Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN PENGUJIAN HIPOTESIS


A. Landasan Teori

1. Pengertian Kemampuan Menulis

Kemampuan merupakan sebuah potensi ataupun kesanggupan

seseorang individu untuk dapat melakukan sesuatu. Sedangkan menulis

merupakan sebuah kegiatan keterampilan berbahasa yang bersifat

produktif, karena melalui menulis seseorang bisa menuangkan hasil

perasaan ataupun pemikirannya. Menulis tidak hanya menyalin tetapi juga

mengekspresikan perasaan, ide, suasana, ataupun yang lainnya kedalam

bentuk tulisan. Dalam menulis harus difokuskan agar menghasilkan tulisan

yang berkualitas. Membahas mengenai menulis, kiranya perlu diuraikan

terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan menulis sehingga akan

tergambar pengertian dari menulis yang dimaksud.

Menurut Yunus, dkk (2016:1.3) “Menulis merupakan suatu bentuk

komunikasi (verbal) yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai

mediumnya”. Sedangkan menurut Helaluddin dan Awaluddin (2020:1)

“Menulis merupakan jenis keterampilan produktif. Artinya, kemampuan

menulis seseorang dapat dikembangkan dengan baik apabila selalu diasah

dan dilatih”. Kemudian menurut Sopandi (2010: 41) “Menulis mempunyai

peran pemindahan informasi secara akurat dari diri seseorang kedalam

tulisan”.

9
10

Komaidi (Sopandi, 2010:55) mengungkapkan beberapa manfaat

yang dapat kita peroleh dari menulis, diantaranya sebagai berikut:

1. Melatih kepekaan terhadap realitas kehidupan sekitar.


2. Mendorong kita agar semakin menambah wawasan dengan
memperbanyak referensi kita ketika ingin menulis, khususnya dalam
menulis puisi.
3. Dari sisi psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan stres
kita.
4. Menjadi populer dan dikenal oleh publik pembaca.
5. Jika tulisan kita dimuat oleh media-media massa, maka kita sebagai
penulis mendapat kepuasan batin karena tulisan kita bisa bermanfaat
bagi orang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan menulis

merupakan suatu kegiatan ataupun upaya untuk menuangkan isi hati,

pikiran maupun perasaan dan gagasan melalui sebuah media bahasa

berupa tulisan. Dan manfaat menulis dapat membuat pikiran kita menjadi

lega dan menghilangkan kejenuhan, karena dengan menukis kita

menuangkan apapun yang ada dalam pikiran kita sehingga beban kita

terasa akan berkurang dengan sendirinya.

2. Hakikat Puisi

Teori yang dibahas dalam puisi terdapat tiga hal sebagai berikut: (a)

pengertian puisi, (b) unsur-unsur puisi, (c) langkah-langkah menulis puisi.

a. Pengertian Puisi

Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra dengan bahasa yang

terikat oleh irama, rima, serta susunan bait dan larik. Menurut Kosasih

(2008:31) “Puisi adalah bentuk karya sastra yang tersaji secara monolog,

menggunakan kata-kata yang indah dan kaya akan makna”.


11

Menurut Sopandi (2010:5) “Puisi adalah bentuk karya sastra yang

menggunakan kata-kata indah dan penuh makna”. Kemudian menurut

Wirjosoedarmo (Muryanto, 2007:6) “Puisi biasa didefinisikan sebagai

karangan yang terikat”. Lalu menurut Kartikasari dan Suprapto (2018:52)

“Puisi merupakan salah satu genre karya sastra Indonesia selain prosa dan

drama”. Sedangkan menurut Sayuti (Setiawan dan Andayani, 2019:2)

“Puisi ialah bentuk ekspresi yang memanfaatkan medium bahasa”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa puisi

adalah suatu karya sastra yang didalamnya berisi tentang sebuah ungkapan

hati, pemikiran, perasaan seseorang yang kemudian dituangkan dengan

kata-kata yang indah dan imajinatif ke dalam sebuah bentuk tulisan.

b. Unsur-unsur Puisi

Unsur-unsur puisi merupakan suatu hal-hal pembangun dari sebuah

puisi. Menurut Kosasih (2008:32-39) “Secara garis besar unsur-unsur

puisi terbagi menjadi dua macam, yakni struktur fisik dan struktur batin”.

Berikut uraian dari kedua unsur tersebut:

1) Unsur Fisik

a. Diksi (Pemilihan Kata) dalam puisi bersifat konotatif. Makna


kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih
hendaknya bersifat puitis yang mempunyai efek keindahan.
Bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-
kata lainnya.
b. Pengimajian dapat didefenisikan sebagai kata atau susunan kata
yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi.
c. Kata Konkret untuk membangkitkan imajinasi pembaca kata-
kata harus diperkonkret atau diperjelas. Jika penyair mahir
12

memperkonkret kata pembaca seolah-olah melihat mendengar,


atau mersakan apa yang dilukiskan oleh penyair.
d. Bahasa Figuratif (Majas) adalah bahasa yang digunakan oleh
penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara
membandingkannya dengan benda atau kata lain.
e. Rima/Ritma adalah pengulangan bunyi dalam puisi.
f. Tata Wajah (Tipografi) merupakan pembeda yang penting
antara puisi, prosa, dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk
paragfar, tetapi bait.

2) Unsur Batin

a. Tema merupakan gagasan utama penyair dalam puisinya.


b. Perasaan merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi
perasaan penyair.
c. Nada adalah sikap penyair kepada pembaca dan suasana adalah
keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi.
d. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan tema yang
diungkapkan.

Sedangkan menurut Sopandi (2010:10-15) “Secara detail puisi

terdiri atas dua bagian besar yakni struktur batin dan struktur fisik”.

Berikut uraian dari kedua unsur tersebut:

1) Unsur Batin

a. Tema/makna (sense), media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa


adalah hubungan tanda dengan makna. Makna puisi harus
bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
b. Rasa (feeling) yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan
yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair,
misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman,
sosiologis dan psikologis dan pengetahuan.
c. Nada (tone) yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada
juga berhubungan dengan tema dan rasa.
d. Amanat/tujuan/maksud (intention) sadar maupun tidak ada
tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun
dapat ditemui dalam puisi.
13

2) Unsur Fisik

a. Perwajahan puisi (tipografi) yaitu bentuk puisi seperti halam


yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
b. Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair
dalam puisinya.
c. Imaji yaitu kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
d. Kata konkret kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji.
e. Bahasa figuratif yaitu bahasa kias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu.
f. Verifikasi yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima
adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, di tengah, dan
akhir baris puisi. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek,
keras lemahnya bunyi. Ritme sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur

unsur pembangun sebuah puisi adalah hal-hal pembangun dari puisi

tersebutu. Seseorang dapat membedakan mana puisi dan mana yang

bukan puisi berdasarkan bentuk fisik yang terlihat secara langsung dan

bisa dirasakan melalui unsur batin puisi dan juga melalui imajinasi si

pembaca.

c. Langkah-langkah Menulis Puisi

Langkah-langkah menulis sebuah puisi merupakan hal yang sangat

penting agar hasil karya puisi menjadi indah dan bermakna. Menurut

Kosasih (2008:50) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis puisi

adalah sebagai berikut:

1. Puisi diciptakan dalam suasana perasaan yang intens yang


menuntut pengucapan jiwa yang spontan dan padat. Dalam puisi,
14

seseorang berbicara dan mengungkapkan dirinya sendiri secara


ekspresif.
2. Puisi mendasarkan masalah atau berbagai hal yang menyentuh
kesadaran kamu sendiri. Tema yang kamu tulis berangkat dari
inspirasi diri sendiri yang khas, sekecil dan sesederhana pun inspirasi
itu.
3. Dalam menulis puisi kamu perlu memikirkan cara
penyampaiaannya. Cara penyampaian ide atau perasaan dalam
berpuisi disebut gaya bahasa atau majas.

Sedangkan menurut Sopandi (2010:51-52) mengemukakan kiat-kiat

dan tips menulis puisi diantaranya sebagai berikut:

1. Semangat merupakan alat dan senjata yang dapat mengalahkan rasa


bosan dan bermalas-malasan yang memengaruhi daya kerja untuk
mencapai apa yang kita inginkan.
2. Optimis dan yakin bahwa kita bisa membuktikan potensi yang kita
miliki.
3. Percaya diri dan tidak rendah diri dengan kesuksesan yang diraih
orang lain.
4. Pantang menyerah demi mewujudkan sebuah karya pasti mengalami
kesulitan.
5. Tekun membaca dan mencari inspirasi merupakan koreksi dalam
tulisan-tulisan yang kita ciptakan supaya lebih kaya imajinasi dan
memiliki bobot kualitas didalamnya.
6. Konsentrasi serta fokus pada pijakan tema tulisan”.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

langkah-langkah dalam menulis sebuah puisi adalah hal yang sangat

penting di dalam penulisan puisi yaitu yang pertama menentukan tema

dan judul menarik, kedua mengembangkan imajinasi dengan

berkonsentrasi, ketiga mengembangkan ide pikiran kemudian

menuangkannya kedalam bentuk tulisan.


15

3. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Pada bagian ini akan dijelaskan teori yang berkaitan dengan model

Contextual Teaching and Learning (CTL) antara lain: (a) pengertian

model Contextual Teaching and Learning (CTL), (b) Karakteristik Model

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), (c) Prinsip dan

Penerapan Pembelajaran Model Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL), (d) Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL).

a. Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

adalah model pembelajaran yang sangat membantu peserta didik didalam

proses belajar dikarenakan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan

konteks atau kehidupannya sehari-hari sehingga peserta didik akan lebih

tertarik didalam mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Trianto (2014:138) “Pengajaran dan pembelajaran

kontekstual atau Contextual Teaching and leraning merupakan suatu

konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan

situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara

pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (US. Departement of Edication

the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blandhard, 2001)”.


16

Menurut Sanjaya (2016:255) “Contextual Teaching and Learning

(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses

keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan

mereka”.

Menurut Riyanto (2014:163) “Pendekatan kontekstual (Contextual

Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme

(construktivism), bertanya (questioning), menemukan (Inquiri),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi

(reflection), dan penilaian sebenarnya ( authentic assessment)”.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

sebuah model pembelajaran yang dibuat atau dirancang agar siswa dapat

mengaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan menuangkannya

dalam pengetahuan sehingga, dalam proses belajar siswa dapat dengan

mudah memahami karena yang dipelajarinya berkaitan dengan kehidupan

siswa sehari-hari sehingga mempermudah dia untuk mengingat dan

belajar dengan rasa yang nyaman.


17

b. Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Menurut Trianto (2014:144) “CTL memiliki karakteristik yang

membedakan dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: (1) kerja

sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, mengasyikkan, (4) tidak

membosankan (joyfull, comfortable), (5) belajar dengan bergairah, (6)

pembelajaran terintegrasi, dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa

aktif”.

Sedangkan menurut Sanjaya (2016:256) karakteristik penting

dalam proses pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

terdapat lima yaitu sebagai berikut:

1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan


pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang
akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memerhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan aru tersebut pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (apply-ing
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasi dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
18

Kemudian menurut Zahorik (Riyanto, 2014:165) Ada lima elemen


yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu
sebagai berikut:

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge).


2. Pemerolehan pengatahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan
detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan
cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan
sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan
atas dasar tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan
dikembangan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalam tersebut.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) yaitu bekerja bersama, saling mendukung, menyenangkan, tidak

membuat peserta didik bosan, belajar dengan bersemangat, proses

pembelajaran terkontrol, menggunakan berbagai sumber akan membuat

siswa menjadi aktif.

c. Prinsip dan Penerapan Pembelajaran Model Pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Trianto (2014:144-151) “Penerapan model CTL memiliki

tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme (contrustivisme), bertanya

(questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment)”. Suatu kelas dikatakan

menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning


19

(CTL) apabila menerapkan ketujuh prinsip diatas dalam proses

pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (contrustivisme) merupakan landasan berfikir


(filosofis) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-konyong.
2. Inkuiri (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual.
3. Bertanya (Questioning) merupakan srategi utama yang berbasis
kontekstual, bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagi
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berfikir siswa.
4. Masyarakat belajar (learning community) merupakan konsep
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain.
5. Pemodelan (modeling) sebuah pembelajaran kontekstual guru bukan
satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan
siswa. Seseorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu
berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
6. Refleksi (reflection) cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari
atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan
dimasa lalu.
7. Penilaian sebenarnya (authentic assessment) adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa.

Sedangkan Menurut Sanjaya (2016:264-269) CTL sebagai suatu

pendekatan model pembelajaran memiliki tujuh asas. Asas ini

melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL. Berikut ketujuh asas dijelaskan di bawah ini:

1. Konstruktivisme (contrustivisme) adalah proses membangun atau


menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman.
2. Inkuiri (inquiry) artinya proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis
3. Bertanya (Questioning) dapat dipandang sebagai refleksi dari
keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
4. Masyarakat belajar (learning community) penerapan asas masyarakat
belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar.
20

5. Pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan


memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa.
6. Refleksi (reflection) dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan CTL, setiap beberakhir proses pembelajaran guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
7. Penilaian sebenarnya (authentic assessment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa.

Kemudian menurut Riyanto (2014:168-175) “Pendekatan

kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif yakni: konstruktivisme

(contrustivisme), bertanya (questioning), menemukan (Inquiri),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),

refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)”.

Ketujuh komponen tersebut sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (contrustivisme) merupakan landasan berfikir


pendekatan CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
2. Inkuiri (inquiry) merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis CTL”. Guru harus merancang kegiatan merujuk pada
kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya.
3. Bertanya (Questioning) dalam pembelajaran dipandang sebagai
kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berfikir siswa.
4. Masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil
diperoleh dari kerja sama dengan orang lain, hasil belajar diperoleh
dari sharing antara teman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke
yang belum tahu.
5. Pemodelan (modeling) dalam pendekatan CTL guru bukan satu-
satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa
seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh teman-temanya
cara melafalkan suatu kata.
6. Refleksi (reflection) adalah cara berfikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan dimasa lalu.
21

7. Penilaian sebenarnya (authentic assessment) adalah proses


pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

Prinsip Pembelajaran Model Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) adalah sebuah prinsip yang harus diterapkan di dalam

menggunakan model CTL pada proses belajar mengajar dimana

prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu konstruktivisme

(contrustivisme), bertanya (questioning), menemukan (Inquiri),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),

refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL)

Menurut Trianto (2014:144) Secara garis besar langkah-langkah

Penerapan CTL dalam kelas ada tujuh yaitu sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna


dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi senderi pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalm kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagi contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

Sedangkan menurut Riyanto (2014:168-169) penerapan CTL

dalam kelas cukup mudah, secara garis besar langkahnya ada tujuh

yaitu sebagai berikut:


22

1. Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan


cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi senderi
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalm kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagi contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

langkah-langkah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) yaitu pertama mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar

lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, kedua

melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik, ketiga

mengembangkan sifat ingin tahu siswa bertanya, keempat menciptakan

masyarakat belajar, kelima menghadirkan model sebagai contoh belajar

keenam melakukan refleksi diakhir pertemuan, dan ketujuh melakukan

penilaian yang sebenarnya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini, penulis mengambil acuan kajian yang

relevan, yaitu sebagai berikut:

1. Muhammad Ihsan (IPTS Tapanuli Selatan, 2019) “Pengaruh

Penerapan Pendekatan Kontestual Terhadap Kemampuan Menulis

Karangan Narasa Siswa Kelas VIII 1 Tambangan” Gambaran

penggunaan pendekatan kontekstual di SMP Negeri 1 Tambangan

memperoleh nilai rata-rata 3,23 termasuk dalam kategori baik. Artinya


23

proses pembelajaran sudah terlaksana sesuai dengan kaidah

penggunaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

Selanjutnya gambaran penggunaa kemampuan menulis karangan

narasi siswa Siswa Kelas VIII 1 Tambangan pada kemampuan

menulis karangan narasi siswa diperoleh nilai rata-rata 84,54 berada

pada kategori baik. Artinya, kemampuan menulis karangan narasi

siswa yang diukur berdasarkan alur, perbuatan, perwatakan dan

penokohan dalam karangan adalah baik. Pengaruh pendekatan

kontekstual terhadap kemampuan menulis narasi siswa dianalisis

statistik uji t-test dengan perolehan data t hitung = 1,356 ¿ ttabel =1,356

yang memberi arti bahwa tolah HO dan Ha dengan demikian diperoleh

simpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Pengaruh

Penerapan Pendekatan Kontestual Terhadap Kemampuan Menulis

Karangan Narasi Siswa Kelas VIII 1 Tambangan.

2. Arvita Helena (IPTS Tapanuli Selatan, 2019) “ Pengaruh Metode

Pembelajaran Dicovery Leraning Terhadap Kemampuan Menulis

Puisi Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Sarudik”. Metode pengumpulan

data yang digunakan adalah angket dan tes unjuk kerja. Teknik

analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis

statistik inferensial dengan menggunakan uji-t test. Dari perhitungan

penelitian diperoleh nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa

kelas X SMK Negeri 1 Sarudik sebelum menggunakan metode

pembelajaran discovery learning adalah 60 dan berada pada kategori

cukup. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan menulis puisi siswa


24

kelas X SMK Negeri 1 Sarudik setelah menggunakan metode

pembelajaran discovery learning adalah 74 dan berada pada kategori

baik. Dari hasil analisis pengujian hipotesis di peroleh data t hitung = 7,

5057 yang dikosultasikan pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat

kebebasan (dk) = N – 2 = 30 -2 = 28 maka diperoleh ttabel =1, 70.

Dengan hasil penelitian tersebut maka hipotesis pada penelitian ini

dapat diterima atau disetujui. Artinya terdapat pengaruh metode

pembelajaran discovery learning terhadap kemampuan menulis puisi

siswa kelas X SMK Negeri 1 Sarudik.

Perbedaan penelitian 1 dan 2 penelitian ini adalah penelitian 1

menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan menggunakan

teknik pengumpulan data pada variabel X nya yaitu angket sementara

variabel Y nya menggunakan tes yaitu tes unjuk kerja. Sementara

penelitian 2 menggunakan model pembelajaran Dicovery Leraning dengan

teknik pengumpulan data untuk variabel X nya angket semetara untuk

variabel Y nya yaitu tes unjuk kerja.

Persamaan penelitian 1 dan 2 dan penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan model pembelajaran yang menggunakan teknik

pengumpulan data angket, dan penelitian yang kedua sama-sama

keterampilan yang teknik pengumpulan datanya menggunakan tes yaitu tes

unjuk kerja. Berdasarkan kedua penelitian di atas sangat relevan kaitannya

dengan penelitian yang saya buat.


25

C. Kerangka Berpikir

Menulis merupakan menuangkan bahasa lisan kedalam tulisan.

Menulis puisi adalah kegiatan yang muncul dari gagasan yang kreatif yang

dapat melatih peserta didik berkreasi. Menulis puisi sangat penting

dilakukan peserta didik demi keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia. Dalam pembelajaran menulis banyak masalah yang ditemui,

rendahnya kemampuan menulis puisi peserta didik sangat perlu dicari

pemecahan permasalahannya. Oleh karena itu, maka diperlukan model

pembelajaran yang cocok dalam pengajaran, agar kemampuan menulis

puisi peserta didik dapat tercapai. Model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk kemampuan menulis puisi adalah model pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan

kemampuan menulis puisi peserta didik.


26

Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X


MAS Babussalam Kec. Batang Angkola Kab.
Tapanuli Selatan

Menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

Konstruktivisme Pemodelan
(Constructivism) (Modelling)

Penilaian Autentic Refleksi (Reflection)


InquirI (Inquiry)
(Autentic Assement)

Masyarakat Belajar
Bertanya (Questioning) (Learning
Community)

Pengaruh Pengguanaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and


Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X MAS
Babussalam Kec. Batang Angkola Kab. Tapanuli Selatan

Bagan 1 : Kerangka Berfikir

Deskripsi kerangkan berfikir di atas dimulai dengan kemampuan

menulis puisi siswa kelas X MAS Babussalam Kec. Batang Angkola Kab.

Tapanuli Selatan dengan menggunakan model pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL). Dimana di dalam model pembelajaran

tersebut terdapat tujuh komponen yang harus dilaksanakan didalam proses

pembelajaran. Pertama, konstruktivisme (construktivism) yaitu proses

membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif

siswa berdasarkan pengalaman. Kedua, inkuiri (inquiry) artinya proses

pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses

berfikir secara sistematis. Ketiga, Bertanya (Questioning) dapat dipandang


27

sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab

pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.

Keempat, Masyarakat belajar (learning community) penerapan asas

masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran

melalui kelompok belajar. Kelima, Pemodelan (modeling) adalah proses

pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat

ditiru oleh setiap siswa. Keenam, Refleksi (reflection) dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap beberakhir proses

pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung

atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Ketujuh, Penilaian

sebenarnya (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru

untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang

dilakukan siswa. Setelah ketujuh komponen model pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL) diterapkan dalam pembelajaran

menulis puisi, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi

siswa kelas X MAS Babussalam Kec. Batang Angkola Kab. Tapanuli

Selatan.

D. Hipotesis

Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah

yang diteliti. Menurut Sugiyono (2017:96) “Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Sedangkan

menurut Hasnunidah (2017:41) “Hipotesis merupakan pemecahan

sementara atas masalah penelitian”. Kemudi menurut Rangkuti (2014:41)

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian

yang kebenarannya sedang diuji secara empiris. Berdasarkan pendapat

para ahli di atas disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara


28

atau dugaan, setelah dibuktikan melalui data yang dipeoleh melalui

penelitian, maka seterusnya bisa menjadi tesa (kebenaran). Itulah sebabnya

istilah yang digunakan adalah hipotesis.

Menurut Sugiyono (2017:106) Karakteristik hipotesis yang baik

antara lain sebagai berikut

a. Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, perbandingan

keadaan variabel pada berbagai sampel, dan merupakan dugaan

tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. (Pada umumnya

hipotesis deskriptif tidak dirumuskan).

b. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan

berbagai penafsiran.

c. Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode

ilmiah.

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir yang diuraikan

diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Nol (Ho) Tidak terdapat pengaruh signifikan antara

Penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL)

Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X MAS

Babussalam Kec. Batang Angkola Kab. Tapanuli Selatan.

2. Hipotesis Alternatif (Ha) adalah Terdapat pengaruh signifikan antara

Penggunaan model Contextual Teaching and Learning (CTL)

Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas X MAS

Babussalam Kec. Batang Angkola Kab. Tapanuli Selatan.

Anda mungkin juga menyukai