Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN BAHASA INDONESIA

(PUISI)
3.16 Mengidentifikasi suasana, tema, dan makna, beberapa puisi yang
terkandung dalam antologi puisi yang diperdengarkan atau dibaca.
4.16 Mendemonstrasikan (membaca/memusikalisasikan) suatu puisi dan
antologi puisi atau kumpulan puisi dengan memerhatikan vokal,
ekspresi, dan intonasi (tekanan dinamik dan tekanan tempo)
3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi
4.17 Menulis puisi dengan memerhatikan unsur pembangunnya

OLEH :

 AYUKA
 MUTIARA HERDINDA
 SYLVIA ANANDA

SMA NEGERI BINAAN KHUSUS KOTA DUMAI

TP 2017/2018
PUISI
A.Pengertian puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang disajikan menggunakan bahasa indah. Puisi menggambarkan
perasaan penyairnya. Penyair menyampaikan pesan melalui rangkai kata-kata indah. Selain itu, puisi juga
memiliki makna yang sangat penting diketahui untuk pembaca.

B. Unsur pembangun puisi

Berikut ini merupakan unsur-unsur pembangun puisi:

1. Bunyi

Unsur bunyi merupakan salah satu unsur yang menonjol untuk membedakan antara bahasa puisi
dan bahasa prosa. Bahasa puisi cenderung menggunakan unsur perulangan bunti. Bunyi memiliki
peran antara lain adalah agar puisi terdengar merdu jika dibaca dan didengarkan, sebab pada
hakikatnya puisi merupakan salah satu karya seni yang diciptakan untuk didengarkan (Sayuti,
2002).
Sebenarnnya puisi hadir untuk disuarakan daripada dibacakan tanpa suara. Dengan cara ini,
keindahan puisi dapat dirasakan lebih intensif. Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan
masalah kepuitisan apa saja yang digunakan, disiasati, dan didayakan untuk menghasilkan bunyi
yang indah. Sarana yang dimaksud antara lain persajakan, irama, orkestrasi dan fungsi lain.
(Nurgiantoro, 2014:154)

2. Diksi 

Unsur diksi adalah pilihan kata atau frase dalam karya sastra (Abrams, 1981). Setiap penyair
akan memilih kata-kata yang tepat, sesuai dengan maksud yang ingin diungkapkan dan efek
puitis yang ingin dicapai. Diksi juga sering menjadi ciri khas seorang penyair atau zaman
tertentu. Aspek leksikan sangatlah penting dalam karya sastra. Aspek leksikal adalah satuan
bentuk terkecil dalam konteks struktur sintaksis dan wacana (Nurgiyantoro, 2014: 172). Aspek
leksikal ini sama pengertiannya dengan diksi. Diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan
selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
seperti yang diharapkan (KBBI, 2005: 264). Aspek leksikal dalam karya sastra dapat berupa
penggunaan bahasa lain atau percampuran bahasa, kolokial, munculnya bentuk baru, makna
khusus, ragam kata, kata menyimpang, dan lain sebagainya.

 3. Bahasa Kiasan 

Bahasa kias atau figurative language merupakan penyimpangan dari pemakaian bahasa yang
biasa, yang makna katannya atau rangkaian katannya digunakan dengan tujuan untuk mencapai
efek tertentu (Abrams, 1981). Bahasa kias memiliki beberapa jenis yaitu personifikasi, metafora,
perumpamaan, simile, metonimia, sinekdoki, dan alegori (Pradopo, 1978).
4. Citraan Puisi

Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu membangkitkan kesan yang
konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat
membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya
dengan simbolisme (Baldic, via Nurgiyantoro, 2014:276). Unsur ciraan  merupakan gambaran-
gambaran angan dalam puisi yang ditimbulkan melalui kata-kata (Pradopo, 1978). Ada berbagai
macam jenis citraan diantarannya:
a. citraan penglihatan (visual imagery)
Citraan visual adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek yang dapat dilihat oleh
mata, dapat dilihat secara visual. 
b. citraan pendengaran (auditory imagery)
Citraan pendengaran (auditif) adalah pengonkretan objek bunyi yang didengar oleh telinga.
(Nurgiyantoro, 2014:281).
c. citraan rabaan (thermal imagery)
Citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek gerak yang
dapat dilihat oleh mata. (Nurgiyantoro, 2014:282).
d. citraan pengecapan (tactile imagery)
Citraan rabaan (taktil termal) menunjuk pada pelukisan rabaan secara konkret walau hanya
terjadi di rongga imajinasi pembaca. (Nurgiyantoro, 2014:283).
e. citraan penciuman (olfactory imagery)
Citraan penciuman (olfaktori) menunjuk pada pelukisan penciuman secara konkret walau hanya
terjadi di rongga imajinasi pembaca. (Nurgiyantoro, 2014:283).

5. Sarana Retorika Puisi

Sarana retorika (rhetorical devices) merupakan muslihat intelektual, yang dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu: hiperbola, ironi, ambiguitas, paradoks, litotes, dan elipsis (Altenbernd &
Lewis, 1969).
a. Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebih-lebihan. Gaya ini
biasanya dipakai jika seseorang bermaksud melebihkan sesuatu yang dimaksudkan dibandingkan
keadaan yang sebenarnya dengan maksud untuk menekankan penuturannya. (Nurgiyantoro,
2014:261).
Contoh hiperbola: Darah mulai mengucur membanjiri lengannya.
b. Ironi adalah pernyataan yang mengandung makna bertentangan dengan apa yang
dinyatakannya. Gaya ini juga menampilkan stile yang bermakna kontras. Penggunaan gaya ini
dimaksudkan untuk menyindir, mengritik, mengecam, atau sejenisnya. Gaya ironi biasanya
tingkat intensitas sindirannya rendah, sedangkan sindiran yang tajam biasanya memakai gaya
sarkasme. (Nurgiyantoro, 2014:270).
Contoh ironi: Sebenarnya aku benci rumah yang memberiku kerinduan untuk pulang.
c. Ambiguitas adalah pernyataan yang mengandung makna ganda
Contoh ambiguitas: Mayat diloncati oleh kucing hidup.
d. Paradoks merupakan pernyataan yang memiliki makna yang bertentangan dengan apa yang
dinyatakan.
Contoh paradoks: Tidak setiap derita/ jadi luka/ tidak setiap sepi/jadi duri.
e. Litotes adalah pernyataan yang menganggap sesuatu lebih kecil dari realitas yang ada. Lilotes
berkebalikan dengan hiperbola. Apabila gaya hiperbola menekankan dengan cara melebih-
lebihkan, gaya litotes justru dengan cara mengecilkan fakta dari keadaan sesungguhnya.
(Nurgiyantoro, 2014:265).
Contoh litotes: Mampirlah ke gubuku sejenak.
f. Elipsis merupakan pernyataan yang tidak diselesaikan tetapi ditandai dengan .....(titik-titik)
Contoh elipsis: Wahai angin...sampaikan salamku padanya.

6. Bentuk Visual Puisi

Bentuk visual merupakan salah satu unsur yang paling mudah dikenal. Bentuk ini meliputi
penggunaan tipografi dan susunan baris.

7. Makna Puisi

Makna merupakan wilayah isi sebuah puisi. Setiap puisi pasti memiliki makna. Makna dapat
disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Makna puisi pada umumnya
berkaitan dengan pengalaman dan permasalahan yang dialami dalam kehidupan manusia. Pada
umumnya makna puisi baru dapat dipahami setelah seorang pembaca, membaca, memahami arti
tiap kata dan kias yang dipakai dalam puisi, serta memperhatikan unsur-unsur puisi lain yang
mendukung makna.

C. Ciri-ciri puisi
Ciri-ciri Puisi Lama:

1. Anonim (pengarangnya tidak diketahui).


2. Terikat jumlah baris, rima, dan irama.
3. Merupakan kesusastraan lisan.
4. Gaya bahasanya statis (tetap) dan klise.
5. Isinya fantastis dan istanasentris

Ciri-ciri Puisi Baru:

1. Pengarangnya diketahui.
2. Tidak terikat jumlah baris, rima, dan irama.
3. Berkembang secara lisan dan tertulis.
4. Gaya bahasanya dinamis (berubah-ubah).
5. Isinya tentang kehidupan pada umumnya.

D. Majas dalam puisi


1. Metafora, mengungkapkan makna yang tersirat dengan membandingkannya dengan suatu
perumpaan kiasan atau benda.

Contoh: Aku karya Chairil Anwar

“Aku ini binatang jalang dari kumpulan yang terbuang”

2. Antiklimaks, kebalikan dari klimaks. Menyajikan kata-kata mulai dari yang kompleks ke
yang paling sederhana.

Contoh:

Pengggalan puisi Senja di Pelabuhan Kecil Buat Sri Ayati karya Chairil Anwar

“ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta
temali”.

3. Paralelisme, merupakan majas yang mengulangi kata atau frase pada awal baris atau bait.

Contoh: Cinta yang agung karya Kahlil Gibran

Adalah ketika kamu menitikkan air mata


Dan masih peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu
Dan kamu masih menunggunya dengan setia

4. Antitesis, mengungkapkan gagasan dengan menyatakan pasangan kata yang berlawanan


artinya.

Contoh: Kepada Kawan karya Chairil Anwar

Isi gelas sepenuhnya lantas kos

5. Tautologi, mengulangi suatu kata dalam kalimat yang telah diterangkan.

Contoh: penggalan puisi Chairil Anwar – AKU

“Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang ‘kan merayu, tak juga kau.”

6. Simploke, merupakan pengulangan kata atau frasa di awal dan diakhir kalimat atau baris.

Contoh: arti hidup karya M.Rukmana

Bukan tentang bagaimana memulai, namun tentang bagaimana mengakhiri


Bukan tentang bagaimana hasilnya, namun tentang bagaimana prosesnya
Bukan tentang bagaimana kematian, namun tentang bagaimana kehidupan
Bukan tentang banyaknya memiliki, namun tentang banyaknya memberi

Dunia adalah setitik cerca dari semesta yang penuh sengketa dan sementara

7. Erotesis, majas dalam bentuk pertanyaan.

Contoh: Nyanyian Sukma – Kahlil Gibran

Siapa berani memecah sunyi dan lantang menuturkan bisikan sanubari yang hanya terungkap
oleh hati? Insan mana yang berani melagukan kidung suci Tuhan?

8. Oksimoron, menyatakan dua keadaan yang berbeda untuk menegaskan.

Contoh: Kahlil Gibran – Aku Bicara Perihal Cinta

“Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira”

9. Simile, mengumpamakan makna dengan suatu pembanding lain.

Contoh: bunga-bunga di halaman karya Sapardi Djoko

“Mengapakah perempuan suka menangis bagai kelopak mawar”

10. Alegori, membandingkan kehidupan manusia dengan alam.

Contoh: aku bicara perihal cinta – Kahlil Gibran

Namun pabila dalam ketakutanmu, kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta maka lebih
baik bagimu kalau kau tutupi ketelanjanganmu dan menyingkir dari lantai-penebah cinta.

11. Personifikasi, mengatakan makna dengan menyebutkan benda mati yang seolah-olah hidup.

Contoh: penggalan puisi percakapan malam hujan karya Sapardi Djoko Damono

“ Hujan yang mengenakan mantel, Sepatu panjang, dan payung, berdiri di samping tiang listrik.

12. Sinisme, mengungkapkan sindiran dengan terang-terangan.

Contoh: sebotol bir karya Ws. Rendra

Kita telah dikuasai satu mimpi untuk menjadi orang lain


Kita telah menjadi asing ditanah leluhur sendiri

13. Simbolik, membandingkan dengan benda-benda yang mewakili suatu makna.


Contoh: dalam penggalan puisi hatiku selebar daun karya Sapardi Djoko Damono

“ Hatiku Selebar daun melayang jauh di rumput”.

14. Anafora, terjadi pengulangan kata di awal kalimat.

Contoh:

Dalam penggalan puisi karya Chairil Anwar berjudul AKU BERKACA


<Segala menebal, segala mengental, segala tak kukenal>

15. Alusio, mengaitkan dengan suatu peristiwa, tokoh, atau ungkapan.

Contoh:

Tak sepadan – Chairil Anwar

“ Dikutuk – sumpahi Eros” (Eros dalam mitologi yunani kuno dipercaya sebagai dewi cinta – nafsu
seksual/ kesuburan).

E. Puisi baru
Berdasarkan bentuknya, puisi baru dibagi menjadi 8 yaitu:

a. Distikon (Distichon)

    Distikon adalah sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak a-a.
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)

b. Terzina             
     Terzina atau sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Terzina
dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
contoh:
BAGAIMANA
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
........ diriku sendiri
Seperti aku
menjadi seteru
........ diriku sendiri
Waktu itu
Aku ........
seperti seorang lain dari diriku
Aku tak puas
sebab itu aku menjadi buas
menjadi buas dan panas
(Or. Mandank)

c. Quatrain
     Quatrain adalah sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat.
Quatrain bersajak a-b-a-b, a-a-a-a, atau a-a-b-b.
contoh:
MENDATANG-DATANG JUA
Mendatang-datang jua
Kenangan lama lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)

d. Quint
     Quint adalah sajak atau puisi yang terdiri atas lima baris kalimat dalam setiap baitnya. Quint
bersajak a-a-a-a-a.
contoh:
HANYA KEPADA TUAN
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
kepada Tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya kisahkan
kepada Tuan
Yang pernah di resah gelisahkan
Satu-satu desiran
Yang saya dengarkan
Hanya dapat saya syairkan
kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
Satu-satu kenyataan
Yang saya didustakan
Hanya dapat saya nyatakan
kepada Tuan
Yang enggan merasakan
(Or. Mandank)
e. Sektet (Sextet)
     Sektet adalah sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam
setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya
bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh:
MERINDUKAN BAGIA
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Alam seperti dalam samadhi
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
f. Septima
    Septima adalah sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama
halnya dengan sektet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh:
API UNGGUN
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curai
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
(Intojo)
g. Stanza
     Stanza adalah sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat.
Stanza disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.
Contoh:
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?
Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?
(Mr. Dajoh)

h. Soneta
      Soneta berasal dari kata Sonetto dalam bahasa Italia yang terbentuk dari kata latin Sono yang
berarti ‘bunyi’ atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya yang asli) adalah sebagai
berikut.
• Jumlah baris ada 14 buah.
• Keempat belas baris terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
• Jadi pembagian bait itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
• Kedua buah kuatrain merupakan kesatuan yang disebut stanza atau oktaf.
• Kedua buah terzina merupakan kesatuan, disebut sextet.
• Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif.
• Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan dalam oktaf; jadi
sifatnya subjektif.
• Peralihan dari oktaf ke sektet disebut volta.
• Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 dan 14 suku kata.
• Rumus dan sajaknya a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.

        Lama kelamaan para pujangga tidak mengikuti syarat-syarat di atas.


Pembagian atas bait-bait, rumus sajak serta hubungan isinya pun mengalami perubahan. Yang
tetap dipatuhinya hanyalah jumlah baris yang 14 buah itu saja. Bahkan acapkali jumlah yang 14
baris dirasa tak cukup oleh pengarang untuk mencurahkan angan-angannya. Itulah sebabnya lalu
ditambah beberapa baris menurut kehendak pengarang. Tambahan itu disebut Cauda yang berarti
ekor. Karena itu, kini kita jumpai beberapa kemungkinan bagan. Soneta Shakespeare, misalnya
mempunyai bagan sendiri mengenai soneta-soneta gubahannya,
yakni:
Pembagian baitnya : 3 × 4 dan 1 × 2.
Sajaknya : a-b-a-b, c-d-c-d, e-f-e-f, g-g.
       Demikian pula pujangga lain, termasuk pujangga soneta Indonesia mempunyai
cara pembagian bait serta rumus-rumus sajaknya sendiri.
Contoh:
GEMBALA
Perasaan siapa ta’kan nyala (a)
Melihat anak berlagu dendang (b)
Seorang saja di tengah padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)
Beginilah nasib anak gembala (a)
Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah di senja kala (a)
Jauh sedikit sesayup sampai (a)
Terdengar olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c)
(Muhammad Yamin, SH.)

Berdasarkan isinya, puisi dibai menjadi 7 yaitu:

1. Balada

Balada merupakan sebuah puisi yang berisi kisah atau cerita tertentu. Jenis puisi baru ini terdiri
dari 3 bait, dengan masing-masing bait terdiri atas 8 baris. Skema rima yang digunakan dalam
balada adalah a-b-a-b-b-c-c-b  kemudian beralih dengan skema rima  a-b-a-b-b-c-b-c.

Contoh: Berikut adalah salah satu contoh balada yang terkenal karya WS Rendra

Balada Ibu yang dibunuh

Ibu musang di lindung pohon tua meliang


Bayinya dua ditinggal mati lakinya.
Bualan sabit terkait malam memberita datangnya
Waktu makan bayi-bayinya mungil sayang.
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
Dirasukinya dusun-dusun, semak-semak, taruhan harian atas nyawa.
Burung kolik menyanyikan berita panas dendam warga desa
Menggetari ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
Membubung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
Oleh lengking pekik yang lebih menggigitkan pucuk-pucuk daun
Tertangkap musang betina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia yang mesti rampas rejeki hariannya
Ibu yang baik, matinya baik, pada bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan meraplah kolik meratap juga
Dan bayi-bayinya bertanya akan bunda pada angin tenggara
Lalu satu ketika di pohon tua meliang
Matilah anak-anak musang, mati dua-duanya.
Dan jalannya semua peristiwa
Tanpa dukungan satu dosa, tanpa.

2. Hymne

Hymne merupakan sebuah puisi yang berisi pujian untuk Tuhan, dewa, pahlawan, tanah air, atau
almamater (dalam dunia sastra). Dewasa ini, hymne menjadi sebuah puisi yang dinyanyikan.

Contoh:

Ya Tuhan kami
Kami telah terpuruk dalam lautan dosa
Detik menit jam kami terendam dalam dosa
Pikiran yang mendua
Hati yang beku
Ampunilah kami
Ya Tuhan kami
 Ya Tuhan
Telah kotor setiap inci daging ini
Telah hina diri ini
Menyalahgunakan karunia-Mu
Mengkufurkan nikmat-Mu
Semoga Kau tuntun kami kembali
Ke jalan kebenaran-Mu
Ke jalan lurus-Mu
Sebelum Kau panggil kami kembali
Ke alam kekal-Mu
Amin

3. Ode

Ode merupakan puisi yang berisi sanjungan atau pujian. Kata-kata yang digunakan bernada
anggun tapi resmi.

Contoh:

Guruku…
Cahaya dalam kegelapanku
Pengisi semua kekosonganku
Penyejuk kelayuan hatiku
Kau sirnakan segala kebodohan
Kau terangi setiap sisi jiwa
Kau terjang segala pandang negatif
Sungguh mulia hatimu
Sungguh besar pengorbananmu
Sungguh tak ternilai keikhlasanmu
Jasamu bagai emas mulia
Tak kan terganti sampai maut menjemput
Tak kan tertutup oleh keburukan dunia
Guruku…
Terima kasihku dari dalam lubuk hatiku

4. Epigram

Epigram adalah puisi yang memuat tuntunan dalam hidup.

Contoh:

Hari itu tak ada tempat berlari


Tak ada tempat bersembunyi
Tak ada memohon belas kasih
Semua sudah menyatu
Amal satu-satunya penolong
Amal satu-satunya cahaya
Merintih tiada berarti
Menyesal tiada berguna
Barulah sadar dunia yang fana

(memuat pengingat untuk beramal selagi masih hidup)

5. Romansa

Kata romansa berasal dari bahasa Perancis yaitu “romantique” yang berarti keindahan perasaan.
Romansa adalah puisi baru yang merupakan luapan perasaan cinta kasih.

Contoh:

Kisah ini hanya kau dan aku


Tak ada ketiga, keempat, kelima
Aku adalah kau
Kau adalah aku
Senyummu adalah bahagiaku
Tangismu adalah laraku
Citamu adalah wajibku
Karena kau…
Adalah tulang rusukku

6. Elegi

Berkebalikan dengan romansa, elegi merupakan puisi yang berisi tentang kesedihan. Puisi ini
bertujuan untuk mengungkapkan rasa duka, sedih, rindu, terutama karena kepergian
seseorangatau penyesalan di masa lalu.

Contoh:

Dalam erangan jiwa


Aku menangis mengingat-Mu
Dalam pilunya hati
Aku bersujud kepada-Mu
Dalam ratap tangisku
Aku berserah kepada-Mu
Renungi semua dosa dan khilaf
Takutku dan sesalku
Merangkai doa selalu kupanjatkan
Ya Tuhan…
Ampunilah dosaku
Ampunilah khilafku

7. Satire

Satire adalah puisi yang memuat sindiran kepada penguasa/orang yang memiliki posisi/jabatan.
Tokoh sastrawan yang terkenal dengan karya satirenya adalah W.S. Rendra.

Contoh:

Lihatlah kami
Peluh dan keringat adalah kawan kami
Banting tulang adalah kesetiaan kami
Kekurangan adalah kelebihan kami
Penderitaan adalah keseharian kami
Tapi lihatlah dirimu
Tertawa di atas peluh keringat kami
Bersantai di atas remuknya tulang kami
Berfoya di atas kekurangan kami
Kau curi semua hak kami
Kau curi sesuap nasi kami
Kau berlimpah harta atas nama kami
Kau berjanji atas nama kami
Kami hanya cukup diam
Di atas sajadah kami
Semoga Tuhan membalas kezhaliman ini

Anda mungkin juga menyukai