Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan satu sama lain dengan cara
berkomunikasi. Komunikasi sangat diperlukan sebagai penunjang utama keberlangsungan
hidup manusia. Komunikasi merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia.
Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain dilingkungannya adalah
komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, karena pada dasarnya komunikasi
digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau
kelompok.

Bagi seorang sastrawan, komunikasi diperlukan untuk memberitahukan karya sastranya


kepada khalayak umum. Komunikasi yang dilakukan oleh sastrawan berupa komunikasi secara
tidak langsung. Para sastrawan membagikan pengalaman maupun pemikirannya yang
dituangkan melalui tulisan, terutama penyair atau penulis puisi. Seorang penyair
mengekspresikan pengalaman batin mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui
media bahasa yang estetik yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya, dalam bentuk
teks yang dinamakan puisi. Puisi merupakan salah satu karya sastra hasil ungkapan pemikiran
dan perasaan penyair yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, penyusunan lirik dan
bait, serta penuh dengan makna. Dalam sebuah puisi, ada unsur penting yang dinamakan
bahasa kiasan yang ditujukan untuk memberikan efek kesegaran dalam sebuah puisi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui dan mengungkapkan


bahasa kiasan yang tergambarkan menggunakan pendekatan citraan dalam puisi yang berjudul
The Blue Bowl karya Jane Kenyon. Penulis tertarik untuk menganalisis puisi ini dari sudut
pandang penulis sehingga penelitian ini mengambil judul "Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi
The Blue Bowl karya Jane Kenyon".

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah definisi puisi sebagai suatu karya sastra?


1
2. Bagaimanakah unsur-unsur pembentuk sebuah puisi?

3. Bagaimanakah definisi dan jenis-jenis dari bahasa kiasan pada sebuah puisi?

4. Bagaimanakah analisis bahasa kiasan pada puisi "The Blue Bowl" karya Jane Kenyon?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dari penelitian pada
makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui definisi dari puisi sebagai suatu karya sastra.

2. Mengetahui unsur-unsur pembentuk sebuah puisi.

3. Mengetahui definisi dan jenis-jenis dari gaya bahasa pada sebuah puisi.

4. Mengetahui bagaimana caranya menganalisis bahasa kiasan pada puisi "The Blue
Bowl" karya Jane Kenyon.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
deskriptif. Metode kualitatif ini berfokus terhadap data alamiah, data dalam hubungannya
dengan konteks keberadaanya. Menurut Moleong (2007:6) metode kualitatif adalah metode
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Puisi

Meskipun sampai sekarang para ahli tidak dapat memberikan definisi setepatnya dari
sebuah puisi, namun untuk memahaminya perlu diketahui ancar-ancar sekitar pengertian puisi.
Secara etimologis istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poites, yang artinya membangun,
2
pembentuk, pembuat. Dalam bahasa latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, dan menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, maka kata
tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu
dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1983:10).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kosasih (2012: 97) bahwa puisi adalah bentuk
karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi
disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu. Adapun
kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa.
Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi
menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang
digunakannya adalah kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian.
Biasanya puisi didefinisikan sebagai karangan yang terikat, sedangkan prosa ialah
bentuk karangan bebas. Hal tersebut dipaparkan oleh Wirjosoedarmo yang mengemukakan
bahwa puisi adalah karangan yang terikat oleh:

1) Banyak baris dalam tiap bait

2) Banyak kata dalam tiap baris

3) Banyak suku kata dalam tiap baris

4) Rima, dan

5) Irama

Berbeda hal dengan pendapat Riffaterre (1978:1) yang mengatakan bahwa secara
intuitif orang dapat mengerti apakah puisi berdasarkan konvensi wujud puisi, namun sepanjang
sejarahnya wujud puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep
estetikanya. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting,
digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1987: 7).

1.5.2. Unsur-unsur Puisi

Waluyo (1987:106-130) membagi unsur-unsur pembentuk puisi menjadi terbagi ke


dalam dua macam, yakni struktur fisik dan struktur batin.

1.5.2.1. Unsur Fisik Puisi

3
Unsur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Diksi (Pemilihan Kata)
Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat
cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan
bunyinya, maupunhubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan
baitnya.Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Kata- kata
dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Makna dari
kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat
puitis, yang memunyai efek keindahan, bunyinya harus indah dan memiliki
keharmonisan dengan kata-kata lainnya (Waluyo, 1987:106). Berikut merupakan
yang termasuk ke dalam diksi, yaitu kata konotasi dan kata-kata berlambang.
1) Kata Konotasi
Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sebenarnya. Kata itu telah
mengalami penambahan-penambahan, baik itu berdasarkan pengalaman, kesan,
imajinasi, dan sebagainya.
2) Kata Kata Berlambang
Lambang atau simbol adalah sesuatu seperti lambang, tanda, ataupun kata yang
menyatakan maksud tertentu, sering digunakan penyair dalam puisinya.
b. Pengimajinasian
Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan
khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah
merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Dengan kata-
kata yang digunakan penyair, pembaca seolah-olah:
1. Mendengar suara (imajinasi auditif)
2. Melihat benda-benda (imajinatif visual), atau
3. Meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil)

c. Kata Konkret
Kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas, jika penyair mahir memperkonkret
kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang
dilukiskan penyair. Pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau
keadaan yang dilukiskan, setiap penyair berusaha mengonkretkan hal yang ingin

4
dikemukakan agar pembaca membayangkan dengan lebih hidup apa yang
dimaksudnya.
Cara yang digunakan oleh setiap penyair berbeda dari cara yang digunakan oleh
penyair lainnya. Pengonkretan kata ini erat hubungannya dengan pengimajian,
pelambangan dan pengiasan. Ketiga hal itu juga memanfaatkan gaya bahasa untuk
memperjelas apa yang ingin dikemukakan.

d. Bahasa Figuratif ( Majas)


Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga
disebut bahasa figuratif yang menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Majas (figurative language)
ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara
membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau
mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda
yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak,
penyair menggunkan majas personifikasi.
Majas menjadikan suatu puisi lebih indah. Bahasa figuratif dipandang lebih
efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena: (1) bahasa figuratif
mampu menghasilkan kesenangan imajinatif; (2) bahasa figuratif adalah cara untuk
menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan
menjadikan puisi lebih nikmat dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah
intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4)
bahasa figuratif adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak
disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa
yang singkat (Perrine dalam Waluyo, 1987:115).

e. Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)


Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan
bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan pada
sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya
pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait. Dalam ritma
pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulang- ulang, merupakan
unsur yang memperindah puisi itu. Ritma puisi berbeda dari metrum (matra),
5
metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap dan bersifat statis. Ritma
berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan- gerakan air yang teratur,
terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus).
Situmorang ( 1983: 22), ritma ialah irama sedangkan rima adalah sajak
(persamaan bunyi). Peranan irama dan rima dalam puisi sangat penting dan sangat
erat hubungannya dengan tema, rasa, nada, dan amanat. Dalam kepustakaan
Indonesia, ritma atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur, sedangkan
rima atau sajak adalah persamaan bunyi (Tarigan, 1991:34-35).
f. Tata Wajah (Tipografi)
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan
drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun
membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan
baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu
terpenuhi tulisan, hal ini tidak berlaku untuk tulisan berbentuk prosa. Baris-baris
prosa dapat saja disusun seperti tipografi puisi, namun makna prosa tersebut akan
berubah menjadi lebih kaya, jika prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Sebaliknya, jika
tetap menafsirkan puisi sebagai prosa, tipografi tersebut tidak berlaku. Cara sebuah
teks ditulis sebagai larik- larik yang khas menciptakan makna tambahan yang
diperkuat oleh penyajian tipografi puisi.
Sedangkan unsur batin pada sebuah puisi, yaitu sebagai berikut:
1) Tema atau makna,
2) Rasa, yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya,
3) Nada, yaitu sikap penyair terhadap pembacanya.

1.5.3 Bahasa Kiasan (Figurative Language)

Puisi adalah ungkapan pengalaman puitis atau ungkapan pengalaman secara puitis.
Pengalaman-pengalaman tersebut ditata dengan rapi di dalam fikiran dan perasaan yang
kemudian di ungkapkan dengan kata-kata. Agar orang lain dapat memahami dan merasakan
apa yang di alaminya dan dapat pula bisa mengalaminya, maka penyair tersebut
menuangkannya dalam kata-kata yang ditulis lalu diedarkan dan dicetak agar dapat dibaca
orang lain. Pengalaman yang diperoleh penikmat itu tentu saja pengalaman imajinatif. Penyair

6
mengharapkan apa yang dilihatnya dapat dilihat pula oleh pembaca; apa yang dipikirkannya
dapat pula dipikirkan oleh pembaca; apa yang dirasakan, didengarkan, diraba, dan dicium juga
dapat dilakukan secara imajinatif oleh pembaca.

Puisi yang diharapkan menyaran menghendaki pemakaian bahasa -- kata-kata -- dengan


nuansa makna yang lebih terfokus. Di sini berperan segala macam sarana kepuitisan, baik
penataan bunyi, diksi yang baik, bahasa kiasan yang tepat, aspek ketatabahasaan, maupun
tipografi, dan lain-lain.

Unsur kepuitisan untuk mendapatkan kepuitisan ialah bahasa kiasan (figurative


language). Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun bermacam-
macam,mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut
mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain
(Altenbernd,1970:15). Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah:

a) Perbandingan

Perbandingan atau perumpamaan atau simile,ialah bahasa kiasan yang menyamakan


satu hal dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti,
semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain.

b) Metafora

Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-
kata pembanding, seperti: bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora ini menyatakan
sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama
(Altenbernd, 1970:15). Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok
(principal term) dan term kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor,term kedua
disebut juga vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term
kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan.

c) Perumpamaan Epos

Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang


dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
perbandingannya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. Guna
perbandingan epos ini seperti perbandingan juga, yaitu untuk memberi gambaran yang jelas,
7
hanya saja perbandingan epos dimaksudkan untuk lebih memperdalam dan menandaskan sifat-
sifat pembandingnya ,bukan sekedar memberikan persamaannya saja.

d) Alegori

Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan ini
mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak terdapat dalam sajak-sajak Pujangga
baru.

e) Personifikasi

Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan para
penyair dari dahulu hingga sekarang. Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu
memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret.

f) Metonimia

Metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kisan pengganti nama. Bahasa ini
berupa penggunaan sebuh atribut sebuh objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat
berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut (Altenbernd,1970:21). Bahasa
kiasan yang lebih jarang dijumpai pemakaiannya dibanding metafora, perbandingan, dan
personifikasi ialah metonimia dan sinekdoki.

g) Sinekdoki (synecdoche)

Sinekdoki adlah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu
benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. (Altenbernd, 1970:22). Sinekdoki ini ada dua
macam:

1. Pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan.

2. Totum pro parte: keseluruhan untuk sebagian.

Perrine dalam Waluyo (1987: 83) menerangkan bahwa bahasa Figurative dipandang
lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena (1) bahasa figuratif
mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk imaji
tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih dinikmati

8
dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya
dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan
makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas
dengan bahasa singkat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Objek Penelitian

9
Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi
The Blue Bowl karya Jane Kenyon melalui pendekatan pengimajian. Berikut adalah objek
penelitiannya.

The Blue Bowl

Jane Kenyon

Like primitives we buried the cat

with his bowl. Bare-handed

we scraped sand and gravel

back into the hole. It fell with a hiss

and thud on his side,

on his long red fur, the white feathers

that grew between his toes, and his

long, not to say aquiline, nose.

We stood and brushed each other off.

There are sorrows much keener than these.

Silent the rest of the day, we worked,

ate, stared, and slept. It stormed

all night; now it clears, and a robin

burbles from a dripping bush

like the neighbor who means well

but always says the wrong thing.

10
2.2. Hasil Penelitian

Adapun hasil analisis mengenai bahasa kiasan (figurative language) yang terdapat pada
puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon.

1. Majas Perbandingan (Simile)

Majas perbandingan (simile) terdapat dalam larik ke-1 pada stanza 1 yang berbunyi:

Like primitives we buried the cat

Penyair menggunakan majas perbandingan dengan kata pembanding like atau dalam bahasa
Indonesia biasa diartikan dengan "seperti" pada larik tersebut dengan menggambarkan
pengimajian citraan penglihatan mengenai penglihatan akan kegiatan penguburan kucing yang
sudah mati seperti orang jaman dahulu atau orang primitif.

Kata like atau "seperti" digunakan sebagai kata pembanding yang membandingkan proses
penguburan kucing yang modern dengan yang primitif. Kucing mereka dimakamkan dengan
mangkuk berwarna biru tanpa dimasukkan dalam semacam kotak atau peti mati. Kenyon
membandingkan tindakan ini dengan cara seperti orang primitif.

Selain terdapat pada stanza 1, majas perbandingan (simile) pada puisi tersebut juga terdapat
dalam larik ke-5 pada stanza 3 namun untuk dapat memaknainya diartikan dengan larik yang
menyambung dari larik ke-3 sampai larik ke-6 yang berbunyi:

........................and a robin

burbles from a dripping bush

like the neighbor who means well

but always says the wrong thing.

Penyair pun menggunakan majas perbandingan (simile) dengan kata pembanding like
atau "seperti" sama seperti dalam larik ke-1 stanza 1 dengan menggambarkan pengimajian
citraan pendengaran (auditory imagery) akan mengenai suara kicauan burung dan tetangga.

11
Kata like atau "seperti" dalam larik ke-5 tersebut digunakan sebagai kata pembanding yang
membandingkan "a robin burbles" dan "the neighbor who means well but always says the
wrong thing". Kata "a robin burbles" merupakan suatu kicauan burung yang biasanya terdengar
merdu dan enak di dengar.

Kenyon membandingkan suara kicauan burung tersebut dengan kata "the neighbor who
means well but always says the wrong thing" yang artinya perkataan seorang tetangga yang
bermaksud baik walaupun mengatakan hal yang selalu salah. Penyair membandingkan kedua
hal tersebut karena pada saat itu sang pemilik kucing masih dalam keadaan berduka, sehingga
suara kicauan burung yang merdu pun bagaikan terdengar seperti perkataan nasihat tetangga
namun tidak memberikan solusi.

2. Majas Metafora

Majas metafora terdapat dalam baris ke-8 pada stanza 1 yang berbunyi:

long, not to say aquiline, nose.

Pada baris tersebut, Kenyon menggambarkan hidung sang kucing yang tampak tidak seperti
hidung rajawali yang bengkok namun dalam kenyataannya adalah hidungnya yang panjang
serta pesek dengan pengimajian citraan penglihatan. Pembaca dapat melihat perbedaan atau
perbandingan hidung kucing yang panjang pesek dengan hidung rajawali yang mancung
bengkok melalui citraan penglihatan yang diharapkan penyair kepada pembaca agar dapat
melihatnya juga.

Penyair membandingkan bentuk hidung sang kucing dengan hidung rajawali tidak dengan
memakai kata pembanding seperti like ataupun as, namun membandingkannya dengan
perantara benda lain. Kenyon membandingkan hidung sang kucing dengan hidung rajawali
berdasarkan sifat pembandingnya.

Bahasa kiasan metafora yang lain juga terdapat dalam baris ke-2 sampai baris ke-4 pada
stanza 3 yang berbunyi:

...............It stormed

all night; now it clears, and a robin

burbles from a dripping bush


12
Dalam baris-baris tersebut, Kenyon menggambarkan bahasa kiasan metafora dengan
menggunakan pengimajian citraan perasaan. Penyair menggambarkan metafora dalam baris-
baris tersebut dengan citraan perasaan terlihat dari pernyataan bahwa sang pemilik kucing
merasa kesedihan yang mendalam setelah kepergian kucing yang menyerangnya setiap malam,
namun saat mencoba melupakannya kicauan burung dibalik semak-semak tersebut gagal
memberikan sambutan hangat kepada mereka.

Hal yang menyebabkan mengapa dalam baris-baris puisi di atas tersebut adalah karena
penyair memberikan perumpamaan keadaan pikiran sang pemilik kucing yang masih dalam
keadaan sedih seperti suara kicauan burung yang mengganggunya memang terlihat tidak jelas
dalam larik puisi tersebut karena Kenyon menggambarkannya dengan perantara maksud lain.
Maksud penyair puisi tersebut yaitu membandingkan keadaan fikiran dan jiwa sang pemilik
kucing yang kacau namun mulai mereda malah mendengar suara kicauan burung seperti
mengingat kembali kenangan kucing terhadap dirinya. Metafora yang terdapat pada larik puisi
di atas adalah pada perumpamaan fikiran orang setelah kehilangan kucing terlihat saat
mendengar kicauan burung.

3. Personifikasi

Majas personifikasi terdapat dalam larik ke-4 dan larik ke-5 pada stanza 1 yang berbunyi:

It fell with a hiss

and thud on his side,

Kenyon menggambarkan larik-larik tersebut dengan bahasa kiasan personifikasi yang


terlihat dari kata-kata it fell with a hiss and thud yang berarti tanah dan kerikil tersebut jatuh
seolah-olah jatuh dengan suara desisan dan suara gedebuk yang ditimbulkan karena jatuh.
Penyair mempersamakan pasir dan kerikil tersebut dengan manusia yang menghasilkan suara
karena saat jatuh, pasir dan kerikil tersebut seperti menimbulkan suara desisan dan suara
gedebuk saat terjatuh ke dalam sebuah lubang untuk mengubur kucing.

Hal tersebut dapat dikatakan personifikasi karena tidak mungkin pasir dan kerikil
menghasilkan suara desisan dan gedebuk karena pasir dan kerikil merupakan benda mati.
Pengimajian yang digunakan sehingga dapat dikatakan bahasa kiasan personifikasi adalah
citraan suara (auditory imagery) akan suara desisan dan suara gedebuk yang dihasilkan karena

13
sesuatu yang jatuh. Dalam kamus Cambridge, arti kata hiss adalah suara yang dihasilkan oleh
mulut ataupun ular dan arti kata thud adalah suara yang dihasilkan oleh sesuatu yang berat ke
permukaan yang kasar.

4. Sinekdoke

Majas sinekdoke yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon tersebut ada
dalam larik ke-1 dan menyambung ke larik ke-2 pada stanza 3 yang berbunyi:

Silent the rest of the day, we worked,

ate, stared, and slept.

Kenyon menggambarkan larik-larik tersebut menggunakan majas sinekdoke yang


menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian atau yang disebut dengan totum pro parte.
Hal tersebut dapat dinamakan sinekdoke totum pro parte karena pada larik-larik di atas
menyebutkan bahwa pada sisa-sisa hari diamnya ia bekerja, makan, menatap, dan tidur. Dalam
larik tersebut artinya dari sisa-sisa harinya menunjukan ke semua sisa hari selama hidupnya,
namun pada kenyataannya tidak mungkin ia terus menerus melakukan itu semua pada sisa hari-
harinya selama sisa hidupnya karena dengan tujuan untuk melupakan sang kucing.

Sinekdoke pada larik-larik tersebut penyair menggambarkannya lewat pengimajian citraan


gerak yaitu terlihat dalam kata-kata ate, stared, and slept yang menunjukan sebuah gerakan
yang dilakukan oleh sang pemilik kucing.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penelitian ini menganalisis bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya
Jane Kenyon. Adapun simpulan dari hasil analisis sebagai berikut:

1) Diantara semua jenis-jenis bahasa kiasan, yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl
karya Jane Kenyon adalah bahasa kiasan seperti Simile, Metafora, Personifikasi dan
Sinekdoke.

2) Bahasa kiasan dalam puisi tersebut, terdapat 2 simile dengan pengimajian penglihatan
dan pendengaran, 2 metafora dengan pengimajian penglihatan dan perasaan, 1
personifikasi dengan pengimajian penglihatan, dan 1 sinekdoke dengan pengimajian
gerak.

3.2 Saran

Berikut adalah saran yang akan penulis sampaikan, yaitu :

15
1) Dapat lebih memahami isi dalam sebuah karya sastra, terutama puisi.

2) Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam


kajian yang berbeda.

3) Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi pengetahuan mengenai bahasa


kiasan yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon.

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. 1993. Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. California:

Angkasa.

Dani. 2013. Landasan Teori [pdf]. digilib.unila.ac.id, diakses pada 01 Maret

2017.

Hull, Lynda. 2006. Collected Poems. Michigan: Graywolf Press.

Rachmat Djoko Pradopo, dkk. 2008. Puisi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahman, Ainur. 2013. Ringkasan Buku Pengkajian Puisi.

https://www.slideshare.net/innunkalliff/ringkasan-buku-pengkajia

puisi, diakses pada 02 Maret 2017.

16

Anda mungkin juga menyukai