Anda di halaman 1dari 8

SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA DAN PENGAWASANNYA

BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sistem presidensial yang berlaku
di Indonesia dan pengawasannya dalam perspektif Hukum Tata Negara yang
berperan sebagai pengawas berjalannya penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
di negara Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan
pendekatan library research atau sumber data sekunder dalam pengumpulan
datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam sistem presidensial di
Indonesia, Presiden memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar kedudukan
eksekutif. Di samping itu, Hukum Administrasi Negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan, termasuk pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap
pejabat pemerintahan menunjukkan betapa pentingnya keberadaan hukum tata
negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik dan berkeadilan.

ABSTRACT

This study aims to explain the presidential system that applies in Indonesia
and its oversight in the perspective of Constitutional Law which acts as a supervisor
for the implementation of government power in Indonesia. This study uses a
normative method with a library research approach or secondary data sources in
collecting data. The results of the research show that in the presidential system in
Indonesia, the President has a broader role than just an executive position. In
addition, State Administrative Law in administering government, including
regulation, supervision, and law enforcement against government officials shows
how important the existence of state administrative law is in creating good and just
governance.

Kata kunci: Presidensial, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara.

PENDAHULUAN
Seluruh negara pasti memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan dan cita-
cita negara, dalam menunjukkan kedaulatan dan kemerdekaan yang dimilikinya,
termasuk negara Indonesia. Untuk memenuhi keinginan tersebut, negara Indonesia
yang telah menyatakan proklamasi kemerdekannya sejak 17 Agustus Tahun 1945
berupaya membangun negara melalui aspek pemerintahannya. Pembangunan
negara yang mulai dari tahap perencanaan, penetapan, pengimplementasian, sampai
evaluasi dilakukan untuk mencapai pembangunan yang maksimal, tentunya dengan
didukung oleh pemerintahan yang baik pula.
Pemerintahan secara luas, didefinisikan oleh Pamudji dalam Astomo
(2014), merupakan kegiatan memberikan perintah atau memerintah yang dijalankan
oleh suatu badan, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, demi ketercapaian tujuan
nasional. Lebih sempit lagi, pemerintahan dapat didefinisikan sebagai kegiatan
memerintah oleh badan eksekutif beserta aktor-aktor pendukungnya demi
ketercapaian tujuan dari pemerintahan nasional. Di sisi lain, pendapat Pinto dalam
Astomo (2014) memyatakan bahwa pemerintahan merupakan sebuah praktik
membentuk kekuasaan dan kewenangan yang dilakukan pemerintah, sebagai
bentuk dalam mengelola kebutuhan pemerintahan baik secara umum maupun
khusus dalam sektor pembangunan ekonomi.
Apabila dihubungkan dengan konsepsi sebuah sistem, pemerintah
merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang saling berhubungan dan bekerja
sama untuk mencapai tujuan. Tujuan negara jelas untuk menjamin kelangsungan
hidup komponen-komponen negara. Pemerintah dan rakyat adalah peserta utama
dalam pemerintahan. Akibatnya, pemerintah secara keseluruhan dapat dianggap
tersusun dari unsur-unsur di dalam pemerintahan yang ikut serta dalam kegiatan
pemerintahan dan saling berhubungan guna mencapai tujuan yang berkaitan dengan
tujuan pemerintahan (Anangkota, 2017).
Sri Seomantri dalam Yani (2018) menjelaskan sistem pemerintahan sebagai
kesatuan hubungan antara badan eksekutif dan legislatif yang memiliki perbedaan
yang signifikan dalam sistem pemerintahan secara presidensiil dan parlementer.
Sistem presidensial didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan serta tidak ada
tanggung jawab bersama antara presiden sebagai pimpinan eksekutif dan
anggotanya. Sedangkan pengertian pemerintahan parlementer didasarkan pada asas
desentralisasi kekuasaan. Jadi presiden membagi kekuasaan, dan parlemen
membagi kekuasaan. Dalam sistem parlementer, pemerintah dan parlemen dapat
saling membubarkan.
Masing-masing sistem pemerintahan berdasarkan klasifikasi tersebut
mempunyai kelemahan dan kelebihan yang menjadi konsekuensi atas dipilihnya
salah satu sistem dalam penyelenggaraan suatu negara. Sebagaimana Indonesia
yang telah memilih sistem pemerintahan presidensial, berkenaan dengan makna
tersirat dari pasal 4 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 Bab III tentang kekuasaan
pemerintahan negara, dimana disebutkan bahwa pemegang kekuasaan
pemerintahan berdasarkan UUDD 1945 adalah Presiden Republik Indonesia.
Sehingga dapat diketahui bahwa presiden memiliki peran sebagai kepala
pemerintahan merangkap kepala negara yang merupakan karakteristik utama dalam
sistem pemerintahan presidensial (Kodiyat, 2022).
Dalam pelaksanaannya, seluruh tindakan yang diambil oleh pemerintah
wajib menggunakan undang-undang yang ada sebagai dasarnya. Perlu adanya
hukum administrasi negara yang mutlak dalam menentukan seluruh langkah hukum
yang akan dijalankan melalui pemerintahan, menurut konsep negata hukum.
Sehingga, dapat tercipta keadilan bagi masyarakat umum melalui pelaksanakan
pemerintahan oleh pemerintah (Liane, 2021). Hal ini mengacu pada Pasal 1 ayat 3
Undang – Undang Dasar 1945 yang menyebut Indonesia senagai negara hukum,
sehingga menciptakan adanya aturan dalam penyelenggaraan wewenang
pemerintah yang menjabat sebagai penyelenggara negara, dimana dalam
pengawasan kekuasaan pemerintahan yang berjalan tersebut terdapat Hukum
Administrasi Negara (Kodiyat, 2022).
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan sistem presidensial yang berlaku
di Indonesia dan pengawasannya dalam perspektif Hukum Tata Negara, yang
berperan sebagai pengawas berjalannya penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
di negara Indonesia.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode normatif, yaitu metode penelitian
hukum yang memanfaatkan peraturan perundang-undangan terkait sebagai dasar
analisis terhadap permasalahan yang dijadikan kajian utama dalam penelitian
(Benuf & Azhar, 2020). Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini
diambil melalui jenis data sekunder menggunakan metode pengumpulan data
kepustakaan (library research), dimana data dikumpulkan melalui penelaahan pada
buku, artikel, tulisan, dan perundang-undangan yang relevan dan berhubungan
dengan topik yang dipilih dalam penelitian. Dalam kaitannya dengan penelitian ini,
maka perundang-undangan yang digunakan adalah yang berkaitan dengan peran
Hukum Administrasi Negara yang menjadi bagian dari Hukum Tata Negara dalam
menjalankan peran sebagai pengawas berjalannya penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan di negara Indonesia yang memiliki sistem pemerintahan presidensial.

PEMBAHASAN
Hukum Administrasi Negara secara luas adalah bagian dari Hukum Tata
Negara, sebagaimana dikatakan oleh Kranenburg dalam Nurbaiti (2015), bahwa
Hukum Tata Negara merupakan peraturan hukum yang di dalamnya terdapat
bentuk dasar pemerintahan negara. Di samping itu, Hukum Administrasi Negara
ialah peraturan khusus yang berasal dari Hukum Tata Negara.
Hukum Administrasi Negara memiliki kajian yang membahas tuhas
pemerintah berkenaan dengan akibat hukum yang akan muncul, mencakup aspek
hukum dalam organisasi pemerintahan serta kelembagaan organisasi dalam
pemerintahan negara. Secara heteronom, penyelenggaraan pemerintahan akan
berhubungan dengan aspek hukum, dimana pemerintahan diselenggarakan oleh
negara mengacu pada tipe atau sistem yang dianut oleh suatu negara.
Indonesia memiliki sistem pemerintahan berbentuk presidensial, mengacu
pada Undang Undang Dasar 1945. Rakyat berhak memilih presiden secara langsung
dengan adanya Pemilihan Umum. Presiden memiliki wewenang untuk melantik
maupun memberhentikan menteri dan kabinet negata lain berkenaan dengan
kedudukannya sebagai kepala negara yang juga merangkap sebagai kepala
pemerintahan. Kedudukan presiden tersebut dianggap sangat kuat di hadapan DPR
apabila ditinjau secara institusional.
Jimly Asshiddiqie dalam Kodiyat (2022) merangkum sembilan aspek yang
menjadi ciri dari sistem presidensial, yaitu:
1. Adanya kekuasaan yang terpisah dengan jelas dari cabang eksekutif dan
legislatifnya.
2. Eksekutif tunggal dipegang oleh Presiden, dengan tidak adanya keterbagian
dalam kekuasaan tersebut dan hanya terdapat Presiden serta Wakil Presiden
saja.
3. Terdapat perangkapan kedudukan kepala negara sekaligus kepala
pemerinrahan dan sebaliknya.
4. Menteri diangkat oleh presiden sebagai pembantu untuk melaksanakan
tanggung jawabnya.
5. Jabatan eksekutif tidak diperbolehkan untuk diisi oleh anggota parlemen
dan sebaliknya.
6. Parlemen tidak dapat dibubarkan atau dipaksa oleh Presiden.
7. Berlakunya sipremasi konstitusi sehingga terdapat tanggung jawab
konstitusi oleh pemerintahan eksekutif.
8. Eksekutif memiliki tanggung jawab secara langsung terhadap rakyat.
9. Persebaran kekuasaan tidak terpusat dalam sisem yang tidak terdapat
perubahan di dalamnya, dimana parlementer terpusat pada parlemen.
Berdasarkan poin-poin tersebut, maka dapat dipahami bahwa dalam sistem
presidensial, Presiden tak hanya memiliki kedudukan eksekutif saja, namun juga
memiliki fungsi legislatif. Yang mana dalam Undang Undang Dasar 1945, terdapat
pengakuan terhadap hak tersebut, yang pada saat dalam kondisi genring atau
memaksa, Presiden memiliki hal untuk menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai
Pengganti Undang-Undang. Dalam tata negara, fungsi ini disebut sebagai delegasi
perundang-undangan, dimana Presiden sebagai kepala eksekutif melaksanakan
fungsi di bidang legislatif, yang bertujuan untuk mengisi kekosongan dalam
undang-undang, pencegahan atas macetnya pemerintahan, serta pencarian kaidah
baru yang relevan dengan jiwa undang-undang oleh pemerintah.
Dalam penyelenggaraan Hukum Administrasi Negara memiliki komponen
dan fungsi yang berkontribusi terhadap perbaikan struktur birokrasi pemerintahan
di Indonesia, fungsi tersebut antara lain menjamin kepastian hukum. Hukum tata
negara atau hukum tata negara bertanggung jawab atas pelaksanaan undang-undang
dan bersumber dari kedaulatan negara. Selain itu juga berperan dalam mengatur
atau mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, dalam hal ini terdapat struktur atau
pengaturan dan fungsi administrasi. Fungsi administrasi berkaitan dengan
penerapan undang-undang yang bersifat menghukum bagi pegawai negeri dalam
pelaksanaan tugas, kewajiban, dan penggunaan wewenang mereka (Firmansyah &
Syam, 2021).
Juga, Hukum Administrasi Negara meningkatkan pentingnya hukum
birokrasi dengan mempelajari hubungan hukum khusus yang terkait dengan
administrasi negara dan lembaga-lembaganya, itu mengatur kemampuan
pemerintah untuk mengganggu kehidupan individu dan mata pencaharian mereka
untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan, mempelajari upaya penegakan
hukum lingkungan dari instansi pemerintah (baik resmi maupun reguler) yang
merupakan bagian dari aparatur negara dan berwenang mengeluarkan izin yang
berfungsi sebagai mekanisme pengawasan dan penerapan sanksi administratif, serta
tuntutan hukum negara yang bersifat birokratis di alam, dan memberikan nasihat
tentang bagaimana menciptakan pemerintahan yang efektif, di mana untuk
membentuk pemerintahan yang bersih, adil, dan kuat (Firmansyah & Syam, 2021).

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam sistem
presidensial di Indonesia, Presiden memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar
kedudukan eksekutif. Undang Undang Dasar 1945 mengakui hak Presiden untuk
melakukan delegasi perundang-undangan, yang memungkinkan Presiden sebagai
kepala eksekutif untuk melaksanakan fungsi legislatif dalam mengisi kekosongan
undang-undang, mencegah macetnya pemerintahan, dan mencari kaidah baru yang
sesuai dengan jiwa undang-undang. Oleh karena itu, dalam perspektif hukum tata
negara, pengawasan terhadap Presiden dalam menjalankan fungsi legislatif menjadi
penting.
Selain itu, Hukum Administrasi Negara memiliki peran yang signifikan
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Fungsi Hukum Administrasi
Negara mencakup jaminan kepastian hukum, pengaturan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan, serta penegakan hukum terhadap pegawai negeri
dalam melaksanakan tugas dan wewenang mereka. Melalui studi tentang hukum
birokrasi, Hukum Administrasi Negara juga mengatur hubungan antara pemerintah
dan individu serta pengawasan terhadap tindakan pemerintah dalam mengganggu
kehidupan individu dan mata pencaharian mereka. Dalam rangka menciptakan
pemerintahan yang efektif, bersih, adil, dan kuat, Hukum Administrasi Negara
memberikan nasihat dan pedoman tentang tata kelola pemerintahan yang baik.
Dengan demikian, pengawasan terhadap Presiden dalam menjalankan
fungsi legislatif dalam sistem presidensial di Indonesia perlu diperhatikan dalam
perspektif hukum tata negara. Selain itu, pentingnya Hukum Administrasi Negara
dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pengaturan, pengawasan, dan
penegakan hukum terhadap pejabat pemerintahan menunjukkan betapa pentingnya
keberadaan hukum tata negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik dan
berkeadilan.

DAFTAR PUSTAKA
Anangkota, M. (2017). KLASIFIKASI SISTEM PEMERINTAHAN (Perspektif
Pemerintahan Modern Kekinian). CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 3(2),
148-152.

Astomo, P. (2014). Penerapan Prinsip-Prinsip Pemerintahan yang baik dalam


penyelenggaraan pemerintahan. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 16(3), 401-420.

Benuf, K., & Azhar, M. (2020). Metodologi penelitian hukum sebagai instrumen
mengurai permasalahan hukum kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20-33.

Firmansyah, V. Z., & Syam, F. (2021). Penguatan Hukum Administrasi Negara


Pencegah Praktik Korupsi dalam Diri Pemerintahan Indonesia. Integritas: Jurnal
Antikorupsi, 7(2), 325-344.

Liane, W. S. (2021). Menciptakan Sistem Pemerintahan Yang Baik Dengan


Penerapan Hukum Administrasi Negara. PROSIDING SERINA, 1(1), 875-880.

NURBAITI, N. (2015). Permasalahan Hukum Tata Pemerintahan Dalam Kaitannya


dengan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Indonesia. Jurnal MP (Manajemen
Pemerintahan), 1(1), 1-13.

Yani, A. (2018). Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek


Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 12(2),
119.

Anda mungkin juga menyukai