Anda di halaman 1dari 8

MEMBACA PUISI

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi


Dosen Pengampu: Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum.

Disusun oleh:
Riko Arya Nugraha
K1217067/ A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
1. Pengertian Puisi
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra. Menurut Saddhono (2017) karya sastra
adalah dunia dalam kata. Setiap pembaca karya sastra mempunyai persepsi yang berubah-
ubah. Tanpa adanya persepsi yang berubah-ubah karya sastra hanyalah artefak tanpa
makna. Secara etimologis kata puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti
membuat atau poeisis yang berarti pembuatan, dalam bahasa Inggris disebut poem atau
poetry. Puisi diartikan sebagai membuat atau pembuatan karena seseorang dapat
menciptakan dunia baru dalam puisi tersebut, baik secara batiniah maupun lahiriah.
Pengertian puisi menurut Wiryojosoedarmo (1984:51) yang dikutip oleh Pradopo
(1987:5) dalam Pengkajian Puisi, mengemukakan bahwa puisi itu karangan yang terikat
oleh: (1) banyak bait dalam tiap bait (kuplet/strofa, suku karangan); (2) banyak kata dalam
tiap baris; (3) banyak suku kata dalam tiap baris; (4) rima; (5) irama. Altendernd (1970:2)
Pradopo (1987:5) dalam Pengkajian Puisi mengartikan puisi sebagai pendramaan
pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum)
(as the interpretive dramatization of experience in metrical language). Pendapat lain
dikemukakan oleh Hartani (2015), puisi adalah jenis sastra yang bentuknya dipilih dan
ditata dengan cermat sehingga mampu meningkatkan kesadaran seseorang akan
pengalaman dan membangkitkan tanggapan lewat bunyi, irama, dan makna.
Pengertian puisi menurut Sari dkk. (2013) yaitu kata-kata indah yang memiliki
makna. Pengungkapan perasaan melalui puisi tersebut dituangkan dalam kata-kata yang
dipilih dengan mempertimbangkan keindahan dan kedalaman makna agar isi puisi dapat
tersampaikan dengan baik kepada para pembaca atau pendengar. Setiap puisi mempunyai
suasana dan makna yang berbeda, maka seorang pembaca harus memahami puisi agar bisa
dibacakan dengan suasana dan memahami makna dengan tepat.

2. Ciri-ciri Kebahasaan Puisi


Puisi mempunyai ciri-ciri kebahasaan yang khas. Hal ini dapat membedakan puisi
dengan karya sastra lain dan membuat puisi menjadi lebih indah. Bahasa dalam puisi
dipadatkan dalam larik dan bait yang mempunyai arti luas. Pemilihan kata dengan
mempertimbangkan makna kias, lambang, dan persamaan bunyi atau rima. Puisi
menggunakan kata-kata yang konkret untuk memperjelas makna dan mempermudah
pembaca/ pendengar dalam memahaminya. Selain itu, bahasa dalam puisi juga
menggunakan pencitraan/ pengimajian yaitu penggunaan kata yang seolah-olah dapat
didengar, dirasa, diraba, dan dilihat oleh pembaca/ pendengar. Irama/ rytme dalam puisi
diartikan sebagai pengulangan yang teratur sehingga membuat puisi lebih estetis dalam
pembacaannya.

3. Ragam Puisi
Puisi mempunyai berbagai ragam. Ragam tersebut digolongkan berdasarkan isi,
bentuk, dan jenis. Penggolongan puisi berdasarkan isi ada 10: puisi epik yaitu puisi yang
bersifat menceritakan suatu hal yang berisi cerita kepahlawanan; puisi lirik yaitu puisi
yang isinya mengungkapkan makna secara konotasi atau makna simbolik, sehingga
memerlukan daya imajinasi untuk memahaminya; puisi naratif yaitu puisi yang
didalamnya mengandung cerita dengan penokohan, perwatakan, latar, dan rangkaian
tertentu yang membentuk suatu cerita; puisi dramatik yaitu salah satu jenis puisi yang
secara objektif menggambarkan perilaku seseorang melalui dialog, monolog, maupun
lakuan sehingga mengandung cerita tertentu; puisi didaktik yaitu puisi yang mengandung
nilai-nilai pendidikan; puisi satire/ satirik yaitu puisi yang mengandung sindiran atau
kritikan tentang kondisi sosial masyarakat atau suatu kelompok; romance/ romansa yaitu
puisi yang berupa luapan rasa kasih sayang; elegi yaitu puisi ratapan yang
mengungkapkan rasa sedih atau luka yang mendalam; ode yaitu puisi yang berisi pujian
terhadap seseorang yang memiliki jasa atau sifat kepahlawanan; dan himne yaitu puisi
yang berisi pujian kepada tuhan, bangsa, dan tanah air.
Penggolongan puisi berdasarkan bentuk terbagi menjadi 4, yaitu: puisi lama, puisi
baru, puisi modern , dan puisi kontemporer. Puisi lama selalu berdasarkan pola masyarakat
lama dengan segala aktivitas. Puisi lama mempunyai ciri-ciri terikat oleh bait dan rima,
menyangkut pola masyarakat lama, biasanya ada sampiran, menekankan pada ritme dan
nada. Puisi lama meliputi pantun, syair, mantra, gurindam, seloka, karmina, talibun. Puisi
baru yaitu puisi yang memiliki bentuk lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima. Contoh puisi baru yaitu distikon, terzina, quartrin,
oktav, soneta. Puisi modern adalah bentuk puisi seperti angkatan 45 dan angkatan 66 yang
tidak terikat oleh jumlah larik dan bait. Puisi kontemporer adalah puisi yang
mengembalikan kata keasalannya. Kata yang digunakan bisa jadi hanya sbeuah permainan
tetapi ada kata kunci di dalamnya.
Penggolongan puisi berdasarkan jenis terbagi menjadi 4, yaitu: puisi transparan,
puisi prismatis, puisi kontemporer, dan puisi mbeling. Puisi transparan/ diafan. Penikmat
puisi dapat menyatu dan memahami puisi dengan mudah. Puisi Prismatis yaitu puisi yang
menggunakan kata berbentuk kiasan atau bermakna simbolis yang dituntut untuk
mengambangkan daya imajinasi sehingga puisi ini memerlukan pengkajian dan analisis
yang mendalam. Puisi kontemporer yaitu puisi yang mementingkan permainan kata dalam
rangkaiannya, pengkajian memerlukan pendekatan khusus. Puisi mbeling yaitu bentuk
puisi yang tidak mengikuti aturan puisi tetapi aturan khusus yang ada pada puisi ini
sendiri, baik menyangkut unsur yang membangun maupun yang terkait dengan puisi
tersebut.

4. Unsur Pembangun Puisi


Puisi juga mempunyai unsur pembangun yang dibagi menjadi dua: unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri atas struktur fisik dan struktur batin. Sari dkk.
(2014) menjelaskan bahwa unsur-unsur intrinsik puisi adalah unsur yang membangun
puisi dari bentuk fisik puisi berupa hal-hal yang diungkapkan oleh penyair. Sruktur fisik
puisi yaitu diksi/ pemilihan kata yang digunakan untuk mengungkapkan isi dan
pengalaman estetis dari puisi, citraan/ pengimajian yaitu kata yang memperjelas maksud
dari penulis, kata-kata konkret, bahasa bermajas/ gaya bahasa (bisa berupa pertentangan,
persamaan, perbandingan, dan penegasan), rima dan irama, dan typografi (penataan
tulisan/ bentuk puisi). Struktur batin puisi yaitu tema (ide pokok yang mendasari sebauah
puisi), rasa, nada (sikap penyair terhadap puisi), dan amanat (pesan yang ingin
disampaikan pembaca/ pendengar berkaitan dengan tujuan penulis menciptakan puisi).
Tema manurut Waluyo (2002) adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair
melalui puisinya. Unsur ekstrinsik puisi mencakup pengarang, proses kreatif, latar
belakang kehidupan, situasi, lingkungan sosial masyarakat, peristiwa, zaman yang menjadi
latar terlahirnya sebuah puisi. Puisi tercipta dan hidup melalui kedua unsur tersebut. Hal
ini diperkuat dengan pendapat dari Supriyono dkk. (2018) yang menjelaskan bahwa puisi
sebagai salah satu karya sastra menghidangkan nilai-nilai hakiki kehidupan yang begitu
kaya makna. Karya puisi lahir bukan dari kekosongan tetapi lahir dari hasil penghayatan
dan perenungan yang mendalam dari berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan karya
sastra itu dilahirkan.

5. Sejarah Baca Puisi


Puisi diciptakan sebagai sarana penuangan rasa yang kemudian dibaca untuk
didengar. Pembacaan puisi tersebut bisa disebut sebagai seni baca puisi. Seni baca puisi
berawal dari lahirnya genre sastra yang disebut puisi mantra dan puisi lisan. Jadi, seni baca
puisi tidak memiliki sejarah yang bersifat mandiri. Tradisi puisi mantra dan puisi lisan
yang diperkuat oleh kematangan ilmu retorika dan seni pidato bisa disebut sebagai
tonggak lahirnya seni baca puisi formal/ deklamasi.
Pendekatan kemungkinan ragam puisi di Indonesia dibagi menjadi 3 menurut Salad
(2014: 48) dalam bukunya yang berjudul Panduan Wacana & Apresiasi Seni Baca Puisi.
(1) baca puisi sebagai aksi budaya, merupakan bentuk hiburan atau selingan acara yang
dilaksanakan di tengah masyarakat umum. (2) Baca puisi sebagai aktivitas kesusastraan.
Hal ini biasa dilakukan oleh penyair, orang yang dianggap penyair, atau yang mengaku
bahwa dirinya sebagai penyair dengan cara membacakan karya-karyanya di depan umum.
Model baca puisi ini diyakini oleh masyarakat sebagai bagian dari proses kepenyairan. (3)
Baca puisi sebagai ragam seni pertunjukan. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orangyang
memiliki kemampuan mengekspresikan puisi di depan penonton. Baca puisi sebagai seni
pertunjukan ini mempunyai kriteria, metode dan cara tertentu yang merujuk pada kaidah
seni pertunjukan.
Puisi dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai budaya dan membentuk
karakter kebangsaan. Rondiyah dkk. (2017) menejelaskan bahwa sastra menjadi media
yang dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya bangsa dengan bahasa tulis. Puisi
adalah bagian dari karya sastra yang dapat digunakan untuk mengambangkan kepekaan
generasi muda terhadap nilai-nilai luhur, sosial, budaya, dan keagamaan. Penanaman nilai-
nilai tersebut bisa dilakukan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas.

6. Bentuk Pembacaan Puisi


Pembacaan puisi mempunyai beberapa bentuk yaitu puisi audial, puitisasi al-
Qur’an, Deklamasi, dan poetry reading. Puisi Audial yaitu model pembacaan puisi yang
tidak berhadapan langsung dengan pendengar atau audiens. Model ini populer di tahun
1970-an yang biasa disebut dengan puisi radio. Perkembangan puisi ini juga diikuti oleh
W.S. Rendra yang memproduksi rekaman baca puisi untuk disebarluaskan melalui kaset.
Puitisasi Al-Qur’an yaitu model ini dikenal oleh masyarakat umum sebagai Sari Tilawah,
biasanya dilakukan untuk membuka acara tertentu. Deklamasi yaitu model ini adalah
bentuk formal dari pembacaan puisi. Deklamasi berasal dari bahasa Latin “declamare”
atau “declaim” yang berarti membaca suatu teks dengan suara dan intonasi tertentu
disertai maksud dan tujuan tertentu. Poetry reading yaitu pembacaan puisi dengan cara-
cara untuk mengomunikasikan suara dan gerak tubuh manusia di atas panggung
pertunjukan. Poetry reading juga bisa diartikan sebagai bentuk bebas dari ekspresi
pembacaan puisi.

7. Unsur Pokok Baca Puisi


Pembacaan puisi mempunyai unsur pokok yang dijelaskan oleh Salad (2014:151)
dalam buku Panduan Wacana & Apresiasi Seni Baca Puisi yaitu: teks puisi atau karya
sastra yang dinyatakan oleh pengarangnya sebagai puisi; pembaca puisi, deklamator,
aktor, atau orang yang mempunyai kemampuan membaca puisi; panggung pertunjukan
atau tempat tertentu yang sudah disiapkan untuk pembacaan puisi; penonton atau audiens
yang sengaja hardir untuk menyaksikan pembacaan puisi. Seorang pembaca puisi harus
memperhatikan teknik vokalisasi, artikulasi, intonasi, penghayatan/ penjiwaan, ekspresi,
dan penampilan, dan gaya dalam pembacaan puisi agar isi puisi dapat tersampaikan
dengan baik dan dipahami oleh pendengar.
DAFTAR PUSTAKA

Aminurul, D. (2010). Peningkatan Keterampilan Membaca Puisi dengan Teknik Pelatihan


Dasar di Alam Terbuka Siswa Kelas XA SMA Negeri Sempiuh. Fakultas Bahasa dan
Seni. Universitas Negeri Semarang.
Hartani. (2015). Meningkatkan Hasil Belajar Membaca Puisi melalui Metode Demonstrasi.
3(2). 106-112. https://doi.org/10.26858/jnp.v3i2.1999.
Herlina, R.; Iswara P. D.; & Kurniadi, Y. (2016). Penerapan Metode ATM (Amati, Tiru, dan
Modivikasi) Berbantuan Media Audiovisual untuk Meningkatkan Kemampuan
Membaca Puisi. 1(1). 811-890. http://dx.doi.org/10.23819/pi.v1i1.2878.
Maulana, F. S. (2015). Apresiasi dan Proses Kreatif Menulis Puisi. Bandung: Penerbit
Nuansa Cendekia.
Panje, M; Sihkabuden; & Toenlioe, A. J. E. (2016). Pengembangan Video Pembelajaran
Bahasa Indonesia Teknik Membaca Puisi. 1(8). 1473-1478.
http://dx.doi.org/10.17977/jp.v1i8.6617.
Pradopo, D. R. (2014). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Priyatni, E. T. (2012). Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Rahmayantis, M. D. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Membaca Puisi untuk Siswa SMP
Kelas VII. 2(1). 47-56. https://doi.org/10.22219/kembara.v2i1.4043.
Rondiyah, A. A.; Wardani, N. E.; & Saddhono, K. (2017). Pembelajaran Sastra melalui
Bahasa dan Budaya untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). 1(1). 141-147.
Saddhono, K. (2017). Membangun Kearifan Lokal melalui Karya Sastra dan Budaya Daerah.
1(1). 8-17.
Saddhono, K. & Haniah. (2018). Nuansa dan Simbol Sufistik Puisi-Puisi karya Ahmad
Mustofa. 8(1). 31-61. https://doi.org/10.15642/teosofi.2018.8.1.31-61.
Salad, H. (2014). Panduan Wacana & Apresiasi Seni Baca Puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sari, A.W. & Yanda, D.P. (2016). Kontribusi Minat Baca Puisi dan Penguasaan Gaya Bahasa
terhadap Keterampilan Menulis Puisi Bebas Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Lembah
Gumanti. 2(2). 179-193. http://dx.doi.org/10.22202/JG.2016.v2i2.1087.
Sari, I. K.; setiawan, B.; & Saddhono, K. (2013). Penerapan Metode Quantum Learning
dengan Teknik Pengelompokan (Clustering) untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis Puisi pada Siswa Sekolah Dasar. 2(1). 1-13.
Sari, N. A.; Saddhono, K.; & Suyitno. (2014). Peningkatan Kualitas Pembelajaran Menulis
Puisi dengan Metode Field Trip pada Siswa SMP. 1(3). 540-550.
Serup, M.G. (2017). The Poetry Reading. 7(1). 45-62.
Srihartini, D. (2012). Peningkatan Kemampuan Membaca Puisi melalui Metode Modeling
pada Siswa Kelas II SDN 2 Tegowanu Kulon Kecamatan Tegowanu Kabupaten
Grobogan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.
Supriyono, S.; Wardani, N. E.; & Saddhono, K. (2018). Nilai Pendidikan Karakter Sajak
“Bulan Ruwah” Karya Subagio sastrawardoyo dalam Pembelajaran Sastra. 8(2). 120-
131. https://doi.org/10.24246/j.js.2018.v8.i2.p120-131.
Surastina, S. (2016).Student’ Errors in Reading Indonesia Poetry “Aku”(I) in Terms of
Articulation and Stressing-Intonation. 1(1). 23-30.
https://doi.org/10.15294/ijal.v1i1.7737.
Susilowati. (2016). Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Siswa dalam Membaca
Puisi melalui Metode Demonstrasi. 14 (3). 406-424.
http://dx.doi.org/10.17509/pedagogia.v14i3.5898.
Wardoyo, S. M. (2013). Teknik Menulis Puisi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wisang, I.O. (2014). Memahami Puisi dari Apresiasi menuju Kajian. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.

Anda mungkin juga menyukai