleh pemerintah melalui kepala negara
apabila dianggap tidak mencerminkan lagi aspirasi rakyatnya. Sistem
parlementer kepala pemerintahannya adalah Perdana Menteri, sebagai
kepala eksekutif yang ditetapkan oleh kepala negara, apakah itu Presiden,
atau dengan sebutan seperti raja. Sistem parlementer menjadi bagian dari
sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia sejak tahun 1949-

16
1959 dengan konstitusi berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949 dan UUD
1950.
3. Sistem pemerintahan Campuuran
Sistem pemerintahan campuran merupakan bentuk variasi dari
sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial.
Hal tersebut disebabkan karena keadaan dan situasi yang berbeda dari
masing-masing negara, sehingga melahirkan ciri-ciri yang terdapat
dalam kedua sistem pemerintahan tersebut. Artinya sistem pemerintahan
campuran ini bukanlah merupakan bentuk dari yang sebenarnya, ini
merupakan modifikasi dari sistem parlementer atau pun sistem
presidensial. Di dalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para
menteri termasuk Perdana Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada
saat yang sama Perdana Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan
dari parlemen seperti dalam sistem parlementer. Jadi pada sistem
campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya sebagai seremonial saja,
tetapi turut serta di dalam pengurusan pemerintahan, adanya pembagian
otoritas di dalam eksekutif.

B. Saran
Sebagai penulis pemula, tidak di pungkiri bahwa penulisan ini

sangat jauh dari kesempurnaan, karena untuk mendapatkan sebuah hasil

penulisan yang sempurna memerlukan bekal ilmu pengetahuan yang tinggi

di samping dana dan waktu, ruang lingkup yang terlalu sempit tidak dapak

membahas secara luas mengenai sistem pemerintahan Indonesia ini dan

perlu pengkajian yang lebih dalam lagi. Apa yang dipaparkan dalam tulisan

ini hanya sedikit kesimpulan dari pembahasan sistem pemerintahan di

Indonesia.

17
Adapun beberapa saran dari penulis yang sekiranya bermanfaat buat

pembaca yaitu :

1. Penulisan makalah Hukum Tata Negara sistem pemerintahan Indonesia

tentu masih sangat banyak untuk di kaji atau dibahas dan diteliti.

2. Jangan pernah menyerah dalam melakukan perjuangan karena memang

rintangan pasti ada dan kita harus bisa mengalahkan diri kita sendiri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, 2009, Depok :


PT RajaGrafindo Persada
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, 1981, Jakarta : Pusat Studi Tata Negara, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
S. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, 1983, Jakarta : Bina Aksara
R. M. Ananda B. Kusuma, Sistem Pemerintahan Indonesia, dalam
Jurnal Konstitusi, 2004, Vol. 1, No. 1, hal. 56., Mahkamah Konstitusi
RI, Jakarta
Jurnal Tinjauan pustaka Sistem Pemerintahan Parlemnter dan
Presidensil UMM
Raja Chaesar Perbedaan Sistem Parlementer, Sistem Presidentil dan
Sistem Campuran. (Universitas Ekassakti-AAI).

19

Anda mungkin juga menyukai