Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1

Hukum Tata Negara


HKUM4201

Nama : Pandu Setiawan

NIM : 049513989

Prodi : Ilmu Hukum

Semester : 3 (tiga)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2024
1. Berikan analisis anda mengapa sistem pemerintahan presidensial memiliki stabiltas tinggi?
Berikan alasannya.

Jawaban :

Sistem presidensial diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara.


Contohnya Indonesia serta Amerika Serikat. Setiap sistem pemerintah tentu memiliki kelebihan
dan kekurangan, termasuk presidensial. Presidensial berkaitan dengan pembagian kekuasaan,
yakni eksekutif, legislatif, serta yudikatif, dengan menjalankan peran dan wewenangnya masing-
masing. Pembagian kekuasaan ini lebih dikenal dengan istilah trias politica.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :

1) Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen
2) Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun,
dan Presiden Indonesia adalah lima tahu
3) Masa pemilihan umum lebih jelas dengan jangka waktu tertentu
4) Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya
5) Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri

Sistem presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem
pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah
dengan kekuasaan legislatif.

Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur
yaitu:

1. Presiden yang dipilih rakyat


2. Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
3. Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan
karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme
untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan
terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia
diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.

Penerapan sistem pemerintahan presidensial di negara-negara dunia dapat berbedabeda,


sebagian ada yang menerapkan sistem presidensial dikombinasikan dengan sistem dwi partai,
sebagian lagi ada yang menerapkan sistem presidensial dikombinasikan dengan sistem
multipartai. Dalam penerapan sistem pemerintahan presidensial yang dikombinasikan dengan
sistem multipartai, maka yang perlu dipahami bahwa sistem multipartai merupakan struktur
politik, sedangkan sistem presidensial merupakan struktur konstitusi. Kedua struktur ini berada
pada level yang sama dan setara. Implikasi utama penerapan sistem multipartai adalah tingkat
pelembagaan kepartaian rendah dan kekuatan politik di parlemen cenderung terfragmentasi.
Fragmentasi kekuatan politik sangat sulit dihindari dalam sistem multipartai yang memiliki
tingkat kemajemukan partai cukup tinggi. Sebab, kekuatan politik di parlemen cenderung
terdistribusi secara merata, sehingga akan sulit memperoleh kekuatan mayoritas dalam
parlemen.

Konsekuensinya, partai harus melakukan koalisi, baik di pemerintahan (kabinet) maupun di


parlemen. Di sisi yang lain ada institusi presiden (lembaga kepresidenan), personalitas, dan gaya
kepemimpinan presiden. Struktur politik (sistem multipartai) dan struktur konstitusi (sistem
presidensial) ini akan mempengaruhi corak dan perilaku institusi kepresidenan dan personalitas
presiden, dan sebaliknya. Idealnya, untuk menjaga stabilitas pemerintahan dalam struktur
politik presidensial, partai presiden haruslah partai mayoritas, yaitu partai yang didukung suara
mayoritas di parlemen. Kekuatan mayoritas ini diperlukan dalam parlemen, untuk menjamin
stabilitas pemerintahan presiden terpilih agar presiden mudah mendapatkan dukungan secara
politik dari parlemen guna melancarkan kebijakan politik yang dibuat presiden. Namun, suara
mayoritas ini sulit diperoleh oleh partai presiden dalam situasi multipartai, kecuali
mengandalkan koalisi partai politik di parlemen dan kabinet agar dapat meraih suara mayoritas
untuk menjamin stabilitas pemerintahan. Kedua, Indikator Sistem Presidensial yang Efektif.

Efektivitas Sistem Presidensial sebenarnya 2 ditentukan oleh dua dimensi :


1. Efektivitas Sistem ( Institusional ) : bahwa relasi antar aktor dan institusi presidensialisme
berjalan sesuai aturan.
2. Efektivitas Personalitas Presiden (Non Institusional ) : menyangkut kemampuan dan karakter
personal presiden dalam menerapkan presidensialisme sesuai rumusan konstitusi.

2. Jelaskan sistem pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia?

Jawaban :

Indonesia saat ini menganut system pemerintahan presidensial, dimana adanya pemisahan
kekuasaan yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif yang berdasarkan prinsip“checks and
balances”, ketentuan ini tertuang dalam konstitusi, namun tetap diperlukan langkah
penyempurnaan, terutama pengaturan atas pembatasan kekuasaan dan wewenang yang jelas
antara ketiga lembaga negara tersebut.

Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan dalam perjalanannya telah mempraktikkan tiga
sistem politik dan pemerintahannya, baik itu parlemeneter, presidensil, maupun semi
presidensil. Namun demikian, tujuan yang dikehendaki agar Indonesia menjadi salah satu negara
yang lebih demokratis nyatanya berkata sebaliknya. Hal ini dikarenakan, sistem politik dan
pemerintahan yang diharapkan mampu menaungi kepentingan seluruh rakyat Indonesia
mengalami stagnansi pada permasalahan mekanisme dan personal-personalnya itu sendiri yang
belum memaksimalkan kemampuannya. Hal ini bisa dibuktikan dengan tiga argumen penting.

Pertama, pada masa demokrasi liberal (pasca-kemerdekaan) sistem yang digunakan adalah
presidensil, tetapi dirubah oleh Moh. Hatta melalui Maklumat X sehingga sistem yang digunakan
menjadi parlementer. Akan tetapi, ekspektasi Presiden Soekarno dengan adanya parlemen tidak
memiliki imbas yang signifikan. Sebab, parlemen seharusnya mampu mengimbangi kinerja
eksekutif (sebagai checks and balances) menghadapi pelbagai masalah, yaitu: dalam
pengelolaan negara tidak efektif. Artinya, parlemen hanya berfungsi sebagai pemelihara
eksistensi kekuasaan eksekutif dibandingkan berusaha untuk memperbaiki dan memajukan
kinerja serta posisinya sebagai lembaga perwakilan rakyat. Kemudian, sumbangsi parlemen
terhadap rakyat dalam memulihkan traumatik dan memperbaiki taraf kehidupannya juga belum
realistis. Dengan kata lain, hasil pemilu demokratis di tahun 1955 tidak didampingi oleh
kemampuan parlemen untuk mendorong kemajuan Indonesia. Alhasil, presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit presiden di tahun 1959 untuk membubarkan parlemen sekaligus
membangun sistem presidensil utuh meskipun parlemen dibentuk kembali, tetapi kekuasaannya
telah didistorsikan sedemikian rupa menjadi terbatas.

Kedua, penerapan sistem presidensil penuh dimanfaatkan oleh pemerintahan Soeharto dalam
demokrasi ‘Pancasila’ dengan membatasi sekaligus memisahkan parlemen dengan kekuasaan
eksekutif. Dalam arti iini, parlemen posisinya tidak ditiadakan –kekuasaan parlemen secara
simbolik ada, tetapi kinerjanya hanya sebagai pengabsah program atau rencana tindakan
kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu, penerapan sistem presidensil pada akhirnya keluar dari
eksistensinya sendiri karena sistem presidensil seharusnya dapat memposisikan kekuasaan
eksekutif dan kekuasaan legislatif secara seimbang. Dengan kata lain, penerapan sistem yang
dimaksudkan dapat dikategorikan sebagai ‘semi presidensil’ bukan presidensil secara utuh dan
dalam hal ini juga pada kekuasaan di masa demokrasi terpimpin.

Ketiga, pasca-rezim ‘semi presidensil’ dilengserkan di tahun 1998 yang mana presiden Soeharto
digantikan oleh presiden B.J Habibie mengambil sebuah tindakan cepat dengan menguatkan
parlemen sedemikian rupa sehingga ‘seolah olah’ menjadi sebuah ajang ‘balas dendam’ yang
sebelumnya dimarjinalkan. Parlemen yang dikuatkan berkorespondensi dengan
penyelenggaraan pemilu yang demokratis yang diikuti oleh beragam partai politik dalam arti
sebagai ejawantah multikulturalisme Indonesia baik suku, ras, agama, keyakinan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila peserta pemilu di tahun 1999
membludak hingga 48 peserta.

Sumber Referensi :

1) Buku Materi Pokok Hukum Tata Negara Universitas Terbuka


2) https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5771168/apa-itu-sistem-monarki-
inipenjelasan-jenis-dan-contoh-negaranya
3) https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_parlementer
4) https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_presidensial
5) Desain Sistem Pemerintahan Presidensial Yang Efektif Retno Saraswati Universitas
Diponogoro
6) Jurnal Semi Presidensil:Paradoks Sistem Pemerintahan di Indonesia Yulion Zalpa UIN
Raden Fatah

Anda mungkin juga menyukai