A. Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi
(dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif,
pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan
tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang
permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi
adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004:
2). Jenis sastra ada tiga, yaitu, pidato , drama, dan puisi. Untuk dapat memahami sebuah karya
sastra dengan baik, pembaca harus memiliki pengetahuan tentang fungsi dan unsur-unsur karya
sastra yang dibacanya.
Sebelum mengenal karya sastra alangkah baiknya kita mengetahui dahulu definisi karya
sastra. Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah dan sastra
artinya tulisan. Jadi susastra artinya tulisan yang indah, tapi bukan bentuk tulisannya yang indah
seperti kaligrafi. Yang dimaksud disini adalah isi kata-katanya yang indah dan menggugah hati
pembaca sehingga emosi pembaca larut dalam tulisan yang dibacanya. Karya sastra adalah karya
rekaan penulis berdasarkan sudut pandangnya, pengalamannya, wawasan imu pengetahuannya,
apa yang dilihatnya dan suasana hatinya. Jadi karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang
dituangkan dalam bentuk tulisan.
B. Rumusan Masalah
1. Susunan acara ?
2. Apa itu Pidato ?
3. Apa itu puisi ?
4. Apa itu drama ?
C. Tujuan
Siswa mampu mengetahui hal-hal dalam menulis karangan, seperti :
Susunan Acara
1. Pidato
2. Puisi
3. Naskah drama
1
BAB II
PEMBAHASAN
PIDATO
A. Pengertian Pidato
Pidato merupakan suatu kegiatan berbicara di depan khalayak ramai atau berorasi
dalam menyatakan pendapatnya, atau memberikan suatu gambaran mengenai suatu hal.
Biasanya pidato dibawakan oleh seorang yang memberikan orasi serta pernyataan tentang hal-
hal atau peristiwa penting dan juga patut untuk diperbincangkan. Pidato biasanya digunakan
oleh seorang pemimpin guna memimpin dan berorasi di depan khalayak ramai atau anak
buahnya.
Pidato merupakan suatu ucapan yang memiliki susunan yang baik guna disampaikan
kepada orang banyak. Contoh pidato penting seperti pidato kenegaraan, pidato dalam
menyambut hari besar, pidato untuk membangkitkan semangat, dan lain sebagainya.
Pidato yang baik adalah suatu pidato dapat memberikan kesan positif bagi orang-orang
banyak yang mendengarkan pidato yang disampaikan tersebut. Kemampuan dalam berpidato
atau berbicara di depan publik dapat membantu dalam meraih jenjang karir yang baik.
Berpidato merupakan salah satu wujud dalam kegiatan berbahasa lisan. Oleh karena itu itu,
berpidato mementingkan ekspresi gagasan serta penalaran dengan memakai bahasa lisan yang
didukung aspek nonbahasa, seperti ekspresi wajah, pelafalan, kontak pandang, dan intonasi
suara. Pidato yang baik memerlukan beberapa kriteria. Berikut kriteria dalam berpidato.
B. Ciri-Ciri Pidato yang Baik
a) Memiliki tujuan yang jelas
b) Isinya mengandung kebenaran
c) Cara penyampaiannya sesuai dengan para pendengar
d) Menciptakan suasana efektif dengan pendengar
e) Penyampaiannya jelas dan juga menarik
f) Menggunakan intonasi, artikulasi, dan volume yang jelas
g) Artikulasi merupakan bagaimana cara melafalkan bunyi bahasa
h) Intonasi merupakan naik turunnya lagu kalimat
i) Volume yaitu kuat lemahnya dalam mengucapkan suatu kata-kata atau kalimat
Contoh dibawah ini Pidato adab terhadap guru
2
C. Adab terhadap Guru
3
Ketujuh, hormatilah putra/putrinya dan orang yang ada hubungan kerabat dengan guru
Hadirin Hadirot Rohimakumulloh.
Oleh karena itulah, seorang murid harus bisa mencari kerelaan hati seorang guru, harus bisa
menghormati guru, harus bisa berkata yang sopan pada guru, harus bisa melaksanakan
nasihat-nasihat guru dan harus bisa menentramkan hati guru. Kenapa seorang murid harus
melakukan itu semua? Jawabannya adalah agar guru ridho/ikhlas atas ilmunya yang sudah
diberikan sehingga ilmu yang kita peroleh bisa bermanfaat.
Hadirin Hadirot Rohimakumulloh.
Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata ...
Burung Irian
Burung Cenderawasih
Cukup sekian
dan terima kasih.
4
yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi.
B. Hal-hal dalam mebaca puisi
Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal, Intonasi, Penghayatan dan Ekspresi yang Sesuai.
Membaca pusi tidak sekedar membaca saja. Namun, disini harus memperhatikan
beberapa syarat yaitu dari segi lafal, intonasi dan ekspresi. Apresiasi puisi dapat
ditempuh dengan berbagai bentuk yaitu :
1) Pembacaan puisi Dititik beratkan pada pemahaman, keindahan vokal, dan
ekspresi wajah.
2) Deklamasi puisi Menekankan kepada ketepatan pemahaman, keindahan
vokal, dan ekspresi wajah disertai dengan gerak-gerik
tubuh yang lebih bebas dan ekspersi wajah yang lebih
kuat.
3) Dramatisasi puisi: Puisi dipandang sebagai suatu kesatuan peristiwa yang
dapat diperagakan dalam suatu pementasan. Oleh karena
itu pembaca akan memeragakan peristiwa-peristiwa dalam
pusi dengan lakuan tubuh (akting) yang sesuai.
4) Musikalisasi puisi : Puisi dinotasikan sebagaimana musik lirik puisi dijadikan
syair lagu.
Pembacaan atau pendeklamasian puisi mengutamakan kejelasan, ketepatan, dan
keakuratan lafal, volume, intonasi, ekspresi, gesture dan penghayatan.
1) Lafal : cara menyembunyikan atau mengucapkan huruf
( bagaimana mengucapkan misalnya f, v, p, z, j, dan
sebagainya).
2) Volume suara : tingkat kenyaringan atau kekuatan bunyi atau suara.
3) Intonasi : lagu kalimat, perubahan nada pengucapan tuturan (kata,
frasa, klausa kalimat yang menimbulkan makna atau arti.
4) Ekspresi : perubahan atau pandangan air muka (raut wajah) untuk
memperlihatkan perasaan tertentu.
5) Gestur : gerak anggota tubuh (tangan, kaki, kepala, dan
sebagainya) untu memperkuat kesan tertentu atau untuk
mengungkapkan perasaan.
6) Penghayatan : cara memahami atau memaknai sebuah puisi.
Di samping hal-hal tersebut, pembacaan puisi hendaknya didahului kegiatan memberi
tanda bantu pada puisi sehingga pembacaannya tidak keliru atau menyimpang dari
5
rencana. Tanda-tanda yang lazim digunakan dan bisa dikreasi sendiri, antara lain :
——- Diucapkan biasa saja
/ Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau
di tengah baris
// Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang
masih berhubungan artinya dengan baris berikutnya
/// Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau
pada penghabisan puisi
^ Suara perlahan sekali seperti berbisik
^^ Suara perlahan saja
^^^ Suara keras sekali seperti berteriak
V Tekanan kata pendek sekali
VV Tekanan kata agak pendek
VVV Tekan kata agak panjang
VVVV Tekan kata agak panjang sekali
____/ Tekanan suara meninggi
____ Tekanan suara agak merendah.
Pembacaan puisi dapat dikatakan berhasil apabila pendengar terhanyut dalam suasana
pembacaan. Untuk mencapai tujuan itu, pembaca hendaknya berlatih dan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut :
a) Tahap pertama, : pembaca hapan secara jelas, misalnya harus
mempelajari dan memahami puisi yang akan dibaca.
b) Tahap kedua, : pembaca memahami pemenggalan (jeda) baik pada kata,
frasa, atau kalimat.
c) Tahap ketiga, : pembaca memahami siapa yang menjadi yang menjadi
pendengarnya.
d) Tahap keempat, : pembaca harus senang terhadap puisi yang akan dibaca.
Di samping tahapan-tahapan diatas, perlu juga memperhatikan pelafalan atau
pengucapan secara jelas, misalnya:
a. Fonem diucapkan secara jelas, misalnya huruf a dengan mulut terbuka lebar.
b. Pemberian tekanan atau aksentuasi
c. Penekanan terhadap intonasi (nada naik, turun atau datar) secara tepat.
6
C. Unsur-unsur puisi
Adapun unsur-unsur puisi berikut ini yang merupakan beberapa pendapat mengenai
unsur-unsur puisi.
a) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi
terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense),
rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2)
metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata,
majas, ritme, dan rima.
b) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat
struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur
kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan
batin pengarang.
c) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan
secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline
buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa
puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3)
bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi:
narasi, emosi, dan tema.
d) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting
dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi
dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih
menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis
menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
e) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3)
bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk
(Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi
(1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata
konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan
Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa,
dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme,
dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.
7
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
a) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang
tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-
hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
b) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69)
menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan,
yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan
fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register
(ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis
(penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan
kapital hingga titik)
c) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual),
dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca
seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami
penyair.
d) Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat
melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
e) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83).
Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi,
8
anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
f) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi.
Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang
memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi
(aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak
berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]),
dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang
pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap
kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
b) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar
belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,
agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,
pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
c) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada
menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan
masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada
sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
d) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum
penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya
9
D. Jenis-jenis puisi
a) Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan seperti Jumlah kata
dalam 1 baris, Jumlah baris dalam 1 bait, Persajakan (rima), Banyak suku kata tiap
baris dan Irama
PEMUDA
Terkadang idealis
Itulah pemuda
Namun bersabarlah
Egois
Sabarlah pemuda
Drama
A. Pengertian Naskah Drama
Naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan. Menurut Imam
Suryono Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah
jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara
adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang
yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Menurut Molton drama adalah hidup yang
dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Menurut Ferdinand Brunetierre drama haruslah
melahirkan kehendak dengan action. Menurut Baltazhar Vallhagen drama adalah kesenian
melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut Sendarasik naskah drama merupakan
bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna betuknya apabila belum dipentaskan. Naskah
drama juga sebagai ungkapan pernyataan penulis(play wright) yang berisi nilai-nilai pengalaman
umum juga merupakan ide dasar bagi actor.
Berdasarkan pengertian diatas naskah drama dapat diartikan suatu karangan atau cerita yang
berupa tindakan atau perbuatan yang masih berbentuk teks atau tulisan yang belum duterbitkan
(pentaskan).
12
b. Drama Baru/Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan memberikan pendidikan kepada
masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Contoh drama
baru/modern adalah sinetron, opera, dan film. Drama Lama/Drama Klasik
13
D. Unsur-Unsur yang membangun Drama
Drama mempunyai unsur-unsur pembangun, seperti rangka cerita (plot), penokohan
(karakter/watak), diksi (pilihan kata, kebahasaan), tema, latar, perlengkapan, dan nyanyian.
1. Rangka cerita. Cerita dalam drama merupakan rangkaian peristiwa yang dijalin
sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan gagasan pengarang. Rangkaian
peristiwa ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur balik, dan alur campuran.
2. Penokohan (karakter/watak). Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak
tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau
diperjuangkan; pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang bertentangan dengan
nilai kebaikan; dan pelaku tritagonis, yang mendukung pelaku protagonis untuk
memperjuangkan nilai kebaikan.
3. Dialog – Dalam dalam, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan, yaitu:
(1) dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya dan (2) dialog yang diucapkan di
atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari hari.
4. Diksi (pemilihan kata, kebahasaan). Kata-kata yang digunakan dalam drama harus
dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua gagasan dan perasaan pengarang
serta mudah diterima oleh pembaca, pendengar, atau penonton.
5. Tema. Gagasan pokok yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau
penonton.
6. Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang dan waktu di dalam naskah drama.
Latar drama terbagi 3 :
1. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama,
2. Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama.
3. Latar budaya, yaitu penggambaran budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan
atau peristiwa dalam drama.
7. Perlengkapan dan nyanyian – pakaian (kostum). Tata panggung, tata lampu, musik,
dan nyanyian merupakan pendukung gagasan yang ikut berpengaruh dalam
penyampaian gagasan kepada pendengar/penonton.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara penulis naskah
drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris). Pada umumnya, pementasan
drama mempunyai tahapan-tahapan yang runtut, yaitu eksposisi (pengenalan),
komplikasi (pemunculan konflik), peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan
resolusi (keputusan).
14
Keenam tahap pementasan drama tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi : cerita diperkenalkan agar penonton mendapat gambaran selintas mengenai
drama yang ditontonnya (penonton diajak terlibat dalam peristiwa cerita).
2. Konflik : pelaku cerita terlibat dalam suatu pokok persoalan (di sinilah mula pertama
terjadinya insiden).
3. Komplikasi : terjadinya persoalan baru dalam cerita.
4. Krisis : pertentangan harus diimbangi dengan jalan keluar, mana yang baik dan mana
yang buruk, lalu ditentukan pihak/perangai mana yang melanjutkan cerita.
5. Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian persoalan (falling action).
6. Keputusan : di sini konflik berakhir, sebentar lagi cerita usai
Tahap-tahap penceritaan di atas dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan
suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan karakter atau suasana drama yang erat
kaitannya dengan plot cerita. Plot literer yang lazim digunakan dalam drama adalah
sirkuler, linear, dan episodik. Selain itu, tahap-tahap penceritaan tersebut masih harus
dikemas dalam bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode, dan
adegan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi .
Sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi
kehidupan manusia.
Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah dan sastra
artinya tulisan.
karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Jenis sastra ada tiga, yaitu, pidato , drama, dan puisi.
Pidato adalah merupakan suatu kegiatan berbicara di depan khalayak ramai atau berorasi
Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang
banyak, atau wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak.
Teks pidato memiliki beberapa tujuan, yaitu harus informatif, argumentatif, rekreatif, dan
persuasif.
Pidato biasanya di bagi menjadi 4 jenis: (1) Pidato informatif (2)Pidato argumentative
(3)Pidato rekreatif (4)Pidato persuasif.
Kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan.
Cara Membaca Puisi dari Segi Lafal, Intonasi, Penghayatan dan Ekspresi yang Sesuai.
Unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7)
bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima.
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan seperti Jumlah kata dalam 1
baris, Jumlah baris dalam 1 bait, Persajakan (rima), Banyak suku kata tiap baris dan Irama.
Jenis puisi lama: a.Mantra b.Pantun c.Karmina d.Seloka e.Gurindam f.Syair g.Talibun.
Puisi baru adalah puisi yang tidak terikat oleh aturan. bentuknya lebih bebas daripada puisi
lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Jenis Puisi Baru (a)Balada (b)Himne (c)Ode (d)Epigrame) (e)Romansa (f)Elegi (g)Satire
(h)Distikon (i)Terzina (j)Kuatrain (k)Kuint (l)Sektet (m)Septime (n)Oktaf/Stanzao)
(o)Soneta.
Naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang belum diterbitkan.
Menurut Imam Suryono Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani).
Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku,
mimik dan perbuatan.
Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah
16
pelajaran.
Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
Jenis-jenis Drama
(a) Drama lama
Drama Lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian,
kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan sebagainya.
(b) Drama Baru/Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan memberikan pendidikan kepada
masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
Ciri-ciri Teks Drama seluruh cerita berbentuk dialog, baik tokoh maupun narator.
Drama mempunyai unsur-unsur pembangun, seperti rangka cerita (plot), penokohan
(karakter/watak), diksi (pilihan kata, kebahasaan), tema, latar, perlengkapan, dan nyanyian.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara penulis naskah
drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris). Pada umumnya, pementasan drama
mempunyai tahapan-tahapan yang runtut, yaitu eksposisi (pengenalan), komplikasi
(pemunculan konflik), peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan resolusi
(keputusan).
Tahap-tahap penceritaan di atas dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan
suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan karakter atau suasana drama yang erat
kaitannya dengan plot cerita. Plot literer yang lazim digunakan dalam drama adalah
sirkuler, linear, dan episodik. Selain itu, tahap-tahap penceritaan tersebut masih harus
dikemas dalam bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode, dan
adegan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://fidanaza.blogspot.co.id/2012/06/prosa-puisi-dan-drama.html
http://www.kupasbuku.com/artikel/cara-membaca-puisi-yang-baik-dan-benar
http://www.planetxperia.tk/2014/03/pengertian-puisi-struktur-puisi-dan.html
https://allskyskies.wordpress.com/2014/05/18/prosa-puisi-drama/
http://ekonomisajalah.blogspot.co.id/2011/10/pembacaan-puisi-karya-sendiri-dari-segi.html
http://zangpriboemi.blogspot.co.id/2012/11/penulisan-naskah-drama-makalah.html
http://www.drzpost.com/reading-159-Unsur-Unsur-Pembangun-Drama.html
http://jafarudinbastra.blogspot.co.id/2012/06/makalah-tentang-unsur-unsur-pembangun.html
18